Nabi Musa A.S. dan Bani Israil setelah keluar dari Mesir
Dalam perjalanan menuju Thur Sina setelah melintasi lautan di
bahagian utara dari Laut Merah dan setelah mereka merasa aman dari
kejaran Raja Firaun dan kaumnya. Bani Israil yang dipimpin oleh Nabi
Musa itu melihat sekelompok orang-orang yang sedang menyembah berhala
dengan tekunnya.
Berkatalah mrk kepada Nabi Musa: “Wahai Musa, buatlah untuk kamu
sebuah tuhan berhala sebagaimana mrk mempunyai berhala-berhala yang
disembah sebagai tuhan.”
Musa menjawab: “Sesungguhnya kamu ini adalah orang-orang yang bodoh
dan tidak berfikiran sihat. Persembahan mereka itu kepada berhala adalah
perbuatan yang sesat dan bathil serta pasti akan dihancurkan oleh
Allah. Patutkah aku mencari tuhan untuk kamu selain Allah yang telah
memberikan kurnia kepada kamu, dengan menyelamatkan kamu dari Firaun,
melepaskan kamu dari perhambaannya dan penindasannya serta memberikan
kamu kelebihan di atas umat-umat yang lain.Sesungguhnya suatu permintaan
yang aneh drp kamu, bahwa kamu akan mencari tuhan selain Allah yang
demikian besar nikmatnya atas kamu, Allah pencipta langit dan bumi serta
alam semesta. Allah yang baru saja kamu saksikan kekuasaan-Nya dengan
ditenggelamkannya Firaun berserta bala tenteranya untuk keselamatan dan
kelangsungan hidupmu.”
Perjalanan Nabi Musa dan Bani Israil dilanjutkan ke Gurun Sinai di mana panas matahari sgt teriknya dan sunyi dari pohon-pohon atau bangunan di mana orang dpt berteduh di bawahnya. Atas permohonan Nabi Musa yang didesak oleh kaumnya yang sedang kepanasan diturunkan oleh Allah di atas mereka awan yang tebal untuk mrk bernaung dan berteduh di bawahnya dari panas teriknya matahari. Di samping itu tatkala bekalan makanan dan minuman mereka sudah berkurangan dan tidak mencukupi keperluan. Allah menurunkan hidangan makanan “manna” – sejenis makanan yang manis sebagai madu dan “salwa” – burung sebangsa puyuh dengan diiringi firman-Nya: “Makanlah Kami dari makanan-makanan yang baik yang Kami telah turunkan bagimu.”
Perjalanan Nabi Musa dan Bani Israil dilanjutkan ke Gurun Sinai di mana panas matahari sgt teriknya dan sunyi dari pohon-pohon atau bangunan di mana orang dpt berteduh di bawahnya. Atas permohonan Nabi Musa yang didesak oleh kaumnya yang sedang kepanasan diturunkan oleh Allah di atas mereka awan yang tebal untuk mrk bernaung dan berteduh di bawahnya dari panas teriknya matahari. Di samping itu tatkala bekalan makanan dan minuman mereka sudah berkurangan dan tidak mencukupi keperluan. Allah menurunkan hidangan makanan “manna” – sejenis makanan yang manis sebagai madu dan “salwa” – burung sebangsa puyuh dengan diiringi firman-Nya: “Makanlah Kami dari makanan-makanan yang baik yang Kami telah turunkan bagimu.”
Demikian pula tatkala pengikut-pengikut Nabi Musa mengeluh kehabisan
air untuk minum dan mandi di tempat yang tandus dan kering itu, Allah
mewahyukan kepada Musa agar memukul batu dengan tongkatnya. Lalu
memancarlah dari batu yang dipukul itu dua belas mata air, untuk dua
belas suku bangsa Israil yang mengikuti Nabi Musa, masing-masing suku
mengetahui sendiri dari mata air mana mereka mengambil keperluan airnya.
Bani Israil pengikut Nabi Musa yang sangat manja itu, merasa masih belum cukup atas apa yang telah Allah berikan kepada mrk yang telah menyelamatkan mereka dari perhambaan dan penindasan Firaun, memberikan mereka hidangan makanan dan minuman yang lazat dan segar di tempat yang kering dan tandus mereka menuntut lagi dari Nabi Musa agar memohon kepada Allah menurunkan bagi mereka apa yang ditumbuhkan oleh bumi dari rupa-rupa sayur-mayur, seperti ketimun, bawang putih, kacang adas dan bawang merah karena mereka tidak puas dengan satu macam makanan.
Bani Israil pengikut Nabi Musa yang sangat manja itu, merasa masih belum cukup atas apa yang telah Allah berikan kepada mrk yang telah menyelamatkan mereka dari perhambaan dan penindasan Firaun, memberikan mereka hidangan makanan dan minuman yang lazat dan segar di tempat yang kering dan tandus mereka menuntut lagi dari Nabi Musa agar memohon kepada Allah menurunkan bagi mereka apa yang ditumbuhkan oleh bumi dari rupa-rupa sayur-mayur, seperti ketimun, bawang putih, kacang adas dan bawang merah karena mereka tidak puas dengan satu macam makanan.
Terhadap tuntutan mereka yang aneh-aneh itu berkatalah Nabi Musa:
“Mahukah kamu memperoleh sesuatu yang rendah nilai dan harganya sebagai
pengganti dari apa yang lebih baik yang telah Allah kurniakan kepada
kamu? Pergilah kamu ke suatu kota di mana pasti kamu akan dapat apa yang
telah kamu inginkan dan kamu minta.”
Musa bermunajat dengan Allah
Menurut riwayat sementara ahli tafsir, bahawasanya tatkala Nabi Musa
berada di Mesir, ia telah berjanji kepada kaumnya akan memberi mereka
sebuah kitab suci yang dapat digunakan sebagai pedoman hidup yang akan
memberi bimbingan dan sebagai tuntunan bagaimana cara mereka bergaul dan
bermuamalah dengan sesama manusia dan bagaimana mereka harus melakukan
persembahan dan ibadah mereka kepada Allah. Di dalam kitab suci itu
mereka akan dapat petunjuk akan hal-hal yang halal dan haram, perbuatan
yang baik yang diredhai oleh Allah di samping perbuatan-perbuatan yang
mungkar yang dapat mengakibatkan dosa dan murkanya Tuhan.
Maka setelah perjuangan menghadapi Firaun dan kaumnya yang telah
tenggelam binasa di laut, selesai, Nabi Musa memohon kepada Allah agar
diberinya sebuah kitab suci untuk menjadi pedoman dakwah dan risalahnya
kepada kaumnya. Lalu Allah memerintahkan kepadanya agar untuk itu ia
berpuasa selama tiga puluh hari penuh, iaiut semasa bulan Zulkaedah.
Kemudian pergi ke Bukit Thur Sina di mana ia akan diberi kesempatan
bermunajat dengan Tuhan serta menerima kitab penuntun yang diminta.
Setelah berpuasa selama tiga puluh hari penuh dan tiba saat ia harus
menghadap kepada Allah di atas bukit Thur Sina Nabi Musa merasa segan
akan bermunajat dengan Tuhannya dalam keadaan mulutnya berbau kurang
sedap akibat puasanya.
Maka ia menggosokkan giginya dan mengunyah daun-daunan dalam usahanya
menghilangkan bau mulutnya. Ia ditegur oleh malaikat yang datang
kepadanya atas perintah Allah. Berkatalah malaikat itu kepadanya: “Hai
Musa, mengapakah engkau harus menggosokkan gigimu untuk menghilangkan
bau mulutmu yang menurut anggapanmu kurang sedap, padahal bau mulutmu
dan mulut orang-orang yang berpuasa bagi kami adalah lebih sedap dan
lebih wangi dari baunya kasturi. Maka akibat tindakanmu itu, Allah
memerintahkan kepadamu berpuasa lagi selama sepuluh hari sehingga
menjadi lengkaplah masa puasamu sepanjang empat puluh hari.”
Nabi Musa mengajak tujuh puluh orang yang telah dipilih diantara
pengikutnya untuk menyertainya ke bukit Thur Sina dan mengangkat Nabi
Harun sebagai wakilnya mengurus serta memimpin kaum yang ditinggalkan
selama kepergiannya ke tempat bermunajat itu.
Pada saat yang telah ditentukan tibalah Nabi Musa seorang diri di
bukit Thur Sina mendahului tujuh puluh orang yang diajaknya turut serta.
Dan ketika ia ditanya oleh Allah: “Mengapa engkau datang seorang diri
mendahului kaummu, hai Musa?” Ia menjawab: “Mereka sedang menyusul di
belakangku, wahai Tuhanku. Aku cepat-cepat datang lebih dahulu untuk
mencapai redha-Mu.”
Berkatalah Musa dalam munajatnya dengan Allah: “Wahai Tuhamku, nampakkanlah zat-Mu kepadaku, agar aku dapat melihat-Mu”
Allah berfirman: “Engkau tidak akan sanggup melihat-Ku, tetapi
cubalah lihat bukit itu, jika ia tetap berdiri tegak di tempatnya
sebagaimana sedia kala, maka nescaya engkau akan dapat melihat-Ku.” Lalu
menolehlah Nabi Musa mengarahkan pandangannya kejurusan bukit yang
dimaksudkan itu yang seketika itu juga dilihatnya hancur luluh masuk ke
dalam perut bumi tanpa menghilangkan bekas. Maka terperanjatlah Nabi
Musa, gementarlah seluruh tubuhnya dan jatuh pengsan.
Setelah ia sedar kembali dari pengsannya, bertasbih dan bertahmidlah
ia seraya memohon ampun kepada Allah atas kelancangannya itu dan
berkata: “Maha Besarlah Engkau wahai Tuhanku, ampunilah aku dan
terimalah taubatku dn aku akan menjadi orang yang pertama beriman
kepada-Mu.”
Dalam kesempatan bermunajat itu, Allah menerimakan kepada Nabi Musa
kitab suci “Taurat” berupa kepingan-kepingan batu-batu atau kepingan
kayu menurut sementara ahli tafsir yang di dalamnya tertulis segala
sesuatu secara terperinci dan jelas mengenai pedoman hidup dan penuntun
kepada jalan yang diredhai oleh Allah.
Allah mengiring pemberian “Taurat” kepada Musa dengan firman-Nya:
“Wahai Musa, sesungguhnya Aku telah memilih engkau lebih dari
manusia-manusia yang lain di masamu, untuk membawa risalah-Ku dan
menyampaikan kepada hamba-hamba-Ku. Aku telah memberikan kepadamu
keistimewaan dengan dapat bercakap-cakap langsung dengan Aku, maka
bersyukurlah atas segala kurnia-Ku kepadamu dan berpegang teguhlah pada
apa yang Aku tuturkan kepadamu. Dalam kitab yang Aku berikan kepadamu
terhimpun tuntunan dan pengajaran yang akan membawa Bani Israil ke jalan
yang benar, ke jalan yang akan membawa kebahagiaan dunia dan akhirat
bagi mereka. Anjurkanlah kaummu Bani Israil agar mematuhi
perintah-perintah-Ku jika mereka tidak ingin Aku tempatkan mereka di
tempat-tempat orang-orang yang fasiq.”
Bani Israil kembali menyembah patung anak lembu
Nabi Musa berjanji kepada Bani Israil yang ditinggalkan di bawah
pimpinan Nabi Harun bahwa ia tidak akan meninggalkan mereka lebih lama
dari tiga puluh hari, dalam perjalananya ke Thur Sina untuk berminajat
dengan Tuhan. Akan tetapi berhubung dengan adanya perintah Allah kepada
Musa untuk melengkapi jumlah hari puasanya menjadi empat puluh hari,
maka janjinya itu tidak dapat ditepati dan kedatangannya kembali ke
tengah-tengah mereka tertunda menjadi sepuluh hari lebih lama drp yang
telah dijanjikan.
Bani Israil merasa kecewa dan menyesalkan kelambatan kedtgan Nabi
Musa kembali ke tengah-tengah mrk. Mrk menggerutu dan mengomel dengan
melontarkan kata-kata kepada Nabi Musa seolah-olah ia telah meninggalkan
mrk dalam kegelapan dan dalam keadaan yang tidak menentu. Mrk merasa
seakan-akan telah kehilangan pimpinan yang biasanya memberi bimbingan
dan petunjuk-petunjuk kepada mereka.
Keadaan yang tidak puas dan bingung yang sedang meliputi kelompok
Bani Israil itu, digunakan oleh seprg munafiq, bernama Samiri yang telah
berhasil menyusup ke tengah-tengah mrk, sebagai kesempatan yang baik
untuk menyebarkan benih syiriknya dan merusakkan akidah para pengikut
Nabi Musa yang baru saja menerima ajaran tauhid dan iman kepada Allah.
Samiri yang munafiq itu menghasut mrk dengan kata-kata bahwa Musa telah
tersesat dalam tugasnya mencari Tuhan bagi mereka dan bahawa dia tidak
dapat diharapkan kembali dan karena itu dianjurkan oleh Samiri agar
mereka mencari tuhan lain sebagai ganti dari Tuhan Musa.
Samiri melihat bahwa hasutan itu dapat menggoyahkan iman dan akidah
pengikut-pengikut Musa yang memang belum meresapi benar ajaran tauhidnya
segera membuat patung bagi mereka untuk disembah sebagai tuhan
pengganti Tuhannya Nabi Musa. Patung itu berbentuk anak lembu yang
dibuatnya dari emas yang dikumpulkan dari perhiasan-perhiasan para
wanita. Dengan kepandaian tektiknya patung itu dibuat begitu rupa
sehingga dapat mengeluarkan suara menguap seakan-akan anak lembu sejati
yang hidup. Maka diterimalah anak patung lembu itu oleh Bani Israil
pengikut Nabi Musa yang masih lemah iman dan akidahnya itu sebagai tuhan
persembahan mereka.
Ditegurlah mereka oleh Nabi Harun yang berkata: “Alangkah bodohnya
kamu ini! Tidakkah kamu melihat anak lembu yang kamu sembah ini tidak
dapat bercakap-cakap dengan kamu dan tidak pula dapat menuntun kamu ke
jalan yang benar. Kamu telah menganiaya diri kamu sendiri dengan
menyembah pada sesuatu selain Allah.”
Teguran Nabi Harun itu dijawab oleh mereka yang telah termakan
hasutan Samiri itu dengan kata-kata: “Kami akan tetap berpegang pada
anak lembu ini sebagai tuhan persembahan kami sampai Musa kembali ke
tengah-tengah kami.”
Nabi Harun tidak dapat berbuat banyak menghadapi kaumnya yang telah
berbalik menjadi murtad itu, karena ia khuatir kalau mereka dihadapi
dengan sikap yang keras, akan terjadi perpecahan di antara mereka dan
akan menjadi keadaan yang lebih rumit dan gawat sehingga dapat
menyulitkan baginya dan bagi Nabi Musa kelak bila ia datang untuk
mencarikan jalan keluar dari krisis iman yang melanda kaumnya itu. Ia
hanya memberi peringatan dan nasihat kepada mereka sambil menanti
kedatangan Musa kembali dari Thur Sina.
Setelah Nabi Musa selesai bermunajat dengan Tuhan dan dalam
perjalanannya kembali ke tempat di mana kaumnya sedang menunggu
memperolehi isyarat tentang apa yang telah terjadi dan dialami oleh Nabi
Harun selama ketiadaannya.
Nabi Musa sangat marah dan sedih hati tatkala ia tiba di tempat dan
melihat kaumnya sedang berpesta mengelilingi anak patung lembu emas,
menyembahnya dan memuji-mujinya. Dan karena sgt marah dan sedihnya ia
tidak dapat menguasai dirinya, kepingan-kepingan Taurat dilemparkan
berantakan. Harun saudaranya dipegang rambut kepalanya ditarik kepadanya
seraya berkata menegur: “Apa yang engkau buat tatkala engkau melihat
mereka tersesat dan terkena oleh hasutan dan fitnahan Samiri? Tidakkah
engkau mematuhi perintahku dan pesanku ketika aku menyerahkan mereka
kepadamu untuk engkau pimpin? Tidakkah engkau berdaya melawan hasutan
Samiri dengan memberi petunjuk dan penerangan kepada mereka dan mengapa
engkau tidak cepat memadamkan api kemurtadan ini sebelum menjadi besar
begini?”
Harun berkata menanggapi teguran Musa: “Hai anak ibuku, janganlah
engkau memegang jangut dan rambut kepalaku, menarik-narikku. Aku telah
berusaha memberi nasihat dan teguran kepada mereka, namun mereka tidak
mengindahkan kata-kataku. Mereka menganggapkan aku lemah dan mengancam
akan membunuhku. Aku khawatir jika aku menggunakan sikap dan tindakan
yang keras, akan terjadi perpecahan dan permusuhan di antara sesama
kita, hal mana akan menjadikan engkau lebih marah dan sedih. Lepaskanlah
aku dan janganlah membuatkan musuh-musuhku bergembira melihat
perlakuanmu terhadap diriku. Janganlah disamakan aku dengan orang-orang
yang zalim.”
Setelah mereda rasa jengkel dan sedihnya dan memperoleh kembali
ketenangannya, berkatalah Nabi Musa kepada Samiri, orang munafiq yang
menjadi biang keladi dari kekacauan dan kesesatan itu: “Hai Samiri,
apakah yang mendorongmu menghasut dan menyesatkan kaumku, sehingga
mereka kembali menjadi murtad, menyembah patung yang engkau buatkan dari
emas itu?”
Samiri menjawab: “Aku telah melihat sesuatu yang mereka tidak
melihatnya. Aku telah melihat kuda malaikat Jibril. aku mengambil
segenggam tanah bekas jejak telapak kakinya itu, lalu aku lemparkannya
ke dalam emas yang mencair di atas api dan terjadilah patung anak lembu
yang dapat menguak, mengeluarkan suara sebagaimana anak lembu
biasa.Demikianlah hawa nafsuku membujukku untuk berbuat itu.”
Berkata Nabi Musa kepada Samiri: “Pergilah engkau dan jauhilah
pergaulan manusia sebab karena perbuatan kamu itu engkau harus
dipencilkan dan menjadi tabu {sesuatu yang terlarang} jika disentuh atau
menyentuh seseorang ia akan menderita sakit demam panas. Ini adalah
ganjaranmu di dunia, sedang di akhirat nerakalah akan menjadi tempatmu.
Dan tuhanmu yang engkau buat dan sembah ini kami akan bakar dan
campakkannya ke dalam laut.”
Kemudian berpalinglah Nabi Musa kepada kaumnya berkata: “Hai kaumku,
alangkah buruknya perbuatan yang kamu telah kerjakan setelah
kepergianku! Apakah engkau hendak mendahului janji Tuhanmu? Bukankah
Tuhanmu telah menjanjikan kepadamu janji yang baik, berupa kitab suci?
Ataukah engkau menghendaki kemurkaan Tuhan menimpa atas dirimu, karena
perbuatanmu yang buruk itu dan perlanggaranmu terhadap perintah-perintah
dan ajaran-ajaranku.”
Kaum Musa menjawab: “Kami tidak sesekali melanggar perjanjianmu
dengan kemahuan kami sendiri, akan tetapi kami disuruh membawa
beban-beban perhiasan yang berat kepunyaan orang Mesir yang atas anjuran
Samiri kami lemparkan ke dalam api yang sedang menyala. Kemudian
perhiasan-perhiasan yang kami lemparkan itu menjelma menjadi patung anak
lembu yang bersuara, sehingga dapat menyilaukan mata kepala kami dan
menggoyahkan iman yang sudah tertanam di dalam dada kami.”
Berkata Musa kepada mereka: “Sesungguhnya kamu telah berbuat dosa
besar dan menyia-nyiakan dirimu sendiri dengan menjadikan patung anak
lembu itu sebagai persembahanmu, maka bertaubatlah kamu kepada Tuhan,
Penciptamu dan Pencipta alam semesta dan mohonlah ampun drpnya agar Dia
menunjukkan kembali kepada jalan yang benar.”
Akhirnya kaum Musa itu sedar atas kesalahannya dan mengakui bahwa
mereka telah disesatkan oleh syaitan dan memohon ampun dan rahmat Allah
agar selanjutnya melindungi mereka dari godaan syaitan dan iblis yang
akan merugikan mereka di dunia dan akhirat. Demikian pula Nabi Musa
beristighfar memohon ampun baginya dan bagi Harun saudaranya setalah
ternyata bahwa ia tidak melalaikan tugasnya sebagai wakil Musa dalam
menghadapi krisis iman yang dialami oleh kaumnya. Berdoa Musa kepada
Tuhannya: “Ya Tuhanku, ampunilah aku dan saudaraku dan masukkanlah kami
berdua ke dalam lingkaran rahmat-Mu sesungguhnya Engkaulah Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang.”
Setelah suasana yang meliputi hubungan Musa dengan Harun di satu
pihak dan hubungan mereka berdua dengan kaumnya di lain pihak menjadi
tenang kembali, kepingan-kepingan Taurat yang bertaburan sudah dihimpun
dan disusun sebagaimana asalnya, maka Allah memerintahkan kepada Musa
agar membawa sekelompok dari kaumnya menghadap untuk meminta ampun atas
dosa mereka menyembah patung anak lembu.
Tujuh puluh orang dipilih oleh Nabi Musa di antara kaumnya untuk
diajak pergi bersama ke Thur Sina memenuhi perintah Allah meminta ampun
atas dosa kaumnya. Mereka diperintahkan untuk keperluan itu agar
berpuasa, mensucikan diri, pakaian mereka dan pada waktu yang telah
ditentukan berangkatlah Nabi Musa bersama tujuh puluh orang itu menuju
ke bukit Thur Sina.
Setiba mereka di Thur Sina turunlah awan yang tebal meliputi seluruh
bukit, kemudian masuklah Nabi Musa diikuti para pengikutnya ke dalam
awan gelap itu dan segera mereka bersujud. Dan sementara bersujud
terdengarlah oleh kelompok tujuh puluh itu percakapan Nabi Musa dengan
Tuhannya. Pada saat itu timbullah dalam hati mereka keinginan untuk
melihat Zat Allah dengan mata kepala mereka setelah mendengar
percakapan-Nya dengan telinga.Maka setelah selesai Nabi Musa
bercakap-cakap dengan Allah berkatalah mereka kepadanya: “Kami tidak
akan beriman kepadamu sebelum kami melihat Allah dengan terang.” Dan
sebagai jawapan atas keinginan mereka yang menunjukkan keingkaran dan
ketakaburan itu, Allah seketika itu juga mengirimkan halilintar yang
menyambar dan merenggut nyawa mereka sekaligus.
Nabi Musa merasa sedih melihat nasib fatal yang menimpa kelompok
tujuh puluh orang yang merupakan orang-orang yang terbaik di antara
kaumnya. Ia berseru memohon kepada Allah agar diampuni dosa mereka
seraya berkata: “Wahai Tuhanku, aku telah pergi ke Thur Sina dengan
tujuh puluh orang yang terbaik di antara kaumku kemudian aku akan
kembali seorang diri, pasti kaumku tidak akan mempercayaiku. Ampunilah
dosa mereka, wahai Tuhanku dan kembalilah kepada mereka nikmat hidup
yang Engkau telah cabut sebagai pembalasan atas keinginan dan permintaan
mereka yang durhaka itu.”
Alah memperkenankan doa Musa dan permohonannya dengan dihidupkan
kembali kelompok tujuh puluh orang itu, maka bangunlah mereka
seakan-akan orang yang baru sedar dari pengsannya. Kemudian pada
kesempatan itu Nai Musa mengambil janji dari mereka bahwa mereka akan
berpegangan teguh kepada kitab Taurat sebagai pedoman hidup mereka
melaksanakan perinta-perintahnya dan menjauhi segala apa yang
dilarangnya.
Bani Israil mengembara tidak berketentuan tempat tinggalnya
Tidak kurang-kurang kurniaan Allah yang diberikan kepada kaum Bani
Israil. Mereka telah dibebaskan dari kekuasaan Firaun yang kejam yang
telah menindas dan memperhambakan mereka berabad-abad lamanya. Telah
diperlihatkan kepada mereka bagaimana Allah telah membinasakan Firaun ,
musuh mereka tenggelam di laut. Kemudian tatkala mereka berada di
tengah-tengah padang pasir yang kering dan tandus, Allah telah
memancarkan air dari sebuah batu dan menurunkan hidangan makanan “Manna
dan Salwa” bagi keperluan mereka.
Di samping itu Allah mengutuskan beberapa orang rasul dan nabi dari
kalangan mererka sendiri untuk memberi petunjuk dan bimbingan kepada
mereka. Akan tetapi kurnia dan nikmat Allah yang susul-menyusul yang
diberikan kepada mereka, tidaklah mengubah sifat-sifat mereka yang tidak
mengenal syukur, berkeras kepala dan selalu membangkang terhadap
perintah Allah yang diwahyukan kepada rasul-Nya.
Demikianlah tatkala Allah mewahyukan perintah-Nya kepada Nabi Musa
untuk memimpin kaumnya pergi ke Palestin, tempat suci yang telah
dijanjikan oleh Allah kepada Nabi Ibrahim untuk menjadi tempat tinggal
anak cucunya, mereka membangkang dan enggan melaksanankan perintah itu.
Alasan penolakan mereka ialah karena mereka harus menghadapi suku
“Kanaaan” yang menurut anggapan mereka adalah orang-orang yang kuat dan
perkasa yang tidak dapat dikalahkan dan diusir dengan aduan kekuatan.
Mereka tidak mempercayai janji Allah melalui Musa, bahwa dengan
pertolongan-Nya mereka akan dapat mengusir suku Kanaan dari kota Ariha
untuk dijadikan tempat pemukiman mereka selama-lamanya.
Berkata mereka tanpa malu, menunjuk sifat pengejutnya kepada Musa:
“Hai Musa, kami tidak akan memasuki Ariha sebelum orang-orang suku
Kanaan itu keluar. KAmi tidak berdaya menghadapi mereka dengan kekuatan
fizikal kerana mereka telah terkenal sebagai orang-orang yang kuat dan
perkasa. Pergilah engkau berserta Tuhanmu memerangi dan mengusir
orang-orang suku Kanaan itu dan tinggalkanlah kami di sini sambil
menanti hasil perjuanganmu.”
Naik pitamlah Nabi Musa melihat sikap kaumnya yang pengecut itu yang
tidak mau berjuang dan memeras keringat untuk mendapat tempat pemukiman
tetapi ingin memperolehnya secara hadiah atau melalui mukjizat
sebagaimana mereka telah mengalaminya dan banyak peristiwa. Dan yang
menyedihkan hati Musa ialah kata-kata mengejek mereka yang menandakan
bahwa dada mereka masih belum bersih dari benih kufur dan syirik kepada
Allah.
Dalam keadaan marah setelah mengetahui bahawa tiada seorang drp
kaumnya yang akan mendampinginya melaksanakan perintah Allah itu,
berdoalah Nai Musa kepada Allah: “Ya Tuhanku, aku tidak menguasai selain
diriku dan diri saudaraku Harun, maka pisahkanlah kami dari orang-orang
yang fasiq yang mengingkari nikmat dan kurnia-Mu.”
Sebagaimana hukuman bagi Bani Israil yang telah menolak perintah
Allah memasuki Palestin, Allah mengharamkan negeri itu atas mereka
selama empat puluh tahun dan selama itu mereka akan mengembara
berkeliaran di atas bumi Allah tanpa mempunyai tempat mukim yang tetap.
Mereka hidup dalam kebingungan sampai musnahlah mereka semuanya dan
datang menyusul generasi baru yang akan mewarisi negeri yang suci itu
sebagaimana yang telah disanggupkan oleh Allah kepada Nabi Ibrahim a.s.
Kisah sapi Bani Israil
Salah satu dari beberapa mukjizat yang telah dinerikan oleh Allah
kepada Nabi Musa ialah penyembelihan sapi yang terkenal dengan sebutan
sapi Bani ISrail.
Dikisahkan bahwa ada seorang anak laki-laki putera tunggal dari seorang kaya-raya memperolehi warisan harta peninggalan yang besar dari ayahnya yang telah wafat tanpa meninggalkan seorang pewaris selain putera tunggalnya itu.
Dikisahkan bahwa ada seorang anak laki-laki putera tunggal dari seorang kaya-raya memperolehi warisan harta peninggalan yang besar dari ayahnya yang telah wafat tanpa meninggalkan seorang pewaris selain putera tunggalnya itu.
Saudara-saudara sepupu dari putera tunggal itu iri hati dan ingin
menguasai harta peninggalan yang besar itu atau setidak-tidaknya
sebahagian daripadanya. Dan kerana menurut hukum yang berlaku pada waktu
itu yang tidak memberikan hak kepada mereka untuk memperoleh walau
sebahagian dari peninggalan bapa saudara mereka , mereka bersekongkol
untuk membunuh saudara sepupu pewaris itu, sehingga bila ia sudah mati
hak atau warisan yang besar itu akan jatuh kepada mereka.
Pembunuh atas pewaris sah itu dilaksanakan menurut rencana yang
tersusun rapi kemudian datanglah mereka kepada Nabi Musa melaporkan,
bahwa mereka telah menemukan saudara sepupunya mati terbunuh oleh
seorang yang tidak dikenal identitinya mahupun tempat di mana
iamenyembunyikan diri. Mereka mengharapkan Nabi Musa dapat menyingkap
tabir yang menutupi peristiwa pembunuhan itu serta siapakah gerangan
pembunuhnya.
Utk keperluan itu, Nabi Musa memohon pertolongan Allah yang segera
menwahyukan perintah kepadanya agar ia menyembelih seekor sapi dan
dengan lidah sapi yang disembelih itu dipukullah mayat sang korban yang
dengan izin Allah akan bangun kembali memberitahukan siapakah sebenarnya
yang telah melakukan pembunuhan atas dirinya.
Tatkala Nabi Musa menyampaikan cara yang diwahyukan oleh Allah itu
kepada kaumnya ia ditertawakan dan diejek karena akal mereka tidak dapat
menerima bahwa hal yang sedemikian itu boleh terjadi. Mereka lupa bahwa
Allah telah berkali-kali menunjukkan kekuasaan-Nya melalui mukjizat
yang diberikan kepada Musa yang kadang kala bahkan lebih hebat dan lebih
sukar untuk diterima oleh akal manusia berbanding mukjizat yang mereka
hadapi dalam peristiwa pembunuhan pewaris itu.
Berkata mereka kepada Musa secara mengejek: “Apakah dengan cara yang
engkau usulkan itu, engkau bermaksud hendak menjadikan kami bahan ejekan
dan tertawaan orang? Akan tetapi kalau memang cara yang engkau usulkan
itu adalah wahyu, maka cubalah tanya kepada Tuhanmu, sapi betina atau
jantankah yang harus kami sembelih? Dan apakah sifat-sifatnya serta
warna kulitnya agar kami tidak dapat salah memilih sapi yang harus kami
sembelih?”
Musa menjawab: “Menurut petunjuk Allah, yang harus disembelih itu
ialah sapi betina berwarna kuning tua, belum pernah dipakai untuk
membajak tanah atau mengairi tanaman tidak cacat dan tidak pula ada
belangnya.”
Kemudian dikirimkanlah orang ke pelosok desa dan kampung-kampung
mencari sapi yang dimaksudkan itu yang akhirnya diketemukannya pd
seorang anak yatim piatu yang memiliki sapi itu sebagai satu-satunya
harta peninggalan ayahnya serta menjadi satu-satunya sumber nafkah
hidupnya. Ayah anak yatim itu adalah seorang fakir miskin yang soleh,
ahli ibadah yang tekun yang pada saat mendekati waktu wafatnya,
berdoalah kepada Allah memohon perlindungan bagi putera tunggalnya yang
tidak dapat meninggalkan warisan apa-apa baginya selain seekor sapi itu.
Maka berkat doa ayah yang soleh itu terjuallah sapi si anak yatim itu
dengan harga yang berlipat ganda karena memenuhi syarat dan sifat-sifat
yang diisyaratkan oleh Musa untuk disembelih.
Setelah disembelih sapi yang dibeli dari anak yatim itu, diambillah
lidahnya oleh Nabi Musa, lalu dipukulkannya pada tubuh mayat, yang
seketika bangunlah ia hidup kembali dengan izin Allah, menceritakan
kepada Nabi Musa dan para pengikutnya bagaimana ia telah dibunuh oleh
saudara-saudara sepupunya sendiri.
Demikianlah mukjizat Allah yang kesekian kalinya diperlihatkan kepada
Bani Israil yang keras kepala dan keras hati itu namun belum juga dapat
menghilangkan sifat-sifat congkak dan membangkang mereka atau
mengikis-habis bibit-bibit syirik dan kufur yang masih melekat pada dada
dan hati mereka. (kisah) www.suaramedia.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar