Di kalangan para ulama Islam, telah terjadi pro dan kontra seputar
penyebab wafatnya Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam. Sebagian
pihak beranggapan bahwa Nabi wafat karena sakit panas-demam biasa,
sedangkan pihak yang lain berkeyakinan bahwa Nabi wafat karena adanya
pengaruh racun yang merasuk ke dalam tubuh beliau. Racun tersebut
bersumber dari daging kambing beracun yang pernah beliau cicipi saat
terjadinya perang Khaibar pada tahun 7 H. Daging kambing itu diberikan
oleh seorang wanita Yahudi bernama Zainab binti Harits, istri Salam bin
Misykam, salah seorang pembesar Yahudi.
Menurut para ulama pakar sirah Nabi, diketahui bahwa beliau memang pernah menyantap daging kambing beracun pemberian seorang wanita Yahudi Khaibar. Kemudian paha kambing tersebut berbicara, memberitahu Nabi bahwa ia telah ditaburi racun. Beliau tidak melanjutkan santapannya. Tatkala beliau sakit yang mengantarkannya kepada kematian, beliau bersabda,
“Wahai Aisyah, aku masih merasakan sakit akibat makanan yang aku santap di Khaibar. Dan, inilah saatnya aku merasakan urat nadiku terputus karena racun tersebut.”
Untuk itu, tidak ada lagi ruang untuk keraguan atas pengaruh racun tersebut di jasad Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, setelah hal itu nyata-nyata termaktub di dalam kitab shahih dan kitab-kitab yang lain.
Sedangkan, kalangan non muslim menjadikan isu wafatnya Nabi karena pengaruh racun tersebut sebagai sarana untuk ‘menggugat’ nubuwwat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam :
“Kenapa masalah racun ini sangat penting! Karena yang membunuh adalah wanita Yahudi yang ingin membuktikan kalau Nabi Muhammad itu adalah seorang nabi atau bukan. Orang Yahudi orangnya pintar, tidak seperti orang Arab atau orang Islam ‘kurang pintar’ lainnya. Mereka selalu menguji apa yang mereka dapat, tidak menelan mentah-mentah seperti umat Islam sekarang ini. Kalau dia benar-benar utusan Allah, kenapa Allah tidak memberitahukan sebelumnya? Makanya, kalau dia benar-benar utusan Allah, racun itu tentu tidak dimakan. Nah, bukan Islam namanya kalau tonggak keimanannya berdasarkan atas Injil dan Kristen. Jadi, tolok ukurnya pasti Kristen, padahal Injil dianggap dipalsukan. Pasti tanya bagaimana Yesus matinya. Sudah baca Quran atau Injil belum? Kata Quran, Yesus diselamatkan, tidak seperti Muhammad! Kata Injil, Yesus sendiri sudah tahu kalau waktunya sudah tiba, dan itu sudah dinubuwwatkan oleh kitab-kitab lama, dan dia akan dibangkitkan pada hari ketiga. Dia pun bilang ke salah satu rasulnya, kalau dia akan menyangkal tiga kali sebelum ayam berkokok. Dan semua benar. Mengerti tidak? Jelas-jelas Yesus lebih suci, dan Quran sendiri mengakuinya. Sekarang lihat! Tolong sebutkan satu ayat saja di dalam Al-Quran yang menyebutkan kalau Muhammad masuk surga!”
Demikianlah, di kalangan umat Islam sendiri masih terdapat perbedaan pendapat seputar wafatnya Nabi karena pengaruh racun, sedangkan kalangan non muslim terus melancarkan berbagai propaganda untuk meruntuhkan bangunan kenabian di dalam Islam. Untuk itu, hadits-hadits tentang “racun Nabi” kiranya sangat urgen untuk dikaji lebih mendalam, agar bisa memberikan pemahaman yang komprehensif seputar wafatnya Nabi.
Mengenai perang di Khaibar
Menurut para ulama pakar sirah Nabi, diketahui bahwa beliau memang pernah menyantap daging kambing beracun pemberian seorang wanita Yahudi Khaibar. Kemudian paha kambing tersebut berbicara, memberitahu Nabi bahwa ia telah ditaburi racun. Beliau tidak melanjutkan santapannya. Tatkala beliau sakit yang mengantarkannya kepada kematian, beliau bersabda,
“Wahai Aisyah, aku masih merasakan sakit akibat makanan yang aku santap di Khaibar. Dan, inilah saatnya aku merasakan urat nadiku terputus karena racun tersebut.”
Untuk itu, tidak ada lagi ruang untuk keraguan atas pengaruh racun tersebut di jasad Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, setelah hal itu nyata-nyata termaktub di dalam kitab shahih dan kitab-kitab yang lain.
Sedangkan, kalangan non muslim menjadikan isu wafatnya Nabi karena pengaruh racun tersebut sebagai sarana untuk ‘menggugat’ nubuwwat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam :
“Kenapa masalah racun ini sangat penting! Karena yang membunuh adalah wanita Yahudi yang ingin membuktikan kalau Nabi Muhammad itu adalah seorang nabi atau bukan. Orang Yahudi orangnya pintar, tidak seperti orang Arab atau orang Islam ‘kurang pintar’ lainnya. Mereka selalu menguji apa yang mereka dapat, tidak menelan mentah-mentah seperti umat Islam sekarang ini. Kalau dia benar-benar utusan Allah, kenapa Allah tidak memberitahukan sebelumnya? Makanya, kalau dia benar-benar utusan Allah, racun itu tentu tidak dimakan. Nah, bukan Islam namanya kalau tonggak keimanannya berdasarkan atas Injil dan Kristen. Jadi, tolok ukurnya pasti Kristen, padahal Injil dianggap dipalsukan. Pasti tanya bagaimana Yesus matinya. Sudah baca Quran atau Injil belum? Kata Quran, Yesus diselamatkan, tidak seperti Muhammad! Kata Injil, Yesus sendiri sudah tahu kalau waktunya sudah tiba, dan itu sudah dinubuwwatkan oleh kitab-kitab lama, dan dia akan dibangkitkan pada hari ketiga. Dia pun bilang ke salah satu rasulnya, kalau dia akan menyangkal tiga kali sebelum ayam berkokok. Dan semua benar. Mengerti tidak? Jelas-jelas Yesus lebih suci, dan Quran sendiri mengakuinya. Sekarang lihat! Tolong sebutkan satu ayat saja di dalam Al-Quran yang menyebutkan kalau Muhammad masuk surga!”
Demikianlah, di kalangan umat Islam sendiri masih terdapat perbedaan pendapat seputar wafatnya Nabi karena pengaruh racun, sedangkan kalangan non muslim terus melancarkan berbagai propaganda untuk meruntuhkan bangunan kenabian di dalam Islam. Untuk itu, hadits-hadits tentang “racun Nabi” kiranya sangat urgen untuk dikaji lebih mendalam, agar bisa memberikan pemahaman yang komprehensif seputar wafatnya Nabi.
Mengenai perang di Khaibar
حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ بْنُ سَعِيدٍ وَمُحَمَّدُ بْنُ عَبَّادٍ وَاللَّفْظُ
لِابْنِ عَبَّادٍ قَالَا حَدَّثَنَا حَاتِمٌ وَهُوَ ابْنُ إِسْمَعِيلَ
عَنْ يَزِيدَ بْنِ أَبِي عُبَيْدٍ مَوْلَى سَلَمَةَ بْنِ الْأَكْوَعِ عَنْ
سَلَمَةَ بْنِ الْأَكْوَعِ قَالَ خَرَجْنَا مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِلَى خَيْبَرَ فَتَسَيَّرْنَا لَيْلًا فَقَالَ
رَجُلٌ مِنْ الْقَوْمِ لِعَامِرِ بْنِ الْأَكْوَعِ أَلَا تُسْمِعُنَا مِنْ
هُنَيْهَاتِكَ وَكَانَ عَامِرٌ رَجُلًا شَاعِرًا فَنَزَلَ يَحْدُو
بِالْقَوْمِ يَقُولُ اللَّهُمَّ لَوْلَا أَنْتَ مَا اهْتَدَيْنَا وَلَا
تَصَدَّقْنَا وَلَا صَلَّيْنَا فَاغْفِرْ فِدَاءً لَكَ مَا اقْتَفَيْنَا
وَثَبِّتْ الْأَقْدَامَ إِنْ لَاقَيْنَا وَأَلْقِيَنْ سَكِينَةً عَلَيْنَا
إِنَّا إِذَا صِيحَ بِنَا أَتَيْنَا وَبِالصِّيَاحِ عَوَّلُوا عَلَيْنَا
فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ هَذَا
السَّائِقُ قَالُوا عَامِرٌ قَالَ يَرْحَمُهُ اللَّهُ فَقَالَ رَجُلٌ مِنْ
الْقَوْمِ وَجَبَتْ يَا رَسُولَ اللَّهِ لَوْلَا أَمْتَعْتَنَا بِهِ قَالَ
فَأَتَيْنَا خَيْبَرَ فَحَاصَرْنَاهُمْ حَتَّى أَصَابَتْنَا مَخْمَصَةٌ
شَدِيدَةٌ ثُمَّ قَالَ إِنَّ اللَّهَ فَتَحَهَا عَلَيْكُمْ قَالَ فَلَمَّا
أَمْسَى النَّاسُ مَسَاءَ الْيَوْمِ الَّذِي فُتِحَتْ عَلَيْهِمْ
أَوْقَدُوا نِيرَانًا كَثِيرَةً فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَا هَذِهِ النِّيرَانُ عَلَى أَيِّ شَيْءٍ تُوقِدُونَ
فَقَالُوا عَلَى لَحْمٍ قَالَ أَيُّ لَحْمٍ قَالُوا لَحْمُ حُمُرِ
الْإِنْسِيَّةِ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
أَهْرِيقُوهَا وَاكْسِرُوهَا فَقَالَ رَجُلٌ أَوْ يُهْرِيقُوهَا
وَيَغْسِلُوهَا فَقَالَ أَوْ ذَاكَ قَالَ فَلَمَّا تَصَافَّ الْقَوْمُ
كَانَ سَيْفُ عَامِرٍ فِيهِ قِصَرٌ فَتَنَاوَلَ بِهِ سَاقَ يَهُودِيٍّ
لِيَضْرِبَهُ وَيَرْجِعُ ذُبَابُ سَيْفِهِ فَأَصَابَ رُكْبَةَ عَامِرٍ
فَمَاتَ مِنْهُ قَالَ فَلَمَّا قَفَلُوا قَالَ سَلَمَةُ وَهُوَ آخِذٌ
بِيَدِي قَالَ فَلَمَّا رَآنِي رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ سَاكِتًا قَالَ مَا لَكَ قُلْتُ لَهُ فَدَاكَ أَبِي وَأُمِّي
زَعَمُوا أَنَّ عَامِرًا حَبِطَ عَمَلُهُ قَالَ مَنْ قَالَهُ قُلْتُ
فُلَانٌ وَفُلَانٌ وَأُسَيْدُ بْنُ حُضَيْرٍ الْأَنْصَارِيُّ فَقَالَ
كَذَبَ مَنْ قَالَهُ إِنَّ لَهُ لَأَجْرَيْنِ وَجَمَعَ بَيْنَ إِصْبَعَيْهِ
إِنَّهُ لَجَاهِدٌ مُجَاهِدٌ قَلَّ عَرَبِيٌّ مَشَى بِهَا مِثْلَهُ
وَخَالَفَ قُتَيْبَةُ مُحَمَّدًا فِي الْحَدِيثِ فِي حَرْفَيْنِ وَفِي
رِوَايَةِ ابْنِ عَبَّادٍ وَأَلْقِ سَكِينَةً عَلَيْنَا
Telah menceritakan kepada kami [Qutaibah bin Sa'id] dan [Muhammad bin 'Abbad] sedangkan lafadznya dari Ibnu 'Abbad, keduanya berkata; telah menceritakan kepada kami [Hatim] -yaitu Ibnu Isma'il- dari [Yazid bin Abu 'Ubaid] bekas budak Salamh bin Al Akwa', dari [Salamah bin Al Akwa'] dia berkata, "Kami pergi berperang ke khaibar bersama-sama dengan Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, maka kami mengadakan perjalanan di malam hari. Seorang anggota pasukan lalu berkata kepada 'Amir bin Al Akwa', "Bacakanlah kepada kami sajak-sajakmu!" -'Amir memang seorang penyair- kemudian dia turun sambil menghalau unta dan berkata, "Ya Allah, kalau bukan karena (Hidayah-Mu) maka tidaklah kami akan mendapat petunjuk, kami tidak akan bersedekah, dan kami tidak akan mendirikan shalat. Oleh karena itu, ampunilah kami sebagai, selaku tebusan Engkau atas kesalahan kami. Dan teguhkanlah pendirian kami jika bertemu denga musuh. Tanamkanlah ketenangan di hati kami, apabila di teriaki kami kan datang. Dan dengan teriakan, mereka kan menangis kepada kami." Maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bertanya: Siapakah orang yg menghalau unta sambil bersyair itu?
mereka menjawab, Amir. Beliau bersabda:
Semoga Allah memberinya rahmat. Lalu seorang anggota pasukan bertanya, Betulkah begitu ya Rasulullah?
alangkah baiknya sekiranya anda menyuruhnya supaya menghibur kami terus. Kiranya saat itu kami telah sampa di Khaibar, kemudian kami mengepung penduduknya, sehingga perut kami terasa sangat lapar, lalu Rasulullah bersabda:
Sesungguhnya Allah menaklukkan negeri itu kepada kalian. Salamah berkata, Setelah hari mulai petang di hari penaklukan Khaibar, mereka mulai menyalakan api, maka Rasulullah bertanya: Nyala api apakah itu?
Dan untuk apakah mereka menyalakan api tersebut?
mereka menjawab, Untuk membakar daging. Beliau bertanya: Daging apa?
mereka menjawab, Daging keledai jinak. Maka Rasulullah bersabda:
Tumpahkan & pecahkanlah (periuknya). Lantas ada seorang laki-laki berkata, Tumpahkan lalu di cuci. Beliau menjawab: Atau seperti itu. Tatkala dua pasukan saling berhadapan, ternyata 'Amir hanya mempunyai pedang pendek. Dengan pedang itu maka ia menikamkannya di betis orang Yahudi, tetapi malang baginya, ujung pedang itu terus meluncur hingga berbalik mengenai lutut 'Amir, & 'Amir pun gugur karenanya. Salamah berkata, Tatkala mereka telah kembali pulang, Rasulullah memegang tanganku, ketika beliau melihat aku diam. Beliau bertanya: Ada apa denganmu?
Aku menjawab, Ayah & ibuku menjadi tebusan anda, mereka mengatakan, 'Pahala 'Amir telah terhapus'. Beliau bertanya: Siapa yg mengatakannya?
Aku menjawab, Fulan, fulan & Usaid bin Hudlair Al Anshari. Beliau bersabda:
Orang yg telah mengatakannya telah berdusta, sesungguhnya dia memperoleh pahala ganda -sambil beliau memberi isyarat dgn jemarinya- dialah pejuang sesungguhnya, & sedikit sekali orang Arab yg pergi berperang seperti dia. [HR. Muslim No.3363].
Diriwayatkan oleh An-Nasa`i, Ath-Thahawi, Al-Hakim, dan Al-Baihaqi dengan sanad yang sahih, bahwa Syaddad bin Al-Hadi radhiyallahu ‘anhu mengatakan:
أَنَّ رَجُلًا مِنْ الْأَعْرَابِ جَاءَ إِلَى النَّبِيِّ صلى الله عليه
وسلم فَآمَنَ بِهِ وَاتَّبَعَهُ ثُمَّ قَالَ: أُهَاجِرُ مَعَكَ. فَأَوْصَى
بِهِ النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم بَعْضَ أَصْحَابِهِ فَلَمَّا كَانَتْ
غَزْوَةٌ غَنِمَ النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم سَبْيًا فَقَسَمَ وَقَسَمَ
لَهُ فَأَعْطَى أَصْحَابَهُ مَا قَسَمَ لَهُ وَكَانَ يَرْعَى ظَهْرَهُمْ
فَلَمَّا جَاءَ دَفَعُوهُ إِلَيْهِ، فَقَالَ: مَا هَذَا؟ قَالُوا: قِسْمٌ
قَسَمَهُ لَكَ النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم. فَأَخَذَهُ فَجَاءَ بِهِ
إِلَى النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم فَقَالَ: مَا هَذَا؟ قَالَ:
قَسَمْتُهُ لَكَ. قَالَ: مَا عَلَى هَذَا اتَّبَعْتُكَ، وَلَكِنِّي
اتَّبَعْتُكَ عَلَى أَنْ أُرْمَى إِلَى هَاهُنَا -وَأَشَارَ إِلَى حَلْقِهِ
بِسَهْمٍ- فَأَمُوتَ فَأَدْخُلَ الْجَنَّةَ. فَقَالَ: إِنْ تَصْدُقِ اللهَ
يَصْدُقْكَ. ثُمَّ نَهَضُوا فِي قِتَالِ الْعَدُوِّ فَأُتِيَ بِهِ
النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم يُحْمَلُ قَدْ أَصَابَهُ سَهْمٌ حَيْثُ
أَشَارَ فَقَالَ النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم: أَهُوَ هُوَ؟ قَالُوا:
نَعَمْ. قَالَ: صَدَقَ اللهَ فَصَدَقَهُ. ثُمَّ كَفَّنَهُ النَّبِيُّ صلى
الله عليه وسلم فِي جُبَّةِ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم ثُمَّ قَدَّمَهُ
فَصَلَّى عَلَيْهِ فَكَانَ فِيمَا ظَهَرَ مِنْ صَلَاتِهِ: اللَّهُمَّ
هَذَا عَبْدُكَ خَرَجَ مُهَاجِرًا فِي سَبِيلِكَ فَقُتِلَ شَهِيدًا، أَنَا
شَهِيدٌ عَلَى ذَلِكَ
“Datang seorang Arab dusun kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, lalu beriman dan mengikuti beliau. Dia berkata: “Saya akan hijrah bersamamu.” Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallampun mewasiatkan dia kepada sebagian sahabat. Lalu ketika terjadi perang Khaibar dan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam memperoleh ghanimah, beliau pun membagi-bagikannya, termasuk kepada si Arab dusun tersebut. Ketika menerimanya, dia bertanya: “Apa ini?” Sahabat yang menyerahkan berkata: “Ini bagianmu yang diberikan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam untukmu.” Diapun mengambilnya lalu datang membawanya kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, kemudian katanya: “Apa ini, wahai Rasulullah?”
Beliau berkata: “Bagian yang aku berikan untukmu.”
Dia berkata: “Bukan untuk ini saya mengikuti engkau. Tapi saya mengikuti engkau agar aku dipanah di sini -dia menunjuk ke arah tenggorokannya-, lalu aku mati dan masuk surga.”
Kata Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam: “Kalau engkau jujur, Allah pasti membenarkanmu.”
Kemudian diapun bangkit menyerbu musuh. Tak lama, dia dibawa ke hadapan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam keadaan terbunuh tepat di tempat yang ditunjuknya. Beliau bertanya: “Diakah ini?”
Kata mereka: “Ya.”
Beliau berkata: “Dia jujur kepada Allah, maka Allah benarkan dia.” Kemudian Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengafaninya dengan jubahnya lalu meletakkannya di depan, kemudian menyalatkannya. Di antara doa beliau untuknya ialah: “Ya Allah, ini adalah hamba-Mu, dia keluar sebagai muhajir di jalan Engkau lalu terbunuh sebagai syahid, dan aku jadi saksi atasnya.”
Setelah itu, orang Yahudi pindah ke benteng Az-Zubair, di atas bukit Qullah. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengepungnya selama tiga malam. Lalu datanglah seorang lelaki Yahudi bernama ‘Azaal dan berkata: “Wahai Abul Qasim (kunyah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam), sebetulnya, walaupun engkau kepung selama sebulan, mereka tidak peduli. Mereka punya mata air untuk minum di bawah tanah. Mereka bisa keluar di malam hari lalu minum dari telaga itu lalu pulang ke benteng mereka dan bertahan dari engkau. Kalau engkau putus jalur air minum mereka, tentu mereka akan menyerah.”
Maka Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mulai memutus jalur minum mereka. Setelah persediaan air mereka putus, mereka keluar dan menyerang hebat. Terbunuhlah beberapa orang dari muslimin, sedangkan di pihak Yahudi ada puluhan orang tewas. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berhasil menaklukkannya.
حَدَّثَنَا عَبْدُ اللهِ بْنُ يُوسُفَ حَدَّثَنَا اللَّيْثُ قَالَ
حَدَّثَنِي سَعِيدُ بْنُ أَبِي سَعِيدٍ الْمَقْبُرِيُّ عَنْ أَبِي
هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ لَمَّا فُتِحَتْ خَيْبَرُ أُهْدِيَتْ
لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ شَاةٌ فِيهَا سُمٌّ فَقَالَ
النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اجْمَعُوا إِلَيَّ مَنْ كَانَ
هَا هُنَا مِنْ يَهُودَ فَجُمِعُوا لَهُ فَقَالَ إِنِّي سَائِلُكُمْ عَنْ
شَيْءٍ فَهَلْ أَنْتُمْ صَادِقِيَّ عَنْهُ فَقَالُوا نَعَمْ قَالَ لَهُمْ
النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ أَبُوكُمْ قَالُوا
فُلَانٌ فَقَالَ كَذَبْتُمْ بَلْ أَبُوكُمْ فُلَانٌ قَالُوا صَدَقْتَ قَالَ
فَهَلْ أَنْتُمْ صَادِقِيَّ عَنْ شَيْءٍ إِنْ سَأَلْتُ عَنْهُ فَقَالُوا
نَعَمْ يَا أَبَا الْقَاسِمِ وَإِنْ كَذَبْنَا عَرَفْتَ كَذِبَنَا كَمَا
عَرَفْتَهُ فِي أَبِينَا فَقَالَ لَهُمْ مَنْ أَهْلُ النَّارِ قَالُوا
نَكُونُ فِيهَا يَسِيرًا ثُمَّ تَخْلُفُونَا فِيهَا فَقَالَ النَّبِيُّ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اخْسَئُوا فِيهَا وَاللهِ لَا
نَخْلُفُكُمْ فِيهَا أَبَدًا ثُمَّ قَالَ هَلْ أَنْتُمْ صَادِقِيَّ عَنْ
شَيْءٍ إِنْ سَأَلْتُكُمْ عَنْهُ فَقَالُوا نَعَمْ يَا أَبَا الْقَاسِمِ
قَالَ هَلْ جَعَلْتُمْ فِي هَذِهِ الشَّاةِ سُمًّا قَالُوا نَعَمْ قَالَ
مَا حَمَلَكُمْ عَلَى ذَلِكَ قَالُوا أَرَدْنَا إِنْ كُنْتَ كَاذِبًا
نَسْتَرِيحُ وَإِنْ كُنْتَ نَبِيًّا لَمْ يَضُرَّكَ. (رواه البخارى)
Telah bercerita kepada kami 'Abdullah bin Yusuf telah bercerita kepada kami Al Laits berkata telah bercerita kepadaku Sa'id bin Abu Sa'id Al Maqbariy dari Abu Hurairah radliallahu 'anhu berkata; Ketika Khaibar ditaklukan, Nabi shallallahu 'alaihi wasallam diberi hadiah seekor kambing yang didalamnya ditaruh racun.
Maka Nabi shallallahu 'alaihi wasallam berkata: Kumpulkan di hadapanku orang-orang yang ada disini dari kalangan Yahudi. Maka mereka berkumpul di hadapan Beliau lalu Beliau berkata: Aku bertanya satu hal kepada kalian, apakah kalian akan membenarkan aku tentang suatu masalah?. Mereka menjawab; Ya. Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bertanya kepada mereka: Siapa orang tua kalian. Mereka menjawab; Si fulan. Beliau berkata: Kalian berdusta. Yang sebenarnya orang tua kalian adalah si anu. Mereka berkata; Anda benar.
Lalu Beliau bertanya lagi: Apakah kalian akan membenarkan aku tentang suatu masalah yang akan aku tanyakan?. Mereka menjawab; Ya, wahai Abu Al Qasim. Seandainya kami berdusta, Anda pasti mengetahui kedustaan kami sebagaimana Anda mengetahui orangtua kami. Beliau bertanya: Siapakah yang menjadi penduduk neraka?. Mereka menjawab; Kami akan berada di dalamnya sebentar lalu kalian (kaum Muslimin) akan mengiringi masuk ke dalamnya. Nabi shallallahu 'alaihi wasallam berkata: Tinggallah kalian dengan hina di dalamnya. Demi Allah, sungguh kami tidak akan mengikuti kalian ke dalamnya selama-lamanya.
Kemudian Beliau bertanya lagi: Apakah kalian akan membenarkan aku tentang suatu masalah yang akan aku tanyakan?. Mereka menjawab; Ya, wahai Abu Al Qasim. Beliau bertanya: Apakah kalian telah memasukkan racun ke dalam kambing ini?. Mereka menjawab; Ya. Beliau bertanya lagi: Apa yang mendorong lkalian berbuat begitu?. Mereka menjawab; Kami hanya ingin menguji Seandainya anda berdusta (mengaku sebagai Nabi) kami dapat beristirahat dari anda. Dan seandainya anda benar seorang Nabi maka racun itu tidak akan dapat mendatangkan bahaya buat anda. (HR. Bukhari).
أَخْبَرَنَا عَبْدُ اللهِ بْنُ صَالِحٍ حَدَّثَنِي اللَّيْثُ حَدَّثَنِي
سَعِيدُ بْنُ أَبِي سَعِيدٍ الْمَقْبُرِيُّ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ
لَمَّا فَتَحْنَا خَيْبَرَ أُهْدِيَتْ لِرَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ شَاةٌ فِيهَا سُمٌّ فَقَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اجْمَعُوا لِي مَنْ كَانَ هَا هُنَا مِنْ الْيَهُودِ
فَجُمِعُوا لَهُ فَقَالَ لَهُمْ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ إِنِّي سَائِلُكُمْ عَنْ شَيْءٍ فَهَلْ أَنْتُمْ صَادِقِيَّ
عَنْهُ قَالُوا نَعَمْ يَا أَبَا الْقَاسِمِ فَقَالَ لَهُمْ رَسُولُ اللهِ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ أَبُوكُمْ قَالُوا أَبُونَا فُلَانٌ
فَقَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَذَبْتُمْ بَلْ
أَبُوكُمْ فُلَانٌ قَالُوا صَدَقْتَ وَبَرَرْتَ فَقَالَ لَهُمْ هَلْ
أَنْتُمْ صَادِقِيَّ عَنْ شَيْءٍ إِنْ سَأَلْتُكُمْ عَنْهُ فَقَالُوا
نَعَمْ وَإِنْ كَذَبْنَاكَ عَرَفْتَ كَذِبَنَا كَمَا عَرَفْتَ فِي
آبَائِنَا فَقَالَ لَهُمْ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
فَمَنْ أَهْلُ النَّارِ فَقَالُوا نَكُونُ فِيهَا يَسِيرًا ثُمَّ
تَخْلُفُونَا فِيهَا قَالَ لَهُمْ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ اخْسَئُوا فِيهَا وَاللهِ لَا نَخْلُفُكُمْ فِيهَا أَبَدًا ثُمَّ
قَالَ لَهُمْ هَلْ أَنْتُمْ صَادِقِيَّ عَنْ شَيْءٍ إِنْ سَأَلْتُكُمْ
عَنْهُ قَالُوا نَعَمْ قَالَ هَلْ جَعَلْتُمْ فِي هَذِهِ الشَّاةِ سُمًّا
قَالُوا نَعَمْ قَالَ مَا حَمَلَكُمْ عَلَى ذَلِكَ قَالُوا أَرَدْنَا إِنْ
كُنْتَ كَاذِبًا أَنْ نَسْتَرِيحَ مِنْكَ وَإِنْ كُنْتَ نَبِيًّا لَمْ
يَضُرَّكَ
Telah mengabarkan kepada kami Abdullah bin Shalih telah menceritakan kepadaku Al Laits telah menceritakan kepadaku Sa'id bin Abu Sa'id Al Maqburi dari Abu Hurairah Radliyallahu'anhu ia berkata; "Ketika kami menaklukan Khaibar, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam diberi hadiah seekor kambing beracun. Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam kontan berkata: “Tolong kumpulkanlah orang-orang Yahudi yang ada di sini”. Maka dikumpulkanlah mereka kepada beliau.
Lalu Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam berkata: “Saya akan bertanya kalian tentang sesuatu, apakah kalian akan menjawab dengan jujur?”. Mereka menjawab: “Ya, wahai Abu Qasim (Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam)”. Lalu Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bertanya: “Siapakah ayah kalian?”. Mereka menjawab: “Ayah kami si fulan”. Kemudian Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam berkata: “Kalian bohong! Tetapi ayah kalian adalah si fulan”. Mereka menjawab: “Baginda benar”.
Lalu beliau berkata kepada mereka: “Apakah kalian akan jujur jika saya tanya tentang sesuatu?”. Mereka menjawab: “Ya, dan jika kami berbohong niscaya baginda mengetahuinya, sebagaimana baginda mengetahui ayah-ayah kami”. Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bertanya kepada mereka: “Siapakah penghuni neraka?”. Mereka menjawab: “Kami berada di dalamnya sebentar dan kemudian baginda menggantikan kami di dalamnya”. Maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam berkata kepada mereka: “Terhinalah kalian di dalamnya, demi Allah Subhanahu wa Ta'ala kami tidak akan menggantikan kalian di dalamnya selamanya”.
Lalu Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bertanya kepada mereka: “Apakah kalian akan berkata jujur terhadap pertanyaan yang akan ku tanyakan kepada kalian?”. Mereka menjawab: “Ya!”. Beliau berkata: “Apakah kalian membubuhi racun pada (daging) kambing tersebut?”. Mereka menjawab: “Ya!”. Beliau bertanya: “Apa yang menyebabkan kalian berbuat demikian?”. Mereka menjawab: “Kami ingin terbebas jika baginda seorang pembohong dan jika baginda benar seorang Nabi maka (racun itu) tidak bakalan mencelakai baginda”. (HR. Ad-Darimi).
Adapun hadits pokok yang menjadi obyek pembahasan ini adalah sebagai berikut :
Hadits pertama :
وَقَالَ يُوْنُسُ عَنِ الزُّهْرِي قَالَ عُرْوَةُ قَالَتْ عَائِشَةُ رَضِيَ
اللهُ عَنْهَا : كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
يَقُوْلُ فِي مَرَضِهِ الَّذِي مَاتَ فِيْهِ : يَا عَائِشَةُ مَا أَزَالُ
أَجِدُ أَلَمَ الطَّعَامِ الَّذِي أَكَلْتُ بِخَيْبَرَ فَهَذَا أَوَانُ
وَجَدْتُ إِنْقِطَاعَ أَبْهَرِي مِنْ ذَلِكَ السَّمِّ
“Yunus berkata : Diriwayatkan dari Az-Zuhri, Urwah berkata : Aisyah berkata, “Nabi n bersabda di kala sakit yang berakhir dengan wafatnya beliau, ‘Wahai Aisyah, aku masih merasakan sakit karena makanan yang pernah aku makan di perang Khaibar. Dan inilah saatnya bagiku merasakan terputusnya urat nadiku karena racun itu’.”
[Shahih al-Bukhari, Bab Maradh an-Nabi n, juz IV, hlm. 1611, no. 4165. Al-Hakim dan Al-Isma’ili menyatakan sanadnya bersambung kepada Rasulullah].
Hadits kedua :
حَدَّثَنَا أَبُو عَبْدِ اللهِ الْحَافِظُ أَخْبَرَنِى أَبُو بَكْرٍ
مُحَمَّدُ بْنُ أَحْمَدَ بْنِ يَحْيَى الأَشْقَرِ حَدَّثَنَا يُوسُفُ بْنُ
مُوسَى الْمَرْوَرُّوذِىُّ حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ صَالِحٍ حَدَّثَنَا
عَنْبَسَةُ حَدَّثَنَا يُونُسُ عَنِ ابْنِ شِهَابٍ قَالَ قَالَ عُرْوَةُ
كَانَتْ عَائِشَةُ رَضِىَ اللهُ عَنْهَا تَقُوْلُ : كَانَ رَسُولُ اللهِ
-صلى الله عليه وسلم- يَقُولُ فِى مَرَضِهِ الَّذِى تُوُفِّىَ فِيهِ يَا
عَائِشَةُ إِنِّى أَجِدُ أَلَمَ الطَّعَامِ الَّذِى أَكَلْتُ بِخَيْبَرَ
فَهَذَا أَوَانُ انْقِطَاعِ أَبْهَرِى مِنْ ذَلِكَ السُّمِّ. أَخْرَجَهُ
الْبُخَارِىُّ فِى الصَّحِيحِ فَقَالَ وَقَالَ يُونُسُ
“Telah menceritakan kepada kami Abu Abdillah Al-Hafizh, telah mengabarkan kepadaku Abu Bakr Muhammad bin Ahmad bin Yahya Al-Asyqar, telah menceritakan kepada kami Yusuf bin Musa Al-Marwarrudzi, telah menceritakan kepada kami Ahmad bin Shalih, telah menceritakan kepada kami Anbasah, telah menceritakan kepada kami Yunus, dari Ibnu Syihab, ia berkata : Urwah mengatakan : Aisyah berkata, “Nabi bersabda di kala sakit yang berakhir dengan wafatnya beliau, ‘Wahai Aisyah, aku masih merasakan sakit karena makanan yang pernah aku makan di perang Khaibar. Dan inilah saatnya bagiku merasakan terputusnya urat nadiku karena racun itu’.” Dikeluarkan oleh Bukhari di dalam Shahihnya, ia mengatakan : Yunus berkata…
[-Sunan al-Baihaqi al-Kubra, Bab Isti’mal Awani al-Musyrikin, juz X, hlm. 11, no. 20209]
Anas radhiyallahu ‘anhu juga menceritakan,
أن امرأة يهودية أتت رسول الله صلى الله عليه وسلم بشاة مسمومة، فأكل منها،
فجيء بها إلى رسول الله صلى الله عليه وسلم فسألها عن ذلك فقالت: أردت
لأقتلك! قال: “ما كان الله ليسلطك على ذاك” أو قال: “عليّ”، قالوا: ألا
نقتلها؟ قال: “لا”، قال أنس: فما زلت أعرفها في لهوات رسول الله صلى الله
عليه وسلم (متفق عليه).
Bahwa ada seorang wanita Yahudi datang kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan membawa seekor kambing (bakar) yang telah diracuni. Kemudian beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam memakan sebagian darinya. Lalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengutus seseorang untuk memanggil wanita (yang memberi kambing) itu dan wanita itu pun datang. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam segera bertanya kepadanya tentang hal itu.
Wanita itu menjawab, “Saya ingin membunuhmu.”
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Allah tidak menguasakanmu untuk atas hal itu”, atau beliau bersabda “ … atasku (yakni membunuhku -pent)”.
Para shahabat berkata, “Perlukah kita membunuh wanita ini?”
“Jangan!” jawab Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Anas radhiyallahu ‘anhu berkata, “Saya melihat bekas racun itu senantiasa berada di langit-langit mulut Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam” (Muttafaqun ‘alaihi)
Maksudnya, bekas racun tersebut tetap ada hingga beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam wafat.
Beberapa hadits pendukung yang menceritakan kronologi diracunnya Nabi antara lain sebagai berikut :
Hadits pertama :
حَدَّثَنَا سُرَيْجٌ حَدَّثَنَا عَبَّادٌ عَنْ هِلالٍ عَنْ عِكْرِمَةَ عَنِ
ابْنِ عَبَّاسٍ أَنَّ امْرَأَةً مِنَ الْيَهُودِ أَهْدَتْ لِرَسُولِ اللهِ
صَلَّى اللهُُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ شَاةً مَسْمُومَةً فَأَرْسَلَ إِلَيْهَا
فَقَالَ مَا حَمَلَكِ عَلَى مَا صَنَعْتِ قَالَتْ أَحْبَبْتُ أَوْ
أَرَدْتُ إِنْ كُنْتَ نَبِيًّا فَإِنَّ اللَّهَ سَيُطْلِعُكَ عَلَيْهِ
وَإِنْ لَمْ تَكُنْ نَبِيًّا أُرِيحُ النَّاسَ مِنْكَ. قَالَ وَكَانَ
رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا وَجَدَ مِنْ
ذَلِكَ شَيْئًا احْتَجَمَ قَالَ فَسَافَرَ مَرَّةً فَلَمَّا أَحْرَمَ
وَجَدَ مِنْ ذَلِكَ شَيْئًا فَاحْتَجَمَ
“Telah bercerita kepada kami Syuraih, telah bercerita kepada kami Abbad, dari Hilal, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas bahwa seorang wanita Yahudi menghadiahkan daging seekor kambing yang telah dibubuhi racun. Lantas, beliau mengutus seseorang agar menghadapkan wanita itu, beliau bertanya, “Apa alasanmu melakukan hal ini?” Ia menjawab, “Aku suka –atau aku ingin–, jika engkau benar seorang nabi, pasti Allah akan memberitahukan racun itu kepadamu. Namun jika engkau bukan seorang nabi, maka manusia tak akan lagi terganggu olehmu.” Ibnu Abbas menuturkan, “Apabila Rasulullah merasakan sesuatu dari racun itu, beliau melakukan bekam. Suatu kali beliau sedang bepergian, ketika melakukan ihram beliau merasakan pengaruh racun tersebut, lantas beliau berbekam.”
[Ahmad meriwayatkannya sendiri, dan sanadnya hasan. Musnad Ahmad, juz V, hlm. 6, no. 32784].
Hadits kedua :
حَدَّثَنَا عَبْدُ اللهِ بْنُ عَبْدِ الْوَهَّابِ حَدَّثَنَا خَالِدُ بْنُ
الْحَارِثِ حَدَّثَنَا شُعْبَةٌ عَنْ هِشَامِ بْنِ زَيْدٍ عَنْ أَنَس بْنِ
مَالِكٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ : أَنَّ يَهُوْدِيَّةً أَتَتِ النَّبِيِّ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِشَاةٍ مَسْمُوْمَةٍ فَأَكَلَ مِنْهَا
فَجِيْءُ بِهَا فَقِيْلَ أَلاَ نَقْتُلُهَا؟ قَالَ : لاَ. فَمَا زِلْتُ
أَعْرِفُهَا فِي لَهَوَاتِ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
“Telah menceritakan kepada kami Abdullah bin Abdul Wahab, telah menceritakan kepada kami Khalid bin Al-Harits, telah menceritakan kepada kami Syu’bah, dari Hisyam bin Zaid, dari Anas bin Malik, bahwa seorang wanita Yahudi mendatangi Nabi dengan membawa daging kambing beracun. Beliau telah memakan sebagiannya. Lantas wanita itu dihadapkan kepada Rasulullah n dan beliau menanyainya tentang alasan tindakannya tersebut. Dikatakan, “Tidakkah kita membunuhnya?” Beliau menjawab, “Tidak perlu.” Anas berkata, “Aku senantiasa mengetahui bekas racun tersebut di pangkal langit-langit mulut Rasulullah.”
[Dikeluarkan oleh Muslim di dalam As-Salam, Bab As-Samm, no. 2190. Juga,Shahih al-Bukhari, Bab Qubul al-Hadiyyah min al-Musyrikin, juz II, hlm. 923, no. 2474].
Hadits ketiga :
أَخْبَرَنَا أَحْمَدُ بْنُ جَعْفَرَ حَدَّثَنَا عَبْدُ اللهِ بْنُ أَحْمَدُ
بْنُ حَنْبَلَ حَدَّثَنِي أَبِي حَدَّثَنَا إِبْرَاهِيْمُ بْنُ خَالِدٍ
حَدَّثَنَا رَبَاحٌ عَنْ مَعْمَرٍ عَنِ الزُّهْرِي عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ
بْنِ عَبْدِ اللهِ بْنِ كَعْبِ بْنِ مَالِكٍ عَنْ أَبِيْهِ عَنْ أُمِّ
مُبَشِّرٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا قَالَتْ : دَخَلْتُ عَلَى رَسُوْلِ اللهِ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي وَجَعِهِ الَّذِي قُبِضَ فِيْهِ
فَقُلْتُ : بِأَبِي أَنْتَ يَا رَسُوْلَ اللهِ مَا تَتَّهِمُ بِنَفْسِكَ
فَإِنِّي لاَ أَتَّهِمُ بِابْنِي إِلاَّ الطَّعَامَ الَّذِي أَكَلَهُ
مَعَكَ بِخَيْبَرَ وَكَانَ ابْنُهَا بِشْرُ بِنُ الْبَرَّاءِ بْنِ
مَعْرُوْرٍ مَاتَ قَبْلَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
فَقَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : وَأَنَا لاَ
أَتَّهِمُ غَيْرَهَا هَذَا أَوَانُ انْقِطَاعِ أَبْهَرِي
“Telah mengabarkan kepada kami Ahmad bin Ja’far, telah mennceritakan kepada kami Abdullah bin Ahmad bin Hanbal, telah menceritakan kepadaku ayahku, telah menceritakan kepada kami Ibrahim bin Khalid, telah menceritakan kepada kami Rabah : Diriwayatkan dari Ma’mar, dari Az-Zuhri, dari Abdurrahman bin Abdullah bin Ka’b bin Malik, dari ayahnya, dari Ummu Mubasysyir, ia berkata, “Aku pernah menjenguk Rasulullah saat beliau menderita sakit yang menyebabkan beliau wafat. Aku berkata, ‘Wahai Rasulullah, apakah engkau mencurigai sesuatu yang menyebabkan dirimu sakit? Sesungguhnya aku tiada mencurigai penyebab putraku meninggal, selain makanan yang ia santap bersamamu di Khaibar.’ Putranya, Bisyr bin Barra’ bin Ma’rur telah meninggal sebelum Nabi Maka, Rasulullah menjawab, ‘Aku tiada mencurigai selain ulah wanita Yahudi itu. Dan, inilah waktunya urat nadiku terputus’.”
[Hadits ini shahih berdasarkan syarat Syaikhani, namun keduanya tidak mengeluarkan hadits tersebut. Adz-Dzahabi berkata di dalam At-Talkhish,“Berdasarkan syarat Bukhari dan Muslim.” Lihat Al-Hakim, Al-Mustadrak ‘ala ash-Shahihain, Bab Dzikru Manaqib Bisyr bin Barra’ bin Ma’rur, juz III, hlm. 242, no. 4966.].
Pembahasan
Berbagai upaya pembunuhan terhadap Nabi Muhammad telah banyak dilakukan oleh kaum Yahudi, bahkan sejak Nabi masih kecil. Di dalam kitab Ath-Thabaqat, Ibnu Sa’d meriwayatkan dengan sanad yang sampai kepada Ishaq bin Abdillah, bahwasanya ketika ibunda Nabi hendak menyerahkan beliau kepada seorang perempuan Bani Sa’d (Halimah As-Sa’diyyah) yang akan menyusui beliau, ia berkata, “Jagalah putraku ini,” seraya ia menceritakan mimpinya. Suatu ketika Halimah melewati segolongan kaum Yahudi, lalu ia berkata, “Tidakkah kalian berkomentar tentang anakku ini?” Sebagian mereka berkata kepada sebagian yang lain, “Bunuh anak itu.” Mereka bertanya, “Apakah anak itu yatim?” “Tidak, ini ayahnya dan aku ibunya,” jawab Halimah. Mereka berkata, “Sekiranya ia anak yatim, pasti kami akan membunuhnya.” Halimah meneruskan perjalanannya seraya berkata, “Hampir-hampir saja aku merusak amanah yang diembankan kepadaku.” (Riwayat ini mursal, sedang para perawinya tsiqat).
Sedangkan tragedi peracunan Nabi setelah penaklukan Khaibar oleh seorang wanita Yahudi merupakan tragedi bersejarah yang mengantarkan Rasulullah memperoleh syahid dalam hidupnya.
Imam Ibnu Katsir memastikan bahwa Nabi wafat sebagai syahid. Ia menukil, “Kaum muslimin berpandangan bahwa Rasulullah wafat sebagai syahid, selain kemuliaan yang Allah limpahkan kepada beliau berupa kenabian.” Ibnu Mas’ud berkata, “Sekiranya aku bersumpah sembilan kali untuk menyatakan bahwa Rasulullah wafat karena terbunuh, itu lebih aku sukai daripada aku bersumpah sekali untuk menyatakan bahwa beliau tidak terbunuh. Yang demikian itu, karena Allah telah mengangkat beliau sebagai nabi sekaligus sebagai syahid.”
Az-Zuhri berkata, bahwa Jabir mengatakan, “Pada hari itu Rasulullah berbekam. Beliau dibekam seorang maula Bani Bayadhah dengan tanduk dan pisau. Pasca peristiwa tersebut, Rasulullah hidup selama tiga tahun sampai jatuh sakit yang mengantarkan beliau wafat. Beliau bersabda, ‘Aku masih merasakan makanan yang aku makan dari kambing panggang saat perang Khaibar hingga sekarang. Inilah waktu terputusnya urat nadiku.’ Akhirnya, Rasulullah wafat sebagai syahid.”
Di dalam kitab Syarh al-Mawahib al-Laduniyah, Az-Zarqani berkata, “Salah satu mukjizat Nabi adalah beliau tidak terpengaruh oleh racun seketika itu juga, sebab mereka (kaum Yahudi) berkata, ‘Jika dia seorang nabi, maka racun itu tidak akan membahayakan dirinya; tetapi jika ia hanya seorang raja, maka kami terbebas darinya.’ Tatkala racun itu tidak bereaksi dalam tubuh beliau, mereka menjadi yakin akan kenabian beliau. Sampai-sampai ada yang menyatakan bahwa perempuan Yahudi tersebut masuk Islam. Kemudian racun itu bereaksi di tubuh beliau setelah tiga tahun, guna memuliakan beliau dengan status syahid.”
Dari paparan di atas menjadi jelaslah bahwa demam yang menyerang beliau menjelang wafat adalah reaksi dari racun yang tertelan di Khaibar. Selama hidup beliau racun itu tidak berpengaruh pada tubuh beliau, tidak bereaksi seketika itu juga –kecuali bekas yang ditinggalkan di langit-langit mulut dan rasa sakit yang acapkali datang kepada beliau–. Setelah kejadian itu, beliau masih sempat memimpin pasukan, ikut terjun pada beberapa pertempuran besar dan meraih kemenangan, melayani tantangan musuh, menerima tamu utusan, dan menjalani kehidupan normal seperti biasa. Hingga ajal yang telah ditetapkan datang menjemput beliau dengan cara yang alamiah. Allah membangkitkan kembali reaksi racun tersebut di tubuh Nabi, dan karena racun itu beliau wafat. Sebagaimana sabda beliau di kala sakit yang mengantarnya kepada kematian,“Aku masih merasakan sakit akibat makanan yang aku makan di Khaibar, dan sekaranglah saatnya terputusnya urat nadiku.”
Sehingga, Allah menghimpun gelar kenabian (nubuwwah) dan kesyahidan (syahadah) sekaligus untuk Nabi-Nya, guna mengoptimalkan kehormatan, kemuliaan dan ketinggian derajat beliau di sisi Allah. Dan juga agar beliau menempati kedudukan para syuhada’, sekaligus kedudukan para nabi. Karena itu, Ibnu Mas’ud, Az-Zuhri dan yang lain berpendapat bahwa Rasulullah wafat sebagai syahid akibat racun tersebut di atas.
Jadi, keselamatan beliau dari racun yang mematikan bagi orang lain seketika itu juga, pemberitahuan Allah kepada beliau bahwa daging itu beracun dan laporan organ kambing itu kepada beliau, merupakan mukjizat Rasulullah. Begitu pula, sudah barang tentu tidak wafatnya Nabi segera setelah menyantap daging kambing beracun tersebut menjadi salah satu mukjizat dan tanda kenabian yang semakin menambah kebenaran risalah beliau; bahwa beliau adalah benar-benar seorang rasul dari sisi Allah. Hikmah Allah menghendaki, bahwa beliau wafat sesuai ajal yang telah Allah tetapkan, betapa pun beliau terpengaruh oleh racun yang ada di dalam daging kambing tersebut, sehingga beliau bertahan hidup sampai beberapa tahun sesudahnya.
Setelah mengkaji secara mendalam hadits-hadits tentang kisah diracunnya Nabi, maka dapat diambil beberapa kesimpulan dan ibrah (pelajaran) sebagai berikut :
Rasulullah wafat dan berpulang ke haribaan Allah sebagai syahid. Sebab, Allah telah mengangkat beliau sebagai nabi sekaligus sebagai syahid.
Permusuhan kaum Yahudi terhadap Islam berikut pemeluknya adalah fenomena sejak zaman dahulu kala. Mereka adalah musuh-musuh Allah dan para rasul-Nya.
Nabi tidak menaruh dendam, bahkan beliau justru memberi maaf dan bersikap toleran. Karenanya, beliau tidak menghukum wanita yang memberi kambing beracun tersebut. Akan tetapi, wanita itu dibunuh sebagai qishash atas meninggalnya Bisyr bin Barra’ akibat dari perbuatannya.
Salah satu mukjizat Rasulullah adalah daging kambing yang telah dipanggang itu bisa berbicara, dan memberitahu beliau bahwa ia telah ditaburi racun.
Sudah menjadi karunia Allah atas para hamba-Nya bahwa Dia tidak mencabut nyawa Nabi-Nya kecuali setelah Dia menyempurnakan agama-Nya, sehingga beliau meninggalkan umatnya dalam keadaan terang-benderang, malamnya seperti siangnya, tidak ada yang tersesat kecuali orang yang binasa.
Dalam hadits ini mengandung isyarat akan kesempurnaan kesabaran dan ketabahan Rasulullah. Beliau merasakan sakit dari waktu ke waktu akibat daging kambing panggang yang dibubuhi racun tersebut. Kondisi seperti ini berlangsung selama tiga tahun sejak pasca penaklukan Khaibar (7 H – 10 H). Setelah itu, beliau wafat.
Syaikh Abdurrahman bin Abdullah As-Suhaimi menjelaskan,
ولذا قال بعض العلماء إن الله جَمَع لرسوله صلى الله عليه وسلم بين
الكَمالات: فجمع له بين النبوة وبين الشهادة فمات وهو يجد أثر السم.
Oleh karena itu, berkata sebagian ulama, “Allah telah mengumpulkan pada
diri Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam beberapa kesempurnaan,
diantaranya ialah terkumpulnya nubuwwah (kenabian) dan syahadah (mati
syahid), di mana beliau wafat dengan membawa bekas racun”.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar