Sudah merupakan kebenaran yang niscaya, bahwa hadis adalah sebuah
perantara untuk mencapai petunjuk Allah bagi umat manusia. Tujuan Allah
mengutus Nabi-Nya tidak hanya sekedar untuk menyampaikan wahyu kepada
manusia sebagai mahkluk yang tidak mungkin dari dirinya sendiri
menemukan jati diri dan jalan yang benar tanpa bantuan Yang Maha Tahu,
tetapi juga Nabi bertugas menjelaskan apa yang dikandung dalam wahyu
dengan penjelasan yang lebih mudah dimengerti oleh manusia serta pada
tahap selanjutnya menentukan dan melaksanakan secara praktis objek yang
ditunjuk oleh wahyu secara teoritis saja. Peranan Nabi dalam memahamkan
wahyu kepada manusia sangatlah penting karena wahyu akan menjadi hujjah
Allah bagi manusia hanya ketika dia mampu memahami wahyu tersebut. Maka
apabila diandaikan bahwa seribu nabi diutus kepada seorang manusia,
sementara dia tidak mampu memahaminya, wahyu tidak akan menjadi hujjah
bagi dirinya karena hujjah adalah sesuatu yang telah dipahami oleh
manusia kemudian dapat diyakini. Wahyu tidak akan menjadi hujjah hanya
dengan sampainya wahyu kepada manusia melalui gelombang suara yang dapat
didengar oleh telinga dan selesai, meskipun tidak dapat dipahami.
Kehujjahan wahyu lebih dari sekedar gelombang suara. Wahyu adalah hujjah
jika sudah dipahami oleh manusia. Tapi tidak ada alasan lagi manusia
dihadapan Allah untuk tidak mampu memahami al-Qur’an karena Allah telah
mengutus seoarang nabi untuk menjabarkan wahyu-Nya sehingga dapat
dipahami oleh manusia. Allah hanya menunggu saja apa tindakan menusia
selanjutnya terhadap wahyu yang telah dipahaminya. jika menjalankannya
maka pahala, jika tidak maka sebaliknya, azab. Dengan demikian kajian
dan telaah hadis, baik dari sanad maupun matan, menjadi sangat urgen
dalam upaya memahami wahyu Allah.
Ilmu hadis merupakan disiplin ilmu yang disusun untuk menjawab semua
tantangan diatas. Ilmu hadis berupaya mencarikan solusi-solusi rasional
terhadap perkembangan-perkembangan pemikiran dan pandangan yang bersifat
reformis terhadap peninjauan ulang hadis dari para ahli hadis modern.
Validitas suatu hadis menjadi sangat penting untuk dibuktikan dihadapan
serangan para sebagian reformis maupun para orientalis yang mulai
meragukannya. Ilmu hadis menemukan tantangannya, tidak lagi merupakan
pahlawan tanpa musuh. Penelitian kembali kuliatas hadis, baik dari segi
sanad maupun matan-nya, memerlukan kecermatan dalam mempelajari berbagai
tinjauan dari berbagai apek yang mempengaruhi muncul suatu hadis,
seperti aspek sosiologis, historis, politis, dan lain sebagainya. Dengan
demikian pembuktian validitas suatu hadis bukanlah hal yang sangat
sederhana, melainkan sangat konplek danrumit.Dalam makalah ini akan
diulas dan ditelaah sebuah hadis yang berkaitan dengan dua pusaka Nabi
saw atau yang dikenal dengan hadis Tsaqalain dengan menggunakan
penelitian terhadap sanad dan matan-nya dalam upaya mencoba membuktikan
sejauh mana validitasnya dan memahami secara objektif pesan yang
terkandung di dalamnya.
Selama ini kita akrab dengan hadis yang sering disampaikan oleh para
muballigh bahwa Nabi Saw telah meninggalkan dua pusaka yang harus
menjadi pegangan kaum muslimin. Dua pusaka yang dimaksud adalah Alquran
dan Sunnah. Dimana hadis ini bisa ditemukan? Ternyata, hadis itu tidak
terdapat di dalam kutubussittah. Justru beberapa hadis di kutubussittah
mengatakan sesuatu yang berbeda.
Di dalam Shahih Muslim hadis no. 4425, berdasarkan penomoran kitab Syarh
Shahih Muslim Imam Nawawi terbitan Darul Hadits Kairo, tertulis hadis
berikut ini:
حَدَّثَنِي زُهَيْرُ بْنُ حَرْبٍ وَشُجَاعُ بْنُ مَخْلَدٍ جَمِيعًا عَنْ
ابْنِ عُلَيَّةَ قَالَ زُهَيْرٌ حَدَّثَنَا إِسْمَعِيلُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ
حَدَّثَنِي أَبُو حَيَّانَ حَدَّثَنِي يَزِيدُ بْنُ حَيَّانَ قَالَ
انْطَلَقْتُ أَنَا وَحُصَيْنُ بْنُ سَبْرَةَ وَعُمَرُ بْنُ مُسْلِمٍ إِلَى
زَيْدِ بْنِ أَرْقَمَ فَلَمَّا جَلَسْنَا إِلَيْهِ قَالَ لَهُ حُصَيْنٌ
لَقَدْ لَقِيتَ يَا زَيْدُ خَيْرًا كَثِيرًا
رَأَيْتَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَسَمِعْتَ
حَدِيثَهُ وَغَزَوْتَ مَعَهُ وَصَلَّيْتَ خَلْفَهُ لَقَدْ لَقِيتَ يَا
زَيْدُ خَيْرًا كَثِيرًا حَدِّثْنَا يَا زَيْدُ مَا سَمِعْتَ مِنْ رَسُولِ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ يَا ابْنَ أَخِي
وَاللَّهِ لَقَدْ كَبِرَتْ سِنِّي وَقَدُمَ عَهْدِي وَنَسِيتُ بَعْضَ
الَّذِي كُنْتُ أَعِي مِنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ فَمَا حَدَّثْتُكُمْ فَاقْبَلُوا وَمَا لَا فَلَا
تُكَلِّفُونِيهِ ثُمَّ قَالَ قَامَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْمًا فِينَا خَطِيبًا بِمَاءٍ يُدْعَى خُمًّا بَيْنَ
مَكَّةَ وَالْمَدِينَةِ فَحَمِدَ اللَّهَ وَأَثْنَى عَلَيْهِ وَوَعَظَ
وَذَكَّرَ ثُمَّ قَالَ أَمَّا بَعْدُ أَلَا أَيُّهَا النَّاسُ فَإِنَّمَا
أَنَا بَشَرٌ يُوشِكُ أَنْ يَأْتِيَ رَسُولُ رَبِّي فَأُجِيبَوَأَنَا
تَارِكٌ فِيكُمْ ثَقَلَيْنِ أَوَّلُهُمَا كِتَابُ اللَّهِ فِيهِ الْهُدَى
وَالنُّورُ فَخُذُوا بِكِتَابِ اللَّهِ وَاسْتَمْسِكُوا بِهِ فَحَثَّ عَلَى
كِتَابِ اللَّهِ وَرَغَّبَ فِيهِ ثُمَّ قَالَ وَأَهْلُ بَيْتِي
أُذَكِّرُكُمْ اللَّهَ فِي أَهْلِ بَيْتِي أُذَكِّرُكُمْ اللَّهَ فِي
أَهْلِ بَيْتِي أُذَكِّرُكُمْ اللَّهَ فِي أَهْلِ بَيْتِي فَقَالَ لَهُ
حُصَيْنٌ وَمَنْ أَهْلُ بَيْتِهِ يَا زَيْدُ أَلَيْسَ نِسَاؤُهُ مِنْ
أَهْلِ بَيْتِهِ قَالَ نِسَاؤُهُ مِنْ أَهْلِ بَيْتِهِ وَلَكِنْ أَهْلُ
بَيْتِهِ مَنْ حُرِمَ الصَّدَقَةَ بَعْدَهُ قَالَ وَمَنْ هُمْ قَالَ هُمْ
آلُ عَلِيٍّ وَآلُ عَقِيلٍ وَآلُ جَعْفَرٍ وَآلُ عَبَّاسٍ قَالَ كُلُّ
هَؤُلَاءِ حُرِمَ الصَّدَقَةَ قَالَ نَعَمْ
و حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ بَكَّارِ بْنِ الرَّيَّانِ حَدَّثَنَا
حَسَّانُ يَعْنِي ابْنَ إِبْرَاهِيمَ عَنْ سَعِيدِ بْنِ مَسْرُوقٍ عَنْ
يَزِيدَ بْنِ حَيَّانَ عَنْ زَيْدِ بْنِ أَرْقَمَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَسَاقَ الْحَدِيثَ بِنَحْوِهِ بِمَعْنَى
حَدِيثِ زُهَيْرٍ حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ حَدَّثَنَا
مُحَمَّدُ بْنُ فُضَيْلٍ ح و حَدَّثَنَا إِسْحَقُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ
أَخْبَرَنَا جَرِيرٌ كِلَاهُمَا عَنْ أَبِي حَيَّانَ بِهَذَا الْإِسْنَادِ
نَحْوَ حَدِيثِ إِسْمَعِيلَ وَزَادَ فِي حَدِيثِ جَرِيرٍ كِتَابُ اللَّهِ
فِيهِ الْهُدَى وَالنُّورُ مَنْ اسْتَمْسَكَ بِهِ وَأَخَذَ بِهِ كَانَ
عَلَى الْهُدَى وَمَنْ أَخْطَأَهُ ضَلَّ حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ
بَكَّارِ بْنِ الرَّيَّانِ حَدَّثَنَا حَسَّانُ يَعْنِي ابْنَ إِبْرَاهِيمَ
عَنْ سَعِيدٍ وَهُوَ ابْنُ مَسْرُوقٍ عَنْ يَزِيدَ بْنِ حَيَّانَ عَنْ
زَيْدِ بْنِ أَرْقَمَ قَالَ دَخَلْنَا عَلَيْهِ فَقُلْنَا لَهُ لَقَدْ
رَأَيْتَ خَيْرًا لَقَدْ صَاحَبْتَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَصَلَّيْتَ خَلْفَهُ وَسَاقَ الْحَدِيثَ بِنَحْوِ
حَدِيثِ أَبِي حَيَّانَ غَيْرَ أَنَّهُ قَالَ أَلَا وَإِنِّي تَارِكٌ
فِيكُمْ ثَقَلَيْنِ أَحَدُهُمَا كِتَابُ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ هُوَ حَبْلُ
اللَّهِ مَنْ اتَّبَعَهُ كَانَ عَلَى الْهُدَى وَمَنْ تَرَكَهُ كَانَ
عَلَى ضَلَالَةٍ وَفِيهِ فَقُلْنَا مَنْ أَهْلُ بَيْتِهِ نِسَاؤُهُ قَالَ
لَا وَايْمُ اللَّهِ إِنَّ الْمَرْأَةَ تَكُونُ مَعَ الرَّجُلِ الْعَصْرَ
مِنْ الدَّهْرِ ثُمَّ يُطَلِّقُهَا فَتَرْجِعُ إِلَى أَبِيهَا وَقَوْمِهَا
أَهْلُ بَيْتِهِ أَصْلُهُ وَعَصَبَتُهُ الَّذِينَ حُرِمُوا الصَّدَقَةَ
بَعْدَهُ
Telah menceritakan kepadaku Zuhair bin Harb dan Syuja' bin Makhlad
seluruhnya dari Ibnu 'Ulayyah, Zuhair berkata; Telah menceritakan kepada
kami Isma'il bin Ibrahim; Telah menceritakan kepadaku Abu Hayyan; Telah
menceritakan kepadaku Yazid bin Hayyan dia berkata; "Pada suatu hari
saya pergi ke Zaid bin Arqam bersama Husain bin Sabrah dan Umar bin
Muslim. Setelah kami duduk, Husain berkata kepada Zaid bin Arqam. Hai
Zaid, kamu telah memperoleh kebaikan yang banyak. Kamu pernah melihat
Rasulullah. Kamu pernah mendengar sabda beliau. Kamu pernah bertempur
menyertai beliau. Dan kamu pun pernah shalat jama'ah bersama beliau.
Sungguh kamu telah memperoleh kebaikan yang banyak. OIeh karena itu hai
Zaid. sampaikanlah kepada kami apa yang pernah kamu dengar dari
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam!
Zaid bin Arqam berkata; Hai kemenakanku, demi Allah sesungguhnya aku ini
sudah tua dan ajalku sudah semakin dekat. Aku sudah lupa sebagian dari
apa yang pernah aku dengar dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam.
Oleh karena itu, apa yang bisa aku sampaikan, maka terimalah dan apa
yang tidak bisa aku sampaikan. maka janganlah kamu memaksaku untuk
menyampaikannya."
Kemudian Zaid bin Arqam meneruskan perkataannya. Pada suatu ketika,
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam berdiri dan berpidato di suatu
tempat air yang di sebut Khumm, yang terletak antara Makkah dan Madinah.
Beliau memuji Allah, kemudian menyampaikan nasihat dan peringatan serta
berkata; “Ketahuilah hai saudara-saudara, bahwasanya aku adalah manusia
biasa seperti kalian. Sebentar lagi utusan Tuhanku, malaikat pencabut
nyawa, akan datang kepadaku dan aku pun siap menyambutnya. Sesungguhnya
aku akan meninggalkan dua hal yang berat kepada kalian, yaitu: Pertama,
Al-Qur 'an yang berisi petunjuk dan cahaya. Oleh karena itu,
laksanakanlah isi Al Qur'an dan peganglah. Sepertinya Rasulullah sangat
mendorong dan menghimbau pengamalan Al Qur'an. Kedua, keluargaku. Dengan
nama Allah aku ingatkan kepada kalian tentang keluargaku, dengan nama
Allah aku ingatkan kepada kalian tentang keluargaku, dengan nama Allah
aku ingatkan kepada kalian tentang keluargaku" (Beliau ucapkan sebanyak
tiga kali).
Husain bertanya kepada Zaid bin Arqam; "Hai Zaid, sebenarnya siapakah
ahlul bait (keluarga) Rasulullah itu? Bukankah istri-istri beliau itu
adalah ahlul bait (keluarga) nya?" Zaid bin Arqam berkata; "Istri-istri
beliau adalah ahlul baitnya. tapi ahlul bait beliau yang dimaksud adalah
orang yang diharamkan untuk menerima zakat sepeninggalan beliau."
Husain bertanya; "Siapakah mereka itu?" Zaid bin Arqam menjawab; "Mereka
adalah keluarga Ali, keluarga Aqil. keluarga Ja'far, dan keluarga
Abbas." Husain bertanya; "Apakah mereka semua diharamkan untuk menerima
zakat?" Zaid bin Arqam menjawab."Ya."
Dan telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Bakkar bin Ar Rayyan;
Telah menceritakan kepada kami Hassan yaitu Ibnu Ibrahim dari Sa'id bin
Masruq dari Yazid bin Hayyan dari Zaid bin Arqam dari Nabi shallallahu
'alaihi wasallam, (lalu dia menyebutkan Haditsnya yang semakna dengan
Hadits Zuhair; Telah menceritakan kepada kami Abu Bakr bin Abu Syaibah;
Telah menceritakan kepada kami Muhamad bin Fudhail; Demikian juga
diriwayatkan dari jalur lainnya, Dan telah menceritakan kepada kami
Ishaq bin Ibrahim; Telah mengabarkan kepada kami Jarir keduanya dari Abu
Hayyan melalui jalur ini sebagaimana Hadits Ismail dan di dalam Hadits
Jarir ada tambahan; 'Yaitu Kitabullah yang di dalamnya terdapat petunjuk
dan cahaya. Barang siapa yang berpegang teguh dengannya dan mengambil
pelajaran dari dalamnya maka dia akan berada di atas petunjuk. Dan
barang siapa yang menganggapnya salah, maka dia akan tersesat. Telah
menceritakan kepada kami Muhammad bin Bakkar bin Ar Rayyan; Telah
menceritakan kepada kami Hassan yaitu Ibnu Ibrahim dari Sa'id yaitu Ibnu
Masruq dari Yazid bin Hayyan dari Zaid bin Arqam dia berkata; Kami
menemui Zaid bin Arqam, lalu kami katakan kepadanya; 'Sungguh kamu telah
memiliki banyak kebaikan. Kamu telah bertemu dengan Rasulullah, shalat
di belakang beliau dan seterusnya sebagaimana Hadits Abu Hayyan. Hanya
saja dia berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
'Ketahuilah sesungguhnya aku telah meninggalkan untuk kalian dua perkara
yang sangat besar. Salah satunya adalah Al Qur'an, barang siapa yang
mengikuti petunjuknya maka dia akan mendapat petunjuk. Dan barang siapa
yang meninggalkannya maka dia akan tersesat.' Juga di dalamnya
disebutkan perkataan; Lalu kami bertanya; siapakah ahlu baitnya,
bukankah istri-istri beliau? Dia menjawab; Bukan, demi Allah,
sesungguhnya seorang istri bisa saja dia setiap saat bersama suaminya.
Tapi kemudian bisa saja ditalaknya hingga akhirnya dia kembali kepada
bapaknya dan kaumnya. Yang dimaksud dengan ahlu bait beliau adalah,
keturunan beliau yang diharamkan bagi mereka untuk menerima zakat.'
Jalur perawi hadis ini ditunjukkan di dalam bagan berikut ini:
Jalur rawi hadis dua pusaka Nabi (Quran dan Ahlulbait) di Sahih Muslim 4425
Selanjutnya, mari kita lihat perawi dalam bagan di atas satu persatu untuk menilai hadisnya.
Keterangan Perawi
Zaid bin Arqam bin Zaid
Beliau adalah salah seorang sahabat Nabi Saw. Kuniyahnya adalah Abu
‘Amru. Paruh akhir hidupnya dihabiskan di Kufah. Beliau wafat tahun
68H.
Zaid bin Arqam bin Zaid meriwayatkan hadis sebagai berikut: 16 di Sahih
Bukhari, 14 di Sahih Muslim, 12 di Sunan Abu Dawud, 18 di Sunan
Tirmidzi, 15 di Sunan Nasa’i, 8 di Sunan Ibn Majah, 82 di Musnad Ahmad
dan 5 di Sunan Darimi.
Yazid bin Hayyan
Yazid dikenal sebagai salah seorang tabi’in dari kalangan biasa.
Kuniyahnya adalah Abu Hayyan. Beliau juga hidup di Kufah, tapi tidak
diketahui dengan pasti kapan wafatnya.
Beliau meriwayatkan 1 hadis di Sahih Muslim, 1 di Sunan Abu Dawud, 1 di Sunan Nasa’i, 4 di Musnad Ahmad dan 1 di Sunan Darimi.
Keterangan mengenai beliau, An-Nasa’i, Ibn Hajar al-Atsqalani dan
Adz-Dzahabi menyebutnya tsiqah. Ibn Hibban memasukkannya di dalam
‘Ats-Tsiqaat.
Yahya bin Sa’id bin Hayyan
Beliau termasuk tabi’in. Kuniyahnya adalah Abu Hayyan. Beliau termasuk tabi’in yang mukim di Kufah. Wafat tahun 145H.
Beliau meriwayatkan hadis 13 di dalam Sahih Bukhari, 10 di Sahih Muslim,
7 di Sunan Abu Dawud, 4 di Sunan Tirmidzi, 4 di Sunan Nasa’i, 7 di
Sunan Ibn Majah, 22 di Musnad Ahmad dan 3 di Sunan Darimi
Keterangan mengenai beliau, Yahya bin Ma’in menyebutnya tsiqah. Al-‘Ajli
menyebutnya tsiqah salih. Abu Hatim menyebutnya shalih. Ibn Hibban
memasukkannya di dalam ‘Ats-Tsiqaat. An-Nasa’i menyebutnya tsiqah
tsabat. Ya’qub bin Sufyan menyebutnya tsiqah ma’mun. Ibn Hajar
al-Atsqalani menyebutnya tsiqah ahli ibadah. Adz-Dzahabi menyebutnya
Imam Tsabat.
Isma’il bin Ibrahim bin Muqsim
Isma’il adalah kalangan tabi’ut tabi’in kalangan pertengahan. Dikenal
dengan kuniyah Abu Bisyir. Beliau hidup di Basrah dan wafat tahun 193H.
Beliau meriwayatkan hadis 70 di dalam Sahih Bukhari, 204 di Sahih
Muslim, 86 di Sunan Abu Dawud, 66 di Sunan Tirmidzi, 115 di Sunan
Nasa’i, 53 di Sunan Ibn Majah, 615 di Musnad Ahmad dan 18 di Sunan
Darimi.
Keterangan mengenai beliau, Syu’bah menyebutnya sayyidul muhadditsiin.
Yahya bin Ma’in menyebutnya tsiqah ma’mun. Muhammad bin Sa’d menyebutnya
tsiqah tsabat hujjah. Abdurrahman bin Mahdi mengatakan, dia lebih kuat
daripada Husyaim. Yahya bin Said menyebutnya lebih kuat daripada Wuhaib.
As-Saji mengatakan, dia perlu dikoreksi ulang. An-Nasa’i mengatakan
tsiqah tsabat. Ibn Hajar al-Atsqalani dan Adz-Dzahabi mengatakan dlaif.
Zuhair bin Harb bin Syaddad
Zuhair adalah tabi’ul atba’ kalangan tua. Dikenal dengan kuniyah Abu Khaitsamah. Beliau hidup di Baghdag dan wafat tahun 234H.
Zuhair meriwayatkan hadis 12 di dalam Sahih Bukhari, 749 di Sahih
Muslim, 43 di Sunan Abu Dawud, 1 di Sunan Nasa’i, 2 di Sunan Ibn Majah,
35 di Musnad Ahmad dan 1 di Sunan Darimi.
Keterangan mengenai beliau, Yahya bin Ma’in dan Ibn Wadldlah menyebutnya
tsiqah. An-Nasa’i menyebutnya tsiqah ma’mun. Ibn Hajar al-Atsqalani
menyebutnya tsiqah tsabat. Abu Hatim menyebutnya shaduq. Ibn Hibban
menyebutkannya di dalam Ats-Tsiqaat. Adz-Dzahabi mengatakan dia
al-Hafidz.
Syuja’ bin Makhlad
Syuja’ juga adalah tabi’ul atba’ kalangan tua. Dikenal dengan kuniyah
Abu Al-Fadlul. Beliau hidup di Baghdag dan wafat tahun 235H.
Zuhair meriwayatkan hadis 3 di Sahih Muslim, 2 di Sunan Abu Dawud, 2 di Sunan Ibn Majah dan 4 di Musnad Ahmad.
Keterangan mengenai beliau, Yahya bin Ma’in menyebutnya laisa bihi ba’s.
Ibn Hibban menyebutkannya di dalam Ats-Tsiqaat. Ibn Hajar al-Atsqalani
menyebutnya shaduq tapi punya keragu-raguan. Adz-Dzahabi mengatakan dia
hujjah. Abu Zur’ah dan Al-‘Ajli menyebutnya tsiqah. Al-‘Uqaili
menyebutkannya di dalam ‘Adl Al-Dluafa’.
Sa’id bin Masruq
Sa’id yang dikenal dengan kuniyah Abu Sufyan adalah salah seorang tabi’in. Beliau hidup di Kufah dan meninggal tahun 127H.
Beliau meriwayatkan hadis 16 di dalam Sahih Bukhari, 10 di Sahih Muslim,
4 di Sunan Abu Dawud, 8 di Sunan Tirmidzi, 13 di Sunan Nasa’i, 6 di
Sunan Ibn Majah, 29 di Musnad Ahmad dan 4 di Sunan Darimi.
Keterangan mengenai beliau, Ibn Hibban menyebutkannya di dalam
Ats-Tsiqaat. Ibn Hajar al-Atsqalani, An-Nasa’i dan Adz-Dzahabi
menyebutnya tsiqah.
Hassan bin Ibrahim bin ‘Abdullah
Hassan adalah tabi’ut tabi’in dari kalangan pertengahan. Kuniyahnya
adalah Abu Hisyam. Menurut catatan sejarah beliau hidup di Kabul dan
wafat tahun 186.
Beliau meriwayatkan hadis 4 di dalam Sahih Bukhari, 3 di Sahih Muslim, 3 di Sunan Abu Dawud dan 1 di Musnad Ahmad
Keterangan mengenai beliau, Ibn Hibban menyebutkannya di dalam
Ats-Tsiqaat. Ibn Hajar al-Atsqalani menyebutnya shaduq yuhti.
Adz-Dzahabi menyebutnya tsiqah. Abu Zur’ah mengatakan la ba’sa bih.
An-Nasa’i menyebutnya laisa bi qawi.
Muhammad bin Bakkar bin Ar-Rayyan
Beliau juga adalah tabi’ul atba’ kalangan tua. Dikenal dengan kuniyah
Abu ‘Abdullah. Beliau hidup di Baghdag dan wafat tahun 238H.
Beliau meriwayatkan hadis 6 di Sahih Muslim, 3 di Sunan Abu Dawud dan 15 di Musnad Ahmad
Keterangan mengenai beliau, Yahya bin Ma’in menyebutnya syaikh la ba’sa
bih dan mengatakan bahwa dia disebutkan di dalam ‘Ats-Tsiqaat. Ibn Hajar
al-Atsqalani mengatakan tsiqah. Adz-Dzahabi mengatakan bahwa banyak
orang mentsiqahkannya.
Muhammad bin Fudlail bin Ghazwan bin Jarir
Beliau adalah seorang tabi’in. Dikenal dengan kuniyah Abu ‘Abdur Rahman.
Menurut catatan sejarah beliau hidup di Kufah, wafat tahun 295H.
Beliau meriwayatkan hadis 34 di dalam Sahih Bukhari, 60 di Sahih Muslim,
27 di Sunan Abu Dawud, 36 di Sunan Tirmidzi, 24 di Sunan Nasa’i, 61 di
Sunan Ibn Majah, 120 di Musnad Ahmad dan 11 di Sunan Darimi.
Keterangan mengenail beliau, Yahya bin Ma’in dan Adz-Dzahabi menyebutnya
tsiqah. Abu Hatim menggelarinya syaikh. An-Nasa’i mengatakan laisa bihi
ba’s. Ibn Hibban mengatakan bahwa ia disebutkan di dalam ‘ats-Tsiqaat.
Ibn Hajar al-Asqalani dan Abu Zur’ah mengatakan shaduq.
Abdullah bin Muhammad bin Abi Syaibah Ibrahim bin ‘Utsman
Abdullah juga adalah tabi’ul atba’ kalangan tua. Dikenal dengan kuniyah Abu Bakar. Beliau hidup di Kufah dan wafat tahun 235H.
Beliau meriwayatkan hadis 19 di dalam Sahih Bukhari, 130 di Sahih
Muslim, 40 di Sunan Abu Dawud, 2 di Sunan Nasa’i, 109 di Sunan Ibn
Majah, 123 di Musnad Ahmad dan 33 di Sunan Darimi.
Keterangan mengenai beliau, Ahmad Ibn Hanbal menyebutnya shaduq. Abu Hatim mengatakan dia tsiqah.
Jarir bin ‘Abdul Hamid bin Qarth
Jarir adalah dari kalangan tabi’ut tabi’in kalangan pertengahan. Dikenal
dengan kuniyah Abu ‘Abdullah. Beliau hidup di Kufah dan wafat tahun
188H.
Beliau meriwayatkan hadis 127 di dalam Sahih Bukhari, 294 di Sahih
Muslim, 101 di Sunan Abu Dawud, 25 di Sunan Tirmidzi, 118 di Sunan
Nasa’i, 29 di Sunan Ibn Majah, 78 di Musnad Ahmad dan 36 di Sunan
Darimi.
Keterangan mengenai beliau, Abu Hatim Ar-Razy, Muhammad bin Sa’d dan An-Nasa’i mengatakan tsiqah.
Ishaq bin Ibrahim bin Makhlad
Ishaq yang dikenal dengan kuniyah Abu Ya’qub juga adalah tabi’ul atba’
dari kalangan tua. Beliau dicatat hidup di Himsh dan wafat tahun 238H.
Beliau meriwayatkan hadis 103 di dalam Sahih Bukhari, 618 di Sahih
Muslim, 5 di Sunan Abu Dawud, 1 di Sunan Tirmidzi, 348 di Sunan Nasa’i, 7
di Musnad Ahmad dan 33 di Sunan Darimi.
Keterangan mengenai beliau, Ahmad bin Hanbal menyebut beliau seorang
imam kaum muslimin. An-Nasa’i menyebutnya Ahadul Aimmah. Ibn Hibban
mengatakan bahwa dia disebutkan di dalam ‘Ats-Tsiqaat. Ibn Hajar
al-Asqalani menyebutnya tsiqah hafidz mujtahid. Adz-Dzahabi mengatakan
dia adalah imam.
Kesimpulan
Dengan melihat para perawi hadis di dalam Shahih Muslim di atas, kita
sampai pada kesimpulan bahwa hadis dua pusaka Nabi, yakni Alquran dan
ahlulbaitnya, adalah hadis yang sangat kuat sanadnya dan karenanya
disahihkan oleh semua ahlul hadis.
Hadis-Hadis yang Semakna
Seperti yang sudah disebutkan, hadis yang mengatakan bahwa dua pusaka
Nabi Saw, Alquran dan Sunnah, tidak ditemukan di dalam kitab
kutubusittah. Justru di dalam enam kitab rujukan utama muslim
ahlussunnah ini, hadis yang masyhur adalah dua pusaka Alquran dan
ahlulbait Nabi Saw.
Berikut beberapa hadis lain yang semakna dengan hadis di Shahih Muslim di atas.
Musnad Al-Imam Ahmad bin Hanbal
حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيلُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ عَنْ أَبِي حَيَّانَ
التَّيْمِيِّ حَدَّثَنِي يَزِيدُ بْنُ حَيَّانَ التَّيْمِيُّ قَالَ
انْطَلَقْتُ أَنَا وَحُصَيْنُ بْنُ سَبْرَةَ وَعُمَرُ بْنُ مُسْلِمٍ إِلَى
زَيْدِ بْنِ أَرْقَمَ فَلَمَّا جَلَسْنَا إِلَيْهِ قَالَ لَهُ حُصَيْنٌ
لَقَدْ لَقِيتَ يَا زَيْدُ خَيْرًا كَثِيرًا رَأَيْتَ رَسُولَ اللَّهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَسَمِعْتَ حَدِيثَهُ وَغَزَوْتَ مَعَهُ
وَصَلَّيْتَ مَعَهُ لَقَدْ رَأَيْتَ يَا زَيْدُ خَيْرًا كَثِيرًا
حَدِّثْنَا يَا زَيْدُ مَا سَمِعْتَ مِنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ يَا ابْنَ أَخِي وَاللَّهِ لَقَدْ كَبُرَتْ
سِنِّي وَقَدُمَ عَهْدِي وَنَسِيتُ بَعْضَ الَّذِي كُنْتُ أَعِي مِنْ
رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَمَا حَدَّثْتُكُمْ
فَاقْبَلُوهُ وَمَا لَا فَلَا تُكَلِّفُونِيهِ ثُمَّ قَالَ قَامَ رَسُولُ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْمًا خَطِيبًا فِينَا
بِمَاءٍ يُدْعَى خُمًّا بَيْنَ مَكَّةَ وَالْمَدِينَةِ فَحَمِدَ اللَّهَ
تَعَالَى وَأَثْنَى عَلَيْهِ وَوَعَظَ وَذَكَّرَ ثُمَّ قَالَ أَمَّا بَعْدُ
أَلَا يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّمَا أَنَا بَشَرٌ يُوشِكُ أَنْ
يَأْتِيَنِي رَسُولُ رَبِّي عَزَّ وَجَلَّ فَأُجِيبُ وَإِنِّي تَارِكٌ
فِيكُمْ ثَقَلَيْنِ أَوَّلُهُمَا كِتَابُ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ فِيهِ
الْهُدَى وَالنُّورُ فَخُذُوا بِكِتَابِ اللَّهِ تَعَالَى وَاسْتَمْسِكُوا
بِهِ فَحَثَّ عَلَى كِتَابِ اللَّهِ وَرَغَّبَ فِيهِ قَالَ وَأَهْلُ
بَيْتِي أُذَكِّرُكُمْ اللَّهَ فِي أَهْلِ بَيْتِي أُذَكِّرُكُمْ اللَّهَ
فِي أَهْلِ بَيْتِي أُذَكِّرُكُمْ اللَّهَ فِي أَهْلِ بَيْتِي فَقَالَ لَهُ
حُصَيْنٌ وَمَنْ أَهْلُ بَيْتِهِ يَا زَيْدُ أَلَيْسَ نِسَاؤُهُ مِنْ
أَهْلِ بَيْتِهِ قَالَ إِنَّ نِسَاءَهُ مِنْ أَهْلِ بَيْتِهِ وَلَكِنَّ
أَهْلَ بَيْتِهِ مَنْ حُرِمَ الصَّدَقَةَ بَعْدَهُ قَالَ وَمَنْ هُمْ قَالَ
هُمْ آلُ عَلِيٍّ وَآلُ عَقِيلٍ وَآلُ جَعْفَرٍ وَآلُ عَبَّاسٍ قَالَ
أَكُلُّ هَؤُلَاءِ حُرِمَ الصَّدَقَةَ قَالَ نَعَمْ
Telah menceritakan kepada kami Ismaa’iil bin Ibraahiim, dari Abu Hayyaan
At-Taimiy : Telah menceritakan kepadaku Yaziid binHayyaan At-Taimiy, ia
berkata : “Aku, Hushain bin Sabrah, dan ‘Umar bin Muslim berangkat
menemui Zaid bin Arqam. Ketika kami duduk bersamanya, Hushain berkata
kepadanya : "Sesungguhnya Anda telah menuai kebaikan yang banyak wahai
Zaid. Anda telah melihat Rasulullah shallallaahu 'alaihi wasallam dan
mendengar haditsnya. Kemudian Anda juga telah berperang bersamanya dan
shalat bersamanya. Sungguh, Anda telah melihat kebaikan yang banyak.
Karena itu, ceritakanlah kepada kami apa yang telah Anda dengar dari
Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam." Zaid berkata : "Wahai anak
saudaraku, demi Allah, usiaku telah lanjut, dan masaku pun telah
berlalu, dan aku telah lupa sebagian yang telah aku hafal dari
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam. Maka apa yang aku ceritakan
pada kalian, terimalah. Dan apa yang tidak, maka janganlah kalian
membebankannya padaku". Zaid melanjutkan berkata : “Pada suatu hari
Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam berdiri dan berkhutbah kepada
kami di sebuah mata air yang biasa disebut Khumm, yakni bertempat antara
Ka'bah dan Madinah. Kemudian beliau memuji Allah dan mengungkapkan
puji-pujian atas-Nya. Beliau memberi nasehat dan peringatan. Dan setelah
itu beliau bersabda : ‘Amma ba'du, wahai sekalian manusia, aku hanyalah
seorang manusia, yang hampir saja utusan Rabb-ku mendatangiku hingga
aku pun memenuhinya. Sesungguhnya aku telah meninggalkan dua perkara
yang sangat berat di tengah-tengah kalian. Yang pertama adalah
Kitabullah 'azza wajalla. Di dalamnya terdapat petunjuk dan cahaya.
Karena itu, ambillah dan berpegang-teguhlah kalian dengannya". Beliau
memberikan motivasi terkait dengan kitabullah dan mendorongnya. Kemudian
beliau bersabda lagi : "Dan (yang kedua adalah) ahlul-baitku. Aku
ingatkan kalian kepada Allah akan ahli baitku, aku ingatkan kalian
kepada Allah akan ahlul-baitku, aku ingatkan kalian karena Allah
terhadap akan ahlul-baitku." Kemudian Hushain bertanya kepada Zaid :
"Dan siapakah ahlul-baitnya wahai Zaid?. Bukankah isteri-isteri beliau
adalah termasuk ahlul-baitnya?". Zaid menjawab : "Isteri-isteri beliau
termasuk bagian dari ahlul-baitnya. Akan tetapi, ahlul-bait beliau
adalah siapa saja yang telah diharamkan baginya untuk menerima sedekah
setelah beliau". Hushain bertanya lagi : "Siapakah mereka itu?". Zaid
menjawab : "Mereka adalah keluarga ‘Aliy, keluarga ‘Aqil, keluarga
Ja'far, dan keluarga ‘Abbaas". Zaid bertanya lagi : "Apakah mereka semua
diharamkan untuk menerima sedekah?". Ia menjawab : "Ya" [4/366-367].
حَدَّثَنَا أَسْوَدُ بْنُ عَامِرٍ أَخْبَرَنَا أَبُو إِسْرَائِيلَ يَعْنِي
إِسْمَاعِيلَ بْنَ أَبِي إِسْحَاقَ الْمُلَائِيَّ عَنْ عَطِيَّةَ عَنْ
أَبِي سَعِيدٍ قَالَ
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنِّي تَارِكٌ
فِيكُمْ الثَّقَلَيْنِ أَحَدُهُمَا أَكْبَرُ مِنْ الْآخَرِ كِتَابُ اللَّهِ
حَبْلٌ مَمْدُودٌ مِنْ السَّمَاءِ إِلَى الْأَرْضِ وَعِتْرَتِي أَهْلُ
بَيْتِي وَإِنَّهُمَا لَنْ يَفْتَرِقَا حَتَّى يَرِدَا عَلَيَّ الْحَوْضَ
Telah menceritakan kepada kami Aswad bin 'Amir berkata; telah
mengabarkan kepada kami Abu Isma'il -yaitu Isma'il bin Abu Ishaq Al
Mula`i- dari 'Athiyyah dari Abu Sa'id ia berkata; Rasulullah shallallahu
'alaihi wasallam bersabda: "Aku tinggalkan untuk kalian dua perkara
yang sangat berat, salah satunya lebih besar dari yang lain; Kitabullah,
tali yang dijulurkan dari langit ke bumi, dan keturunan ahli baitku,
keduanya tidak akan berpisah hingga mereka tiba di telagaku." Musnad
Ahmad hadis no. 10681. Lihat hadis semakna di hadis no. 10779 dan no
11135 kitab yang sama.
Sunan At-Tirmidziy
حَدَّثَنَا نَصْرُ بْنُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ الْكُوفِيُّ حَدَّثَنَا زَيْدُ
بْنُ الْحَسَنِ هُوَ الْأَنْمَاطِيُّ عَنْ جَعْفَرِ بْنِ مُحَمَّدٍ عَنْ
أَبِيهِ عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي حَجَّتِهِ يَوْمَ عَرَفَةَ وَهُوَ
عَلَى نَاقَتِهِ الْقَصْوَاءِ يَخْطُبُ فَسَمِعْتُهُ يَقُولُ يَا أَيُّهَا
النَّاسُ إِنِّي قَدْ تَرَكْتُ فِيكُمْ مَا إِنْ أَخَذْتُمْ بِهِ لَنْ
تَضِلُّوا كِتَابَ اللَّهِ وَعِتْرَتِي أَهْلَ بَيْتِي
Telah menceritakan kepada kami Nashr bin ‘Abdirrahmaan Al-Kuufiy : Telah
menceritakan kepada kami Zaid bin Al-Hasan – ia adalah Al-Anmaathiy - ,
dari Ja’far bin Muhammad, dari ayahnya, dari Jaabir bin ‘Abdillah, ia
berkata : “Aku melihat Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam dalam
hajinya ketika di 'Arafah, sementara beliau berkhutbah di atas untanya -
Al Qahwa`- dan aku mendengar beliau bersabda : ‘Wahai sekalian
manusia,sesungguhnya aku telah meninggalkan di tengah-tengah kalian
sesuatu yang jika kalian berpegang dengannya, maka kalian tidak akan
pernah sesat, yaitu Kitabullah, dan ‘itrahku ahlul-baitku" [no. 3786].
حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ الْمُنْذِرِ الْكُوفِيُّ حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ
بْنُ فُضَيْلٍ حَدَّثَنَا الْأَعْمَشُ عَنْ عَطِيَّةَ عَنْ أَبِي سَعِيدٍ
وَالْأَعْمَشُ عَنْ حَبِيبِ بْنِ أَبِي ثَابِتٍ عَنْ زَيْدِ بْنِ أَرْقَمَ
رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَا
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنِّي تَارِكٌ
فِيكُمْ مَا إِنْ تَمَسَّكْتُمْ بِهِ لَنْ تَضِلُّوا بَعْدِي أَحَدُهُمَا
أَعْظَمُ مِنْ الْآخَرِ كِتَابُ اللَّهِ حَبْلٌ مَمْدُودٌ مِنْ السَّمَاءِ
إِلَى الْأَرْضِ وَعِتْرَتِي أَهْلُ بَيْتِي وَلَنْ يَتَفَرَّقَا حَتَّى
يَرِدَا عَلَيَّ الْحَوْضَ فَانْظُرُوا كَيْفَ تَخْلُفُونِي فِيهِمَا
قَالَ هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ غَرِيبٌ
Telah menceritakan kepada kami Ali bin Al Mundzir Al Kufi telah
menceritakan kepada kami Muhammad bin Fudhail telah menceritakan kepada
kami Al A'masy dari 'Athiyah dari Abu Sa'id Al A'masy dari Habib bin Abu
Tsabit dari Zaid bin Arqam radliallahu 'anhuma keduanya berkata;
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Sesungguhnya aku
telah meninggalkan untuk kalian sesuatu yang sekiranya kalian berpegang
teguh kepadanya, niscaya kalian tidak akan tersesat sepeninggalku, salah
satu dari keduanya itu lebih agung dari yang lain, yaitu; kitabullah
adalah tali yang Allah bentangkan dari langit ke bumi, dan keturunanku
dari ahli baitku, dan keduanya tidak akan berpisah hingga keduanya
datang menemuiku di telaga, oleh karena itu perhatikanlah, apa yang
kalian perbuat terhadap keduanya sesudahku." Perawi (Abu Isa) berkata;
"Hadits ini adalah hadits hasan gharib." Sunan Tirmidzi hadis no. 3720.
Al-Ma’rifah wat-Taarikh
حَدَّثَنَا يحيى قَال حَدَّثَنَا جرير عن الحسن بن عبيد الله عن أبي الضحى
عن زيد بن أرقم قَال النبي صلى الله عليه وسلم إني تارك فيكم ما إن تمسكتم
به لن تضلوا كتاب الله عز وجل وعترتي أهل بيتي وإنهما لن يتفرقا حتى يردا
علي الحوض
Telah menceritakan kepada kami Yahya, ia berkata : Telah menceritakan
kepada kami Jariir, dari Al-Hasan bin ‘Ubaidillah, dari Abudl-Dluhaa,
dari Zaid bin Arqam, ia berkata : Telah bersabda Nabi shallallaahu
‘alaihi wa sallam : “Aku tinggalkan untuk kalian yang apabila kalian
berpegang-teguh dengannya maka kalian tidak akan tersesat, yaitu
Kitabullah ‘azza wa jalla, dan ‘itrahku ahlul-baitku. Dan keduanya tidak
akan berpisah hingga kembali kepadaku di Al-Haudl” [1/536; shahih].
Mustadrak Al-Haakim.
حدثناه أبو بكر بن إسحاق ودعلج بن أحمد السجزي قالا أنبأ محمد بن أيوب ثنا
الأزرق بن علي ثنا حسان بن إبراهيم الكرماني ثنا محمد بن سلمة بن كهيل عن
أبيه عن أبي الطفيل عن بن واثلة أنه سمع زيد بن أرقم رضى الله تعالى عنه
يقول نزل رسول الله صلى الله عليه وسلم بين مكة والمدينة عند شجرات خمس
دوحات عظام فكنس الناس ما تحت الشجرات ثم راح رسول الله صلى الله عليه وسلم
عشية فصلى ثم قام خطيبا فحمد الله وأثنى عليه وذكر ووعظ فقال ما شاء الله
أن يقول ثم قال أيها الناس إني تارك فيكم أمرين لن تضلوا إن اتبعتموهما
وهما كتاب الله وأهل بيتي عترتي ثم قال أتعلمون إني أولى بالمؤمنين من
أنفسهم ثلاث مرات قالوا نعم فقال رسول الله صلى الله عليه وسلم من كنت
مولاه فعلي مولاه
Telah menceritakan kepada kami Abu Bakr bin Ishaaq dan Da’laj bin Ahmad
Al-Sajziy, keduanya berkata : Telah memberitakan Muhammad bin Ayub :
Telah menceritakan kepada kami Al-Azraq bin ‘Aliy : Telah menceritakan
kepada kami Hassaan bin Ibraahiim Al-Kirmaaniy, : Telah menceritakan
kepada kami Muhammad bin Salamah bin Kuhail, dari ayahnya, dari
Abuth-Thufail bin Waatsilah : Bahwasannya ia mendengar Zaid bin Arqam
radliyallaahu ta’ala ‘anhu berkata : “Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa
sallam berhenti di suatu tempat antara Makkah dan Madinah di dekat
pohon-pohon yang teduh dan orang-orang membersihkan tanah di bawah
pohon-pohon tersebut. Kemudian Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam
mendirikan shalat. Setelah itu beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam
berbicara kepada orang-orang. Beliau memuji dan menyanjung Allah ta’ala,
mengingatkan dan memberikan nasehat (kepada manusia). Kemudian beliau
shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda :”Wahai sekalian manusia, aku
tinggalkan kepadamu dua hal atau perkara, yang apabila kamu mengikuti
keduanya maka kamu tidak akan tersesat yaitu Kitabullah dan ahlul-baitku
‘itrahku”. Kemudian beliau melanjutkan : “Bukankah aku ini lebih berhak
terhadap kaum muslimin dibanding diri mereka sendiri?”. Orang-orang
menjawab : “Ya”. Kemudian Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam
bersabda :”Barangsiapa yang menganggap aku sebagai maulanya, maka Ali
adalah juga maulanya”. [no. 4577].
Musykiilul-Aatsaar.
حَدَّثَنَا إبْرَاهِيمُ بْنُ مَرْزُوقٍ قَالَ ثنا أَبُو عَامِرٍ
الْعَقَدِيُّ قَالَ ثنا كَثِيرُ بْنُ زَيْدٍ عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ عُمَرَ
بْنِ عَلِيٍّ عَنْ أَبِيهِ عَنْ عَلِيٍّ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حَضَرَ الشَّجَرَةَ بِخُمٍّ فَخَرَجَ آخِذًا بِيَدِ
عَلِيٍّ فَقَالَ يَا أَيُّهَا النَّاسُ أَلَسْتُمْ تَشْهَدُونَ أَنَّ
اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ رَبُّكُمْ ؟ قَالُوا بَلَى قَالَ أَلَسْتُمْ
تَشْهَدُونَ أَنَّ اللَّهَ وَرَسُولَهُ أَوْلَى بِكُمْ مِنْ أَنْفُسِكُمْ
وَأَنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ وَرَسُولَهُ مَوْلَيَاكُمْ ؟ قَالُوا بَلَى
قَالَ فَمَنْ كُنْت مَوْلَاهُ فَإِنَّ هَذَا مَوْلَاهُ أَوْ قَالَ فَإِنَّ
عَلِيًّا مَوْلَاهُ شَكَّ ابْنُ مَرْزُوقٍ إنِّي قَدْ تَرَكْت فِيكُمْ مَا
إنْ أَخَذْتُمْ بِهِ لَنْ تَضِلُّوا كِتَابَ اللَّهِ بِأَيْدِيكُمْ
وَأَهْلَ بَيْتِي
Telah menceritakan kepada kami Ibraahiim bin Marzuuq, ia berkata : Telah
menceritakan kepada kami Abu ‘Aamir Al-‘Aqadiy, ia berkata : Telah
menceritakan kepada kami Katsiir bin Zaid, dari Muhammad bin ‘Umar bin
‘Aliy, dari ayahnya, dari ‘Aliy : Bahwasannya Nabi shallallaahu ‘alaihi
wa sallam berteduh di Khum kemudian beliau keluar sambil memegang tangan
‘Aliy. Beliau berkata :“Wahai manusia bukankah kalian bersaksi bahwa
Allah ‘azza wa jalla adalah Rabb kalian?”. Orang-orang berkata :
“Benar”. Beliau kembali bersabda : “Bukankah kalian bersaksi bahwa Allah
dan Rasul-Nya lebih berhak atas kalian lebih dari diri kalian sendiri;
serta Allah ‘azza wa jalla dan Rasul-Nya adalah maula bagi kalian?”.
Orang-orang berkata “benar”. Beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam
kembali bersabda : “Maka barangsiapa yang menjadikan aku sebagai
maulanya maka dia ini juga sebagai maulanya” atau [Rasul shallallaahu
‘alaihi wa sallam bersabda] :“Maka ‘Aliy sebagai maulanya” [keraguan ini
dari Ibnu Marzuq]. Sungguh telah aku tinggalkan bagi kalian yang jika
kalian berpegang teguh dengannya maka kalian tidak akan tersesat yaitu
Kitabullah yang berada di tangan kalian, dan Ahlul-Bait-ku” [3/56].
Saya kira lafadh-lafadh di atas sudah cukup mewakili.
Kita akan melihat secara keseluruhan makna yang paling tepat akan hadits tsaqalain ini sesuai dengan kaidah-kaidah yang ada.
Sebagaimana diketahui bahwa hadits di atas diucapkan Nabi shallallaahu
‘alaihi wa sallampada waktu yang sama dan disaksikan lebih dari seorang
shahabat. Yaitu saat haji wada’, tepatnya di satu tempat yang bernama
Khumm. Jika kita ketahui bahwa hadits ini keluar pada orang yang satu
(yaitu Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam), waktu yang satu (yaitu saat
hajiwada’), dan tempat yang satu (Khumm), maka lafadh hadits ini pun
sebenarnya satu. Hukum dan maknanya pun juga satu.
Oleh karena itulah, kita perlu melihat keseluruhan lafadh hadits dari
riwayat yang berbeda-beda sehingga kita bisa melihat lafadh hadits
tersebut secara utuh. Karena telahma’lum bahwa kadang satu hadits
sengaja dibawakan oleh seorang perawi dengan meringkas, dan di lain
riwayat ia bawakan secara lengkap. Juga, kadang seorang perawi menerima
hadits dengan lafadh ringkas, namun perawi selain dirinya membawakan
secara lengkap. Juga, adanya faktor kekurangan dalam sifat hifdh dari
seorang perawi sehingga ia membawakan hadits yang semula panjang
(lengkap), namun kemudian ia bawakan secara ringkas. Dan beberapa
kemungkinan yang lainnya.
Kita juga harus memperhatikan bahwa hadits yang mempunyai latar belakang
kisah itu lebih kuat penunjukkan hukumnya daripada yang tidak.
Ini semua mewajibkan kita untuk menelaah keseluruhan lafadh hadits yang ada.
Telah tsabt riwayat dalam Shahih Muslim dan Musnad Ahmad (mohon untuk
dibaca kembali dengan seksama hadits di atas) bahwa ketika
Nabishallallaahu ‘alaihi wa sallam berwasiat kepada umatnya tentang dua
perkara yang berat (ats-tsaqalain), beliau berkata :
أَوَّلُهُمَا كِتَابُ اللَّهِ فِيهِ الْهُدَى وَالنُّورُ فَخُذُوا بِكِتَابِ اللَّهِ وَاسْتَمْسِكُوا بِهِ
“Pertama, Kitabullah yang padanya berisi petunjuk dan cahaya, karena itu
ambillah ia (yaitu melaksanakan kandungannya) dan berpegang teguhlah
kalian kepadanya”.
Kemudian beliau menyambung perkara yang kedua :
وَأَهْلُ بَيْتِي أُذَكِّرُكُمْ اللَّهَ فِي أَهْلِ بَيْتِي أُذَكِّرُكُمْ
اللَّهَ فِي أَهْلِ بَيْتِي أُذَكِّرُكُمْ اللَّهَ فِي أَهْلِ بَيْتِي
“(Kedua), dan ahlul-baitku. Aku ingatkan kalian akan Allah terhadap ahlu-baitku”.
Dari riwayat ini sangat jelas diketahui bahwa perintah untuk berpegang
teguh ditujukan kepada Kitabullah. Adapun kepada Ahlul-Bait, beliau
mengingatkan umatnya untuk memenuhi hak-haknya (sebagaimana diatur dalam
syari’at).
Jika Syi’ah mengatakan bahwa Kitabullah dan Ahluk-Bait adalah dua hal
yang sama dan setara, maka itu tidak dapat diterima. Sebab, dalam
riwayat lain (ex : Sunan At-Tirmidziy no. 3788) menjelaskan bahwa salah
satu dari keduanya lebih besar dari yang lain :
إِنِّي قَدْ تَرَكْتُ فِيكُمْ مَا إِنْ أَخَذْتُمْ بِهِ لَنْ تَضِلُّوا بَعْدِي الثَّقَلَيْنِ أَحَدُهُمَا أَكْبَرُ مِنْ الْآخَرِ
“Aku tinggalkan untuk kalian dua perkara yang sangat berat, salah satunya lebih besar dari yang lain”.
Hadits ini jelas menolak klaim kesetaraan.
Jika Syi’ah mengatakan bahwa kata Ahlul-Bait setelah huruf wawu
merupakan ‘athaf kepada Kitabullah – sebagaimana termaktub dalam Sunan
At-Tirmidziy no. 3786 dan Al-Ma’rifah wat-Taariikh (sehingga mempunyai
konsekuensi hukum yang sama dengan Al-Qur’an dalam perintah berpegang
teguh dan jaminan tidak akan sesat ), ini pun tidak dapat diterima
dengan alasan :
1. Telah lalu perkataan bahwa Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam telah membedakan kedudukan keduanya.
2. Dalam salah satu riwayat Muslim telah disebutkan lafadh :
كِتَابُ اللَّهِ فِيهِ الْهُدَى وَالنُّورُ مَنْ اسْتَمْسَكَ بِهِ وَأَخَذَ بِهِكَانَ عَلَى الْهُدَى وَمَنْ أَخْطَأَهُ ضَلَّ
“Yaitu Kitabullah yang di dalamnya terdapat petunjuk dan cahaya.
Barangsiapa yang berpegang teguh dengannya dan mengambil pelajaran dari
dalamnya maka dia akan berada di atas petunjuk. Dan barangsiapa yang
menyalahinya, maka dia akan tersesat”.
Penunjukkan perintah itu secara tegas hanya tertuju pada Al-Qur’an
(Kitabullah), tanpa ada tambahan keterangan ‘itrah ahlul-bait. Lafadh
ini berkesesuaian dengan riwayat Muslim sebelumnya (dalam lafadh yang
panjang) dan Ahmad (dalam lafadh yang panjang).
Sesuai pula dengan lafadh yang dibawakan Jaabir :
وقد تركت فيكم ما لن تضلوا بعده إن اعتصمتم به. كتاب الله.
“Sungguh telah aku tinggalkan kepada kalian yang jika kalian berpegang
teguh kepadanya, niscaya tidak akan tersesat : Kitabullah” [Shahih
Muslim no. 1218].
yang tanpa ada keterangan tambahan berpegang teguh pada Ahlul-Bait.
3. Lafadh hadits :
إني تارك فيكم ما إن تمسكتم به لن تضلوا كتاب اللهعز وجل وعترتي أهل بيتي
Aku tinggalkan untuk kalian yang apabila kalian berpegang-teguh
dengannya maka kalian tidak akan tersesat, yaitu Kitabullah ‘azza wa
jalla, dan ‘itrahku ahlul-baitku”.
Perhatikan kata yang dhomir. Nabi shalallaahu ‘alaihi wa sallam memakai
kata : bihi (به – “dengannya”), dimana ini merujuk pada satu hal saja,
yaitu Kitabullah. Keterangan ini sesuai dengan hadits sebelumnya.
Seandainya perintah tersebut mencakup dua hal (Kitabullah dan
Ahlul-Bait) tentu ia memakai kata bihimaa (بهما - “dengan keduanya”),
sebagaimana lafadh riwayat :
تركت فيكم أمرين لن تضلوا ما تمسكتم بهما : كتاب الله وسنة نبيه
“Telah aku tinggalkan pada kalian dua perkara yang jika kalian berpegang
dengan keduanya, tidak akan tersesat : Kitabullah dan Sunnah Nabi-Nya”.
Hadits ‘Kitabullah wa sunnatii’ ini adalah dla’iif dengan seluruh
jalannya. Di sini saya hanya ingin menunjukkan contoh penerapan dalam
kalimat saja. Perintah berpegang teguh dan jaminan tidak akan tersesat
dalam riwayat di atas dipahami merujuk pada Kitabullah dan Sunnah Nabi
shallallaahu ‘alaihi wa sallam, karena menggunakan bihimaa (بهما -
“dengan keduanya”). Ini adalah konsekeunsi logis dari kalimat itu
sendiri.
Oleh karena itu, kalimat : ‘dan ‘itrahku ahlul-baitku’ (وعترتي أهل بيتي)
mansub kepada fi’il mahdzuuf dan itu merujuk pada kalimat : “aku
ingatkan kalian akan Allah”(أُذَكِّرُكُمْ اللَّهَ) sebagaimana terdapat
dalam riwayat Zaid bin Arqam yang dibawakan Muslim dan Ahmad.
وإني تارك فيكم الثقلين أولهما كتاب الله فيه الهدى والنور من استمسك به
وأخذ به كان على الهدى ومن تركه وأخطأه كان على الضلالة وأهل بيتي أذكركم
الله في أهل بيتي ثلاث مرات
“Dan sesungguhnya aku akan meninggalkan kepada kalian Ats-Tsaqalain.
Yang pertama adalah Kitabullah yang padanya berisi petunjuk dan cahaya.
Barangsiapa yang berpegang teguh padanya dan mengambilnya (dengan
melaksanakan kandungannya), maka ia berada di atas petunjuk. Dan
barangsiapa yang meninggalkannya dan menyalahinya, maka ia berada dalam
kesesatan. Dan (yang kedua adalah) Ahlul-Baitku. Aku ingatkan kalian
akan Allah terhadap ahlul-baitku” – beliau mengatakannya tiga kali
[Diriwayatkan oleh Ibnu Khuzaimah no. 2357; shahih].
4. Ahlul-Bait bukanlah pribadi-pribadi yang ma’shum. Berbeda
dengan Al-Qur’an yang ma’shum dan pasti benar setiap huruf, kata, dan
kalimatnya. ‘Aliy bin Abi Thaalib terbukti pernah keliru dengan meminang
putri Abu Jahl sehingga mendapat teguran dari Rasulullah shallallaahu
‘alaihi wa sallam :
فإني أنكحت أبا العاص ابن الربيع. فحدثني فصدقني. وإن فاطمة بنت محمد مضغة
مني. وأنما أكره أن يفتنوها. وإنها، والله! لا تجتمع بنت رسول الله وبنت
عدو الله عند رجل واحد أبدا
“Sesungguhnya aku telah mengawinkan Abul-‘Ash bin Ar-Rabii’, lalu ia
memberitahuku dan membenarkanku. Sesungguhnya Fathimah bnti Muhammad
adalah darah dagingku, karena itu aku tidak suka jika orang-orang
memfitnahnya. Demi Allah, sungguh tidak boleh dikumpulkan selamanya
antara anak perempuan Rasulullah dengan anak perempuan musuh Allah oleh
seorang suami” [Diriwayatkan oleh Muslim no. 2449].
Sayyidina 'Aliy juga pernah salah ketika memberi hukuman terhadap para mulhidin dengan membakarnya :
عن عكرمة : أن عليا رضي الله عنه حرق قوما، فبلغ ابن عباس فقال: لو كنت أنا
لم أحرقهم، لأن النبي صلى الله عليه وسلم قال: (لا تعذبوا بعذاب الله).
ولقتلتهم، كما قال النبي صلى الله عليه وسلم: (من بدل دينة فاقتلوه).
Dari ‘Ikrimah : Bahwasannya ‘Aliy radliyallaahu ‘anhu pernah membakar
satu kaum. Sampailah berita itu kepada Ibnu ‘Abbas, lalu ia berkata :
“Seandainya itu terjadi padaku, niscaya aku tidak akan membakar mereka,
karena Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda :‘Janganlah menyiksa
dengan siksaan Allah’. Dan niscaya aku juga akan bunuh mereka
sebagaimana disabdakan oleh Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam
:‘Barangsiapa yang menukar agamanya, maka bunuhlah ia” [Diriwayatkan
oleh Al-Bukhariy no. 3017].
Dalam riwayat At-Tirmidziy disebutkan :
فبلغ ذلك عليا فقال صدق بن عباس
“Maka sampailah perkataan itu pada ‘Aliy, dan ia berkata : ‘Benarlah
Ibnu ‘Abbas” [Diriwayatkan oleh At-Tirmidziy no. 1458; shahih.
Diriwayatkan pula oleh Asy-Syafi’iy 2/86-87, ‘Abdurrazzaaq no. 9413
& 18706, Al-Humaidiy no. 543, Ibnu Abi Syaibah 10/139 & 12/262
& 14/270, Ahmad 1/217 & 219 & 282, Abu Dawud no. 4351, Ibnu
Maajah no. 2535, An-Nasaa’iy 7/104, Ibnul-Jaarud no. 843, Abu Ya’laa no.
2532, Ibnu Hibbaan no. 4476, dan yang lainnya].
‘Aliy juga pernah keliru saat menegur Faathimah karena ia bercelak setelah tahallul :
وقدم علي من اليمن ببدن النبي صلى الله عليه وسلم فوجد فاطمة رضى الله
تعالى عنها ممن حل ولبست ثيابا صبيغا واكتحلت فأنكر ذلك عليها فقالت إن أبي
أمرني بهذا قال فكان علي يقول بالعراق فذهبت إلى رسول الله صلى الله عليه
وسلم محرشا على فاطمة للذي صنعت مستفتيا لرسول الله صلى الله عليه وسلم
فيما ذكرت عنه فأخبرته أني أنكرت ذلك عليها فقال صدقت صدقت
“…….Sementara itu ‘Aliy datang dari Yaman membawa hewan kurban Nabi
shallallaahu 'alaihi wa sallam. Didapatinya Fathimah termasuk orang yang
tahallul; dia mengenakan pakaian bercelup dan bercelak mata. ‘Aliy
melarangnya berbuat demikian. Fathimah menjawab : "Ayahku sendiri yang
menyuruhku berbuat begini". ‘Aliy berkata : ‘Maka aku pergi menemui
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam untuk meminta fatwa terhadap
perbuatan Fathimah tersebut. Kujelaskan kepada beliau bahwa aku
mencegahnya berbuat demikian. Beliau pun bersabda : "Fathimah benar……."
[Diriwayatkan Muslim no. 1218].
dan yang lainnya.
Bagaimana bisa kemudian Ahlul-Bait hendak disamakan dengan Al-Qur’an
dalam perintah untuk selalu berpegang-teguh kepadanya dan jaminan aman
dari kesesatan ? Kesesuaian mereka terhadap Al-Qur’an dan As-Sunnah
merupakan tolok ukur dan jaminan petunjuk bagi manusia. Adapun
kekeliruan mereka, maka sudah selayaknya tidak kita ikuti. Barangsiapa
yang mengikuti kekeliruan mereka, maka ia telah menyimpang. Ahlul-Bait
tetap dibebani kewajiban untuk berpegang pada Al-Qur’an dan As-Sunnah.
Barangsiapa yang menetapinya keduanya (Al-Qur’an dan As-Sunnah) akan
selamat, dan barangsiapa menyelisihinya akan tersesat.
Oleh karena itu, petunjuk yang dapat mereka berikan (kepada umat) tetap
di-taqyid dengan kesesuaian terhadap Al-Qur’an dan As-Sunnah. Sama
seperti para shahabat, tabi’iin, dan tabi’ut-tabi’iinlainnya.
Jika ada yang mengatakan :
Telah ditunjukkan bahwa lafaz “berpegang teguh kepada Ahlul Bait” shahih
dari Rasulullah SAW. Diantaranya kami menunjukkan bahwa riwayat Abu
Dhuha dari Zaid bin Arqam menyebutkan lafaz “berpegang teguh pada Kitab
Allah dan Ahlul Bait”. Walaupun terdapat hadis lain yaitu riwayat Yazid
bin Hayyan dari Zaid bin Arqam yang hanya menyebutkan lafaz “berpegang
teguh kepada Kitab Allah” saja, tidaklah berarti riwayat Abu Dhuha dari
Zaid bin Arqam menjadi tertolak. Justru kalau kita menggabungkan
keduanya maka hadis Abu Dhuha dari Zaid bin Arqam melengkapi hadis Yazid
bin Hayyan dari Zaid bin Arqam. Menjamak keduanya jelas lebih tepat dan
hasil penggabungan keduanya adalah Rasulullah SAW menetapkan “berpegang
teguh pada Kitab Allah dan Ahlul Bait”. Hal yang sangat ma’ruf bahwa
penetapan yang satu bukan berarti menafikan yang satunya. Apalagi jika
terdapat dalil shahih penetapan keduanya maka dalil penetapan yang satu
harus dikembalikan kepada penetapan keduanya.
Saya tidak tahu apakah perkataan ini lahir dari pengetahuan penjamakan
lafadh-lafadh hadits yang dikenal ulama. Dan siapa pula yang menolak
hadits Abudl-Dluhaa ? Bisa dicermati hadits-hadits di atas. Hadits Abu
Dluhaa dari Zaid bin Arqam merupakan lafadh yang lebih ringkas daripada
lafadh hadits Yaziid bin Hayyaan dari Zaid bin Arqam. Juga, lafadh
hadits Abudl-Dluhaa bukan merupakan jenis lafadh ziyaadatuts-tsiqah
karena tidak ada lafadh yang bisa ditambahkan pada lafadh Yaziid bin
Hayyaan. Tidak lebih, ia hanya merupakanikhtishar saja. Jenis-jenis
semacam ini banyak dalam kutubus-sunnah. Justru lafadh yang lengkap ada
pada hadits Yaziid bin Hayyaan. Jika demikian, bagaimana bisa dipahami
bahwa hadits Abu Dluhaa adalah pelengkap lafadh Yaziid bin Hayyaan ?. Di
bagian mana lafadh hadits Abudl-Dluhaa melengkapi lafadh hadits Yaziid
bin Hayyaan ?
Jangan kita terpengaruh oleh syubhat : Apalagi dalam riwayat Yazid bin
Hayyan dari Zaid terdapat lafal dimana Zaid berkata “aku ini sudah tua
dan ajalku sudah semakin dekat. Aku sudah lupa sebagian dari apa yang
aku dengar dari Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam”. Bukankah ini
menunjukkan kalau hadis yang mengandung lafal seperti ini membutuhkan
penjelasan dari hadis lain.
Kalimat di atas sepertinya punya kecenderungan untuk diarahkan bahwa
saat Zaid bin Arqam menceritakan kepada Yaziid bin Hayyaan dalam keadaan
telah tua dan sebagian hal ada yang telah terlupakan dari ingatannya,
termasuk hadits ini.
Mari kita cermati apa sebenanya yang dikatakan Zaid bin Arqam :
“Wahai keponakanku, demi Allah, aku ini sudah tua dan ajalku sudah
semakin dekat. Aku telah tua dan ajalku semakin dekat. Aku sudah lupa
sebagian dari apa yang aku dengar dari Rasulullah shallallaahu ‘alaihi
wa sallam. Apa yang bisa aku sampaikan kepadamu, maka terimalah dan apa
yang tidak bisa aku sampaikan kepadamu janganlah engkau memaksaku untuk
menyampaikannya”.
Dapat kita pahami bahwa hadits yang disampaikan Zaid bin Arqam kepada
Yaziid bin Hayyaan adalah hadits yang masih ia ingat betul. Saya
sepakat, mungkin saja ada beberapa lafadh yang kurang dalam hadits
Yaziid bin Hayyaan, dan itu bisa ditambahi dari riwayat-riwayat lain
yang termasuk dalam katagori :ziyaadatuts-tsiqah. Memperhatikan
riwayat-riwayat yang telah disebutkan di atas, beberapa lafadh yang
dapat ditambahkan ke dalam lafadh hadits Yaziid bin Hayyaan dari Zaid
bin Arqam sebagai berikut (yang asal sanadnya hasan atau shahih) :
أما بعد. ألا أيها الناس! فإنما أنا بشر يوشك أن يأتي رسول ربي فأجيب. وأنا
تارك فيكم ثقلين، [أحدهما أعظم من الآخرِ] : أولهما كتاب الله [حبل ممدود
من السَّماء إلى الأرض] فيه الهدى والنور فخذوا بكتاب الله. واستمسكوا به
[ومن تركه كان على ضلالة]" فحث على كتاب الله ورغب فيه. ثم قال "وأهل بيتي.
أذكركم الله في أهل بيتي. أذكركم الله في أهل بيتي. أذكركم الله في أهل
بيتي [فانظروا كيف تخلفوني فيهما]. [ألستم تشهدون أن اللَّه عزّ وجلّ ربّكم
؟ قالوا بلى قال ألستم تشهدون أنّ اللَّه ورسوله أولى بكم من أنفسكم وأنّ
اللَّه عزّ وجلّ ورسوله مولياكم ؟ قالوا بلى قال فمن كنت مولاه فإنّ هذا
مولاه أو قال فإنّ عليّا مولاه]
“Amma ba’d. Ketahuilah wahai saudara-saudara sekalian bahwa aku adalah
manusia seperti kalian. Sebentar lagi utusan Rabb-ku (yaitu malaikat
pencabut nyawa) akan datang lalu dia diperkenankan. Aku akan
meninggalkan kepada kalian Ats-Tsaqalain (dua hal yang berat), [salah
satu dari keduanya itu lebih besar dari yang lain]. Pertama, Kitabullah
[yaitu tali yang Allah bentangkan dari langit ke bumi] yang padanya
berisi petunjuk dan cahaya, karena itu ambillah ia (yaitu melaksanakan
kandungannya) dan berpegang teguhlah kalian kepadanya, [dan barangsiapa
yang menyalahinya, maka dia akan tersesat]”. (Perawi berkata) : Beliau
menghimbau/mendorong pengamalan Kitabullah. Kemudian beliau melanjutkan :
‘ (Kedua), dan ahlul-baitku. Aku ingatkan kalian akan Allah terhadap
ahlul-baitku. [karena itu perhatikanlah oleh kalian, apa yang kalian
perbuat terhadap keduanya sesudahku].[Bukankah kalian bersaksi bahwa
Allah ‘azza wa jalla adalah Rabb kalian?”. Orang-orang berkata :
“Benar”. Beliau kembali bersabda :“Bukankah kalian bersaksi bahwa Allah
dan Rasul-Nya lebih berhak atas kalian lebih dari diri kalian sendiri;
serta Allah ‘azza wa jalla dan Rasul-Nya adalah maula bagi kalian?”.
Orang-orang berkata “benar”. Beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam
kembali bersabda : “Maka barangsiapa yang menjadikan aku sebagai
maulanya maka dia ini juga sebagai maulanya”].
Adakah ruang bagi riwayat Abudl-Dluhaa untuk menambah lafadh Yaziid bin Hayyaan ? (Jawabnya : Tidak).
Ringkasnya, riwayat Yaziid bin Hayyaan dari Zaid bin Arqam merupakan
penjelas dari riwayat Abudl-Dluhaa dari Zaid bin Arqam, terutama di
bagian kalimat : ‘dan ‘itrahku ahlul-baitku’. Bukan sebaliknya.
Tidak ada penunjukan dalam hadits ats-tsaqalain untuk selalu berpegang
tegus pada ahlul-bait dan jaminan pasti aman dari kesesatan. Hadits
ats-tsaqalain memberikan penjelasan tentang kewajiban untuk mencintai,
menghormati, memuliakan, dan menunaikan hak-hak Ahlul-Bait sepeninggal
beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam. Inilah yang dipahami oleh para
shahabat radliyallaahu ‘anhum.
حَدَّثَنِي يَحْيَى بْنُ مَعِينٍ وَصَدَقَةُ قَالَا أَخْبَرَنَا مُحَمَّدُ
بْنُ جَعْفَرٍ عَنْ شُعْبَةَ عَنْ وَاقِدِ بْنِ مُحَمَّدٍ عَنْ أَبِيهِ
عَنْ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ قَالَ أَبُو بَكْرٍ
ارْقُبُوا مُحَمَّدًا صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي أَهْلِ
بَيْتِهِ
Telah menceritakan kepadaku Yahyaa bin Ma’iin dan Shadaqah, mereka
berdua berkata : Telah mengkhabarkan kepada kami Muhammad bin Ja’far,
dari Syu’bah, dari Waaqid bin Muhammad, dari ayahnya, dari Ibnu ‘Umar
radliyallaahu ‘anhumaa, ia berkata : Telah berkata Abu Bakr :
“Peliharalah hubungan dengan Muhammad shallallaahu 'alaihi wa sallam
dengan cara menjaga hubungan baik dengan ahlul-bait beliau”
[Diriwayatkan oleh Al-Bukhaariy no. 3751].
Demikian catatan tentang hadis dua pusaka Nabi Saw. Semoga memberi petunjuk.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar