Al-Quran adalah kitab dakwah wa tarbiyah. Kitab yang mengandung berbagai
kisah untuk dijadikan ‘ibrah dalam perjalanan manusia yang panjang.
Banyak kisah ditampilkan di dalam Al Quran memiliki pengajaran yang
relevan sepanjang zaman dengan kehidupan sosial kita. Al Quran telah
menampilkan sejumlah tokoh-tokoh tauladan dan tokoh-tokoh pengajaran
agar dijadikan renungan. Ada kisah pembela kebenaran yang terdiri dari
Para Nabi, Rasul dan orang-orang yang shaleh, ada juga tokoh pelopor
kezaliman seperti Firaun, Tsamud, 'Ad, dan Abrahah. Selain dari
tokoh-tokoh dari bangsa manusia, ada juga kisah yang menampilkan
pelajaran dari bangsa hewan.
Kisah Nabi Sulaiman ‘alaihi salamdan burung hud-hud merupakan salah satu
contoh kisah pengajaran yang terkandung di dalam Al Quran. Kisah ini
terdapat di dalam surah An Naml ayat 20 hingga 44 supaya ia menjadi
pengajaran kepada manusia, kisah mengenai sebuah kerajaan yang tidak
akan dimiliki oleh seseorangpun setelah kewafatan Nabi Allah Sulaiman
‘alaihi salam, karena beliau telah berdoa.
قَالَ رَبِّ اغْفِرْ لِي وَهَبْ لِي مُلْكًا لَّا يَنبَغِي لِأَحَدٍ مِّن بَعْدِي ۖ إِنَّكَ أَنتَ الْوَهَّابُ ﴿٣٥﴾
"Ia berkata: "Ya Tuhanku, ampunilah aku dan anugerahkanlah kepadaku
kerajaan yang tidak dimiliki oleh seorang juapun sesudahku, sesungguhnya
Engkaulah Yang Maha Pemberi." (QS. Shad : 35)
Alloh Subhanahu Wata'ala Berfirman
وَتَفَقَّدَ الطَّيْرَ فَقَالَ مَا لِيَ لَا أَرَى الْهُدْهُدَ أَمْ كَانَ
مِنَ الْغَائِبِينَ (20) لأعَذِّبَنَّهُ عَذَابًا شَدِيدًا أَوْ
لأذْبَحَنَّهُ أَوْ لَيَأْتِيَنِّي بِسُلْطَانٍ مُبِينٍ (21)
Dan dia memeriksa burung-burung, lalu berkata, "Mengapa aku tidak
melihat hud-hud, apakah dia termasuk yang tidak hadir? Sungguh aku
benar-benar akan mengazabnya dengan azab yang keras, atau benar-benar
menyembelihnya kecuali jika benar-benar dia datang kepadaku dengan
alasan yang terang.” (QS An-Naml Ayat 20-21)
Mujahid dan Sa'id ibnu Jubair serta selain keduanya telah meriwayatkan
dari Ibnu Abbas dan lain-lainnya, bahwa burung hud-hud adalah ahli dalam
mencari air, ia secara khusus ditugaskan oleh Nabi Sulaiman untuk
mencari sumber air bila berada di Padang Sahara. Dengan kemampuan yang
dimilikinya secara alami burung hud-hud dapat melihat cadangan air yang
terdapat di dalam tanah; ia dapat melihatnya sebagaimana seseorang
melihat sesuatu yang ada di permukaan tanah. Dan ia dapat mengetahui
berapa jauh letak kedalaman sumber mata air itu dari permukaan tanah.
Apabila burung hud-hud telah menunjukkan adanya sumber air, maka Nabi
Sulaiman a.s. memerintahkan kepada jin untuk menggali tempat itu hingga
keluarlah air dari perut bumi.
Pada suatu hari Nabi Sulaiman a.s. beristirahat di suatu padang pasir,
lalu ia memeriksa barisan burung untuk mencari burung hud-hud, tetapi ia
tidak melihatnya. lalu ia berkata, "Mengapa aku tidak melihat hud-hud,
apakah dia termasuk yang tidak hadir?" (An-Naml: 20)
Pada suatu hari Ibnu Abbas pernah menceritakan kisah ini di hadapan
suatu kaum, yang di antara mereka terdapat seorang Khawarij yang dikenal
dengan nama Nafi' ibnul Azraq; dia dikenal sebagai orang yang banyak
menentang Ibnu Abbas. Maka Nafi' berkata kepada Ibnu Abbas, "Hai Ibnu
Abbas, hentikanlah kisahmu itu, hari ini kamu kalah." Ibnu Abbas
bertanya, "Mengapa saya kalah?"
Nafi' ibnul Azraq menjawab, "Sesungguhnya kamu telah mengatakan dalam
kisahmu tentang burung hud-hud, bahwa ia dapat melihat sumber air yang
ada di perut bumi. Dan sesungguhnya bisa saja seorang anak meletakkan
biji di dalam perangkap, lalu menimbunnya dengan pasir. Kemudian burung
hud-hud itu datang untuk mengambil biji makanannya itu, maka masuklah ia
ke dalam perangkap yang dipasang oleh anak kecil itu, sehingga ia dapat
ditangkap olehnya."
Ibnu Abbas berkata, "Mengapa orang ini tidak saja mengatakan bahwa dia
telah menyangkal Ibnu Abbas dan membuatnya tidak dapat menjawab?"
Kemudian Ibnu Abbas mengatakan, "Celakalah kamu, sesungguhnya apabila
takdir telah memastikannya (tertangkap), penglihatan menjadi tidak
berfungsi dan rasa waspada pun hilang." Maka Nafi' berkata kepada Ibnu
Abbas, "Demi Allah, aku tidak akan membantahmu mengenai sesuatu dari
Al-Qur'an selamanya."
Al-Hafiz ibnu Asakir di dalam biografi Abu Abdullah Al-Barazi dari
kampung Barazah yang terletak di pinggiran kota Dimasyq —dia adalah
seorang yang saleh dan selalu puasa Senin Kamis, dan matanya buta
sebelah, umurnya mencapai delapan puluh tahun— menyebutkan kisah
berikut. Ibnu Asakir meriwayatkan kisah ini berikut sanadnya sampai pada
Abu Sulaiman ibnu Yazid. Bahwa Abu Sulaiman pernah bertanya kepada Abu
Abdullah Al-Barazi tentang kebutaan sebelah matanya, tetapi Abu Abdullah
tidak mau menyebutkan penyebab kebutaannya. Abu Sulaiman tidak putus
asa, ia mendesaknya selama berbulan-bulan, dan akhirnya Abu Abdullah mau
menceritakan hal tersebut kepadanya, seperti berikut:
Bahwa pernah ada dua orang lelaki dari kalangan penduduk Khurrasan
singgah di rumahku selama seminggu di kampung Barazah. Lalu keduanya
menanyakan kepadaku tentang tempat suatu lembah, maka kuantarkan
keduanya ke lembah tersebut. Setelah sampai di lembah itu keduanya
mengeluarkan pedupaan dan menyalakan dupa yang cukup banyak sehingga
asap dupa itu memenuhi lembah tersebut.
Kemudian keduanya komat-kamit membaca jampi-jampi, maka berdatanganlah
ular dari segala penjuru kepada keduanya, tetapi kedua orang itu tidak
memperhatikan salah seekor pun darinya. Hingga datanglah seekor ular
sebesar lengan dengan kedua mata yang bersinar berkilauan seperti mata
uang dinar. Keduanya sangat gembira melihat ular tersebut dan berkata,
"Segala puji bagi Allah yang tidak mengecewakan perjalanan kami semenjak
satu tahun yang silam." Lalu keduanya memecahkan pedupaan itu dan
menangkap ular tersebut, kemudian keduanya memasukkan jarum untuk
mencetak mata ke dalam mata ular tersebut, sesudah itu keduanya
mencelaki mata mereka dengan jarum celak itu. Aku meminta kepada
keduanya agar mencelaki mataku dengan jarum tersebut, tetapi keduanya
menolak. Aku terus mendesaknya, dan kukatakan kepadanya, "Kamu berdua
harus mencelaki mataku," dan aku mengancam akan melaporkan keduanya
kepada penguasa. Akhirnya keduanya mau mencelaki mataku dengan jarum
pencelak mereka.
Mereka berdua mencelaki mata kananku saja. Setelah jarum pencelak mata
itu menyentuh mataku dan aku memandang ke tanah yang ada di bawahku,
ternyata semua yang ada di bawah tanah terlihat olehku bagaikan melihat
sesuatu di balik kaca. Kemudian keduanya berkata kepadaku, "Marilah kita
berjalan sebentar," lalu aku berjalan bersama keduanya, sedangkan
keduanya asyik mengobrol. Hingga manakala kami telah berada jauh dari
perkampungan, keduanya menangkapku dan mengikatku. Salah seorang di
antara keduanya memasukkan tangannya ke mata kananku dan mencongkelnya,
lalu membuang mataku, dan keduanya berlalu meninggalkan diriku. Aku
masih tetap dalam keadaan terikat, hingga lewatlah seseorang di tempat
aku berada dan ia melepaskan ikatanku. Demikianlah kisah yang di alami
oleh mata kananku ini.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ali ibnul
Husain, telah menceritakan kepada kami Hisyam ibnu Ammar, telah
menceritakan kepada kami Sadaqah ibnu Amr Al-Gassani, telah menceritakan
kepada kami Abbad ibnu Maisarah Al-Minqari, dari Al-Hasan yang telah
mengatakan bahwa nama burung hud-hud Nabi Sulaiman adalah 'Anbar.
Muhammad ibnu lshaq mengatakan bahwa apabila Nabi Sulaiman berangkat
menuju ke tempat majelisnya dan telah sampai di tempat majelisnya, maka
ia memeriksa semua burung. Menurut empunya kisah, setiap harinya Nabi
Sulaiman selalu didatangi oleh semua jenis burung (yang memberikan
penghormatan kepadanya). Pada suatu hari saat ia memeriksa semua burung,
semuanya ada kecuali burung hud-hud. lalu ia berkata, "Mengapa aku
tidak melihat hud-hud, apakah dia termasuk yang tidak hadir?" (An-Naml:
20) Yakni apakah penglihatanku yang keliru, ataukah memang burung
hud-hud absen dan tidak hadir?
Firman Allah Swt.:
{لأعَذِّبَنَّهُ عَذَابًا شَدِيدًا}
Sungguh aku benar-benar akan mengazabnya dengan azab yang keras. (An-Naml: 21)
Menurut Al-A'masy, dari Al-Minhal ibnu Amr, dari Sa'id, dari Ibnu Abbas,
makna yang dimaksud ialah mencabuti bulunya. Menurut Abdullah ibnu
Syaddad, Nabi Sulaiman akan menghukumnya dengan mencabuti bulunya, lalu
menjemurnya di terik matahari. Hal yang sama telah dikatakan oleh bukan
hanya seorang ulama Salaf, bahwa Sulaiman a.s. akan mencabuti bulunya,
lalu membiarkannya tergeletak hingga dimakan oleh semut kecil dan semut
besar.
Firman Allah Swt.:
{أَوْ لأذْبَحَنَّهُ أَوْ لَيَأْتِيَنِّي بِسُلْطَانٍ مُبِينٍ}
atau benar-benar menyembelihnya kecuali jika benar-benar dia datang kepadaku dengan alasan yang terang. (An-Naml: 21)
Yaitu dengan mengemukakan alasan yang dapat diterima.
Sufyan ibnu Uyaynah dan Abdullah ibnu Syaddad mengatakan bahwa ketika
hud-hud datang burung lainnya bertanya, "Mengapa kamu terlambat, padahal
Sulaiman telah bernazar akan mengalirkan darahmu." Hud-hud bertanya,
"Apakah dia menyebutkan pengecualian?" Burung-burung semuanya menjawab,
"Ya," seraya menceritakan kepadanya sabda Sulaiman yang disitir oleh
firman-Nya: Sungguh aku benar-benar akan mengazabnya dengan azab yang
keras, atau benar-benar menyembelihnya kecuali jika benar-benar dia
datang kepadaku dengan alasan yang terang. (An-Naml: 21) Hud-hud
berkata, "Kalau begitu, selamatlah aku."
Mujahid mengatakan bahwa sesungguhnya yang menyebabkan hud-hud
diselamatkan oleh Allah dari siksaan Sulaiman adalah berkat bakti
hud-hud kepada induknya.
Beberapa pelajaran dari kisah Nabi Sulaiman dengan Nabi Hud-hud diatas, diantaranya adalah sebagai berikut:
Merubah suatu kemunkaran dengan tangan (menindak dengan tegas) bagi
orang-orang yang memiliki wilayah (kekuasaan) bilamana tidak ada mani’
(penghalang). Dalam kisah diatas Nabi Sulaiman sebagai orang yang
memiliki wilayah mengancam akan menghukum Hud-hud atas ketidak
beradaannya ditempat tugasnya, kecuali jika Hud-hud memberikan alasan
yang jelas, yang disebut juga denganmani’ (penghalang).
Tidak terburu-buru menghukum bawahan yang bersalah sebelum mendengar
penjelasannya, karena bisa jadi ia memiliki alasan kuat yang belum
pernah terbesit dibenak sang atasan sehingga ia melakukan sesuatu yang
seakan-akan itu adalah sebuah kesalahan. Dalam kisah diatas Nabi
Sulaiman dengan tahta dan kekuasaannya tidak langsung menghukum Hud-hud,
tapi ia memberi celah untuk tidak menghukum Hud-hud jika ia memiliki
alasan yang jelas.
Para nabi tidak mengetahui hal-hal yang ghaib secara Mereka mengetahui
hal-hal yang ghaib dari apa yang Allah SWT beritahu, sedang yang tidak
diberitahu mereka tidak mengetahuinya. Dalam kisah ini Hud-hud berkata
kepada Sulaiman as. :
فَمَكَثَ غَيْرَ بَعِيدٍ فَقَالَ أَحَطتُ بِمَا لَمْ تُحِطْ بِهِ وَجِئْتُكَ مِنْ سَبَإٍ بِنَبَإٍ يَقِينٍ
“Aku telah mengetahui sesuatu yang kamu belum mengetahuinya; dan kubawa
kepadamu dari negeri Saba suatu berita penting yang diyakini.” (QS.
An-Naml: 22).
Imam Al-Qurthubi berkata, “ayat ini adalah bantahan bagi yang mengatakan
bahwa para nabi mengetahui hal-hal yang ghaib.” (Tafsir Qurthubi
13/181).
Seorang yang melaksanakan amar ma’ruf nahi munkar harus bersifat sabar
dan tidak terburu-buru dalam mengambil keputusan. Dalam kisah ini Nabi
Sulaiman mampu untuk langsung menghukum Hud-hud tanpa harus menunggu
penjelasan apa-apa, namun beliau memilih untuk bersikap lebih bijaksana
dan mendengar dahulu penjelasan darinya.
Dalam melaksanakan amar ma’ruf nahi munkar kita harus memiliki skala
prioritas, sehingga kita bisa mendahulukan hal-hal yang terpenting
dahulu sebelum yang lain. Dalam kisah ini Hud-hud menyebutkan satu
kemunkaran yang ada pada kerajaan sang ratu, yaitu menyembah selain
Allah. Biasanya orang-orang yang kafir melakukan banyak kemunkaran
seperti minum minuman keras, berjudi, berzina dan lain-lain, namun
Hud-hud tidak menoleh kepada semua kemunkaran itu karena ada kemunkaran
yang lebih besar yang harus diluruskan dahulu, yaitu menyembah selain
Allah SWT.
Demikian beberapa pelajaran yang dapat kita petik dari kisah Nabi
Sulaiman AS. Dengan burung Hud-hud Terutama yang berkaitan dengan amar
ma’ruf nahi munkar, dan inilah salah satu tujuan Al-Qur’an menyebutkan
kisah-kisah pada zaman dahulu, yaitu agar kita mengambil pelajaran.
Firman-Nya
فَمَكَثَ غَيْرَ بَعِيدٍ فَقَالَ أَحَطتُ بِمَا لَمْ تُحِطْ بِهِ
وَجِئْتُكَ مِنْ سَبَإٍ بِنَبَإٍ يَقِينٍ (22) إِنِّي وَجَدْتُ امْرَأَةً
تَمْلِكُهُمْ وَأُوتِيَتْ مِنْ كُلِّ شَيْءٍ وَلَهَا عَرْشٌ عَظِيمٌ (23)
وَجَدْتُهَا وَقَوْمَهَا يَسْجُدُونَ لِلشَّمْسِ مِنْ دُونِ اللَّهِ
وَزَيَّنَ لَهُمُ الشَّيْطَانُ أَعْمَالَهُمْ فَصَدَّهُمْ عَنِ السَّبِيلِ
فَهُمْ لَا يَهْتَدُونَ (24) أَلا يَسْجُدُوا لِلَّهِ الَّذِي يُخْرِجُ
الْخَبْءَ فِي السَّمَوَاتِ وَالأرْضِ وَيَعْلَمُ مَا تُخْفُونَ وَمَا
تُعْلِنُونَ (25) اللَّهُ لَا إِلَهَ إِلا هُوَ رَبُّ الْعَرْشِ الْعَظِيمِ
(26)
Maka tidak lama kemudian (datanglah hud-hud),lalu ia berkata, "Aku telah
mengetahui sesuatu yang kamu belum-mengetahuinya; dan kubawa kepadamu
dari negeri Saba suatu berita penting yang diyakini. Sesungguhnya aku
menjumpai seorang wanita yang memerintah mereka, dan dia dianugerahi
segala sesuatu serta mempunyai singgasana yang besar. Aku mendapati dia
dan kaumnya menyembah matahari, selain Allah; dan setan telah menjadikan
mereka memandang indah perbuatan-perbuatan mereka, lalu menghalangi
mereka dari jalan (Allah), sehingga mereka tidak dapat petunjuk, agar
mereka tidak menyembah Allah Yang mengeluarkan apa yang terpendam di
langit dan di bumi dan Yang mengetahui apa yang kalian sembunyikan dan
apa yang kalian nyatakan. Allah tiada Tuhan (yang berhak disembah)
kecuali Dia, Tuhan Yang mempunyai 'Arasy yang besar.” (QS An-Naml Ayat
22-26)
Firman Allah Swt.:
{فَمَكَثَ غَيْرَ بَعِيدٍ}
Maka tidak lama kemudian. (An-Naml: 22)
Yakni setelah menghilang dalam waktu yang tidak lama, lalu datanglah hud-hud seraya berkata kepada Sulaiman:
{أَحَطتُ بِمَا لَمْ تُحِطْ بِهِ}
Aku telah mengetahui sesuatu yang kamu belum mengetahuinya. (An-Naml: 22)
Artinya, aku telah menyaksikan apa yang tidak disaksikan olehmu dan juga oleh semua tentaramu.
{وَجِئْتُكَ مِنْ سَبَإٍ بِنَبَإٍ يَقِينٍ}
dan kubawa kepadamu dari negeri Saba suatu berita penting yang diyakini. (An-Naml: 22)
Yakni berita yang benar dan yakin. Saba adalah negeri orang-orang
Himyar, mereka adalah raja-raja negeri Yaman di masa silam. Kemudian
hud-hud berkata:
{إِنِّي وَجَدْتُ امْرَأَةً تَمْلِكُهُمْ}
Sesungguhnya aku menjumpai seorang wanita yang memerintah mereka. (An-Naml: 23)
Al-Hasan Al-Basri mengatakan bahwa wanita itu bernama Ratu Balqis binti
Syarahil yang menguasai negeri Saba. Qatadah mengatakan bahwa ibu Ratu
Balqis adalah jin perempuan yang ada di negeri Saba, karena itu tumit
kaki Ratu Balqis seperti teracak kuda. Zuhair ibnu Muhammad mengatakan
bahwa Balqis binti Syarahil ibnu Malik ibnur Rayyan, ibunya bernama
Fari'ah jin perempuan. Ibnu Juraij mengatakan, ibu Balqis binti Zu
Syarkh bernama Balta'ah.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ali ibnul
Hasan, telah menceritakan kepada kami Musaddad, telah menceritakan
kepada kami Sufyan ibnu Uyaynah, dari Ata ibnus Sa-ib, dari Mujahid,
dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa teman wanita Sulaiman (yakni Ratu
Balqis) mempunyai seratus ribu personel pasukan. Al-A'masy telah
meriwayatkan dari Mujahid, bahwa Ratu Saba' mempunyai dua belas ribu
orang pasukan, dan menurut pendapat lainnya lagi seratus ribu orang
pasukan.
Abdur Razzaq mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ma'mar, dari
Qatadah sehubungan dengan makna firman-Nya: Sesungguhnya aku mempunyai
seorang wanita yang memerintah mereka. (An-Naml: 23) Ia berasal dari
keluarga kerajaan, dan ia mempunyai dewan senat yang terdiri dari tiga
ratus dua belas orang lelaki, masing-masing dari mereka mempunyai
sepuluh ribu orang pasukan. Kerajaan mereka berada di suatu tempat yang
dikenal dengan nama Ma-rib, jauhnya tiga mil dari kota San'a. Pendapat
ini lebih mendekati kebenaran, sebab kebanyakan kerajaan negeri Yaman
terletak di situ. Hanya Allah Yang lebih Mengetahui.
Firman Allah Swt.:
{وَأُوتِيَتْ مِنْ كُلِّ شَيْءٍ}
dan dia dianugerahi segala sesuatu. (An-Naml: 23)
Yakni semua perbendaharaan dunia yang diperlukan oleh seorang raja yang berkuasa lagi kuat.
{وَلَهَا عَرْشٌ عَظِيمٌ}
serta mempunyai singgasana yang besar. (An-Naml: 23)
Maksudnya, singgasana tempat duduknya sangat besar dihiasi dengan emas
dan berbagai macam batu permata dan mutiara. Zuhair ibnu Muhammad
mengatakan bahwa singgasana Balqis terbuat dari emas, sedangkan bagian
permukaannya dihiasi dengan batu yaqut dan zabarjad, panjangnya delapan
puluh hasta dan lebarnya empat puluh hasta. Muhammad ibnu Ishaq
mengatakan, singgasana Balqis terbuat dari emas yang dihiasi dengan batu
yaqut, zabarjad, serta mutiara; dan sesungguhnya yang melayaninya
hanyalah wanita, semuanya berjumlah enam ratus orang yang khusus
melayaninya.
Ahli sejarah mengatakan bahwa singgasana Ratu Balqis itu berada di dalam
sebuah istana yang sangat besar, kokoh bangunannya lagi tinggi dan
megah. Di dalam istana itu terdapat tiga ratus enam puluh jendela di
sebelah timurnya, dan di sebelah baratnya terdapat pula jumlah jendela
yang sama. Bangunan istananya dibangun sedemikian rupa agar sinar
matahari setiap harinya masuk dari jendelanya, begitu pula disaat hendak
terbenam, lalu mereka bersujud kepada matahari di setiap pagi dan
petangnya. Karena itulah disebutkan oleh firman-Nya:
{وَجَدْتُهَا وَقَوْمَهَا يَسْجُدُونَ لِلشَّمْسِ مِنْ دُونِ اللَّهِ
وَزَيَّنَ لَهُمُ الشَّيْطَانُ أَعْمَالَهُمْ فَصَدَّهُمْ عَنِ السَّبِيلِ}
Aku mendapati dia dan kaumnya menyembah matahari, selain Allah; dan
setan telah menjadikan mereka memandang indah perbuatan-perbuatan
mereka, lalu menghalangi mereka dari jalan(Allah). (An-Naml: 24)
Yaitu dari jalan yang benar.
{فَهُمْ لَا يَهْتَدُونَ}
sehingga mereka tidak dapat petunjuk. (An-Naml: 24)
Firman Allah Swt.:
{وَزَيَّنَ لَهُمُ الشَّيْطَانُ أَعْمَالَهُمْ فَصَدَّهُمْ عَنِ السَّبِيلِ فَهُمْ لَا يَهْتَدُونَ أَلا يَسْجُدُوا لِلَّهِ}
dan setan telah menjadikan mereka memandang indah perbuatan-perbuatan
mereka, lalu menghalangi mereka dari jalan (Allah), sehingga mereka
tidak dapat petunjuk, agar mereka tidak menyembah Allah. (An-Naml: 24 -
25)
Yakni agar tidak mengetahui jalan yang benar, yaitu mengikhlaskan
bersujud hanya kepada Allah semata, bukan kepada sesuatu pun dari
makhluk-Nya, baik yang berupa bintang maupun yang lainnya. Seperti yang
dijelaskan oleh firman Allah:
{وَمِنْ آيَاتِهِ اللَّيْلُ وَالنَّهَارُ وَالشَّمْسُ وَالْقَمَرُ لَا
تَسْجُدُوا لِلشَّمْسِ وَلا لِلْقَمَرِ وَاسْجُدُوا لِلَّهِ الَّذِي
خَلَقَهُنَّ إِنْ كُنْتُمْ إِيَّاهُ تَعْبُدُونَ}
Dan sebagian dari tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah malam, siang,
matahari, dan bulan. Janganlah bersujud kepada matahari dan janganlah
(pula) kepada bulan, tetapi bersujudlah kepada Allah Yang
menciptakannya, jika kalian hanya kepada-Nya saja menyembah. (Fussilat:
37)
Sebagian ahli qiraat membaca ayat ini dengan bacaan berikut:
"أَلَا يَا اسْجُدُوا لِلَّهِ"
Ingatlah, hai kaum, bersujudlah kalian kepada Allah. (An-Naml: 25)
Dengan memakai ala istiftahiyyah dan ya nida,sedangkan munada-nya.
dibuang yang bentuk lengkapnya ialah: Ya qaum (hai kaum), bersujudlah
kalian kepada Allah.
{الَّذِي يُخْرِجُ الْخَبْءَ فِي السَّمَوَاتِ وَالأرْضِ}
Yang mengeluarkan apa yang terpendam di langit dan di bumi. (An-Naml: 25)
Ali ibnu Abu Talhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa makna yang
dimaksud ialah Allah mengetahui semua yang tersembunyi di langit dan di
bumi. Hal yang sama telah dikatakan oleh Ikrimah, Mujahid, Sa'id ibnu
Jubair, dan Qatadah serta lain-lainnya.
Sa'id ibnul Musayyab mengatakan bahwa al-khab-u artinya air. Hal yang
sama telah dikatakan oleh Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam, bahwa makna
yang dimaksud ialah apa yang tersembunyi di langit dan di bumi yang ada
kaitannya dengan rezeki makhluk; hujan dari langit dan tetumbuhan dari
bumi.
Kalimat ayat ini sesuai dengan perkataan hud-hud yang telah di bekali
oleh Allah Swt. naluri yang tajam. Seperti yang disebutkan oleh Ibnu
Abbas dan lain-lainnya, bahwa hud-hud dapat melihat air mengalir di
perut bumi.
Firman Allah Swt.:
{وَيَعْلَمُ مَا تُخْفُونَ وَمَا تُعْلِنُونَ}
dan Yang mengetahui apa yang kalian sembunyikan dan apa yang kalian nyatakan. (An-Naml: 25)
Yakni mengetahui semua ucapan dan perbuatan yang disembunyikan dan yang
dinyatakan oleh semua hamba-Nya. Semakna dengan apa yang disebutkan
dalam ayat lain melalui friman-Nya:
{سَوَاءٌ مِنْكُمْ مَنْ أَسَرَّ الْقَوْلَ وَمَنْ جَهَرَ بِهِ وَمَنْ هُوَ مُسْتَخْفٍ بِاللَّيْلِ وَسَارِبٌ بِالنَّهَارِ}
Sama saja (bagi Tuhan), siapa di antara kalian yang merahasiakan
ucapannya, dan siapa yang berterus, terang dengan ucapan itu, dan siapa
yang bersembunyi di malam hari dan yang berjalan(menampakkan diri) di
siang hari. (Ar-Ra'd: 10)
Adapun firman Allah Swt.:
{اللَّهُ لَا إِلَهَ إِلا هُوَ رَبُّ الْعَرْشِ الْعَظِيمِ}
Allah, tiada Tuhan (yang wajib disembah) kecuali Dia, Tuhan Yang mempunyai 'Arasy yang besar.(An-Naml: 26)
Yakni Dialah Allah yang berhak diseru, Yang tiada Tuhan selain Dia yang
memiliki 'Arasy yang besar, yang tiada sesuatu pun dari makhluk-Nya
lebih besar daripada 'Arasy-Nya.
Mengingat burung hud-hud menyeru kepada kebaikan dan menyembah Allah
semata serta bersujud kepada-Nya, maka burung hud-hud dilarang dibunuh,
seperti yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad, Imam Abu Daud, dan Imam Ibnu
Majah melalui Abu Hurairah r.a. yang telah mengatakan:
نَهَى النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ قَتْلِ أَرْبَعٍ
مِنَ الدَّوَابِّ: النَّمْلَةِ وَالنَّحْلَةِ وَالْهُدْهُدِ والصُّرَد
Nabi Saw. melarang membunuh empat macam hewan, yaitu semut, lebah, burung hud-hud, dan burung Surad.
Sanad hadis berpredikat sahih.
Firman-Nya
قَالَ سَنَنْظُرُ أَصَدَقْتَ أَمْ كُنْتَ مِنَ الْكَاذِبِينَ (27) اذْهَبْ
بِكِتَابِي هَذَا فَأَلْقِهِ إِلَيْهِمْ ثُمَّ تَوَلَّ عَنْهُمْ فَانْظُرْ
مَاذَا يَرْجِعُونَ (28) قَالَتْ يَا أَيُّهَا الْمَلأ إِنِّي أُلْقِيَ
إِلَيَّ كِتَابٌ كَرِيمٌ (29) إِنَّهُ مِنْ سُلَيْمَانَ وَإِنَّهُ بِسْمِ
اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ (30) أَلا تَعْلُوا عَلَيَّ وَأْتُونِي
مُسْلِمِينَ (31)
Berkata Sulaiman, "Akan kami lihat, apa kamu benar, ataukah kamu
termasuk orang-orang yang berdusta. Pergilah dengan (membawa) suratku,
ini, lalu jatuhkanlah kepada mereka, kemudian berpalinglah dari mereka,
lalu perhatikanlah apa yang mereka bicarakan.” Berkata ia (Balqis) "Hai
pembesar-pembesar, sesungguhnya telah dijatuhkan kepadaku sebuah surat
yang mulia. Sesungguhnya surat itu dari Sulaiman dan sesungguhnya
(isi)nya, “Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha
Penyayang. Bahwa janganlah kamu sekalian berlaku sombong terhadapku dan
datanglah kepadaku sebagai orang-orang yang berserah diri.” (QS An-Naml
Ayat 27-31)
Allah Swt. berfirman, menceritakan perkataan Nabi Sulaiman kepada burung
hud-hud setelah hud-hud menceritakan kepadanya perihal penduduk negeri
Saba dan raja mereka.
{قَالَ سَنَنْظُرُ أَصَدَقْتَ أَمْ كُنْتَ مِنَ الْكَاذِبِينَ}
Sulaiman berkata, "Akan kami lihat, apakah kamu benar, ataukah kamu termasuk orang-orang yang berdusta.” (An-Naml: 27)
Yakni apakah berita darimu ini benar.
{أَمْ كُنْتَ مِنَ الْكَاذِبِينَ}
ataukah kamu termasuk orang-orang yang berdusta. (An-Naml: 27)
dalam ucapanmu itu yang sengaja kamu kemukakan untuk menyelamatkan dirimu dari siksaan yang telah kuancamkan terhadap dirimu.
{اذْهَبْ بِكِتَابِي هَذَا فَأَلْقِه إِلَيْهِمْ ثُمَّ تَوَلَّ عَنْهُمْ فَانْظُرْ مَاذَا يَرْجِعُونَ}
"Pergilah dengan (membawa) suratku ini, lalu jatuhkanlah kepada mereka,
kemudian berpalinglah dari mereka, lalu perhatikanlah apa yang mereka
bicarakan.” (An-Naml: 28)
Sulaiman a.s. menulis surat, ditujukan kepada Ratu Balqis dan kaumnya,
lalu menyerahkannya kepada hud-hud untuk membawanya. Menurut suatu
pendapat, surat itu dibawa hud-hud di dalam sayapnya sebagaimana
biasanya burung pengantar surat, menurut pendapat yang lain mengatakan
dengan paruhnya, hud-hud terbang menuju ke negeri mereka, dan ia hinggap
di istana Ratu Balqis, di tempat yang sepi yang biasa dipakai oleh Ratu
Balqis kala menyendiri. Lalu hud-hud melemparkan surat itu melalui
celah yang ada di istananya, tepat berada di hadapan Ratu Balqis,
setelah itu hud-hud menjauh sebagai sikap etika dan sekaligus
berjaga-jaga. Ratu Balqis kebingungan menyaksikan pemandangan yang
menakjubkan itu sehingga membuatnya terpana sejenak. Kemudian ia menuju
ke tempat surat itu dijatuhkan, lalu mengambilnya dan membuka laknya
serta membacanya. Ternyata yang tertulis di dalamnya adalah seperti
berikut:
{إِنَّهُ مِنْ سُلَيْمَانَ وَإِنَّهُ بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ أَلا تَعْلُوا عَلَيَّ وَأْتُونِي مُسْلِمِينَ}
Sesungguhnya surat itu dari Sulaiman dan sesungguhnya (isi)nya, "Dengan
menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. Bahwa
janganlah kamu sekalian berlaku sombong terhadapku dan datanglah
kepadaku sebagai orang-orang yang berserah diri.” (An-Naml: 30-31)
Maka Ratu Balqis mengumpulkan semua menteri dan pembesar kerajaannya, lalu berkatalah ia kepada mereka.
{يَا أَيُّهَا الْمَلأ إِنِّي أُلْقِيَ إِلَيَّ كِتَابٌ كَرِيمٌ}
Hai pembesar-pembesar, sesungguhnya telah dijatuhkan kepadaku sebuah surat yang mulia.(An-Naml: 29)
Yakni mulia karena ia telah melihat keajaiban perkara surat itu, sebab
burunglah yang mengantarkan surat itu kepadanya, lalu burung tersebut
surut mundur darinya sebagai etika terhadap raja. Hal seperti itu tidak
akan mampu dilakukan oleh sembarang raja. Kemudian Balqis membacakan
surat itu kepada mereka.
{إِنَّهُ مِنْ سُلَيْمَانَ وَإِنَّهُ بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ أَلا تَعْلُوا عَلَيَّ وَأْتُونِي مُسْلِمِينَ}
Sesungguhnya surat itu dari Sulaiman dan sesungguhnya (isi)nya, "Dengan
menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. Bahwa
janganlah kamu sekalian berlaku sombong terhadapku dan datanglah
kepadaku sebagai orang-orang yang berserah diri.” (An-Naml: 30-31)
Maka mereka mengetahui bahwa surat tersebut berasal dari Nabi Allah
Sulaiman a.s. Dan bahwa mereka belum pernah menerima surat seperti itu,
memakai gaya bahasa yang berpacamasastra tinggi, ringkas, dan padat,
tetapi fasih; karena pengertiannya telah dapat ditangkap hanya dengan
sedikit kalimat, tetapi indah.
Para ulama mengatakan bahwa tiada seorang pun yang menulis Bismillahir Rahmanir Rahim sebelum Sulaiman a.s. dalam suratnya.
Ibnu Abu Hatim sehubungan dengan hal ini telah meriwayatkan sebuah hadis di dalam kitab tafsirnya:
قَالَ: حَدَّثَنَا أَبِي، حَدَّثَنَا هَارُونُ بْنُ الْفَضْلِ أَبُو
يَعْلَى الْحَنَّاطُ، حَدَّثَنَا أَبُو يُوسُفَ، عَنْ سَلَمَةَ بْنِ
صَالِحٍ، [عَنْ عَبْدِ الْكَرِيمِ] أَبِي أُمَيَّةَ، عَنِ ابْنِ بُرَيدة،
عَنْ أَبِيهِ قَالَ: كُنْتُ أَمْشِي مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ: "إِنِّي أَعْلَمُ آية لمتَنْزِلْ عَلَى
نَبِيٍّ قَبْلِي بَعْدَ سُلَيْمَانَ بْنِ دَاوُدَ" قَالَ: قُلْتُ: يَا
رَسُولَ اللَّهِ، أَيُّ آيَةٍ؟ قَالَ: "سَأُعلِمُكَهَا قَبْلَ أَنْ
أَخْرُجَ مِنَ الْمَسْجِدِ". قَالَ: فَانْتَهَى إِلَى الْبَابِ، فَأَخْرَجَ
إِحْدَى قَدَمَيْهِ، فَقُلْتُ: نَسِيَ، ثُمَّ الْتَفَتَ إِلَيَّ وَقَالَ
{إِنَّهُ مِنْ سُلَيْمَانَ وَإِنَّهُ بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ
الرَّحِيمِ}
bahwa telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada
kami Harun ibnul Fadl Abu Ya'la Al-Khayyat, telah menceritakan kepada
kami Abu Yusuf, dari Salamah ibnu Saleh, dari Abdul Karim Abu Umayyah,
dari Ibnu Buraidah, dari ayahnya yang telah menceritakan bahwa ketika ia
sedang berjalan bersama Rasulullah Saw., beliau bersabda, "Sesungguhnya
aku mengetahui suatu ayat yang belum pernah diturunkan kepada seorang
nabi pun sebelumku setelah Sulaiman ibnu Daud." Saya bertanya, "Wahai
Nabi Allah, ayat apakah itu?" Nabi Saw. menjawab, "Aku akan
memberitahukannya kepadamu sebelum aku keluar dari masjid." Perawi
melanjutkan kisahnya, bahwa Nabi Saw. langsung menuju ke pintu masjid
dan melangkahkan sebelah kakinya ke luar masjid, sehingga perawi
menduganya lupa. Ternyata Nabi Saw. berpaling ke arahnya, lalu membaca
firman-Nya:Sesungguhnya surat itu dari Sulaiman dan sesungguhnya
(isi)nya, "Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha
Penyayang.”(An-Naml: 30)
Hadis berpredikat garib dan sanadnya daif (lemah).
Maimun ibnu Mihran mengatakan bahwa dahulu Rasulullah Saw. dalam
suratnya selalu mengawalinya dengan kalimat, "Dengan menyebut nama-Mu,
ya Allah", sebelum ayat ini diturunkan. Setelah ayat ini diturunkan,
beliau mengawalinya dengan kalimat "Dengan menyebut nama Allah Yang Maha
Pemurah lagi Maha Penyayang ".
Firman Allah Swt.:
{أَلا تَعْلُوا عَلَيَّ وَأْتُونِي مُسْلِمِينَ}
Bahwa janganlah kamu sekalian berlaku sombong terhadapku dan datanglah
kepadaku sebagai orang-orang yang berserah diri. (An-Naml: 31)
Menurut Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam, disebutkan bahwa janganlah
kamu sekalian membangkang dan bersikap sombong terhadapku, tetapi
datanglah kalian kepadaku dengan berserah diri. Menurut Ibnu Abbas dalam
keadaan menauhidkan Allah, sedangkan menurut lainnya dalam keadaan
ikhlas. Sufyan Ibnu Uyaynah mengatakan bahwa makna yang dimaksud ialah
dalam keadaan taat (tunduk).
Firman-Nya
قَالَتْ يَا أَيُّهَا الْمَلأ أَفْتُونِي فِي أَمْرِي مَا كُنْتُ قَاطِعَةً
أَمْرًا حَتَّى تَشْهَدُونِ (32) قَالُوا نَحْنُ أُولُو قُوَّةٍ وَأُولُو
بَأْسٍ شَدِيدٍ وَالأمْرُ إِلَيْكِ فَانْظُرِي مَاذَا تَأْمُرِينَ (33)
قَالَتْ إِنَّ الْمُلُوكَ إِذَا دَخَلُوا قَرْيَةً أَفْسَدُوهَا وَجَعَلُوا
أَعِزَّةَ أَهْلِهَا أَذِلَّةً وَكَذَلِكَ يَفْعَلُونَ (34) وَإِنِّي
مُرْسِلَةٌ إِلَيْهِمْ بِهَدِيَّةٍ فَنَاظِرَةٌ بِمَ يَرْجِعُ
الْمُرْسَلُونَ (35
Berkata dia (Balqis), "Hai para pembesar, berilah aku pertimbangan dalam
urusanku (ini), aku tidak pernah memutuskan sesuatu persoalan sebelum
kamu berada dalam majelis(ku).” Mereka menjawab, "Kita adalah
orang-orang yang memiliki kekuatan dan (juga) memiliki keberanian yang
sangat (dalam peperangan), dan keputusan berada di tanganmu; maka
pertimbangkanlah apa yang akan kamu perintahkan.” Dia berkata,
"Sesungguhnya raja-raja apabila memasuki suatu negeri, niscaya mereka
membinasakannya, dan menjadikan hina penduduknya yang mulia; dan
demikian pulalah yang akan mereka perbuat. Dan sesungguhnya aku akan
mengirim utusan kepada mereka dengan (membawa) hadiah, dan (aku akan)
menunggu apa yang dibawa kembali oleh utusan-utusan itu. (QS An-Naml
Ayat 32-35)
Setelah Balqis membacakan surat Nabi Sulaiman kepada para pembesar
kerajaannyavmaka ia meminta saran dari mereka tentang apa yang harus ia
lakukan. Karena itulah disebutkan oleh firman-Nya:
{يَا أَيُّهَا الْمَلأ أَفْتُونِي فِي أَمْرِي مَا كُنْتُ قَاطِعَةً أَمْرًا حَتَّى تَشْهَدُونِ}
Hai para pembesar, berilah aku pertimbangan dalam urusanku (ini), aku
tidak pernah memutuskan sesuatu persoalan sebelum kamu berada dalam
majelis(ku). (An-Naml: 32)
Yakni sebelum kalian hadir dan mengemukakan saran dan pendapat kalian kepadaku.
{قَالُوا نَحْنُ أُولُو قُوَّةٍ وَأُولُو بَأْسٍ شَدِيدٍ}
Mereka menjawab, "Kita adalah orang-orang yang memiliki kekuatan dan
(juga) memiliki keberanian yang sangat (dalam peperangan)." (An-Naml:
33)
Mereka menyebutkan kepada ratunya tentang bilangan pasukan mereka dan
peralatan senjatanya serta kekuatan mereka, kemudian menyerahkan
keputusan mereka kepadanya setelah menjelaskan hal tersebut, seraya
mengatakan:
{وَالأمْرُ إِلَيْكِ فَانْظُرِي مَاذَا تَأْمُرِينَ}
dan keputusan berada di tanganmu; maka pertimbangkanlah apa yang akan kamu perintahkan. (An-Naml: 33)
Yaitu tidak ada hambatan bagi kami dan tidak ada keberatan bila engkau
berniat akan memeranginya. Sesudah itu segala sesuatunya kami serahkan
kepada pendapatmu, kami akan mengerjakan dan menaatinya.
Al-Hasan Al-Basri mengatakan bahwa mereka menyerahkan keputusan mereka
kepada ratu mereka. Setelah mereka mengemukakan pendapatnya, ratu mereka
lebih luas wawasannya daripada mereka dan lebih mengetahui perihal
Sulaiman daripada mereka. Bahwa Sulaiman adalah seorang raja yang
mempunyai bala tentara yang sangat banyak. Selain itu makhluk jin,
manusia, dan semua burung tunduk kepadanya. Ia sendiri telah menyaksikan
dengan mata kepala sendiri melalui surat yang diantarkan oleh burung
hud-hud perkara yang sangat menakjubkan dan sangat aneh. Karena itu ia
berkata kepada mereka, "Sesungguhnya aku merasa khawatir akan mengalami
kekalahan bila memeranginya, lalu ia balik membalas serangan kita dengan
bala tentaranya untuk membinasakan kita dan menghancurkan negeri kita."
Karena itulah ia mengatakan seperti yang disitir oleh firman-Nya:
{إِنَّ الْمُلُوكَ إِذَا دَخَلُوا قَرْيَةً أَفْسَدُوهَا}
Sesungguhnya raja-raja apabila memasuki suatu negeri, niscaya mereka membinasakannya. (An-Naml: 34)
Ibnu Abbas mengatakan, bahwa makna yang dimaksud ialah apabila raja-raja
memasuki suatu negeri dengan paksa, niscaya mereka akan merusaknya.
{وَجَعَلُوا أَعِزَّةَ أَهْلِهَا أَذِلَّةً}
dan menjadikan hina penduduknya yang mulia.(An-Naml: 34)
Ibnu Abbas mengatakan, bahwa Balqis berkata seperti yang disitir oleh
firman-Nya: Sesungguhnya raja-raja apabila memasuki suatu negeri,
niscaya mereka membinasakannya, dan menjadikan hina penduduknya yang
mulia. (An-Naml: 34) kemudian Allah Swt. berfirman: dan demikian pulalah
yang akan mereka perbuat. (An-Naml: 34)
Kemudian Balqis mengambil keputusan cenderung kepada perdamaian, gencatan senjata, dan diplomasi. Untuk itu ia mengatakan:
{وَإِنِّي مُرْسِلَةٌ إِلَيْهِمْ بِهَدِيَّةٍ فَنَاظِرَةٌ بِمَ يَرْجِعُ الْمُرْسَلُونَ}
Dan sesungguhnya aku akan mengirim utusan kepada mereka dengan (membawa)
hadiah, dan(aku akan) menunggu apa yang akan dibawa kembali oleh
utusan-utusan itu. (An-Nami: 35)
Yakni aku akan mengirimkan hadiah yang layak untuk raja seperti dia. Dan
aku akan menunggu jawabannya sesudah itu, barangkali saja dia menerima
hadiahku itu dan membiarkan kita, atau dia akan menetapkan Upeti atas
kita yang kita serahkan kepadanya setiap tahunnya, sebagai pegangan buat
kita terhadapnya dan dia membiarkan kita serta tidak memerangi kita.
Qatadah mengatakan bahwa alangkah cerdiknya Ratu Balqis di masa ia telah
masuk Islam dan juga sewaktu masih musyriknya. Ia mengetahui bahwa
hadiah itu dapat melunakkan hati orang. Ibnu Abbas mengatakan, demikian
pula yang lainnya yang bukan hanya seorang, bahwa Balqis mengatakan
kepada kaumnya, "Jika Sulaiman mau menerima hadiah kita, berarti dia
adalah seorang raja, kalian boleh memeranginya. Dan jika dia menolaknya,
berarti dia seorang nabi, maka ikutilah dia oleh kalian."
Firman-Nya
فَلَمَّا جَاءَ سُلَيْمَانَ قَالَ أَتُمِدُّونَنِي بِمَالٍ فَمَا آتَانِيَ
اللَّهُ خَيْرٌ مِمَّا آتَاكُمْ بَلْ أَنْتُمْ بِهَدِيَّتِكُمْ تَفْرَحُونَ
(36) ارْجِعْ إِلَيْهِمْ فَلَنَأْتِيَنَّهُمْ بِجُنُودٍ لَا قِبَلَ لَهُمْ
بِهَا وَلَنُخْرِجَنَّهُمْ مِنْهَا أَذِلَّةً وَهُمْ صَاغِرُونَ (37)
Maka tatkala utusan itu sampai kepada Sulaiman, Sulaiman berkata,
"Apakah (patut) kamu menolong aku dengan harta? Maka apa yang diberikan
Allah kepadaku lebih baik daripada apa yang kalian berikan; tetapi
kalian merasa bangga dengan hadiah kalian. Kembalilah kepada mereka,
sungguh kami akan mendatangi mereka dengan bala tentara yang mereka
tidak kuasa melawannya, dan pasti kami akan mengusir mereka dari negeri
itu (Saba) dengan terhina dan mereka menjadi (tawanan-tawanan) yang hina
dina.” (QS An-Naml Ayat 36-37)
Ulama tafsir Salaf dan lain-lainnya telah menceritakan bahwa Ratu Balqis
mengirimkan hadiah yang sangat besar jumlahnya kepada Nabi Sulaiman,
berupa sejumlah emas, permata, mutiara, dan lain-lainnya. Sebagian dari
ulama tafsir mengatakan bahwa ia mengirimkan hadiah berupa emas-emas
batangan. Pendapat yang benar mengatakan bahwa Ratu Balqis mengirimkan
hadiah berupa wadah-wadah yang semuanya terbuat dari emas.
Mujahid dan Sa'id ibnu Jubair serta selain keduanya mengatakan bahwa
Balqis mengirimkan pelayan-pelayan wanita yang berpakaian
pelayan-pelayan pria, serta pelayan-pelayan pria yang berpakaian wanita.
Lalu Ratu Balqis berkata, "Jika Sulaiman mengetahui bahwa yang
berpakaian pria adalah pelayan wanita, dan yang berpakaian wanita adalah
pelayan pria, berarti dia adalah seorang nabi."
Kemudian Nabi Sulaiman memerintahkan kepada mereka untuk melakukan wudu.
Maka pelayan yang wanita menuangkan air ke tangannya, sedangkan pelayan
yang pria mencedokkan tangannya ke air. Melalui hal inilah Nabi
Sulaiman dapat membedakan mereka.
Menurut pendapat lain, bahkan pelayan yang asalnya wanita terlebih
dahulu mencuci bagian dalam tangannya sebelum bagian luarnya, dan dengan
pelayan yang asalnya pria sebaliknya. Menurut pendapat yang lainnya
lagi, pelayan yang wanita mencuci tangannya dari telapak tangan sampai
ke sikunya, sedangkan pelayan yang pria mencuci tangannya dari siku ke
telapak tangannya. Pada kesimpulannya tidak ada pertentangan di antara
pendapat-pendapat tersebut, hanya Allah Yang Maha Mengetahui.
Sebagian ulama menceritakan bahwa Balqis mengirimkan kepada Nabi
Sulaiman sebuah wadah air agar dipenuhi oleh Nabi Sulaiman dengan air
yang bukan berasal dari langit, bukan pula dari bumi. Maka Nabi Sulaiman
melarikan kudanya; dan manakala kuda itu berkeringat, lalu dia
menampungnya dan memenuhi wadah tersebut dengan keringat kudanya. Balqis
pun mengirimkan mutiara serta talinya agar mutiara-mutiara itu
diuntaikan dengan tali tersebut, dan semua permintaannya itu dipenuhi
oleh Nabi Sulaiman a.s. Hanya Allah-lah yang mengetahui, apakah hal itu
benar ataukah tidak, yang jelas kisah-kisah seperti ini bersumber dari
kisah Israiliyat.
Pada kesimpulannya Nabi Sulaiman a.s. tidak melirik sedikit pun terhadap
hadiah yang mereka bawa dan tidak memperhatikannya, bahkan berpaling
darinya. Lalu Nabi Sulaiman a.s. berkata dengan nada yang menyanggah:
{أَتُمِدُّونَنِي بِمَالٍ}
Apakah (patut) kamu menolong aku dengan harta?(An-Naml: 36)
Yakni apakah kamu membujuk diriku dengan harta ini agar aku membiarkan
kalian tetap dalam kemusyrikan kalian dan agar kerajaan kalian tetap
lestari?
{فَمَا آتَانِيَ اللَّهُ خَيْرٌ مِمَّا آتَاكُمْ}
maka apa yang diberikan Allah kepadaku lebih baik daripada apa yang kalian bawa. (An-Naml: 36)
Yaitu kerajaan, harta, dan bala tentara yang diberikan oleh Allah kepadaku jauh lebih baik daripada apa yang ada pada kalian.
{بَلْ أَنْتُمْ بِهَدِيَّتِكُمْ تَفْرَحُونَ}
tetapi kalian merasa bangga dengan hadiah kalian.(An-Naml: 36)
Maksudnya, kalianlah orang-orang yang memburu hadiah dan cindera mata,
tetapi aku tidak mau menerima kecuali kamu masuk Islam atau perang.
Al-A'masy telah meriwayatkan dari Al-Minhal ibnu Amr, dari Sa'id ibnu
Jubair, dari Ibnu Abbas r.a., bahwa Nabi Sulaiman memerintahkan kepada
setan-setan untuk menyulap seribu istananya menjadi istana emas dan
perak. Ketika utusan-utusan Ratu Balqis tiba dan melihat hal tersebut,
mereka berkata, "Apakah artinya hadiah kita ini baginya?" Dalam hal ini
terkandung dalil yang menunjukkan boleh menghias istana dan kerajaan
untuk menyambut kedatangan para delegasi dan para pengunjung.
{ارْجِعْ إِلَيْهِمْ}
Kembalilah kepada mereka. (An-Naml: 37)
dengan membawa kembali hadiah kalian ini.
{فَلَنَأْتِيَنَّهُمْ بِجُنُودٍ لَا قِبَلَ لَهُمْ بِهَا}
sungguh kami akan mendatangi mereka dengan bala tentara yang mereka tidak kuasa melawannya. (An-Nam 1:37)
Artinya, mereka tidak mempunyai kekuatan yang seimbang untuk melawannya.
{وَلَنُخْرِجَنَّهُمْ مِنْهَا}
dan pasti kami akan mengusir mereka dari negeri itu (Saba) dengan terhina. (An-Naml: 37)
Yakni Kami akan mengeluarkan mereka sebenar-benarnya dari negeri mereka dalam keadaan hina.
{أَذِلَّةً وَهُمْ صَاغِرُونَ}
dan mereka menjadi (tawanan-tawanan) yang hina dina. (An-Naml: 37)
Yaitu dalam keadaan hina dan terkalahkan.
Setelah utusan-utusan itu kembali kepada ratu mereka dengan membawa
kembali hadiahnya dan pesan-pesan dari Nabi Sulaiman, maka ratu mereka
juga kaumnya tunduk dan patuh. Lalu ia berangkat bersama bala tentaranya
menuju ke negeri Nabi Sulaiman dengan rasa tunduk, menyerah dan
menghormati Nabi Sulaiman serta berniat akan mengikuti agama Islam.
Ketika Nabi Sulaiman mengetahui kedatangan mereka, gembiralah ia dan
sangat senang.
Firman-Nya
قَالَ يَا أَيُّهَا الْمَلأ أَيُّكُمْ يَأْتِينِي بِعَرْشِهَا قَبْلَ أَنْ
يَأْتُونِي مُسْلِمِينَ (38) قَالَ عِفْريتٌ مِنَ الْجِنِّ أَنَا آتِيكَ
بِهِ قَبْلَ أَنْ تَقُومَ مِنْ مَقَامِكَ وَإِنِّي عَلَيْهِ لَقَوِيٌّ
أَمِينٌ (39) قَالَ الَّذِي عِنْدَهُ عِلْمٌ مِنَ الْكِتَابِ أَنَا آتِيكَ
بِهِ قَبْلَ أَنْ يَرْتَدَّ إِلَيْكَ طَرْفُكَ فَلَمَّا رَآهُ مُسْتَقِرًّا
عِنْدَهُ قَالَ هَذَا مِنْ فَضْلِ رَبِّي لِيَبْلُوَنِي أَأَشْكُرُ أَمْ
أَكْفُرُ وَمَنْ شَكَرَ فَإِنَّمَا يَشْكُرُ لِنَفْسِهِ وَمَنْ كَفَرَ
فَإِنَّ رَبِّي غَنِيٌّ كَرِيمٌ (40)
Sulaiman berkata, "Hai pembesar-pembesar, siapakah di antara kamu
sekalian yang sanggup membawa singgasananya kepadaku sebelum mereka
datang kepadaku sebagai orang-orang yang berserah diri?” 'Ifrit (yang
cerdik) dari golongan jin berkata, "Aku akan datang kepadamu dengan
membawa singgasana itu kepadamu sebelum kamu berdiri dari tempat
dudukmu; sesungguhnya aku benar-benar kuat untuk membawanya lagi dapat
dipercaya.” Berkatalah seorang yang mempunyai ilmu dari Al-Kitab, "Aku
akan membawa singgasana itu kepadamu sebelum matamu berkedip.” Maka
tatkala Sulaiman melihat singgasana itu terletak di hadapannya, ia pun
berkata, "Ini termasuk karunia Tuhanku untuk mencoba aku, apakah aku
bersyukur atau mengingkari (akan nikmatNya).Dan barang siapa yang
bersyukur, maka sesungguhnya ia bersyukur untuk (kebaikan)dirinya
sendiri; dan barang siapa yang ingkar, maka sesungguhnya Tuhanku
Mahakaya lagi Mahamulia.” (QS An-Naml Ayat 38-40)
Muhammad ibnu Ishaq telah meriwayatkan dari Yazid ibnu Ruman yang telah
mengatakan bahwa setelah utusan-utusan itu kembali kepada ratunya dengan
membawa pesan Nabi Sulaiman, maka ratu mereka berkata, "Sesungguhnya,
demi Allah, aku mengetahui bahwa dia bukanlah seorang raja, dan kita
tidak akan mampu melawannya, tiada pula artinya kebesaran kita di
hadapannya." Kemudian Ratu Balqis mengirimkan kurirnya untuk
memberitahukan kepada Nabi Sulaiman bahwa ia akan datang bersama semua
pembesar kaumnya untuk menyaksikan sendiri keadaan Nabi Sulaiman dan
agama yang diserukannya. Kemudian Ratu Balqis memerintahkan agar
singgasana yang biasa dipakai duduk olehnya diamankan. Singgasananya
terbuat dari emas yang dihiasi dengan batu yaqut, zabarjad, dan mutiara,
lalu disimpan di bagian yang terdalam dari tujuh ruangan yang
berlapis-lapis; masing-masing ruangan dikunci pintunya. Dan Balqis
berkata kepada petugas yang diserahi tugas untuk menggantikan
kedudukannya selama ia pergi, "Jagalah singgasana kerajaanku ini dengan
segenap kekuatan dan fasilitas yang ada pada kamu, jangan biarkan
seorang manusia pun masuk ke dalamnya dan jangan sekali-kali kamu
memperlihatkannya kepada seorang pun sebelum aku datang."
Kemudian berangkatlah Balqis menuju negara Nabi Sulaiman bersama dua
belas ribu iring-iringan yang terdiri dari semua raja negeri Yaman;
masing-masing iringan terdiri dari ribuan prajurit. Nabi Sulaiman
Menugaskan jin-jin untuk memantau perjalanan Ratu Balqis dan melaporkan
kepadanya setiap hari dan malamnya. Manakala Ratu Balqis beserta
iringannya telah dekat, maka Nabi Sulaiman mengumpulkan semua jin dan
manusia yang berada di bawah kekuasaannya, lalu ia berkata kepada
mereka: Hai pembesar-pembesar, siapakah di antara kamu sekalian yang
sanggup membawa singgasananya kepadaku sebelum mereka datang kepadaku
sebagai orang-orang yang berserah diri? (An-Naml: 38)
Qatadah mengatakan bahwa ketika sampai kepada Nabi Sulaiman bahwa Balqis
akan tiba dan telah diceritakan kepadanya perihal singgasana Balqis,
maka ia merasa kagum dengan kisahnya. Disebutkan bahwa singgasana Balqis
terbuat dari emas, kaki-kakinya terbuat dari mutiara dan batu permata,
sedangkan penutupnya terbuat dari kain sutra tebal dan kain sutra tipis;
dan singgasana itu diletakkan di balik pintu sembilan lapis. Maka Nabi
Sulaiman tertarik ingin merampas singgasana itu, tetapi ia tidak suka
bila merampasnya, sedangkan pemiliknya telah masuk Islam. Nabi Sulaiman
a.s. telah mengetahui bahwa bilamana mereka telah masuk Islam, maka
haramlah harta benda dan darah mereka baginya. Untuk itu ia berkata: Hai
pembesar-pembesar, siapakah di antara kamu sekalian yang sanggup
membawa singgasananya kepadaku sebelum mereka datang kepadaku sebagai
orang-orang yang berserah diri? (An-Naml: 38.
Hal yang sama telah dikatakan oleh Ata Al-Khurrasani, As-Saddi, dan Zuhair ibnu Muhammad.
{قَبْلَ أَنْ يَأْتُونِي مُسْلِمِينَ}
sebelum mereka datang kepadaku sebagai orang-orang yang berserah diri? (An-Naml: 38)
Bila telah demikian, berarti haram bagiku harta benda mereka karena mereka telah masuk Islam.
{قَالَ عِفْريتٌ مِنَ الْجِنِّ}
'Ifrit (yang cerdik) dari golongan jin berkata. (An-Naml: 39)
Menurut Mujahid, 'Ifrit artinya jin yang jahat. Syu'aib Al-Jiba-i
mengatakan bahwa nama 'Ifrit itu adalah Kauzan. Hal yang sama telah
dikatakan oleh Muhammad ibnu Ishaq, dari Yazid ibnu Ruman; dan hal yang
sama dikatakan pula oleh Wahb ibnu Munabbih dan Abu Saleh, disebutkan
bahwa besarnya 'Ifrit tersebut sama dengan sebuah bukit.
{أَنَا آتِيكَ بِهِ قَبْلَ أَنْ تَقُومَ مِنْ مَقَامِكَ}
Aku akan datang kepadamu dengan membawa singgasana itu kepadamu sebelum kamu berdiri dari tempat dudukmu. (An-Naml: 39)
Ibnu Abbas mengatakan, makna yang dimaksud ialah sebelum Nabi Sulaiman
bangkit meninggalkan majelisnya. Mujahid mengatakan, dari tempat
duduknya. As-Saddi dan lain-lainnya mengatakan bahwa Sulaiman a.s. biasa
duduk di majelisnya untuk melakukan peradilan dan keputusan hukum di
antara orang-orang, juga untuk memberi makan mulai dari permulaan siang
hari hingga matahari tergelincir.
{وَإِنِّي عَلَيْهِ لَقَوِيٌّ أَمِينٌ}
sesungguhnya aku benar-benar kuat untuk membawanya lagi dapat dipercaya. (An-Naml: 39)
Ibnu Abbas mengatakan, bahwa 'Ifrit itu kuat membawanya lagi dapat
dipercaya untuk menjaga semua permata yang ada di dalam singgasana itu.
Maka Nabi Sulaiman berkata, "Aku menginginkan lebih cepat dari itu."
Dapat disimpulkan bahwa Nabi Sulaiman bermaksud mendatangkan singgasana
itu untuk menampakkan kebesaran dari apa yang telah dianugerahkan oleh
Allah kepadanya, yaitu kerajaan dan bala tentara yang ditundukkan
untuknya; belum pernah ada seorang pun yang dianugerahi pemberian
seperti itu dan tidak pula sesudahnya. Agar hal tersebut dijadikan
sebagai bukti kenabiannya di hadapan Ratu Balqis dan kaumnya. Karena
suatu hal yang luar biasa bila singgasananya didatangkan seperti apa
adanya (utuh) sebelum mereka datang ke hadapan Sulaiman a.s. Padahal
singgasana itu ditaruh di tempat yang terkunci berlapis-lapis dan di
bawah pengawalan dan penjagaan yang sangat ketat. Ketika Sulaiman a.s.
mengatakan bahwa ia menginginkan yang lebih cepat dari itu,
{قَالَ الَّذِي عِنْدَهُ عِلْمٌ مِنَ الْكِتَابِ}
Berkatalah seorang yang mempunyai ilmu dari Al-Kitab. (An-Naml: 40)
Ibnu Abbas mengatakan bahwa nama orang itu adalah Asif, sekretaris Nabi
Sulaiman. Hal yang sama diriwayatkan oleh Muhammad ibnu Ishaq, dari
Yazid ibnu Ruman yang telah mengatakan bahwa nama orang tersebut adalah
Asif ibnu Barkhia, dia adalah seorang yang jujur lagi mengetahui Ismul
A'zam.
Qatadah mengatakan bahwa nama orang tersebut adalah Asif, seorang yang
beriman dari kalangan manusia. Hal yang sama telah dikatakan oleh Abu
Saleh, Ad-Dahhak, dan Qatadah, bahwa dia adalah seorang manusia. Qatadah
menyebutkan keterangan yang lebih lengkap, bahwa orang itu berasal dari
Bani Israil. Mujahid mengatakan bahwa nama orang itu adalah Astum.
Menurut Qatadah dalam riwayat lain yang bersumber darinya, menyebutkan
bahwa nama orang itu adalah Balikha.
Zuhair ibnu Muhammad mengatakan, dia adalah seorang lelaki yang dikenal
dengan nama Zun Nur. Abdullah ibnu Lahi'ah menduga bahwa lelaki tersebut
adalah Khidir, tetapi pendapatnya ini aneh sekali.
Firman Allah Swt.:
{أَنَا آتِيكَ بِهِ قَبْلَ أَنْ يَرْتَدَّ إِلَيْكَ طَرْفُكَ}
Aku akan membawa singgasana itu kepadamu sebelum matamu berkedip. (An-Naml: 40)
Orang itu berkata kepada Sulaiman a.s., "Angkatlah pandangan matamu ke
atas dan lihatlah sejauh matamu memandang, maka sesungguhnya bila matamu
merasa lelah dan berkedip, singgasana itu telah berada di hadapanmu."
Wahb ibnu Munabbih mengatakan, "Layangkanlah pandangan matamu sejauh
mataku memandang, maka sebelum pandangan matamu mencapai pemandangan
yang terjauh, aku telah dapat mendatangkan singgasana itu." Para ulama
menyebutkan bahwa Asif meminta kepada Sulaiman a.s. agar memandang ke
arah negeri Yaman tempat singgasana itu terdapat, lalu Asif berwudu dan
berdoa kepada Allah. Mujahid mengatakan bahwa Asif mengatakan dalam
doanya, "Ya Zal Jalali Wal Ikram," yang artinya "Ya Tuhan yang memiliki
keagungan dan kemuliaan".
Az-Zuhri mengatakan bahwa Asif mengatakan dalam doanya, "Ya Tuhan kami
dan Tuhan segala sesuatu, yaitu Tuhan Yang Maha Esa, tiada Tuhan yang
berhak disembah kecuali hanya Engkau, datangkanlah 'Arasynya kepadaku."
Maka seketika itu juga singgasana ('Arasy)nya berada di hadapannya. ,
Mujahid, Sa'id ibnu Jubair, Muhammad ibnu Ishaq, Zuhair ibnu Muhammad,
dan lain-lainnya mengatakan bahwa setelah berdoa memohon kepada Allah
Swt. agar singgasana Balqis didatangkan di hadapannya, saat itu
singgasana berada di negeri Yaman, sedangkan Nabi Sulaiman berada di
Baitul Maqdis, maka singgasana Balqis hilang dan masuk ke dalam tanah
kemudian muncul di hadapan Sulaiman a.s.
Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam mengatakan, Sulaiman tidak menyadari
bahwa singgasana Balqis dalam sekejap mata telah berada di hadapannya.
Dan yang membawa ke hadapannya adalah salah seorang dari hamba Allah
yang ada di laut. Setelah singgasana Balqis berada di hadapannya dan
para pembesar kerajaannya menyaksikan hal itu,
{قَالَ هَذَا مِنْ فَضْلِ رَبِّي}
ia pun berkata, "Ini termasuk karunia Tuhanku.”(An-Naml: 40)
Yaitu ini adalah nikmat Allah yang diberikan kepadaku.
{أَأَشْكُرُ أَمْ أَكْفُرُ وَمَنْ شَكَرَ فَإِنَّمَا يَشْكُرُ لِنَفْسِهِ}
untuk mencoba aku, apakah aku bersyukur atau mengingkari (akan
nikmat-Nya). Dan barang siapa yang bersyukur, maka sesungguhnya dia
bersyukur untuk (kebaikan) dirinya sendiri. (An-Naml: 40)
Ayat ini semakna dengan apa yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman Allah Swt. yang mengatakan:
{مَنْ عَمِلَ صَالِحًا فَلِنَفْسِهِ وَمَنْ أَسَاءَ فَعَلَيْهَا}
Barang siapa yang mengerjakan amal yang saleh, maka (pahalanya) untuk
dirinya sendiri; dan barang siapa yang berbuat jahat, maka (dosanya)atas
dirinya sendiri. (Fussilat: 46)
{وَمَنْ عَمِلَ صَالِحًا فَلأنْفُسِهِمْ يَمْهَدُونَ}
dan barang siapa yang beramal saleh, maka untuk diri mereka sendirilah
mereka menyiapkan (tempat yang menyenangkan). (Ar-Rum: 44)
Adapun firman Allah Swt.:
{وَمَنْ كَفَرَ فَإِنَّ رَبِّي غَنِيٌّ كَرِيمٌ}
Dan barang siapa yang ingkar, maka sesungguhnya Tuhanku Mahakaya lagi Mahamulia. (An-Naml: 40)
Artinya Allah Mahakaya, tidak memerlukan hamba-hamba-Nya dan juga penyembahan mereka,
{كَرِيمٌ}
lagi Mahamulia. (An-Naml: 40)
Zat Allah Mahamulia, sekalipun tidak ada seseorang yang menyembah-Nya,
kebesaran Allah tidak memerlukan kepada seseorang pun dari makhluk-Nya.
Hal ini sama seperti yang diungkapkan oleh Musa:
{إِنْ تَكْفُرُوا أَنْتُمْ وَمَنْ فِي الأرْضِ جَمِيعًا فَإِنَّ اللَّهَ لَغَنِيٌّ حَمِيدٌ}
Jika kamu dan orang-orang yang ada di muka bumi semuanya mengingkari
(nikmat Allah), maka sesungguhnya Allah Mahakaya lagi Maha
Terpuji.(Ibrahim: 8)
Di dalam kitab Sahih Muslim disebutkan bahwa Allah Swt. telah berfirman dalam hadis Qudsi-Nya:
"يَقُولُ اللَّهُ تَعَالَى: يَا عِبَادِي لَوْ أَنَّ أَوَّلَكُمْ
وَآخِرَكُمْ، وَإِنْسَكُمْ وَجِنَّكُمْ كَانُوا عَلَى أَتْقَى قَلْبِ
رَجُلٍ مِنْكُمْ، مَا زَادَ ذَلِكَ فِي مُلْكِي شَيْئًا. يَا عِبَادِي،
لَوْ أَنَّ أَوَّلَكُمْ وَآخِرَكُمْ، وَإِنْسَكُمْ وَجِنَّكُمْ، كَانُوا
عَلَى أَفْجَرِ قَلْبِ رَجُلٍ مِنْكُمْ، مَا نَقَصَ ذَلِكَ مِنْ مِلْكِي
شَيْئًا. يَا عِبَادِي، إِنَّمَا هِيَ أَعْمَالُكُمْ أُحْصِيهَا لَكُمْ
[ثُمَّ أُوَفِّيكُمْ إِيَّاهَا] فَمَنْ وَجَدَ خَيْرًا فَلْيَحْمَدِ
اللَّهَ، وَمِنْ وَجَدَ غَيْرَ ذلك فلا يلومن إلا نفسه"
Hai hamba-hamba-Ku, seandainya orang-orang yang pertama dan orang-orang
yang terkemudian dari kalian; baik manusia maupun jin semuanya bertakwa
seperti seseorang yang paling bertakwa di antara kalian, maka hal itu
sama sekali tidak menambah apa pun di dalam kerajaan-Ku. Hai
hamba-hamba-Ku, seandainya orang-orang yang pertama dari kalian dan yang
terkemudian baik manusia maupun jin semuanya durhaka seperti orang yang
paling durhaka di antara kalian, maka hal itu sama sekali tidak
mengurangi sedikit pun dalam kerajaan-Ku. Hai hamba-hamba-Ku,
sesungguhnya hal itu hanyalah amal perbuatan kalian, Akulah yang
menghitung hitungnya bagi kalian, kemudian Aku tunaikan bagi kalian
pembalasannya. Barang siapa yang menjumpai kebaikan (dalam balasannya),
hendaklah ia memuji kepada Allah; dan barang siapa yang menjumpai selain
dari itu, maka jangan sekali-kali ia mencela kecuali dirinya sendiri.
Firman-Nya
قَالَ نَكِّرُوا لَهَا عَرْشَهَا نَنْظُرْ أَتَهْتَدِي أَمْ تَكُونُ مِنَ
الَّذِينَ لَا يَهْتَدُونَ (41) فَلَمَّا جَاءَتْ قِيلَ أَهَكَذَا عَرْشُكِ
قَالَتْ كَأَنَّهُ هُوَ وَأُوتِينَا الْعِلْمَ مِنْ قَبْلِهَا وَكُنَّا
مُسْلِمِينَ (42) وَصَدَّهَا مَا كَانَتْ تَعْبُدُ مِنْ دُونِ اللَّهِ
إِنَّهَا كَانَتْ مِنْ قَوْمٍ كَافِرِينَ (43) قِيلَ لَهَا ادْخُلِي
الصَّرْحَ فَلَمَّا رَأَتْهُ حَسِبَتْهُ لُجَّةً وَكَشَفَتْ عَنْ
سَاقَيْهَا قَالَ إِنَّهُ صَرْحٌ مُمَرَّدٌ مِنْ قَوَارِيرَ قَالَتْ رَبِّ
إِنِّي ظَلَمْتُ نَفْسِي وَأَسْلَمْتُ مَعَ سُلَيْمَانَ لِلَّهِ رَبِّ
الْعَالَمِينَ (44)
Dia berkata, "Ubahlah baginya singgasananya; maka kita akan melihat
apakah dia mengenal ataukah dia termasuk orang-orang yang tidak
mengenal(nya).” Dari ketika Balqis datang, ditanyakanlah kepadanya,
"Serupa inikah singgasanamu?” Dia menjawab, "Seakan-akan singgasana ini
singgasanaku, kami telah diberi pengetahuan sebelumnya dan kami adalah
orang-orang yang berserah diri.” Dan apa yang disembahnya selama ini
selain Allah, mencegahnya (untuk melahirkan keislamannya),karena
sesungguhnya dia dahulunya termasuk orang-orang yang kafir. Dikatakan
kepadanya, "Masuklah ke dalam istana.” Maka tatkala dia melihat lantai
istana itu, dikiranya kolam air yang besar, dan disingkapkannya kedua
betisnya. Berkatalah Sulaiman, "Sesungguhnya ia adalah istana licin
terbuat dari kaca.” Berkatalah Balqis, "Ya Tuhanku, sesungguhnya aku
telah berbuat zalim terhadap diriku dan aku berserah diri bersama
Sulaiman kepada Allah, Tuhan semesta alam.” (QS An-Naml Ayat 41-44)
Setelah singgasana Balqis didatangkan kepada Nabi Sulaiman sebelum
Balqis tiba di hadapannya, maka ia memerintahkan agar singgasana itu
dirubah sebagian spesifikasinya (sebagian ciri khasnya) untuk menguji
pengetahuan dan kekuatan daya ingatnya saat melihat singgasananya yang
telah diubah itu. Apakah dia dapat menebak bahwa itu adalah
singgasananya ataukah tidak dapat menebaknya? Untuk itu Nabi Sulaiman
berkata:
{نَكِّرُوا لَهَا عَرْشَهَا نَنْظُرْ أَتَهْتَدِي أَمْ تَكُونُ مِنَ الَّذِينَ لَا يَهْتَدُونَ}
"Ubahlah baginya singgasananya; maka kita akan melihat apakah dia
mengenal ataukah dia termasuk orang-orang yang tidak
mengenalinya).”(An-Naml: 41)
Ibnu Abbas mengatakan, Sebagian aksesori singgasana itu dilepas.
Mujahid mengatakan bahwa Sulaiman a.s. memerintahkan agar apa yang
tadinya berwarna merah diubah dengan warna kuning, yang tadinya berwarna
kuning diubah menjadi merah, dan yang tadinya berwarna hijau diubah
menjadi merah, semua warna diubah dari keadaan semula.
Ikrimah mengatakan bahwa mereka melakukan penambahan dan pengurangan pada singgasana tersebut.
Qatadah mengatakan bahwa yang tadinya diletakkan di bagian atas ditaruh
di bawah, dan yang tadinya ditaruh di belakang diletakkan di muka, lalu
mereka melakukan sedikit modifikasi penambahan dan pengurangan padanya.
{فَلَمَّا جَاءَتْ قِيلَ أَهَكَذَا عَرْشُكِ}
Dan ketika Balqis datang, ditanyakanlah kepadanya, “Serupa inikah singgasanamu?” (An-Naml: 42)
Ditampilkan ke hadapan Balqis singgasananya yang telah diubah dan yang
telah dimodifikasi dengan sedikit penambahan dan pengurangan. Namun Ratu
Balqis berakal cerdik dan teliti. Selain itu orangnya pandai, berwibawa
dan tegas. Maka ia tidak berani tergesa-gesa memutuskan bahwa itu
adalah singgasananya, mengingat jarak perjalanan yang sangat jauh
(antara Yaman dan Baitul Maqdis). Ia tidak berani pula mengatakan bahwa
singgasana itu adalah yang lain, mengingat padanya masih banyak terdapat
ciri-ciri khas singgasana miliknya yang masih utuh, hanya telah
mengalami modifikasi dan perubahan. Maka ia mengatakan:
{كَأَنَّهُ هُوَ}
Seakan-akan singgasana ini singgasanaku. (An-Naml: 42)
Yakni mirip dengannya dan sangat mendekatinya, Ungkapan ini menunjukkan kecerdikan dan kecermatannya.
Firman Allah Swt.:
{وَأُوتِينَا الْعِلْمَ مِنْ قَبْلِهَا وَكُنَّا مُسْلِمِينَ}
kami telah diberi pengetahuan sebelumnya dan kami adalah orang-orang yang berserah diri. (An-Naml: 42)
Menurut Mujahid, yang mengatakan ini adalah Nabi Sulaiman.
Firman Allah Swt.:
{وَصَدَّهَا مَا كَانَتْ تَعْبُدُ مِنْ دُونِ اللَّهِ إِنَّهَا كَانَتْ مِنْ قَوْمٍ كَافِرِينَ}
Dan apa yang disembahnya selama ini selain Allah mencegahnya (untuk
melahirkan keislamannya),karena sesungguhnya dia dahulunya termasuk
orang-orang yang kafir. (An-Naml: 43)
Ini pun merupakan kelanjutan dari perkataan Nabi Sulaiman a.s. menurut
pendapat Mujahid, Sa'id ibnu Jubair, serta selain keduanya. Yakni Nabi
Sulaiman mengatakan: kami telah diberi pengetahuan sebelumnya dan kami
adalah orang-orang yang berserah diri. (An-Naml: 42) Sedangkan Balqis
dihalang-halangi untuk menyembah Allah semata oleh: apa yang disembahnya
selama ini selain Allah, karena sesungguhnya dia dahulunya termasuk
orang-orang yang kafir. (An-Naml: 43)
Ini menurut apa yang dikatakan oleh Mujahid, Sa'id, dan Hasan; Ibnu Jarir pun mengatakan hal yang sama.
Kemudian Ibnu Jarir mengatakan, dapat pula ditakwilkan bahwa damir yang
terkandung di dalam firman-Nya, "Wasaddaha," kembali (merujuk) kepada
Sulaiman atau kepada Allah Swt. Yakni Allah atau Nabi Sulaiman
mencegahnya untuk menyembah selain Allah, karena sesungguhnya dia
dahulunya termasuk orang-orang yang kafir.(An-Naml: 43)
Menurut hemat kami, pendapat Mujahid diperkuat oleh firman selanjutnya
yang membuktikan bahwa sesungguhnya Balqis baru menampakkan keislamannya
hanyalah setelah ia memasuki istana kaca.
Firman Allah Swt.:
{قِيلَ لَهَا ادْخُلِي الصَّرْحَ فَلَمَّا رَأَتْهُ حَسِبَتْهُ لُجَّةً وَكَشَفَتْ عَنْ سَاقَيْهَا}
Dikatakan kepadanya.”Masuklah ke dalam istana.” Maka tatkala dia melihat
lantai istana itu, dikiranya kolam air yang besar, dan disingkapkannya
kedua betisnya.t (An-Naml: 44)
Demikian itu karena sebelumnya Nabi Sulaiman memerintahkan kepada
setan-setan agar membangunkan istana besar dari kaca untuknya, lalu
dialirkan air di bawah istana tersebut. Bagi orang yang tidak
mengetahuinya tentu akan menyangkanya air, padahal ada kaca yang
menghalang-halanginya.
Para ulama berbeda pendapat tentang motivasi yang mendorong Nabi
Sulaiman membuat istana kaca tersebut. Menurut suatu pendapat, karena
Nabi Sulaiman bertekad akan mengawininya dan menjadikannya sebagai teman
hidupnya, mengingat Balqis adalah wanita yang cantik dan mempesona.
Tetapi menurut desas-desus, betisnya penuh dengan bulu, dan tumit
kakinya seperti tumit kaki hewan (berteracak). Mendengar berita itu Nabi
Sulaiman merasa tidak enak, maka sengaja ia membuat istana tersebut
untuk membuktikan kebenaran dari berita tersebut.
Demikianlah menurut kisah yang dituturkan oleh Muhammad ibnu Ka'b Al-Qurazi dan lain-lainnya.
Setelah Balqis memasuki istana itu dan menyingkapkan kainnya dari
betisnya, maka Nabi Sulaiman melihat betis dan kakinya sangat indah.
Belum pernah ia melihat wanita yang memiliki betis seindah itu, tetapi
sayangnya betisnya berbulu. Karena Balqis adalah seorang ram lagi masih
belum bersuami, maka Sulaiman menginginkan agar bulu itu dilenyapkan
dari kedua kakinya. Lalu ada yang mengatakan kepadanya bahwa cara
melenyapkannya adalah dengan memakai pisau cukur, tetapi tukang cukur
mengatakan tidak mampu melenyapkannya.
Nabi Sulaiman tidak suka dengan rambut tersebut, akhirnya ia mengatakan
kepada jin, "Buatlah sesuatu selain pisau cukur untuk melenyapkan rambut
itu." Maka jin membuatkan untuk Nabi Sulaiman obat Nurah yang khusus
untuk menghilangkan rambut. Sejak saat itulah bahan tersebut terkenal
sebagai obat pelenyap rambut. Demikianlah menurut pendapat Ibnu Abbas,
Mujahid, Ikrimah, Muhammad ibnu Ka'b Al-Qurazi, As-Saddi, Ibnu Juraij,
dan lain-lainnya.
Muhammad ibnu Ishaq telah meriwayatkan dari Yazid ibnu Ruman, bahwa lalu
Nabi Sulaiman berkata kepada Balqis, "Masuklah ke dalam istana ini,"
dengan maksud untuk memperlihatkan kepadanya istana yang lebih megah
daripada istananya, dan kerajaan yang jauh lebih besar daripada
kerajaannya.
Ketika Balqis memasukinya, ia menduga bahwa istana itu kolam air. Maka
ia mengangkat kainnya sehingga kedua betisnya kelihatan, karena ia tidak
ragu bahwa ia akan memasuki kolam air. Maka dikatakan kepadanya bahwa
itu adalah istana licin yang terbuat dari kaca.
Setelah Balqis berdiri di hadapan Sulaiman a.s., maka Sulaiman
mengajaknya untuk menyembah Allah Swt. dan mengecam penyembahan dia
terhadap matahari selain dari Allah.
Al-Hasan Al-Basri mengatakan, ketika Ratu Balqis menyaksikan istana kaca
itu, ia merasa yakin bahwa dirinya telah melihat istana yang lebih
besar daripada istananya.
Muhammad ibnu Ishaq telah meriwayatkan dari sebagian ulama, dari Wahb
ibnu Munabbih yang telah menceritakan bahwa Sulaiman memerintahkan
kepada para setan agar dibangunkan sebuah istana yang terbuat dari kaca
yang warnanya putih bersih seperti air (yakni sangat jernih), lalu
dialirkan air di bawah istana, kemudian singgasananya diletakkan di
dalamnya dan Nabi Sulaiman duduk di atasnya, sedangkan burung-burung,
jin, dan manusia berada di dalam istana itu mengelilinginya.
Selanjutnya Nabi Sulaiman berkata kepada Balqis. ”Masuklah ke dalam
istana ini," untuk memperlihatkan kepadanya istana yang lebih besar dan
lebih megah daripada istananya. Maka tatkala dia melihat lantai istana
itu, dikiranya kolam air yang besar, dan disingkapkannya kedua betisnya.
(An-Naml: 44) Balqis tidak meragukan lagi bahwa yang dimasukinya adalah
kolam air. Maka dikatakan kepadanya: Sesungguhnya ia adalah istana
licin terbuat dari kaca. (An-Naml: 44)
Setelah Balqis berdiri di hadapan Nabi Sulaiman, maka Nabi Sulaiman
menyerunya untuk menyembah Allah Swt. semata dan mengecam penyembahannya
terhadap matahari selain Allah. Maka Balqis menjawab dengan jawaban
orang-orang kafir zindiq. Hal itu membuat Nabi Sulaiman jatuh menyungkur
bersujud kepada Allah Swt. karena merasa ngeri dengan apa yang
dikatakan oleh Balqis, dan semua orang pun ikut sujud bersamanya.
Menyaksikan pemandangan tersebut Ratu Balqis menyesali perbuatannya, dan
ketika Nabi Sulaiman mengangkat kepalanya dan mengulangi pertanyaannya,
"Celakalah apa yang tadi kamu katakan?" Balqis menjawab, "Saya lupa apa
yang tadi saya katakan," lalu Balqis berkata meralat ucapannya yang
tadi, seperti yang disebutkan oleh firman-Nya:
{رَبِّ إِنِّي ظَلَمْتُ نَفْسِي وَأَسْلَمْتُ مَعَ سُلَيْمَانَ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ}
"Ya Tuhanku, sesungguhnya aku telah berbuat zalim terhadap diriku dan
aku berserah diri bersama Sulaiman kepada Allah, Tuhan semesta alam.”
(An-Naml: 44)
Akhirnya Balqis masuk Islam dan berbuat baik dalam Islamnya.
Imam Abu Bakar ibnu Abu Syaibah sehubungan dengan kisah ini telah meriwayatkan sebuah asar yang garib (aneh).
Ia mengatakan, telah menceritakan kepada kami Al-Husain ibnu Ali, dari
Zaidah, telah menceritakan kepadaku Ata ibnus Sa-ib, telah menceritakan
kepada kami Mujahid ketika kami berada di kabilah Al-Azd; ia mengatakan,
telah menceritakan kepada kami Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa Nabi
Sulaiman duduk di atas singgasananya, kemudian diletakkan kursi-kursi di
sekitarnya. Maka duduklah padanya manusia, lalu jin, lalu setan.
Setelah itu datanglah angin, lalu angin mengangkat mereka, sedangkan
burung-burung menaungi mereka. Kemudian berangkatlah mereka selama masa
yang dikehendaki oleh seorang pengendara; turun istirahat selama sebulan
dan bepergian selama sebulan. Pada suatu hari ketika Nabi Sulaiman
berada dalam perjalanannya, ia mencari-cari burung hud-hud. tetapi
ternyata ia tidak melihatnya. Maka ia berkata, seperti yang disebutkan
oleh firman-Nya: "Mengapa aku tidak melihat hud-hud, apakah dia termasuk
yang tidak hadir? Sungguh aku benar-benar akan mengazabnya dengan azab
yang keras, atau benar-benar menyembelihnya kecuali jika benar-benar dia
datang kepadaku dengan alasan yang terang.” (An-Naml: 20-21). Azab yang
diancamkan oleh Sulaiman a.s. terhadap burung hud-hud ialah bahwa ia
akan mencabuti seluruh bulunya, lalu melemparkannya ke padang pasir,
sehingga akan dimakan oleh semut dan serangga lainnya yang ada di tanah.
Ata mengatakan bahwa Sa'id ibnu Jubair telah meriwayatkan dari Ibnu
Abbas hal yang semisal dengan hadis yang diceritakan oleh Mujahid. Maka
tidak lama kemudian. (An-Naml: 22) sampai dengan firman-Nya: Akan kami
lihat apakah kamu benar, ataukah kamu termasuk orang-orang yang
berdusta. Pergilah dengan(membawa) suratku ini. (An-Naml: 27-28). Lalu
Nabi Sulaiman menulis suratnya, bahwa dengan menyebut nama Allah Yang
Maha Pemurah lagi Maha Penyayang, ditujukan kepada Balqis.Janganlah kamu
sekalian berlaku sombong terhadapku dan datanglah kepadaku sebagai
orang-orang yang berserah diri. (An-Naml: 31). Setelah hud-hud
melemparkan surat itu kepada Balqis yang saat itu terpaku menyaksikan
pemandangan yang menakjubkan itu. Lalu ia buka surat itu dan membacanya,
kemudian ia berkata (kepada para pembesar kerajaannya), "Sesungguhnya
ini adalah surat yang mulia, dan sesungguhnya surat ini dari Sulaiman,
yang isinya mengatakan, 'Janganlah kalian berlaku sombong terhadapku,
dan datanglah kepadaku sebagai orang-orang yang berserah diri'.' Para
pembesar kerajaannya mengatakan, "Kita adalah orang-orang yang mempunyai
kekuatan." Balqis menjawab, "Sesungguhnya raja-raja apabila memasuki
suatu negeri, niscaya mereka membinasakannya, dan sesungguhnya aku akan
mengirimkan kepada mereka (Sulaiman dan para pembesar kerajaannya)
suatu hadiah, dan aku akan menunggu apa yang akan dibawa kembali oleh
utusan-utusan itu." Ketika hadiah itu sampai kepada Sulaiman, ia
mengatakan, "Apakah kalian layak menolong aku dengan harta? Kembalilah
kepada rajamu." Ibnu Abbas melanjutkan kisahnya kepada kami, bahwa
ketika Nabi Sulaiman melihat debu yang beterbangan, sedangkan jarak
antara Nabi Sulaiman dan Ratu Saba dengan pasukannya saat ia melihat
debu yang menandakan kedatangan mereka, sama dengan jarak antara kita
dan negeri Hirah. Ata dan Mujahid mengatakan bahwa saat itu kami berada
di tempat Kabilah Azd. Nabi Sulaiman berkata, "Siapakah di antara kalian
yang dapat mendatangkan singgasana Balqis ke hadapanku ?" Disebutkan
bahwa jarak antara letak singgasana Balqis dan Nabi Sulaiman saat
melihat debu kedatangan mereka sama dengan jarak perjalanan dua
bulan.Berkata 'Ifrit (yang cerdik) dari golongan jin, "Aku akan datang
kepadamu dengan membawa singgasana itu kepadamu sebelum kamu berdiri
dari tempat dudukmu.” (An-Naml: 39) Disebutkan bahwa Nabi Sulaiman
mempunyai majelis yang biasa ia duduk padanya untuk melayani
orang-orang, sebagaimana halnya para raja duduk. Setelah urusannya
selesai, ia baru bangkit meninggalkannya. Maka jin 'Ifrit itu berkata
kepadanya: Aku akan datang kepadamu dengan membawa singgasana itu
kepadamu sebelum kamu berdiri dari tempat dudukmu. (An-Naml: 39)
Sulaiman menjawab, "Aku menginginkan yang lebih cepat dari itu." Maka
berkatalah orang yang mempunyai ilmu dari Al-Kitab, "Aku akan melihat
Kitab Tuhanku, kemudian aku akan mendatangkannya kepadamu sebelum matamu
berkedip." Maka Nabi Sulaiman memandang ke arahnya. Setelah
pembicaraannya selesai, lalu Nabi Sulaiman mengedipkan pandangan
matanya, dan ternyata singgasana Balqis muncul dari bawah telapak kaki
Sulaiman, persis dibawah tempat Nabi Sulaiman meletakkan kedua kakinya,
lalu Nabi Sulaiman menaiki singgasana itu. Setelah Sulaiman a.s. melihat
singgasana Balqis telah berada di hadapannya, maka ia mengatakan: Ini
termasuk karunia Tuhanku. (An-Naml: 40), hingga akhir ayat. Lalu Nabi
Sulaiman berkata: Ubahlah baginya singgasananya! (An-Naml: 41) Setelah
Balqis datang, dikatakan kepadanya: Serupa inikah singgasanamu? Dia
menjawab, "Seakan-akan singgasana ini singgasanaku.” (An-Naml: 42)
Setelah datang di hadapan Sulaiman a.s., maka Balqis meminta dua perkara
kepadanya. Ia berkata kepada Nabi Sulaiman, "Aku menginginkan air yang
bukan berasal dari bumi, bukan pula dari langit." Kebiasaan Nabi
Sulaiman apabila dimintai sesuatu terlebih dahulu meminta saran kepada
manusia, lalu jin, dan terakhir setan. Maka setan-setan berkata, "Itu
mudah, larikanlah kuda, kemudian ambillah keringatnya dan masukkan ke
dalam sebuah wadah." Maka Nabi Sulaiman memerintahkan agar kudanya
dipacu, lalu keringatnya diambil dan dimasukkan ke dalam sebuah wadah.
Sedangkan permintaan yang kedua, Balqis meminta agar Sulaiman memberikan
jawaban kepadanya tentang warna Allah Swt. Maka Sulaiman melompat dari
singgasananya dan menyungkur bersujud seraya berkata, "Ya Tuhanku,
sesungguhnya dia lelah meminta kepadaku suatu perkara yang sangat
memberatkan hatiku bila kukemukakan kepada-Mu" Maka Allah berfirman,
"Angkatlah kepalamu, sesungguhnya Akulah yang memberikan kecukupan
kepadamu terhadap mereka." Maka Sulaiman a.s. kembali duduk di atas
singgasananya dan bertanya, "Apakah yang engkau katakan tadi?” Balqis
menjawab, "Saya tidak meminta kepadamu selain dari air." Lalu Nabi
Sulaiman menanyakan kepada bala tentaranya tentang apa yang telah
dimintanya. Mereka menjawab, "Balqis tidak meminta kepadamu selain air."
Mereka semua dibuat lupa oleh Allah Swt. Setan-setan berkata,
"Sesungguhnya Sulaiman bermaksud menjadikan Balqis sebagai istrinya; dan
jika ia menjadikannya sebagai istrinya, lalu lahirlah anak-anak
darinya, pastilah kita terus-menerus diperbudak olehnya." Kemudian
setan-setan itu membuat istana yang licin dari kaca, di dalamnya
terdapat ikan-ikan. Maka dikatakan kepada Balqis, "Masuklah ke dalam
istana." Ketika Balqis melihat istana itu, ia menyangkanya kolam yang
besar. Lalu ia menyingkapkan betisnya, dan ternyata betisnya itu penuh
dengan bulu. Maka Sulaiman berkata, "Ini amat buruk, lalu apakah yang
dapat melenyapkan bulu-bulu itu?" Mereka menjawab, "Pakai saja pisau
cukur." Sulaiman berkata, "Bekas pisau cukur jelek." Maka setan-setan
membuat bahan ramuan khusus yang disebut mirah (untuk melenyapkan
rambut). Bahan ini mula-mula dibuat adalah untuk Nabi Sulaiman.
Kemudian Abu Bakar ibnu Abu Syaibah mengatakan, "Alangkah menariknya kisah ini."
Menurut hemat kami, bahkan kisah ini munkar dangarib sekali, barangkali
kisah ini bersumber dari ilusi Ata ibnus Sa-ib yang disandarkan kepada
Ibnu Abbas. Hanya Allah-lah Yang Maha Mengetahui.
Sebenarnya kisah-kisah seperti ini bersumber dari Ahli Kitab berdasarkan
apa yang mereka temukan di dalam lembaran-lembaran kitab-kitab mereka,
seperti halnya riwayat-riwayat yang bersumber dari Ka'b ibnu Malik dan
Wahb ibnu Munabbih, semoga Allah memaafkan keduanya. Mereka berdua
menukilnya dari berita-berita Bani Israil kepada umat ini;
kisah-kisahnya penuh dengan keanehan dan keajaiban di masa silam,
termasuk pula hal-hal yang benar terjadi dan yang tidak terjadi karena
telah diubah dan diganti serta di-mansukh.
Namun Allah Swt. telah memberikan kecukupan kepada kita dari hal-hal
seperti itu melalui berita yang sahih dari-Nya, lebih bermanfaat dan
lebih jelas, segala puji bagi Allah Swt. yang telah mengaruniakannya
kepada kita.
Pengertian as-sarh menurut bahasa Arab adalah istana dan semua bangunan
yang tinggi (tower). Allah Swt. telah berfirman, menceritakan tentang
Fir'aun, la'natullah, bahwa ia pernah berkata kepada Haman, pembantunya:
{ابْنِ لِي صَرْحًا لَعَلِّي أَبْلُغُ الأسْبَابَ}
Buatkanlah bagiku sebuah bangunan yang tinggi supaya aku sampai ke pintu-pintu. (Al-Mu-min: 36), hingga ayat-ayat berikutnya.
As-sarh juga nama sebuah istana yang tinggi di negeri Yaman. Al-Mumarrad artinya kokoh bangunannya lagi licin (halus).
{مِنْ قَوَارِيرَ}
terbuat dari kaca. (An-Naml: 44)
Yakni istana kaca. Yang dimaksud dengan tamridialah membuatnya licin, dan marid adalah nama sebuah benteng di Daumatul Jandal.
Makna yang dimaksud ialah bahwa Nabi Sulaiman membuat istana besar yang
terbuat dari bahan kaca untuk menyambut kedatangan Balqis, guna
memperlihatkan kepadanya kebesaran kerajaan dan pengaruhnya yang sangat
kuat. Tatkala Balqis melihat apa yang dianugerahkan oleh Allah kepada
Sulaiman berupa kebesaran yang dimilikinya dan ia menyaksikan dengan
mata kepala sendiri kebesaran Nabi Sulaiman, maka tunduklah ia kepada
perintah Allah dan meyakini bahwa dia adalah seorang nabi yang mulia
lagi seorang raja yang besar. Dan Balqis berserah diri kepada Allah
Swt., lalu ia mengatakan:
{رَبِّ إِنِّي ظَلَمْتُ نَفْسِي}
Ya Tuhanku, sesungguhnya aku telah berbuat zalim terhadap diriku. (An-Naml: 44)
Maksudnya, perbuatan-perbuatan zalim yang pernah dilakukannya, yaitu
berupa kekafiran, kemusyrikan, dan penyembahan beserta kaumnya kepada
matahari, selain Allah.
{وَأَسْلَمْتُ مَعَ سُلَيْمَانَ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ}
dan aku berserah diri bersama Sulaiman kepada Allah, Tuhan semesta alam. (An-Naml: 44)
Artinya, Balqis mengikuti agama Nabi Sulaiman a.s., yaitu menyembah
Allah semata, tiada sekutu bagi-Nya, Yang telah menciptakan segala
sesuatu dan menentukan kadarnya masing-masing serapi-rapi nya.
Semoga kita bisa mengambil hikmah pelajaran dari kisah dakwah tersebut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar