Dari Ubdaidullah bin Utbah, ia mengabarkan bahwa Abdullah bin Abbas
radhiallohu ‘anhuma menyediakan waktu khusus dalam harinya untuk
mempelajari sirah Nabi”. (Maghazi Rasulullah oleh Mushthafa al-A’zhama,
Hal: 23).
Abdullah bin Abbas adalah sepupu dan sahabat Rasululloh yang hidup
bersama Nabi ﷺ, namun beliau tetap mempelajari dan mengkaji kehidupan
Nabi untuk beliau teladani. Bagaimana dengan kita?
Biografi Nabi atau yang sering disebut sirah nabi adalah bagian dari agama ini. Alloh ﷻ berfirman,
وَمَا يَنْطِقُ عَنِ الْهَوَىٰ. إِنْ هُوَ إِلَّا وَحْيٌ يُوحَىٰ
“Dan tiadalah yang diucapkannya itu (Alquran) menurut kemauan hawa
nafsunya. Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan
(kepadanya).” (QS. An-Najm: 3-4).
Alloh ﷻ juga berfirman,
بِالْبَيِّنَاتِ وَالزُّبُرِ ۗ وَأَنْزَلْنَا إِلَيْكَ الذِّكْرَ
لِتُبَيِّنَ لِلنَّاسِ مَا نُزِّلَ إِلَيْهِمْ وَلَعَلَّهُمْ
يَتَفَكَّرُونَ
“Keterangan-keterangan (mukjizat) dan kitab-kitab. Dan Kami turunkan
kepadamu Alquran, agar kamu menerangkan pada umat manusia apa yang telah
diturunkan kepada mereka dan supaya mereka memikirkan.” (QS. An-Nahl:
44).
Penjelasan agama ini didapatkan melalui penjelasan secara lisan, amalan,
dan penetapan. Sirah Nabi adalah bentuk amalan. Karena merupakan
praktik dari Rasulululloh ﷺ terhadap Alquran. Karena itu, mempelajari
sirah Nabi adalah hal yang sangat penting.
Ada beberapa alasan yang menjadi alasan mengapa membaca biografi Nabi itu penting:
Pertama:
Alloh ﷻ memerintahkan kita untuk menyusun dan membukukan perjalanan hidup Nabi-Nya ﷺ. Alloh Ta’ala berfirman,
لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِمَنْ كَانَ
يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الْآخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيرًا
“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang
baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Alloh dan
(kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Alloh.” (QS. Al-Ahzab:
21).
Tidak mungkin seseorang bisa menjadikan Nabi ﷺ sebagai teladan kecuali
dengan mempelajari jalan hidup beliau. Dan seseorang tidak bisa
mempelajari perjalanan hidup beliau kecuali ada pembukuan sunnah,
bimbingan, perkataan, perbuatan, dan taqrir beliau ﷺ.
Kedua:
Kita mempelajari perjalanan hidup Nabi, karena merupakan perjalanan
tokoh terbesar dalam sejarah dunia. Perjalanan hidup manusia, anak
keturunan Adam yang paling utama. Sebagaimana sabda beliau,
أَنَا سَيِّدُ وَلَدِ آَدَمَ يَوْمَ اْلقِيَامَةِ
“Aku adalah pemimpin anak adam pada hari kiamat…” (HR. Muslim, 4: 1782).
Sering sejarah kehidupan tokoh-tokoh besar dunia saja menarik perhatian
kita. Lalu kita pun membacanya, memberi inspirasi dan semangat pada
kehidupan kita. Lalu bagaimana dengan sejarah tokoh terbesar dalam
peradaban manusia? Sudahkah kita membacanya? Sudahkah memberi semangat
dan inspirasi dalam kehidupan kita?
Ketiga:
Mempelajari sirah Nabi merupakan jalan untuk memahami Alquran. Karena
banyak ayat yang diturunkan berkaitan dengan suatu kejadian dalam
perjalanan hidup Nabi ﷺ. Kemudian setelah ayat tersebut diturunkan,
Rasululloh ﷺ mempraktikan suatu amalan sebagai penjelasan dari ayat. Ini
merupakan penjelasan secara amal/praktik dari beliau ﷺ.
Jadi, sirah menjelaskan ayat dari sisi sebab diturunkannya dan dari sisi bagaimana mengamalkan kandungan ayat tersebut.
Abdurrahman bin Humaid Badis rahimahulloh mengatakan, “Memahami Alquran
adalah dengan cara memahami kehidupan Nabi dan sunnahnya. Memahami
kehidupan Nabi bergantung kepada Alquran. Dan memahami Islam adalah
dengan cara memahami keduanya.” (ad-Durar al-Ghaliyah fi Adab ad-Da’wah
wa ad-Da’iyah oleh Ibnu Badis, Hal: 59).
Keempat:
Di antara prinsip agama yang paling mendasar adalah pengenalan seseorang
terhadap Nabi Muhammad ﷺ. Prinsip ini merupakan prinsip dasar yang
kedua setelah mengenal Alloh ﷻ.
Mengenal Nabi ﷺ meliputi lima hal:
(1) mengenal nasab beliau yang merupakan nasab yang mulia,
(2) mengetahui tahun dan tempat beliau dilahirkan serta tempat hijrahnya,
(3) mengetahui kehidupan kenabian yang berlangsung selama 23 tahun,
(4) dengan apa beliau diangkat menjadi nabi dan rasul, dan
(5) untuk apa dan mengapa beliau diutus.
Nabi ﷺ diutus dengan membawa risalah tauhid, mengesakan Alloh ﷻ. Membawa
syariat-Nya yang terdapat perintah dan larangan. Beliau diutus sebagai
rahmat, kasih sayang bagi alam semesta. Mengeluarkan mereka dari
gelapnya kesyirikan, kekufuran, dan kebodohan, menuju cahaya ilmu,
hidayah, dan tauhid. Kemudian seseorang mendapatkan maghfiroh dan ridha
Alloh. Mereka selamat dari siksa dan binasa.
Mengenal Rasululloh ﷺ akan mengantarkan seseorang kepada:
Bertambah rasa cinta, pengagungan, dan pemuliaan kepada Nabi ﷺ. Cinta
dan pengagungan yang dibangun berdasarkan ilmu bukan hanya sekedar emosi
temurun. Dan cinta karena pengetahuan inilah cinta yang dituntunkan
oleh syariat.
Kita akan meneladani beliau ﷺ. Umat Islam diperintahkan untuk menjadikan
beliau sebagai teladan. Allah Ta’ala berfirman, “Katakanlah: “Jika kamu
(benar-benar) mencintai Alloh, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi
dan mengampuni dosa-dosamu”. Alloh Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”
(QS. Ali Imran: 31). Alloh ﷻ janjikan kecintaan dan pengampunan dosa
bagi orang-orang yang meneladani Nabi.
Tidak mungkin kita bisa meneladani beliau tanpa mengetahui perjalanan
hidup beliau. Sesuatu yang menyempurnakan kewajiban, maka ia juga
menjadi wajib untuk dilakukan. Allah mewajibkan meneladani Nabi, maka
wajib bagi seseorang mengetahui perjalanan hidup beliau.
Kelima:
Sirah Nabi adalah ilmu yang luas cakupannya, bahkan bisa meliputi
ilmu-ilmu syariat lainnya. Dari belajar sirah Nabi kita bisa mengetahui
tentang:
Akidah: seseorang akan memahami urgensi akidah ketika mengetahui betapa
besarnya perhatian Nabi dalam mensucikan akidah, mendakwahkannya, dan
menjadikannya prioritas dalam dakwahnya.
Hukum-hukum fikih: sering para sahabat bertanya tentang suatu permasalahan ibadah, lalu beliau menjawab dan menjelaskannya.
Akhlak: dari belajar sirah kita juga bisa mengetahui bagaimana praktik
Rasululloh ﷺ dalam kehidupan sosial. Bagaimana akhlak beliau terhadap
sahabat-sahabatnya, istri-istrinya, pembantunya, dll.
Dakwah: kita bisa mengetahui materi dakwah Nabi dan bagaimana kesabaran beliau dalam menjalaninya.
KISAH NABI MUHAMMAD SAW
Menjelang Kelahiran Insan Termulia
Ketika cahaya tauhid padam di muka bumi, maka kegelapan yang tebal
hampir saja menyelimuti akal. Di sana tidak tersisa orang-orang yang
bertauhid kecuali sedikit dari orang-orang yang masih mempertahankan
nilai-nilai ajaran tauhid. Maka Alloh SWT berkehendak dengan rahmat-Nya
yang mulia untuk mengutus seorang rasul yang membawa ajaran langit untuk
mengakhiri penderitaan di tengah-tengah kehidupan. Dan ketika malam
mencekam, datanglah matahari para Nabi. Kedatangan Nabi tersebut sebagai
bukti terkabulnya doa Nabi Ibrahim as kekasih Alloh SWT, dan sebagai
bukti kebenaran berita gembira yang disampaikan oleh Nabi Isa as.
Alloh SWT menyampaikan salawatnya kepada Nabi itu, sebagai bentuk rahmat
dan keberkahan. Para malaikat pun menyampaikan salawat kepadanya
sebagai bentuk pujian dan permintaan ampunan, sedangkan orang-orang
mukmin bersalawat kepadanya sebagai bentuk penghormatan. Alloh SWT
berfirman:
"Sesungguhnya Alloh dan malaikat-malaikat-Nya bersalawat untuk Nabi. Hai
orang-orang yang beriman, bersalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah
salam penghormatan kepadanya." (QS. al-Azhab: 56)
Sebelumnya Alloh SWT mengutus para Nabi-Nya sebagai rahmat kepada kaum
dan zaman mereka saja, namun Alloh SWT mengutus beliau saw sebagai
rahmat bagi alam semesta. Beliau saw datang dengan membawa rahmat yang
mutlak untuk kaum di zamannya dan untuk seluruh zaman. Alloh SWT
berfirman, "Dan aku tidak mengutusmu kecuali sebagai rahmat bagi alam
semesta."
Hakikat dakwah para nabi sebelumnya adalah menyebarkan Islam, begitu
juga ajaran yang dibawa oleh Nabi yang terakhir adalah Islam. Beliau saw
adalah Muhammad bin Abdillah bin Abdul Muthalib, anak seorang wanita
Quraisy. Beliau saw adalah pemimpin anak-anak Nabi Adam as. Beliau saw
adalah hamba Alloh SWT dan Rosul-Nya, serta rahmat Alloh SWT yang
dihadiahkan kepada umat manusia.
Beliau saw lahir di tanah Arab. Ketika itu malam gelap, tiba-tiba Abdul
Muthalib membayangkan bahwa matahari telah terbit, lalu ia bangun dan
ternyata mendapati dirinya di pertengahan malam, keheningan yang luar
biasa menyelimuti gurun yang terbentang. Ia menuju pintu kemah, lalu
menyaksikan bintang-bintang bersinar di langit, dan dunia tampak di
selimuti dengan malam. Ia kembali menutup pintu kemah dan tidur. Belum
lama ia dikuasai oleh rasa kantuk yang amat sangat, sehingga ia kembali
bermimpi untuk kedua kalinya. Segala sesuatunya tampak jela s kali ini,
Sesungguhnya sesuatu yang besar memerintahnya untuk melaksanakan
perintah yang sangat penting, "Galilah zamzam!" Dalam mimpinya Abdul
Muthalib bertanya: "Apakah itu zamzam?" Kemudian untuk kedua kalinya
perintah itu mengatakan bahwa ia diperintahkan untuk menggali zamzam.
Belum lama Abdul Muthalib melihat sesuatu yang bersembunyi itu, sehingga
ia berdiri di tempat tidurnya dan hatinya berdebar dengan keras. Abdul
Muthalib bangkit, lalu ia membuka pintu kemah kemudian pergi ke gurun
yang luas. Apakah arti zamzam? Tiba-tiba pikirannya dipenuhi dengan
cahaya yang datang dari jauh, bahwa pasti zamzam adalah sebuah sumur,
tetapi apa yang diinginkan oleh suara yang datang dalam tidur itu agar
ia menggali sumur, di sana tidak ada jawaban selain satu jawaban dari
pertanyaan ini, yaitu agar orang-orang yang berhaji dan berkeliling di
sekitar Ka'bah dapat meminumnya. Tetapi apa nilai dari sumur itu
sendiri, bukankah di sana terdapat banyak sumur yang dapat diminum oleh
orang-orang yang berhaji.
Abdul Muthalib duduk di tengah-tengah pasir gurun pada pertengahan
malam, ia memikirkan bintang-bintang sembari merenungkan cerita-cerita
kuno yang mengatakan tentang sumur yang memancar darinya air sebagai
akibat dari pukulan kaki Nabi Ismail as, di sana juga ada cerita yang
mengatakan bahwa sumur itu telah binasa sesuai dengan perjalanan zaman.
Matahari terbit di atas gurun Jazirah Arab, Abdul Muthalib keluar
menemui orang-orang, dan menceritakan kepada mereka bahwa ia akan
menggali sebuah sumur di tempat tertentu, ia menunjukkan ke tempat yang
di situ ia diberitahu oleh suara yang ada dalam mimpinya. Orang-orang
Quraisy menolaknya, Sesungguhnya tempat yang diisyaratkan oleh Abdul
Muthalib terletak di antara dua berhala dari berhala-berhala yang biasa
disembah oleh masyarakat setempat, yaitu di antara berhala yang bernama
Ashaf dan NAllah. Abdul Muthalib merasa bahwa usahanya sia-sia untuk
meyakinkan kaumnya agar mengizinkannya untuk menggali sumur. Mereka
mengetahui bahwa Abdul Muthalib tidak mempunyai sesuatu selain hanya
seorang anak. Bahwasanya ia tidak memiliki anak-anak yang dapat menolong
dan memperkuatnya serta melaksanakan keinginan-keinginannya.
Pada saat itu di kawasan negeri Arab dipenuhi dengan kabilah-kabilah
yang terjalin suatu ikatan fanatisme atau kesukuan yang kuat dan usaha
untuk melindungi keluarga yang sangat menonjol. Akhirnya Abdul Muthalib
pergi dalam keadaan sedih, lalu ia berdiri di hadapan Ka'bah dan
mengungkapkan suatu nazar kepada Alloh SWT. Ia berkata: "Jika aku
mendapat sepuluh anak laki-laki, dan mereka menginjak usia dewasa,
sehingga mereka mampu melindungiku saat aku menggali sumur Zamzam, maka
aku akan menyembelih salah seorang dari mereka di sisi Ka'bah sebagai
bentuk korban."
Pintu langit pun terbuka untuk doanya. Belum sampai berlangsung satu
tahun, istrinya melahirkan anaknya yang kedua dan setiap tahun ia
melahirkan anak laki-laki sampai pada tahun yang kesembilan, sehingga
Abdul Muthalib mempunyai sepuluh anak laki-laki. Kemudian berlalulah
zaman dan anak-anak Abdul Muthalib menjadi besar.
Abdul Muthalib akhirnya menjadi seseorang yang memiliki kemampuan.
Kemudian Abdul Muthalib berusaha melakukan rencananya yang diisyaratkan
dalam mimpinya itu, yaitu ia bersiap-siap untuk mengorbankan salah satu
anaknya sebagai bentuk pelaksanaannya dari nazarnya. Maka dilakukanlah
undian atas sepuluh anaknya, lalu keluarlah nama anaknya yang paling
kecil yaitu Abdullah. Ketika nama anak itu keluar dalam undian, maka
orang-orang yang ada disekitarnya berusaha memberontak, mereka
mengatakan bahwa mereka tidak akan membiarkan Abdullah disembelih.
Abdullah saat itu terkenal sebagai seseorang yang bersih dikawasan Arab,
ia telah dapat menarik simpati masyarakat di sekitarnya. Ia tidak
pernah menyakiti seseorang pun. Bahkan ia tidak pernah meninggikan
suaranya lebih dari orang lain. Senyuman khas Abdullah terkenal sebagai
senyuman yang paling lembut di kawasan Jazirah Arab. Muatan ruhaninya
demikian jernih, dan hatinya yang mulia menyerupai sebuah kebun di
tengah-tengah gurun hati-hati yang keras, oleh karena itu semua manusia
datang kepadanya dan menentang usaha penyembelihannya. Para pembesar
Quraisy berkata, "Lebih baik kami menyembelih anak-anak kami daripada ia
harus disembelih, dan menjadikan anak-anak kami sebagai tebusan
baginya. Kami tidak akan menemukan seseorang pun yang lebih baik dari
dia seandainya kami menyembelihnya, pertimbangkanlah kembali masalah
itu, dan biarkan kami bertanya kepada dukun."
Abdul Muthalib tampak tidak mampu menghadapi tekanan ini, lalu ia
mempertimbangkan kembali apa yang telah ditetapkannya. Kemudian mereka
mendatangi seorang dukun. Si dukun berkata: "Berapakah taruhan yang
kalian miliki?" Mereka menjawab: "Sepuluh ekor unta." Dukun itu berkata:
"Datangkanlah sepuluh unta, lalu lakukanlah kembali undian atasnya dan
atas nama Abdullah, jika undian datang padanya, maka tambahlah sepuluh
ekor unta lagi, lalu ulangilah terus undian tersebut, demikian hingga
tidak keluar lagi nama Abdullah."
Kemudian dilakukanlah undian atas nama Abdullah dan atas sepuluh ekor
unta yang besar. Undian itu pun mengeluarkan terus nama Abdullah, hingga
Abdul Muthalib menambah sepuluh ekor unta lagi, kemudian lagi-lagi yang
keluar nama Abdullah sehingga mereka pun menambah sepuluh ekor unta
lagi sampai jumlah unta itu telah mencapai seratus ekor unta. Setelah
itu, datanglah nama unta tersebut. Maka saat itu, masyarakat demikian
gembiranya sehingga berlinangan air mata, kegembiraan dari mereka karena
melihat Abdullah berhasil diselamatkan. Kemudian disembelihlah seratus
ekor unta di sisi Ka'bah, dan mereka membiarkannya di situ sehingga
korban itu tidak disentuh oleh seseorang pun dan juga disentuh oleh
binatang-binatang buas.
Abdul Muthalib sangat gembira atas keselamatan anaknya, Abdullah. Lalu
ia menetapkan untuk menikahkannya dengan gadis terbaik di Jazirah Arab,
kemudian ia keluar dengannya pada suatu hari dari Ka'bah ke rumah Wahab,
dan di sana ia meminang untuknya Aminah binti Wahab. Kemudian Aminah
binti Wahab menikah dengan Abdullah bin Abdul Muthalib, seorang pemuda
yang paling mulia dan paling dicintai oleh orang-orang Quraisy.
Dinyalakanlah api-api di gunung-gunung Mekah, agar para musafir dan para
tamu mengetahui tempat diadakannya acara tersebut, yaitu acara
pernikahan antara Abdullah dan Aminah. Lalu disembelihlah hewan-hewan
korban, dan manusia dari kalangan orang-orang fakir bahkan
binatang-binatang buas dan burung makan darinya. Abdullah tinggal
bersama istrinya dua bulan di rumah pernikahan, hingga suatu hari ada
kabar bahwa kafilah akan berangkat, lalu Abdullah pun mengikuti kafilah
tersebut dan melakukan perjalanan bersama kafilah perdagangan Quraisy
menuju Syam, itu adalah kesempatan terakhir yang diperoleh Aminah binti
Wahab bersamanya. Wajah Abdullah yang mulai tampak berseri-seri
mengucapkan selamat tinggal kepada Aminah, lalu setelah itu
bayang-bayang wajahnya tersembunyi bersama kafilah dan rnereka pun
hilang. Aminah tidak mengetahui bahwa itu adalah kesempatan terakhirnya
setelah dua bulan dari perkawinannya. Abdullah mengunjungi
paman-pamannya dari kabilah bani Najar di Madinah, dan di sana ia
meletakkan jasadnya di muka bumi, ia meninggal dunia.
Abdullah bin Abdul Muthalib kini telah meninggal. Saat itu ia berusia
dua puluh lima tahun. Kabar kematiannya tiba-tiba tersebar dan sangat
memilukan hati orang-orang yang mendengarnya, sehingga kabar itu sampai
ke istrinya. Aminah tampak menangis tersedu-sedu dan ia tampak
menyampaikan pertanyaan-pertanyaan pada dirinya dan tidak mengetahui
jawabannya, mengapa Alloh SWT menebusnya dengan seratus unta jika
kemudian Dia menetapkan kematian baginya.
Tidak lama kemudian, lalu bergeraklah dirahimnya janin dengan gerakan
yang sedikit, ia tampak mulai mengetahui bahwa ia sedang hamil. Aminah
menangis dua kali, pertama ia menangis untuk dirinya sendiri dan kali
ini ia menangis untuk anak yang ditinggal mati ayahnya sebelum ia sempat
dilahirkan. Aminah tidak pernah mengetahui sebelumnya bahwa janin yang
dikandungnya akan menjadi anak yatim, ayahnya meninggal saat ia
dilahirkan.
Anak yatim ini harus menanggung beban anak-anak yatim dan orang-orang
fakir serta orang-orang yang sedih di muka bumi. Ia akan menjadi Nabi
yang terakhir dan rasul-Nya kepada manusia. Ia akan menjadi rahmat yang
dihadiahkan kepada manusia dan tidak akan mengetahui makna rahmat
kecuali orang yang merasakan penderitaan dan kepahitan. Inilah anak
kecil yang sebelum dilahirkan telah menelan kesedihan. Dan berlalulah
hari demi hari, lalu hilanglah tangisan penderitaan dan mata Aminah pun
telah mengering, namun kesedihannya tampak menyerupai sebuah pohon yang
turnbuh bersama kehausan.
Kemudian kesedihannya hari demi hari semakin ia rasakan tetapi
kesedihannya itu mulai tidak tampak ketika ia mendapatkan bahwa janin
yang dikandungnya tidaklah memberatkannya, sebaliknya ia merasakan
betapa ringannya janin yang dikandungnya bagaikan merpati yang
berkeliling di seputar Ka'bah, dan seandainya kesedihannya yang selalu
mengitarinya, maka tidak ada wanita yang lebih bahagia darinya dengan
kehamilan yang ringan ini. Janin itu adalah manusia yang mulia di sisi
Tuhan, kemudian semakin dekatlah hari kelahirannya. Sementara itu,
pasukan Abrahahh mendekati Mekah.
Abrahahh adalah seorang penguasa Yaman, yaitu pada saat Yaman tunduk
kepada Habasyah setelah penguasa Persia diusir. Di Yaman ia membangun
suatu gereja yang menunjukkan bangunan yang menakjubkan. Abrahahh
membangunnya dengan niat agar orang-orang Arab berpaling dari Baitul
Haram di Mekah. Ia melihat betapa orang-orang Yaman tertarik dengan
rumah tersebut. Dan ketika ia tidak melihat gereja yang dibangunnya
memiliki daya tarik seperti itu dan tidak mampu menarik hati orang-orang
Arab, maka ia berkeinginan kuat untuk menghancurkan Ka'bah, sehingga
orang-orang tidak menuju ke Ka'bah lagi melainkan ke gerejanya.
Demikianlah akhirnya ia menyiapkan pasukan yang besar yang dipenuhi
dengan berbagai senjata, kemudian pasukan itu menuju Ka'bah.
Pasukan Abrahahh terdiri dari kelompok gajah yang besar yang
digunakannya untuk menghancurkan Ka'bah. Gajah-gajah itu bagaikan
tank-tank yang kita gunakan saat ini. Orang-orang Arab pun mendengar
rencana tersebut. Memang orang-orang Arab saat itu terkenal sebagai
penyembah berhala, meskipun demikian mereka sangat memberikan
penghargaan dan penghormatan terhadap Ka'bah, karena mereka meyakini
bahwa mereka adalah anak-anak Nabi Ibrahim as dan Nabi Ismail as
pemelihara Ka'bah.
Perjalanan pasukan tiba-tiba dihadang oleh seorang lelaki yang mulia
dari penduduk Yaman yang bernama Dunaher. Ia mengajak kaumnya dan dari
kalangan orang-orang Arab untuk memerangi Abrahahh, sehingga ada
beberapa orang yang mengikutinya. Abrahahh berhadapan dengan tentara
tersebut tetapi pasukan yang sedikit itu dapat dengan mudah dipatahkan
oleh pasukan kafir yang besar itu. Kemudian Dunaher pun kalah dan
menjadi tawanan Abrahahh. Pasukan Abrahahh tersebut juga sempat
ditentang oleh Nufail bin Hubaid al-Aslami, namun Abrahahh pun dapat
mengalahkan mereka dan berhasil menawan Nufail.
Kemudian ketika Abrahahh melewati kota Taif, menghadaplah kepadanya
beberapa orang tokoh setempat, dan mereka tampak gemetar ketakutan dan
berkata kepadanya bahwa sesungguhnya 'rumah' yang ditujunya tidak berada
di tempat mereka, tetapi berada di Mekah. Hal itu mereka sampaikan
dengan maksud untuk memalingkannya dari rumah berhala mereka, di mana
mereka membangun di dalamnya berhala yang bernama Latha kemudian mereka
mengutus seseorang yang akan menunjukkan kepada Abrahahh letak Ka'bah.
Ketika Abrahahh berada di antara Taif dan Mekah, ia mengutus seorang
pemimpin pasukannya sehingga ia melihat keadaan Mekah. Di sana ia
merampas banyak harta dari kaum Quraisy dan selain mereka, dan di antara
yang dirampasnya adalah dua ratus unta milik Abdul Muthalib bin Hasyim.
Saat itu Abdul Muthalib adalah salah seorang pembesar Quraisy dan
pemimpin mereka, serta pengawas sumur Zamzam.
Kedatangan utusan Abrahahh di Mekah telah menimbulkan gejolak pada
kabilah-kabilah. Akhirnya kaum Quraisy bergerak, begitu juga kaum
Khananah. Kemudian mereka mengetahui bahwa mereka tidak memiliki
kemampuan untuk melawan Abrahahh, sehingga mereka membiarkannya, lalu
tersebarlah di Jazirah Arab berita tentang datangnya pasukan yang kuat
yang sulit untuk ditandingi. Dalam surat yang dibawa oleh utusannya itu,
Abrahahh menyampaikan bahwa ia tidak datang untuk memerangi mereka,
namun ia datang hanya untuk menghancurkan Ka'bah. Jika mereka tidak
menentangnya, maka darah mereka tidak akan ditumpahkan. Lalu utusan itu
menemui Abdul Muthalib, ia menceritakan tentang keinginan Abrahahh.
Abdul Muthalib berkata: "Kami tidak ingin memeranginya karena kami tidak
memiliki kekuatan. Ka'bah adalah rumah Alloh SWT yang mulia dan suci,
dan rumah kekasih-Nya Ibrahim. Jika Ia mencegahnya, maka itu adalah
rumah-Nya dan tempat suci-Nya, namun jika Ia membiarkannya, maka demi
Alloh kami tidak memiliki kekuatan untuk mempertahankannya." Kemudian
utusan itu pergi bersama Abdul Mutihalib menuju Abrahahh.
Abdul Muthalib adalah seseorang yang sangat terpandang dan sangat mulia.
Ia memiliki kewibawaan dan kehormatan yang mengagumkan. Ketika Abrahahh
melihatnya, Abrahahh menampakkan penghormatan kepadanya. Abrahahh
memuliakannya dan mendudukannya di bawahnya, ia tidak suka bahwa ia
duduk bersamanya di kursi kekuasaannya. Lalu Abrahahh turun dari
kursinya dan duduk di atas sebuah permadani dan mendudukkan Abdul
Muthalib di sisinya. Kemudian ia berkata kepada penerjemahnya: "Katakan
padanya apa kebutuhannya?" Abdul Muthalib berkata: "Kebutuhanku adalah
agar Abrahahh mengembalikan dua ratus ekor unta yang diambilnya dariku"
Ketika Abdul Muthalib mengatakan demikian, wajah Abrahahh berubah, lalu
ia berkata kepada penerjemahnya: "Katakan padanya sungguh aku merasa
kagum ketika melihatnya, kemudian aku merasakan kehati-hatian saat
berbicara dengannya, apakah engkau berbicara denganku tentang dua ratus
ekor unta yang telah aku ambil, lalu engkau membiarkan rumah yang
merupakan simbol agamanya dan kakek-kakeknya, yang aku datang untuk
menghancurkannya dan dia tidak menyinggungnya sama sekali" Abdul
Muthalib menjawab: "Aku adalah pemilik unta, sedangkan pemilik rumah itu
adalah Tuhan yang melindunginya." Abrahahh berkata: "Dia tidak akan
mampu melindunginya dariku." Abdul Muthalib menjawab: "Lihat saja
nanti!"
Selesailah dialog antara Abdul Muthalib dan Abrahahh. Abrahahh pun
mengembalikan unta yang telah dirampasnya. Abdul Muthalib pergi menemui
orang-orang Quraisy dan menceritakan apa yang dialaminya, dan ia
memerintahkan mereka untuk meninggalkan Mekah dan berlindung dibalik
gua-gua di gunung. Akhirnya kota Mekah dikosongkan oleh pemiliknya.
Aminah binti Wahab keluar ke gunung-gunung di dekat kota Mekah kemudian
malaikat turun di bumi Jarzirah Arab.
Abdul Muthalib berdiri dan memegangi pintu Ka'bah dan berdiri bersama
dengan sekelompok orang-orang Quraisy, mereka berdoa kepada Alloh SWT
dan meminta perlindungan-Nya, agar para malaikat memerintahkan
gajah-gajah tidak melangkahkan kakinya sehingga gajah itu pun tetap di
tempatnya dan menaati perintah para malaikat, kemudian gajah-gajah itu
menerima pukulan yang dahsyat namun gajah-gajah itu tetap berdiam di
tempatnya, gajah-gajah itu tampak gemetar dan berteriak tetapi lagi-lagi
gajah-gajah itu menolak untuk bergerak dan tidak bergerak selangkah
pun. Abrahahh bertanya: "Mengapa pasukan tidak bergerak?" Kemudian
dikatakan kepadanya bahwa gajah-gajah menolak untuk bergerak. Abrahah
mengangkat cemetinya. Dengan muka emosi, ia ingin melihat apa yang
sebenarnya terjadi dengan gajah-gajahnya.
Matahari saat itu bersinar dan ia duduk di kemahnya. Ketika ia keluar,
matahari bersembunyi di balik segerombolan burung. Abrahah mengangkat
pandangannya ke arah langit. Mula-mula ia membayangkan bahwa ia melihat
sekawanan awan yang hitam. Kemudian ia mengamat-amati awan itu. Dan
ternyata ia bukan awan biasa. Itu adalah sekelompok burung yang menutupi
cahaya matahari dan menyerupai awan yang tebal. Burung ababil, burung
yang banyak.
Gajah-gajah semakin berteriak dengan kencang dan tampak ketakutan. Dan
rasa takut itu kini menghinggapi seluruh pasukan. Abrahah berteriak di
tengah-tengah pasukannya agar gajah diusahakan untuk maju secara paksa.
Kemudian terbukalah salah satu jendela dari jendela al-Jahim, dan
burung-burung itu menghujani pasukan dengan batu dari Sijil, yaitu batu
yang sama yang pernah dihujankan kepada kaum Nabi Luth. Batu itu
menyerupai bom-bom atom yang digunakan saat ini.
Jika Anda membaca buku-buku kuno, maka Anda akan mengetahui bagaimana
peristiwa yang menimpa pasukan Abrahah. Anda akan membayangkan bahwa
Anda berada di hadapan suatu kekuatan yang menghancurkan yang tidak
diketahui asal muasalnya. Dunia mengenali sebagian darinya setelah empat
belas abad dari peristiwa tersebut. Buku-buku itu mengatakan bahwa
pasukan itu dihancurkan dengan penghancuran yang dahsyat.
Para tentara Abrahah kembali dalam keadaan binasa di mana daging-daging
dari tubuh mereka berceceran di jalan. Abrahah pun mendapatkan luka dan
mereka keluar dari tempat itu dalam keadaan dagingnya terpisah satu
persatu. Abrahah pun terbelah dadanya dan mati. Kemudian jasad para
pasukannya tersebar dan berceceran di bumi, seperti tanaman yang dimakan
oleh binatang. Setelah mendekati setengah abad, turunlah suatu surah di
Mekah yang menceritakan tentang peristiwa itu:
"Apakah kamu tidak memperhatikan bagimana Tuhanmu telah bertindak
terhadap tentara gajah? Bukankah Dia telah menjadikan tipu daya mereka
(untuk menghancurkan Ka 'bah) itu sia-sia? Dan Dia mengirimkan kepada
mereka burung yang berbondong-bondong, yang melempari mereka dengan batu
(berasal) dari tanah yang terbakar, lalu Dia menjadihan mereka seperti
daun yang dimakan (ulat)." (QS. al-Fil: 1-5)
Pasukan gajah yang ingin memporak-porandakan Mekah dikalahkan. Kemudian
mereka dihancurkan dan Tuhan pemilik Ka'bah berhasil melindungi rumah
suci-Nya. Perlindungan tersebut bukan sebagai penghormatan bagi orang
yang tinggal di rumah itu dan bukan sebagai bentuk pengkabulan doa kaum
yang menyembah berhala yang memenuhi tempat itu. Alloh SWT sebagai
Pelindung Ka'bah memeliharanya karena adanya hikmah yang tinggi; Alloh
SWT menginginkan sesuatu bagi rumah itu; Alloh SWT ingin melindunginya
agar tempat itu menjadi tempat yang damai bagi manusia dan supaya tempat
itu menjadi pusat dari akidah yang baru dan menjadi tanah bebas yang
aman, yang tidak dikuasai oleh seseorang pun dari luar dan juga tidak
didominasi oleh pemerintahan asing yang akan membatasi dakwah. Yang
demikian itu karena di sana terdapat rumah dari rumah-rumah di Mekah
yang lahir di sana seorang anak di mana ibunya bernama Aminah binti
Wahab dan ayahnya adalah Abdullah, salah seorang tokoh Arab. Anak itu
belum dilahirkan dan belum dapat tugas kenabian dan ia belum memikul
Islam di atas pundaknya dan belum menjadi rahmat bagi alam semesta.
Kemudian datanglah Abrahah yang ingin menghancurkan semua ini tanpa ia
mengetahui semua rahasia ini.
Tragedi yang menimpa Abrahah adalah karena bahwa ia berusaha menentang
kehendak Ilahi sehingga kehendak Ilahi itu menghancurkannya dengan
mukjizat yang mengagumkan. Datanglah banyak burung dengan membawa
batu-batuan yang tidak didengar suaranya. Kemudian burung-burung
melemparkan batu-batu itu kepada Abrahah beserta tentaranya. Semua ini
berdasarkan rencana Ilahi terhadap rumah-Nya dan agama-Nya serta
nabi-Nya sebelum orang mengetahui bahwa Nabi Islam telah bersiap-siap
untuk meninggalkan tempat tidurnya di perut ibunya dan mulai memasuki
kehidupan yang keras di muka bumi.
Di tengah-tengah kegembiraan Mekah karena keselamatan penghuninya dan
selamatnya Ka'bah, Aminah binti Wahab bermimpi: di tengah suatu malam ia
menyaksikan dirinya berdiri sendirian di tengah-tengah gurun, dan telah
keluar dari dirinya suatu cahaya besar yang menyinari timur dan barat
dan terbentang hingga langit. Aminah tiba-tiba terbangun dari tidurnya
namun ia tidak mengetahui tafsir dari mimpinya.
Berlalulah hari demi hari dari tahun gajah. Dan pada waktu sahur dari
malam Senin hari keduabelas dari bulan Rabiul Awal, Aminah melahirkan
seorang anak kecil yang yatim yang bernama Muhammad bin Abdillah bin
Abdul Muthalib, seorang cucu dari Ismail bin Ibrahim bin Adam.
Sebelum ia dilahirkan, dunia mati karena kehausan padanya. Kehausan
dunia sangat besar kepada cinta, rahmat, dan keadilan. Sekarang teiah
berlalu 600 tahun dari kelahiran al-Masih dan orang-orang Masehi telah
menjauhi ajaran cinta, bahkan keyakinan-keyakinan berhalaisme telah
meresap kepada sebagian kelompok mereka dan kejernihan ajaran tauhid
telah ternodai. Sedangkan orang-orang Yahudi telah meninggalkan
wasiat-wasiat Musa dan mereka kembali menyembah lembu yang terbuat dari
emas. Dan setiap orang dari mereka lebih memilih untuk memiliki lembu
emas yang khusus. Demikianlah, berhalaisme telah menyerang di bumi. Bumi
dipenuhi oleh kegelapan. Akal disingkirkan dan Tuhan diiupakan dan
mereka menyerahkan diri mereka kepada pembohong.
Ketika jantung dunia telah terkena kekeringan, maka memancarlah dari
timur suatu mata air keimanan yang jernih yang menjadi puas dengannya
separo dunia. Dan mukjizat besar terjadi ketika mata air ini
mengeluarkan air yang jernih dari jantung gurun yang paling besar
ketandusannya di dunia, yaitu gurun jazirah Arab. Berkenaan dengan
penggambaran masa tersebut, dalam hadis yang mulia dikatakan:
"Sesungguhnya Allah melihat penduduk bumi lalu Dia murka kepada mereka,
baik orang-orang Arab maupun orang-orang Ajam kecuali sebagian kecil
dari Ahlulkitab."
Di tenda yang kasar, lahirlah seorang anak yatim yang kemudian
bertanggung jawab untuk memberikan minum kepada dunia yang haus pada
cinta, keadilan, kebebasan, serta kebenaran. Sementara itu, beberapa
langkah dari tempat kelahirannya terdapat berhala-berhala yang memenuhi
Baitul 'Athiq dan sekitar Ka'bah yang dibangun oleh Nabi Ibrahim dan
Nabi Ismail agar menjadi rumah Alloh SWT dan Dia disembah di dalamnya
dan manusia merasa tenteram di dalamnya. Di rumah yang kuno ini—yang
dibangun sebelumnya oleh Adam—dipenuhi patung-patung tuhan yang terbuat
dari batu dan kayu. Ini menunjukkan betapa akal orang-orang Arab saat
itu mengalami titik terendah.
Bukti Awal Mukjizat Sang Insan Mulia
Sementara itu nun jauh di sana, tepatnya di Yatsrib atau Madinah
sekarang dipenuhi oleh orang-orang Yahudi yang mereka datang di sana
karena melarikan diri dari penindasan orang-orang Romawi. Mereka tinggal
di situ bagaikan srigala-srigala di atas tanah yang tersubur di mana
mereka melakukan monopoli dalam perdagangan. Mereka membagun kejayaan
mereka dengan memanfaatkan orang-orang Arab dan keheranan mereka
terhadap diri mereka sendiri.
Para cendikiawan Yahudi memperdagangkan segala sesuatu, dimulai dari
emas sampai Taurat. Mereka menyembunyikan kertas-kertas darinya dan
menampakkan sebagiannya; mereka mengubah kertas-kertas Taurat itu untuk
memperkaya diri mereka. Pada saat orang-orang Yahudi menyembah emas dan
sangat lihai melakukan persekongkolan, orang-orang Arab justru menyembah
batu dan mereka pandai berperang. Mereka juga lihai dalam membuat syair
lalu menggantungkannya di atas tirai-tirai Ka'bah. Orang-orang Arab
hidup di bawah naungan sistem kesukuan di mana kepala suku adalah
pemimpin dan nilainya sebanding dengan anak buahnya, dan kemampuan
mereka dalam berperang. Dan keutamaan seseorang dilihat dari asal
muasalnya serta nilainya juga dilihat dari kefanatikannya serta
kebanggannya kepada nasab yang merupakan kemuliannya, juga
kefanatikannya terhadap berhala tertentu yang merupakan agamanya. Jadi,
segala bentuk kemuliaan dan kewibawaan tidak terbentuk kecuali dalam
ruang lingkup yang sempit dalam kabilah atau kesukuan.
Sedangkan di tempat yang jauh dari Mekah, Romawi menyerupai burung
rajawali yang lemah, namun belum sampai kehilangan kekuatannya.
Orang-orang Romawi sangat menyanjung kekuatan. Sedangkan di belahan
timur dari utara negeri Arab, orang-orang Persia menyembah api dan air.
Api tetap menyala di tempat peribadatan mereka di mana manusia rukuk
untuknya. Dan di sana terdapat danau Sawah yang dianggap suci oleh
mereka.
Sementara itu, Kisra, raja kaum Persia duduk di atas singgasananya dan
memberikan keputusan terhadap manusia. Keputusan Kisra selalu didengar
dan dilaksanakan. Tidak ada seorang pun yang berani menentangnya dan
menolaknya. Orang-orang Persia berhasil mengalahkan Romawi dan Yunani,
sehingga mereka menjadi kekuatan yang dahsyat di muka bumi. Meskipun
mereka memiliki kekuatan yang sangat luar biasa, namun penyembahan api
jelas-jelas menunjukkan betapa bodohnya mereka dan betapa kekuatan
mereka diliputi oleh kebodohan sehingga akal mereka tercabut dan mereka
terhalangi untuk mencapai kebenaran. Alhasil, kegelapan semakin
meningkat di setiap penjuru bumi dan kehidupan berubah menjadi hutan
yang lebat di mana di dalamnya seorang yang kuat akan menyingkirkan
seorang yang lemah dan di dalamnya yang menang adalah kebatilan.
Di tengah-tengah suasana yang demikian kelam, lahirlah seorang anak di
tenda Mekah. Ketika anak tersebut lahir, maka padamlah api yang disembah
oleh kaum Persia dan keringlah danau Sawah yang disucikan oleh manusia,
bahkan robohlah empat belas loteng dari istana Kisra. Dan setan merasa
bahwa penderitaan yang besar telah merobek-robek hatinya. Ini semua
sebagai simbol dimulainya kehancuran kejahatan atau keburukan di muka
bumi dan terbebasnya akal manusia dari penyembahan terhadap sesama
manusia atau terhadap hal-hal yang bersifat khurafat. Manusia diajak
hanya untuk menyembah kepada Alloh SWT. Kelahiran Rosul sebagai bukti
hilangnya kelaliman, sebagaimana kelahiran Nabi Musa yang menunjukkan
kebebasan Bani Israil dari kelaliman Fir'aun.
Ajaran Muhammad bin Abdillah merupakan ajaran revolusi yang paling
meyakinkan dan yang paling penting yang pernah dikenal di dunia; ajaran
yang bertugas untuk menyelamatkan dan membebaskan akal dan materi.
Tentara Al-Qur'an adalah tentara yang paling adil dan paling berani
untuk menghancurkan orang-orang yang lalim. Kita akan melihat dalam
sejarah Nabi bahwa kejadian-kejadian luar biasa telah mengelilingi
Ka'bah sebelum kelahirannya. Kemudian terjadilah peristiwa luar biasa
setelah kelahirannya di mana terjadilah peristiwa pembelahan dada pada
saat beliau masih kecil, begitu juga beliau dinaungi oleh awan di waktu
kecil, bahkan beliau terkenal pada saat masih kecil dengan kecenderungan
untuk meninggalkan permainan-permainan yang biasa dimainkan oleh
anak-anak kecil seusia beliau. Alloh SWT memberikan penjagaan khusus
kepadanya sehingga Jibril as turun kepadanya dengan membawa wahyu.
Selanjutnya, mukjizatnya yang pertama adalah mukjizat yang terdapat pada
kepribadiannya dan pemikiran-pemikirannya. Itulah yang menjadi
mukjizatnya yang terbesar setelah Al-Qur'an; itu adalah bangunan ruhani
yang tinggi di mana beliau mampu menahan penderitaan di jalan Alloh SWT.
Dan dalam menegakkan kebenaran, beliau memikul berbagai macam
rintangan. Beliau melaksanakan amanat yang diembannya secara sempuma dan
sebaik-baik mungkin. Hal yang indah yang dikatakan tentang mukjizat
Nabi setelah diutusnya beliau adalah bahwa beliau tidak mempunyai
mukjizat selain usaha membebaskan akal: tanpa memiliki kekuatan luar
biasa selain membebaskan pikiran, tanpa dalil selain kalimat Alloh SWT.
Sedangkan Isa bin Maryam A.S telah berdakwah dan mengajak manusia untuk
menciptakan kesamaan, persaudaraan, dan cinta kasih di antara mereka,
namun Muhammad saw diberi karunia untuk mewujudkan persamaan,
persaudaraan, dan cinta kasih di antara orang-orang mukmin di
tengah-tengah kehidupannya dan setelah kehidupannya.
Ketika Nabi Isa A.s mampu menghidupkan orang-orang yang mati dan
mengeluarkan mereka dari kuburan, Muhammad bin Abdillah menghidupkan
orang-orang hidup dari kematian mereka yang tidak pernah mereka sadari.
Itu adalah bentuk kematian yang paling berat. Beliau juga mengeluarkan
rnereka dari kegelapan dan kebodohan menuju cahaya ilmu, dan dari
belenggu syirik dan kekufuran menuju dunia tauhid.
Sulaiman sebagai seorang Nabi dan raja mampu memperkerjakan jin untuk
mengabdi padanya, bahkan mereka mampu terbang beribu-ribu mil untuk
menghadirkan singgasana musuh-musuhnya agar mereka semua tercengang
terhadap kemampuannya, sehingga mereka masuk Islam. Namun Muhammad saw
justru mengabdi kepada Islam hanya sebagai seorang tentara yang
sederhana. Beliau mengetahui bahwa ketika beliau lalai sesaat saja dari
dakwah di jalan Allah SWT, maka kesempatannya dalam menyebarkan agama
Islam akan hilang.
Di saat terjadi peristiwa besar dalam peperangan, tiba-tiba azan salat
dikumandangkan, sehingga para pasukan yang berperang mengerjakan salat.
Tidak ada malaikat yang turun untuk melindungi mereka ketika salat atau
mencegah datangnya anak-anak panah dari punggung mereka saat sujud.
Karena itu, hendaklah para pasukan melindungi dirinya sendiri. Para
pasukan mukmin berusaha salat secara bergantian: sebagian mereka salat
dan sebagian mereka bertugas untuk menjaga.
Alloh SWT berfirman:
"Dan apabila kamu berada di tengah-tengah mereka (sahabatmu) lalu kamu
hendak mendirikan salat bersama-sama mereka, maka hendaklah segolongan
dari mereka berdiri (sholat) besertamu dan menyandang senjata, kemudian
apabila mereka sujud (telah menyempurnakan serakaat), maka hendaklah
mereka pindah dari belakangmu (untuk menghadapi musuh) dan hendaklah
datang golongan yang kedua yang belum bersembahyang, lalu
bersembahyanglah mereka denganmu, dan hendaklah mereka bersiap siaga dan
menyandang senjata. Orang-orang kafir ingin agar kamu lengah terhadap
senjatamu dan harta bendamu, lalu mereka menyerbu kamu dengan
sekaligus."(QS. an-Nisa': 102)
Selesailah masalah itu dan tidak adak malaikat yang turun untuk
melindunginya dan menolongnya. Ini adalah masa kematangan akal dan masa
keletihan para nabi dan orang-orang mukmin. Dan sesuai kadar keletihan
mereka dalam menyampaikan ajaran Islam, mereka pun akan mendapatkan
balasan yang besar.
Pada masa para nabi sebelum Nabi Muhammad saw, mereka menghadirkan
mukjizat-mukjizat kepada kaum mereka saat memulai dakwah, sehingga kaum
tersebut mempercayai apa saja yang mereka bawa, sedangkan Nabi Muhammad
bin Abdillah tidak menghadirkan kepada kaumnya selain dirinya dan
ketulusannya.
Alloh SWT telah memutuskan untuk melindungi Musa dan memerintahkannya
untuk mengangkat gunung di atas kaumnya hingga mereka beriman kepada
Taurat, atau untuk menjatuhkan gunung tersebut di atas mereka. Ketika
mengetahui hal yang Demikian itu, orang-orang Yahudi sujud dengan
meletakkan pipi mereka di atas tanah dan mereka mengamati bukit batu
yang berada di atas kepala mereka yang diangkat oleh tangan yang
tersembunyi. Sedangkan Nabi Muhammad bin Abdillah tak pernah memaksa
seseorang pun. Berimanlah beberapa orang kepadanya dan puaslah beberapa
orang kepadanya dan matilah bersamanya orang-orang yang mati dalam
keadaan puas. Beliau tidak membawa pedang kecuali saat panah yang
beracun mendekati jantung Islam dan mengancamnya.
Dakwah para nabi menuntut terjadinya mukjizat demi mukjizat. Ini karena
masa kekanak-kanakan manusia serta kelemahan akal dan hilangnya panca
indera menuntut rahmat Allah SWT untuk mendatangkan mukjizat yang sesuai
dengan masa turunnya mukjizat tersebut dan budaya masyarakat setempat.
Adalah hal yang maklum bahwa di tengah-tengah penduduk Mekah saat itu
tidak terdapat orang-orang yang cerdas atau orang-orang yang bijak yang
mampu menyerap kata-kata yang baik. Dan kesulitan yang dihadapi oleh
Islam adalah bahwa ia tidak diturankan pada masa ini saja, tetapi Islam
diturunkan untuk setiap masa. Alloh SWT mengetahui bahwa manusia telah
memasuki masa kematangan berpikir yang mengagumkan, maka hikmah-Nya
menuntut bahwa pernyataan yang pertama kali disebutkan dalam risalah-Nya
adalah "iqra'" (bacalah). Di samping itu, risalah tersebut mengandung
pemikiran yang universal, sistem yang membangun, dan hukum yang
mempesona, serta kebebasan yang diidamkan, dan manusia yang sempurna.
Adalah tidak mengurangi kehormatan para nabi sebelum Nabi Muhammad saw
di mana mereka tidak diutus di masa-masa kematangan pemikiran, tetapi
yang menambah kehormatan Nabi Muhammad saw bahwa beliau diutus di
tengah-tengah masa kematangan berpikir, dan beliau diutus sebelum
datangnya masa ini. Beliau memikul berbagai lipat cobaan yang pernah
dipikul oleh para nabi; beliau berdakwah dengan menanggung berbagai
lipat godaan dan cobaan; beliau mengalami siksaan yang pernah dialami
oleh semua para nabi; beliau mencintai Alloh SWT sebagaimana para nabi
mencintai-Nya. Alloh SWT memuliakannya ketika beliau mengimami mereka di
saat salat pada saat beliau melakukan Isra' dan Mi'raj. Meskipun
demikian, ketika beliau keluar pada suatu hari menemui
sahabat-sahabatnya dan mendapati mereka mengutamakan para nabi dan
mendahulukannya atas mereka, maka beliau justru menampakkan kemarahan
dan wajahnya berubah. Beliau berkata: "Janganlah kalian mengutamakan aku
atas Yunus bin Mata."
Melalui pernyataan itu, beliau berusaha meletakkan suatu pondasi
pemikiran yang harus dilalui oleh kaum Muslim di mana para nabi memang
memiliki derajat tertentu di sisi Alloh SWT. Boleh jadi ada nabi yang
lebih afdal atau yang lebih mulia daripada yang lain. Siapakah yang
menetapkan hal itu? Tidak ada seorang pun selain Alloh SWT. Ada pun kaum
Muslim hendaklah mereka berhenti pada batas tertentu yang seharusnya
mereka berikan berkaitan dengan sopan santun terhadap para nabi. Selama
Alloh SWT menyampaikan shalawat kepada rasul sebagai bentuk penghormatan
dan memerintahkan mereka untuk menyampaikan shalawat kepadanya, dan
selama Rosululloh seperti nabi-nabi yang lain, maka hendaklah mereka
juga bershalawat kepada semua nabi tanpa perbedaan, meskipun pada bentuk
shalawat itu sendiri.
Sementara itu, bayi yang mungil itu yang lahir di Mekah bergerak setelah
tahun gajah. Kemudian berita tersebar di sana sini dan Sampailah ke
telinga kakeknya bahwa cucunya telah dilahirkan. Abdul Muthalib segera
menuju ke tempat itu dan membawa cucunya yang yatim lalu berkeliling
dengannya di Ka'bah sambil memikirkan namanya. Abdul Muthalib tidak
merasa terpukau dengan nama-nama yang mulai beredar di benaknya. Ia
tampak bingung menentukan nama yang paling tepat buat cucunya, bahkan
kebingungannya itu berlanjut sampai enam hari, sehingga sang Nabi
disunat. Ketika malam telah menyelimuti kawasan Mekah, datanglah
kepadanya suara yang sama yang dulu pernah dilihatnya dan didengarnya
yang memerintahkannya untuk menggali zamzam. Di tengah-tengah tidurnya,
suara itu membisikkan kepadanya bahwa nama cucunya berasal dari al-Ham,
yang berarti Muhammad atau Ahmad.
Orang-orang Quraisy bertanya kepada Abdul Muthalib: "Nama apa yang
engkau berikan kepada cucumu?" Abdul Muthalib menjawab sambil mengingat
bisikan suara yang didengarnya saat mimpi, "Muhammad." Nama tersebut
sebenamya tidak umum di kalangan orang-orang Jahilliyah. Mereka
bertanya, "Mengapa Abdul Muthalib tidak memakai narna-nama
kakek-kakeknya dan nama-nama yang biasa dipakai di kalangan mereka."
Abdul Muthalib menjawab: "Aku ingin Allah SWT memujinya di langit dan
manusia memujinya di bumi."
Kami tidak mengetahui dorongan apa yang mendikte Abdul Muthalib untuk
menyatakan kalimat tersebut. Apakah kalimat itu bersumber dari realitas
kebanggaan orang-orang Arab yang populer atau berasal dari realitas
kebanggaan tradisional? Atau, apakah berangkat dari realitas kegembiraan
yang dalam dengan kelahiran si cucu, ataukah kalimat itu bersumber dari
suasana ruhani yang jernih dan bisikan alam gaib? Tentu kami tidak bisa
menjawab. Yang dapat kami ketahui adalah bahwa seseorang tidak akan
layak menyandang predikat manusia yang dipuji di bumi dan dipuji oleh
Allah SWT di langit seperti predikat yang disandang oleh Muhammad bin
Abdillah.
Nabi Muhammad saw muncul ke alam wujud dalam keadaan yatim. Beliau
ditinggalkan oleh ayahnya saat beliau masih janin di dalam perut ibunya.
Alloh SWT berfirman:
"Bukankah Dia mendapatimu sebagai seorang yatim, lalu Dia melindungimu?" (QS. adh-Dhuha: 6)
Alloh SWT melindunginya. Orang-orang sufi mengatakan bahwa sebab-sebab
kemanusiaan seperti adanya kakeknya Abdul Muthalib dan bagaimana ia
mengasuhnya dan melindunginya tidak lain hanya bentuk lahiriah yang
tidak begitu penting, sedangkan bentuk batiniah yang sebenarnya adalah
kita berada di hadapan manusia yang dilindungi dan diasuh oleh Tuhannya
sejak masih kecil. Alloh SWT mendidiknya saat beliau masih kecil, dan
mengujinya dengan keyatiman saat beliau masih janin serta mengujinya
dengan kelaparan sejak masih kecil, dan dewasa dengan kematian si ibu,
saat beliau masih kecil dengan keterasingan di tengah-tengah keramaian,
dan dengan terjaga di tengah-tengah tidur serta dengan penderitaan demi
penderitaan. Alloh SWT telah menyiapkannya sejak usia dini untuk memikul
beban risalah terakhir.
Selanjutnya, ibunya seringkali memeluknya lebih dari sebelumnya. Ia
melihat bahwa banyak dari wanita-wanita yang menyusui tidak berkenan
untuk mengasuhnya. Adalah sudah menjadi tradisi yang berkembang di Mekah
di mana keluarga-keluarga yang mulia mengirim anaknya ke kawasan dusun
agar anak tersebut menyerap dan menghirup udara segar serta memperoleh
mainan yang memadai. Dan biasanya wanita-wanita yang menyusui anak-anak
lebih tertarik menyusui anak-anak dari orang-orang kaya. Namun ketika
pemimpin manusia seorang yang fakir, maka wanita-wanita yang biasa
menyusui tidak berminat kepadanya.
Marilah kita telusuri bagaimana Halimah binti Abi Duaib menceritakan
kisahnya bersama anak kecil yang disusuinya: "Saat itu terjadi musim
tandus dan kami tidak memiliki sesuatu sehingga aku dan suamiku
mengalami kemiskinan yang luar biasa. Lalu kami menetapkan keluar ke
Mekah dan menemani wanita-wanita dari Bani Sa'ad. Kami semua mencari
anak-anak yang masih menvusu agar orang tua mereka dapat membantu kami
untuk memenuhi kebutuhan hidup.
Binatang yang aku tunggangi sangat lemah dan sangat kurus yang itu semua
disebabkan oleh kekurangan makanan. Bahkan kami khawatir kalau-kalau ia
berhenti di tengah perjalanan dan mati. Dan kami tidak tidur semalaman
karena melihat kondisi anak kecil yang bersama kami. Ia menangis karena
tidak menemukan makanan yang dapat dimakannya. Ia menangis karena
kelaparan dan tidak mendapat air susu, baik dari air susuku maupun air
susu unta yang dibawa oleh suamiku, sehingga kami tidak dapat memuaskan
dahaganya. Di tengah-tengah malam, aku merasakan keputusasaan. Aku
bertanya-tanya bagaimana aku dapat melakukan sesuatu dalam keadaan yang
demikian.
Akhirnya, kami sampai di Mekah. Sementara itu, wanita-wanita yang ingin
mencari anak-anak yang dapat mereka susui telah mendahului kami. Mereka
mengambil anak-anak kecil yang mereka sukai, kecuali satu anak, yaitu
Muhammad di mana ayahnya telah meninggal dan ia berasal dari keluarga
yang miskin meskipun sebenarnya kedudukannya sangat mulia di antara
tokoh-tokoh Quraisy. Oleh karena itu, wanita-wanita enggan untuk
mengasuhnya. Namun aku dan suamiku tidak sepaham dengan mereka karena
aku tidak peduli dengan keyatiman dan kcfakirannya. Kemudian aku malu
untuk kembali dan tidak mengambil bayi yang dapat aku susui kemudian. Di
samping itu, aku malu jika mendapat cercaan dari wanita-wanita itu.
Lalu aku merasakan adanya kasih sayang yang memenuhi hatiku terhadap
anak kecil yang tampan itu yang akan diganggu oleh udara yang kotor."
Kisah tersebut mengatakan bahwa saat anak-anak kecil mendapatkan
wanita-wanita yang menyusuinya, maka Muhammad bin Abdillah sedang tidur
dalam keadaan lapar di ranjangnya yang kasar, tanpa disusui oleh siapa
pun. Suatu hikmah yang tinggi berkehendak agar bayi yang masih menyusui
itu menghadapi dunia dalam keadaan yatim dan dalam keadaan kelaparan
agar ia dapat merasakan penderitaan anak-anak yatim dan orang-orang yang
lapar sebelum ia menyelamatkan mereka.
Halimah mengatakan bahwa ia meyakinkan suaminya bahwa ia merasakan
keinginan yang kuat untuk mengambil anak yatim ini, sehingga suaminya
menyetujuinya. Halimah tidak mengetahui rahasia keinginannya yang samar
agar ia kembali untuk mengambil anak yatirn yang masih menyusu ini. Ia
tidak mengetahui bahwa Alloh SWT telah menanamkan rasa cinta kepada anak
kecil itu dalam hatinya seperti Alloh SWT menanamkan cinta kepada Musa
pada hati isteri Fir'aun. Jika Musa menolak wanita-wanita lain untuk
menyusuinya kecuali ibunya setelah Alloh SWT mencegahnya dari susuan
wanita-wanita lain agar ibunya merasa bahagia dan tidak bersedih, maka
Muhammad bin Abdillah—seorang anak kecil yang masih menyusu dan
mulia—-justru ditolak oleh wanita-wanita yang menyusui, sedangkan ia
sendiri tidak pernah menolak seseorang pun.
Halimah kembali kepadanya dan ia memberitahu bahwa ia akan mengasuhnya.
Nabi Muhammad saw adalah seorang yang mulia. Halimah meletakkan
tangannya di dadanya, sehingga anak kecil itu tertawa. Halimah mencium
di antara kedua matanya. la meletakkannya di kamarnya. Halimah
mengetahui bahwa kedua air susunya telah kering, namun tiba-tiba air
susunya memancar dengan keras sebagai bentuk kasih sayang dan tanda
kebesaran dari Alloh SWT. Kini Halimah pun dapat menyusuinya. Apakah itu
merupakan hikmah yang tinggi di mana anak kecil tersebut merasa cukup
dengan sesuatu yang sedikit? Ataukah anak kecil itu sudah dapat mendidik
dirinya untuk zuhud dan qanaah sebelum ia mendidik orang-orang dewasa
tentang pengorbanan dan kesatriaan?
Halimah kembali ke gurun Bani Sa'ad dan ia membawa Muhammad bin
Abdillah. Belum lama ia menyaksikan tanahnya yang tandus sehingga
tiba-tiba kebaikan dunia terbuka dan mekar di hadapanya, di mana bumi
dipenuhi dengan kehijau-hijauan setelah mengalami masa tandus.
Pohon-pohon berbuah dan buah kurma tampak berseri-seri setelah
sebelumnya layu, bahkan susu-susu binatang pun mulai tampak banyak.
Alloh SWT memberikan berkah-Nya kepada tempat tersebut. Halimah
mengetahui bahwa kabaikan ini telah datang bersama kedatangan anak kecil
yang diberkahi, sehingga cintanya kepada anak itu semakin bertambah.
Bahkan suaminya pun menjadi tawanan cinta yang lain kepada Muhammad saw.
Pada suatu hari ia berkata kepada isterinya: "Apakah engkau mengetahui
wahai Halimah bahwa engkau telah mengambil seorang anak yang mulia?"
Halimah berkata: "Anak kecil itu tidak menangis dan tidak berteriak
kecuali ketika ia telanjang." Ketika anak kecil itu gelisah di tengah
malam dan tidak tidur, maka Halimah membawanya keluar dari kemah dan ia
berhenti bersamanya di bawah sinar bintang. Saat itu anak itu tampak
bergembira ketika menyaksikan langit. Setelah kedua matanya terpuaskan
oleh pandangan ke arah langit, ia pun mulai tidur.
Ketika anak itu mencapai tahun yang kedua, maka ia telah disapih,
sehingga ibunya ingin mengambilnya, tetapi Halimah tidak kuat untuk
menahan perpisahan ini. Halimah menjatuhkan dirinya di hadapan kedua
kaki sang ibu dan ia mulai menciuminya dan ia meminta agar membiarkannya
bersama anaknya sehingga anak itu benar-benar kuat dan dapat kembali
menghirup udara segar gurun. Akhirnya, Rosululloh saw tinggal di tempat
Bani Sa'ad sampai lima tahun. Dan pada masa lima tahun ini terjadi
peristiwa penting yang terkenal dengan peristiwa pembelahan dada.
Kehendak Ilahi telah menetapkan kepada Ruhul Amin, yaitu Jibril untuk
menemui Muhammad bin Abdillah dan membelah dadanya dengan perintah Ilahi
serta menyuci hatinya dengan rahmat dan mengeringkannya dengan cahaya
dan mengeluarkan bagian dunia darinya.
Seperti biasanya Rosululloh saw keluar pada suatu hari bersama saudara
susuannya dengan menunggangi sekawanan domba menuju tempat pengembalaan.
Di tengah hari, saudaranya berlari-lari dalam keadaan takut dan
menangis sambil berteriak bahwa Muhammad telah terbunuh. Muhammad
diambil oleh dua orang laki-laki yang memakai baju yang putih lalu kedua
orang itu menelentangkannya dan membelah dadanya.
Mendengar hal itu, Halimah sangat kaget dan terpukul. Ia segera pergi
sambil berlari mencari Muhammad dan diikuti oleh suaminya yang mengikuti
petunjuk anak kecil dari saudara Muhammad. Akhirnya, mereka menemukan
Muhammad sedang duduk di atas tanah di mana wajahnya tampak pucat dan
kedua matanya menyala.
Halimah dan suaminya mencium dengan lembut dan mulai menampakkan kasih
sayangnya. Kemudian mereka bertanya, "apa yang terjadi?" Muhammad
menjawab: "Ketika aku memperhatikan domba-domba yang sedang bermain aku
dikagetkan dengan kedatangan dua orang yang memakai pakaian yang putih.
Mula-mula aku menyangka bahwa mereka adalah burung yang besar, namun
ternyata aku salah. Mereka adalah dua orang yang tidak aku kenal yang
memakai pakaian warna putih. Salah seorang dari mereka berkata kepada
temannya dengan menunjuk ke arahku, "Apakah ini anaknya?" Yang lain
menjawab, "benar." Aku merasakan ketakutan yang luar biasa. Lalu mereka
mengambilku dan menidurkan aku serta membelah dadaku dan mereka
mengambil sesuatu darinya hingga mereka mendapatinya dan membuangnya
jauh-jauh. Setelah itu, mereka bersembunyi laksana bayangan."
Hadis tersebut diriwayatkan oleh Anas dan juga diriwayatkan oleh Muslim
dan Ahmad. Para mufasir berbeda pendapat tentang simbolisme yang dalam
ini. Sebagaian besar ulama menakwilkan peristiwa tersebut. Pakar-pakar
klasik, seperti Qurthubi berpendapat bahwa peristiwa itu diisyaratkan
oleh firman-Nya: "Bukankah Kami telah melapangkan untukmu dadamu?. "
(QS. Alam Nasyrah: 1)
Sedangkan tokoh-tokoh hadis, seperti Ghazali berpendapat bahwa manusia
istimewa seperti Muhammad saw tidak mungkin terlepas dari bimbingan
Ilahi dan tidak mungkin terkena waswas sekecil apa pun yang biasa
menimpa manusia biasa. Jika suatu kejahatan menjadi suatu gelombang yang
memenuhi cakrawala, maka di sana terdapat hati yang segera memungutnya
dan terpengaruh dengannya, namun hati para nabi dengan adanya bimbingan
Alloh SWT tidak akan terpanggil dan tidak terkena arus kejahatan
tersebut.
Dengan demikian, usaha para nabi terfokus pada peningkatan kemajuan atau
ketinggian, bukan memerangi kerendahan. Diriwayatkan oleh Abdillah bin
Mas'ud bahwa Rosululloh saw bersabda: "Tidak ada seseorang di antara
kalian kecuali ia diawasi oleh temannya dari kalangan jin dan temannya
dan dari kalangan malaikat." Para sahabat berkata: "Apakah hal itu juga
berlaku kepadamu wahai Rosululloh?" Beliau menjawab: "Ya, tetapi Alloh
SWT membantuku, sehingga ia berserah diri dan tidak memerintahkan
kepadaku kecuali dalam kebaikan."
Begitulah sikap orang-orang yang dahulu dan para ahli hadis berkaitan
dengan peristiwa pembelahan dada. Kami kira bahwa kejadian yang luar
biasa tersebut berhubungan dengan persiapan Nabi untuk melalui Isra' dan
Mi'raj. Ia merupakan perjalanan di mana Rosululloh saw akan menebus
alam angkasa dan akan mencapai alam langit. Kemudian beliau akan
melampaui alam ini, sehingga sampai di Sidratul Muntaha yang di sana
terdapat Janatul Ma'wah.
Pandangan tersebut kembali kepada pendapat kami yang mengatakan bahwa
peristiwa pembelahan dada berulang lebih dari sekali saat Rasul saw
mencapai usia lima puluh tahun. Dan peristiwa pembelahan dada terjadi
kedua kalinya pada malam Isra' dan Mi'raj.
Bukhari meriwayatkan dari Malik bin Sh'asha'a bahwa Rasulullah saw
menceritakan kepada mereka peristiwa malam Isra' di mana beliau
bersabda: "Ketika aku berada di Hathim—atau beliau berkata di Hijr—saat
aku dalam keadaan antara tidur dan bangun, maka seorang datang kepadaku
lalu ia membelah antara ini dan ini. Yaitu antara kerongkongan dan
perutnya. Beliau melanjutkan: Lalu ia mengeluarkan hatiku dan membawa
mangkok dari emas yang penuh dengan keimanan lalu ia menyuci hatiku.
Kemudian diulanginya."
Kami kira bahwa pembelahan dada merupakan bentuk simbolis yang
menunjukkan kesucian Rosul saw dan sebagai bentuk penyiapannya untuk
melalui Isra' dan Mi'raj. Itu merupakan pemberitahuan dari Ilahi bahwa
anak ini akan mencapai suatu kedudukan yang belum pernah dicapai oleh
manusia dan tidak akan dicapai manusia sesudahnya. Setelah peritiwa
pembelahan dada, berubahlah kehidupan anak kecil itu di mana sebagian
besar waktunya digunakan untuk merenung dan menyendiri. Dari roman
wajahnya tampak keseriusan yang biasanya menghiasi wajah orang-orang
dewasa.
Berlalulah hari demi hari, tahun demi tahun dan Selesailah masa
menetapnya bersama Halimah di dusun Bani Sa'ad. Beliau sangat
terpengaruh dan sangat terkesan dengan keadaan di sana. Diriwayatkan
bahwa beliau pemah mengingat masa kecilnya di Bani Sa'ad dan beliau
membanggakannya. Beliau menyebutkan pengorbanan mereka dan sikap mereka
yang baik. Beliau berkata: "Aku termasuk dari Bani Sa'ad, tanpa
bermaksud menyombongkan diri. Jika mereka berhadapan atau menyaksikan
salah seorang mereka lapar, maka mereka akan membagi makanan di antara
mereka."
Kemudian Muhammad bin Abdillah kembali ke Mekah saat usianya lima tahun.
Beliau hidup beberapa hari bersama ibunya di mana si ibu merasakan
kesedihan yang dalam atas kepergian ayahnya. Sesuai janji untuk
mengingat ayahnya yang telah pergi, Aminah menetapkan untuk mengunjungi
kuburannya di Yatsrib. Jarak antara Mekah dan Yatsrib lebih dari lima
ratus kilo meter di gurun yang kering yang jauh dari tanda-tanda
kehidupan. Anak itu menempuh perjalanan yang berat. Setelah perjalanan
yang berat ini, Muhammad bin Abdillah tinggal di tempat paman-paman dari
ibunya di Madinah selama satu bulan. Muhammad melihat rumah yang di
situ ayahnya meninggal sebelum ia dilahirkan. Beliau berziarah bersama
ibunya ke kuburan yang sederhana yang ayahnya dikuburkan di dalamnya.
Mula-mula pikirannya terfokus pada keadaan yatim sambil ia mulai
memperhatikan linangan air mata ibunya yang diam.
Selesailah masa satu bulan keberadaannya di sisi paman-pamannya.
Kemudian ibunya menemaninya untuk kembali ke Mekah. Kedua anak manusia
itu sampai di pertengahan jalan. Muhammad bin Abdillah tidak mengetahui
rahasia kepucatan wajah ibunya. Lalu malaikatul maut turun di suatu
tempat yang yang bernama Abwa. Di situlah Aminah binti Wahab telah
bertemu dengan kekasihnya, Alloh SWT.
Sang ibu meninggal dan meninggalkan anak satu-satunya bersama seorang
pembantu. Pembantu itu menampakkan rasa kasihnya terhadap anak kecil
yang kehilangan ayahnya saat masih janin dan kehilangan ibunya saat
berusia enam tahun. Muhammad bin Abdillah kini menjadi sendiri dan ia
dalam keadaan menangis. Ia mencapai kematangan setelah ia melewati
kesedihan kehidupan dan kerasnya kehidupan sebagai anak yatim.
Rosululloh saw pernah ditanya setelah masa diutusnya: "Bagaimana
pandanganmu?" Beliau menjawab: "Pengetahuan adalah modalku. Akal adalah
dasar agamaku. Cinta adalah pondasiku. Zikrullah adalah kesenanganku.
Dan kesedihan adalah temanku."
Alloh SWT telah menyiramkan kepadanya sungai-sungai kesedihan sehingga
beliau dapat memberikan kepada manusia buah dari kegembiraan dan
ketulusan.
Anak kecil itu kembali ke Mekah dalam keadaan sedih dan ia tampak
terpaku. Lalu Abdul Muthalib, kakeknya menampakkan cinta yang luar biasa
dan penghormatan padanya. Setelah dua tahun ketika Muhammad bin
Abdillah berusia delapan tahun, maka meninggallah salah satu benteng
yang terbaik yang menjaganya, yaitu kakeknya Abdul Muthalib. Kemudian
anak kecil itu kini merenungi kakeknya laksana orang dewasa. Ia tampak
tegar seperti layaknya orang dewasa.
Kita tidak mengetahui mengapa terjadi demikian. Mengapa hikmah Alloh SWT
mencegah Nabi yang terakhir untuk mendapatkan kasih sayang seorang
ayah, kasih sayang seorang ibu, dan bimbingan seorang kakek? Apakah
Alloh SWT ingin memberi Nabi yang terakhir suatu kasih sayang dan cinta
yang semata-mata bersumber dari sisi-Nya? Apakah Alloh SWT ingin
mendidiknya dengan kesedihan dan memberinya perasaan-perasaan yang penuh
dengan penderitaan? Apakah Alloh SWT ingin membuat hati Rasul-Nya hanya
tertuju kepadanya? Dahulu Alloh SWT berkata kepada Musa:
"Dan Aku telah memilihmu untuk diri-Ku." (QS. Thaha: 41)
Dahulu Alloh SWT memberi kabar gembira kepada Musa di dalam Taurat
sebagaimana Isa memberi kabar gembira di dalam Injil dengan kedatangan
seorang Nabi setelahnya yang bernama Ahmad. Dan Nabi Musa meminta kepada
Tuhannya agar memberinya dan memberi umatnya puncak keutamaan, lalu
Alloh SWT menjawab bahwa Dia telah menetapkan keutamaan ini kepada Nabi
yang terakhir Ahmad dan umatnya.
Alloh SWT telah memilih Musa untuk diri-Nya. Meskipun Demikian, Dia
tidak mencegahnya untuk mendapatkan kasih sayang seorang ibu dan
mendidiknya di tengah-tengah keluarganya. Namun Dia berkehendak untuk
menjadikan Nabi yang terakhir tercegah dari mendapatkan kasih sayang
seorang manusia dan cinta seorang manusia, sehingga Nabi tersebut hanya
mendapatkan kasih sayang Ilahi dan cinta Ilahi.
Alloh SWT berfirman menceritakan tentang keadaan Rosul terakhir:
"Bukankah Dia mendapatimu sebagai seorang yatim, lalu Dia melindungimu.
Dan Dia mendapatimu sebagai seorang yang bingung, lalu Dia memberikan
petunjuk. Dan Dia mendapatimu sebagai seorang yang kekurangan, lalu Dia
memberikan kecukupan. Adapun terhadap anak yatim, maka janganlah kamu
berlaku sewenang-wenang. Dan terhadap orang yang meminta-minta, maka
janganlah kamu menghardiknya. Dan terhadap nikmat Tuhanmu maha hendaklah
kamu menyebut-nyebutnya (dengan bersyukur). " (QS. ad-Dhuha: 6-11)
Makna ayat tersebut secara harfiah adalah bahwa beliau dalam keadaan
yatim lalu Alloh SWT melindunginya; beliau dalam keadaan tersesat lalu
Alloh SWT memberinya petunjuk; beliau dalam keadaan fakir lalu Alloh SWT
memampukannya. Alloh SWT melindunginya dengan mengasuhnya,
membimbingnya, dan mencukupinya. Itu adalah derajat keutamaan yang tidak
pernah dicapai oleh seseorang pun di dunia.
Setelah kematian kakeknya, maka pamannya Abu Thalib mengasuhnya. Alloh
SWT telah meletakkan kecintaan pada hati pamannya, sehingga pamannya
mengutamakan Muhammad saw daripada anak-anaknya dan memuliakannya serta
menghormatinya, bahkan Abu Thalib mendudukkannya di ranjangnya yang
biasa dibentangkannya di hadapan Ka'bah di mana tidak ada seorang pun
yang duduk selainnya.
Kehidupan awal Rosululloh
Muhammad bin Abdillah hidup di jantung gurun Mekah sebagai seorang yang
memiliki kesadaran yang tinggi di antara kaum yang sedang lalai dan kaum
yang mabuk-mabukan dan para penyembah berhala serta para pedagang
minuman keras dan para syair dan orang-orang yang berperang dan
tokoh-tokoh kabilah.
Muhammad bin Abdillah seorang yang banyak diam dan ketika usianya
semakin dewasa, maka ia bertambah banyak diam. Beliau tidak berbicara
kecuali jika diajak seseorang berbicara; beliau tidak terlibat dalam
permainan hura-hura anak-anak muda; beliau merasakan kesedihan yang
dalam; beliau sering menyendiri dan membuka matanya di hamparan
pasir-pasir. Mulutnya terdiam dan akalnya berpikir. Beliau merenungkan
di masa kecilnya bagaimana kaumnya bersujud terhadap berhala dan
terpukau dengannya; bagaimana orang-orang berakal mau bersujud kepada
batu-batu yang tidak memberikan mudharat dan manfaat dan tidak berbicara
serta tidak dapat melakukan apa-apa. Beliau mewarisi dari kekeknya
Ibrahim kebencian yang fitri terhadap dunia berhala dan patung.
Di dalam dirinya terdapat penghinaan yang besar terhadap
sembahan-sembahan dari batu ini, suatu penghinaan yang menjadikannya
tidak mau mendekat selama-lamanya terhadap patung tersebut. Namun
hatinya yang besar dipenuhi dengan kesedihan yang lebih hebat dari
kesedihan kakeknya Ibrahim. Beliau sedih karena akal manusia menyembah
batu dan emas, kesombongan serta kekuasaan penguasa; beliau mendengar
apa yang dikatakan manusia dan mengamat-amati urusan kehidupan dan
keadaan masyarakat; beliau juga menyaksikan betapa banyak pertentangan
dan perkelahian di antara manusia yang justru disebabkan oleh
masalah-masalah yang sepele, sehingga keheranan beliau semakin bertambah
dan sudah barang tentu kesedihannya pun semakin dalam. Tidakkah manusia
mengetahui bahwa mereka akan mati seperti ayahnya, ibunya, dan
kakeknya? Mengapa mereka menimbulkan pertentangan ini, hingga mereka
mendapatkan lebih banyak kejahatan?
Ketika usianya semakin bertambah, maka bertambahlah kezuhudannya dalam
hidup, dan sepak terjangnya terus bersinar memenuhi penjuru Mekah.
Beliau tidak sama dengan seseorang pun dari kalangan pemuda saat itu.
Meskipun kami kira bahwa kesedihannya disebabkan oleh hal-hal yang umum,
tetapi beliau tidak mengungkapkan kegelisahan hatinya pada seseorang
pun. Beliau belum bertujuan untuk memperbaiki masyarakat atau
kemanusiaan. Benar bahwa pertanyaan-pertanyaan kritis timbul dalam
benaknya dan ingin segera menemukan jawaban, tetapi akalnya sendiri
tidak dapat menemukan jawaban atau jalan keluar. Inilah yang dimaksud
dengan makna ayat:
"Dan Dia mendapatimu sebagai seorang yang bingung, lalu Dia memberikan petunjuk." (QS. adh-Dhuha: 7)
Yang dimaksud ad-Dhalal (kesesatan) di sini ialah kebingungan akal dalam
menafsirkan kejahatan dan usaha melawannya karena ketiadaan senjata dan
kecilnya usia. Semua itu justru menambah sikap diam anak kecil itu dan
menjauhkannya dari dunia yang akan mencemari akal, sehingga akalnya
selamat dari segala noda dan tetap di bawah naungan kejernihannya.
Anak kecil itu tetap jauh dari dosa-dosa yang dilakukan oleh kaumnya
yang berupa kecenderungan untuk menyembah berhala dan cinta kekuasaan
dan kebanggaan. Ia selalu mendekat dan lebih mendekat kepada hakikatnya
yang suci; ia mampu mempengaruhi orang lain dengan jiwanya yang bersih
dan rahmatnya atau kasih sayangnya tertuju kepada manusia, bahkan kepada
binatang dan burung. Ketika ia duduk akan makan lalu ada burung merpati
berkeliling di seputar makanannya rnaka ia meninggalkan makanannya
untuk burung itu. Pada saat orang-orang memukul anjing yang mendekat
kepada makanan mereka, maka ia justru mencabut suapan yang ada di
mulutnya dan memberikannya pada anjing, kucing, anak-anak kecil, dan
orang-orang fakir. Bahkan seringkali di waktu malam ia tidur dalam
keadaan lapar karena ia memberikan makanannya ke orang lain.
Muhammad saw adalah seorang fakir yang harus bekerja agar dapat makan,
maka beliau bekerja sebagai pengembala kambing, seperti Nabi Daud, Nabi
Musa, dan nabi-nabi yang lain yang diutus oleh Alloh SWT. Kemudian
beliau melakukan perjalanan bersama kafilah pamannya Abu Thalib menuju
Syam saat beliau berusia tiga belas tahun. Beliau menyaksikan keadaan
umat-umat yang lain, maka keheranannya semakin bertambah terhadap masa
jahiliyah ini. Ketika beliau menyaksikan orang-orang tersesat, maka
kesedihannya semakin bertambah dan hatinya semakin tersentuh dan
pikirannya semakin dalam.
Pada saat perjalanan menuju ke Syam ini terjadi suatu peristiwa terhadap
anak kecil itu. Kemungkinan besar itu justru menambah kebingungannya.
Seorang pendeta yang bernama Buhaira berdiri di jendela rumah yang
menjadi tempat peribadatannya di Suria. Tiba-tiba ia memperhatikan suatu
awan putih—tidak seperti biasanya—yang menghiasai langit yang biru.
Saat itu udara sangat terang, sehingga munculnya awan tersebut sangat
mengherankan. Kemudian pandangan Buhaira yang tertuju ke langit, kini
tertuju ke bumi di mana ia mendapati awan itu menyerupai burung yang
putih yang menaungi kafilah kecil yang menuju ke arah utara. Buhaira
memperhatikan bahwa awan tersebut mengikuti kafilah.
Jantung Buhaira berdebar dengan keras karena ia mengetahui melalui
buku-buku peninggalan kaum Masehi yang otentik bahwa seorang nabi akan
muncul ke dunia setelah Isa. Sifat dan kabar nabi tersebut diceritakan
dalam buku-buku kuno. Buhaira segera meninggalkan tempatnya, lalu ia
segera memerintahkan untuk menyiapkan makanan yang besar. Kemudian ia
mengutus seseorang untuk menemui kafilah tersebut dan mengundang mereka
untuk jamuan makan. Salah seorang mereka berkata dengan nada bercanda
kepada Buhaira: "Demi Lata dan 'Uzza, engkau hari ini tampak lain wahai
Buhaira. Engkau tidak pernah melakukan demikian kepada kami, padahal
kami telah melewati dan singgah di tempat ini lebih dari sekali. Ada
peristiwa apa gerangan wahai Buhaira?"
Buhaira menjawab: "Hari ini kalian adalah tamu-tamuku." Pertanyaan orang
tersebut tidak dijawab dengan terang-terangan. Ia sengaja
menghindarinya dan tidak menyingkapkan rahasia kemuliaan yang datangnya
tiba-tiba ini. Buhaira memberi makan mereka dan mulai memperhatikan di
antara mereka adanya seseorang yang memiliki tanda-tanda yang dibacanya
dalam kitab-kitabnya yang kuno tentang seorang rasul yang ditunggu.
Namun ia tidak menemukannya, hingga ia bertanya kepada mereka: "Wahai
kaum Quraisy, apakah ada seseorang yang tidak hadir bersama jamuanku
ini?" Mereka menjawab: "Benar, ada seseorang yang tidak ikut bersama
kami. Kami meninggalkannya karena ia masih kecil." Buhaira berkata:
"Sungguh aku telah mengundang kamu semua. Panggilah ia supaya hadir
bersama kami dan memakan makanan ini." Salah seorang lelaki dari kaum
Quraisy berkata: "Demi Lata dan 'Uzza, sungguh tercela bagi kami untuk
meninggalkan Muhammad bin Abdillah bin Abdul Muthalib dari jamuan yang
kami diundang di dalamnya.
Pamannya meminta maaf karena Muhammad masih kecil, kemudian sebagian
mereka berdiri dan menghadirkannya. Belum lama Buhaira memandangi
kejernihan dua mata Muhammad, sehingga ia mengetahui bahwa ia telah
mendekati tujuannya. Buhairah terpaku ketika memandangi Muhammad bin
Abdillah sehingga kaum selesai makan dan mereka berpisah.
Muhammad bin Abdillah duduk sendirian. Buhaira menghampirinya dan
berkata: "Wahai anak kecil, demi kedudukan Lata dan 'Uzza, sudikah
kiranya engkau memberitahu aku terhadap apa yang aku tanyakan kepadamu?"
Buhaira ingin mengetahui sikap anak ini terhadap berhala kaumnya. Anak
kecil itu menjawab: "Jangan engkau bertanya kepadaku tentang Lata dan
'Uzza. Demi Alloh, tidak ada sesuatu yang lebih aku benci daripada
keduanya." Buhaira berkata: "Dengan izin Alloh aku ingin bertanya
kepadamu." Anak kecil itu menjawab: "Tanyalah apa saja yang terlintas di
benakmu."
Buhaira bertanya kepada anak kecil itu tentang keluarganya, kedudukannya
di tengah-tengah kaumnya, mimpinya dan pendapat-pendapatnya. Dialog
tersebut terjadi jauh dari pantauan kaum karena mereka tidak akan diam
ketika mendengar bahwa Muhammad membenci berhala-berhala mereka.
Kemudian Muhammad menjawab pertanyaan-pertanyaan Buhaira dengan yakin,
hingga membuat Buhaira mantap bahwa ia sekarang duduk bersama seorang
Nabi yang kabar berita gembiranya disampaikan oleh Nabi Isa sebagaimana
disampaikan oleh nabi-nabi dari kaum Israil dari kaum Nabi Musa. Setelah
itu, ia bangkit meninggalkan anak kecil itu dan menuju ke Abu Thalib ia
bertanya tentang kedudukan anak kecil itu di sisinya. Abu Thalib
menjawab: "Ia adalah anakku." Buhaira berkata: "Tidak mungkin ayahnya
masih hidup." Abu Thalib berkata: "Benar. Ia anak saudaraku. Ayahnya dan
ibunya telah meninggal." Buhaira berkata: "Engakau benar, kembalilah
kamu ke negerimu dan hati-hatilah dari kaum Yahudi." Abu Thalib bertanya
tentang rahasia dari apa yang dikatakan oleh pendeta itu. Pendeta itu
mulai mengetahui bahwa ia telah berbicara lebih dari yang semestinya.
Lalu ia berkata: "Ia akan memiliki kedudukan tertentu." Buhaira tidak
menjelaskan lebih dari itu dan ia tidak menentukan kedudukan yang
dimaksud.
Lalu berlalulah peristiwa tersebut tanpa terlintas dari benak seseorang
atau tanpa menggugah kesadaran di antara mereka. Kisah tersebut tidak
membawa pengaruh berarti bagi kafilah atau kepada Nabi sendiri. Kafilah
menganggap bahwa penghormatan pendeta kepada Muhammad bin Abdillah dan
memberitahunya akan kedudukan yang akan disandangnya adalah semata-mata
basa-basi yang biasa diucapkan di atas meja makan ketika para tamu
memuji kedermawanan tuan rumah. Dan sebagai balasannya, orang yang
mengundang akan memuji akhlak para pemuda mereka. Alhasil, peristiwa
tersebut tidak membawa pengaruh apa pun, baik bagi Muhammad maupun bagi
sahabat-sahabat yang ikut dalam kafilah, sehingga mereka tidak
mengetahui rahasia perkataan pendeta dan mereka tidak menyebarkan
pembicaraan yang mereka dengar darinya. Peristiwa itu tersembunyi
meskipun ia sungguh sangat membingungkan Muhammad.
Apa gerangan yang terjadi antara dirinya dan orang-orang Yahudi,
sehingga pendeta perlu mengingatkan pamannya dari ancaman mereka? Apa
kedudukan yang akan diembannya seperti yang diceritakan oleh pendeta
itu? Dan apa hubungan semua ini dengan kesedihan-kesedihannya yang dalam
serta kebingungannya? Pertanyaan-pertanyaan tersebut sedikit demi
sedikit berputar di benaknya. Kemudian seperti biasanya kafilah tersebut
kembali ke Mekah. Muhammad kembali menuju keterasingannya. Ia
memperhatikan keadaan alam di sekitarnya. Kemudian ia melihat kembali
penderitaannya; ia berusaha untuk mendapatkan kehidupannya; ia mengabdi
kepada manusia dan mengorbankan apa saja demi kemuliaan mereka.
Hari demi hari berlalu. Muhammad saw tampil dengan pakaian ketulusan
kasih sayang, dan amanah serat cinta, sebagaimana pelita dipenuhi oleh
cahaya, sehingga kejujurannya terkenal di tengah-tengah kaumnya. Bahkan
kejujuran dan amanatnya tidak bakal diragukan oleh seseorang pun dari
penduduk Mekah. Dan ketika beliau datang dengan membawa risalahnya dan
beliau ditentang mayoritas masyarakatnya, namun tak seorang pun yang
berani meragukan kejujurannya. Mereka hanya menuduh bahwa ia terkena
sihir atau kesadarannya telah hilang.
Peristiwa yang menjadi titik awal perjuangan Rosululloh
Pada tahun ketiga belas dari masa kenabian, ketika semua kabilah sepakat
untuk membunuhnya dan mengucurkan darahnya di antara para kabilah dan
mereka mengepung rumahnya, maka di saat situasi yang sulit ini beliau
menetapkan untuk berhijrah. Tetapi sebelumnya beliau mewasiatkan kepada
Ali bin Abi Thalib, anak pamannya untuk tetap tinggal di rumahnya agar
ia dapat mengembalikan amanat yang dititipkan oleh semua musuhnya dan
para sahabatnya. Ini beliau maksudkan agar Ali dapat menyerahkan amanat
tersebut di waktu pagi kepada para pemiliknya. Anda dapat melihat betapa
para musuhnya merasa aman terhadap harta mereka ketika dijaga oleh
Muhammad saw.
Hari demi hari berlalu dan tahun demi tahun pun lewat. Sementara itu,
kesucian dan kejujuran Muhammad saw semakin meningkat. Dan di tengah
lautan keheningan yang mencekam, ketika Muhammad bin Abdillah
menyebarkan layar perahunya yang putih, maka ia harus menemui hakikat
azali yang bertemu dengan-nya semua nabi dan rasul. Muhammad bin
Abdillah mengetahui bahwa alam yang besar ini mempunyai Tuhan Pengatur
dan Pencipta; Tuhan yang Maha Satu dan yang tiada tuhan selain-Nya.
Muhammad dijauhkan dari suasana kenikmatan dan foya-foya yang biasa
dilakukan oleh para pemuda seusianya. Dan ketika pemuda Mekah
berbangga-bangga dengan banyaknya minuman keras yang mereka minum dan
banyaknya bait-bait syair yang mereka katakan tentang wanita, maka
Muhammad bin Abdillah telah menemukan jati dirinya di suatu gua yang
tenang di gunung yang besar. Ia memilih untuk menghabiskan waktunya di
dalam keheningan gua tersebut. Ia merenung dengan hatinya tentang
keadaan alam; ia memikirkan keagungan rahasia-rahasianya dan rahmat
Penciptanya serta kebesaran-Nya.
Pada tahun yang kedua puluh lima, beliau mengenal Ummul Mu'minin,
isterinya yang pertama, yaitu Khadijah binti Khuwailid yang saat itu
berusia empat puluh tahun. Khadijah adalah wanita yang mulia dan
mempunyai cukup harta. Ia berdagang dan suaminya telah meninggal. Banyak
orang yang mendekatinya dengan alasan untuk mendapatkan kekayaannya.
Khadijah mencari seseorang laki-laki yang dapat membawa harta
dagangannya menuju Syam, lalu Khadijah mendengar berita yang cukup
banyak berkenaan dengan kejujuran dan amanat serta kesucian Muhammad bin
Abdilah. Akhirnya, Khadijah mengutus Muhammad saw untuk membawa barang
dagangannya. Muhammad saw pergi dalam perjalanannya yang kedua ke Syam
saat beliau berusia dua puluh lima tahun. Alloh SWT memberkati
perjalannya di mana beliau kembali dengan membawa keuntungan yang
berlipat ganda yang diserahkannya kepada Khadijah. Muhammad saw tidak
peduli dengan harta Khadijah dan tidak peduli kepada kecantikannya;
Muhammad saw hanya memandang kemuliaan yang dipegangnya. Kemudian
Khadijah merasakan getaran cinta terhadap Muhammad saw. Dan Akhirnya, ia
mengutarakan keinginan untuk menikah dengannya, hingga Muhammad saw pun
setuju.
Paman Muhammad saw, Abu Thalib berdiri dan menyampaikan khotbah pada
saat perayaan perkawinannya: Muhammad saw tidak dapat dibandingkan
dengan seorang pun dari kaum Quraisy karena ia adalah seorang yang
mulia, baik dari sisi akal maupun ruhani. Meskipun ia seorang yang fakir
namun harta adalah naungan yang akan hilang dan benda yang bersifat
sementara.
Setelah menikah, Muhammad saw justru mendapatkan kesempatan yang lebih
besar untuk merenung dan menyendiri serta beribadah. Kemudian kehidupan
yang dijalaninya justru meningkatkan kemuliaannya, sehingga keutamaannya
tersebar di sana sini. Beliau tidak pernah terlibat dalam pergulatan
yang keras untuk memperebutkan materi-materi dunia. Beliau selalu
menggunakan akal sehatnya daripada terlibat dalam kesesatan mereka dan
kegelapan berhala yang menyelimuti banyak orang pada saat itu. Kemudian
usianya kini mendekati empat puluh tahun.
Awal menerima Wahyu
Setelah merasakan kesunyian di tengah-tengah masyarakat, beliau lebih
memilih untuk menjauh dari mereka. Beliau mencari-cari hakikat, sehingga
Alloh SWT membimbingnya untuk menyendiri di gua Hira. Akhirnya, beliau
dapat keluar dari Mekah. Beliau berjalan beberapa mil. Kemudian beliau
mulai mendaki dan mendaki. Setiap kali ia mendaki gunung, maka tempat
itu semakin luas. Udara tampak lembut dan tersingkaplah hijab, dan
pandangan semakin terbentang. Kemudian beliau memasuki gua. Keheningan
menyelimuti segala sesuatu, namun hati tetap sadar dan tidak ada sesuatu
yang dapat menghalang-halangi pandangan internal yang dalam. Dalam
suasana kesunyian terkadang lahirlah pemikiran-pemikiran yang cemerlang
yang kemudian menyebarkan sayap-sayapnya dan membumbung, pertama-tama di
atas angkasa gua lalu tersebar menuju ke tempat yang lebih luas. Tidak
ada sesuatu pun yang membatasinya atau mengekang kebebasannya.
Kita tidak mengetahui pikiran-pikiran apa yang terlintas pada manusia
termulia dan terbesar di atas bumi itu saat beliau duduk di gua Hira
beberapa bulan. Apa yang beliau pikirkan dan apa gerangan yang beliau
risaukan? Mimpi apa yang ada di benaknya dan perasaan-perasaan apa yang
lahir dalam hatinya? Bagaimana keadaan batu-batu yang ada di sisinya?
Apakah atom-atom batu yang berputar di sekelilingnya menyahuti tasbihnya
yang diam, seperti atom-atom batu yang bersahut-sahutan bersama Daud
saat ia membaca kitabnya Zabur.
Kami tidak mengetahui secara pasti bentuk kelahiran yang terjadi dalam
dirinya. Yang kita ketahui adalah bahwa beliau tidak berpikir tentang
kenabian dan beliau tidak berpikir untuk memberikan petunjuk kepada
manusia; beliau tidak melakukan praktek-praktek sufisme karena beliau
sudah menjadi seorang sufi sebelum diutus di tengah-tengah manusia.
Kemudian Alloh SWT memilihnya sebagai Nabi lalu beliau meninggalkan
uzlahnya dan turun ke medan serta membawa senjata. Beliau mempertahankan
kebenaran, sehingga beliau bertemu dengan Tuhannya. Mula-mula lahirlah
tasawuf dan setelahnya lahirlah jihad di jalan Alloh SWT. Tasawuf
bukanlah puncak atau hasil sebagaimana diyakini oleh manusia sekarang,
tetapi ia adalah permulaan jalan yang panjang di mana pada akhirnya yang
bersangkutan menggunakan senjata sebagai bentuk usaha untuk membela
manusia dan kehormatannya.
Pada suatu hari beliau duduk di gua Hira dan tiba-tiba beliau dikagetkan
dengan kedatangan Jibril yang berdiri di depan pintu gua. Malaikat
tersebut memeluknya erat-erat lalu memerintahkannya untuk membaca sambil
berkata: "Bacalah!" Muhammad bin Abdillah menjawab: "Aku tidak mampu
membaca." Beliau ingin mengatakan bahwa beliau tidak mengenal bacaan dan
tulisan. Kalau begitu, apa yang harus beliau baca? Malaikat kembali
memeluknya dengan kuat sehingga Rosululloh saw menganggap bahwa ia
meninggal. Kemudian malaikat melepasnya dan memerintahkannya untuk
membaca. Beliau kembali menjawab: "Aku tidak bisa membaca." Malaikat
yang mulia kembali memeluknya dan kembali memerintahkan untuk membaca.
Dan lagi-lagi Rosululloh saw menjawab dengan gemetar: "Apa yang aku
baca?" Kemudian Jibril membaca permulaan ayat-ayat yang turun kepada
beliau:
"Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang menciptakan, Dia telah
menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah dan Tuhanmulah Yang
Paling Pemurah. Yang mengajar (manusia) dengan perantaraan kalam. Dia
mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya." (QS. al-'Alaq:
1-5)
Setelah peristiwa itu, Jibril menghilang secara tiba-tiba sebagaimana ia
muncul secara tiba-tiba. Rosululloh saw merasakan dalam dirinya
kejadian yang luar biasa yang pernah dirasakan oleh Nabi Musa saat
beliau mendengar panggilan-panggilan suci di lembah Thuwa. Sebagaimana
Nabi Musa lari ketakutan, maka Muhammad bin Abdillah pun segera menuju
ke rumahnya dalam keadaan ketakutan. Ia turun ke gunung dan kembali ke
rumahnya dan kembali ke isterinya. Tubuhnya yang mulia bergetar denga
keras dan beliau merasakan ketakutan dan kegelisahan.
Apakah beliau kali ini berhubungan dengan jin atau alam perdukunan?
Apakah beliau telah mengigau sehingga beliau mendengar suara-suara dan
melihat wajah-wajah yang belum pernah dilihatnya? Rosululloh saw
mengkhawatirkan dirinya karena beliau sangat benci kepada perdukunan.
Beliau memasuki rumahnya dengan keadaan gemetar. Beliau berkata kepada
isterinya: "Selimutilah aku, selimutilah aku!" Kemudian isterinya segera
menyelimuti dengan selimut dari wol dan mengusap keringat yang berada
di keningnya. Isterinya dikagetkan dengan kepucatan wajah beliau yang
mulia dan kegemetaran tubuhnya.
Khadijah bertanya kepadanya: "Apa yang sedang terjadi?" Kemudian
Muhammad saw menceritakan secara detail apa yang dialaminya. Kemudian ia
berkata: "Sungguh aku khawatir terhadap diriku." Khadijah mengetahui
bahwa ia sekarang berhadapan dengan masalah yang serius, suatu berita
gembira yang ia tidak mengetahui hakikatnya, suatu berita gembira yang
seharusnya tidak dihadapi Muhammad saw dengan kekhawatirkan dan
kegelisahan.
Khadijah berkata dengan maksud untuk meredakan ketakutannya: "Tenanglah.
Demi Alloh, Alloh SWT tidak akan menghinakanmu selama-lamanya. Sungguh
engkau adalah seorang yang baik, yang menyambung tali silaturahmi, yang
berbicara dengan jujur, dan yang menghormati tamu."
Meskipun kalimat-kalimat tersebut penuh dengan kedamaian dan kesejukan,
tetapi kegelisahan Rasul saw juga belum hilang. Kemudian Khadijah pergi
bersama beliau ke rumah Waraqah bin Nofel, yaitu anak dari paman
Khadijah. Waraqah adalah seorang Nasrani dan dia mampu menulis kitab
dalam bahasa Ibrani dan ia cukup mengetahui kitab-kitab Taurat dan Injil
di mana matanya telah buta karena masa tua.
Khadijah berkata kepadanya: "Wahai putra pamanku, dengarlah dari anak
saudaramu." Waraqah berkata: "Wahai anak saudaraku, apa yang engkau
lihat?" Rosululloh saw menceritakan apa yang dialaminya secara sempurna.
Waraqah berkata sambil mengangkat kepalanya yang tampak keheranan: "Itu
adalah Namus (Jibril) yang Alloh SWT turunkan kepada Musa." Sebagai
seorang yang mengerti, Waraqah bin Nofel mengetahui bahwa ia berada di
hadapan seorang Nabi yang berita gembiranya telah disampaikan oleh
Taurat dan Injil.
Setelah keheningan sesaat, Waraqah berkata: "Seandainya aku masih hidup
ketika kaummu mengeluarkanmu dan mengusirmu." Rosululloh saw bertanya:
"Mengapa aku harus diusir oleh mereka?'' Waraqah menjawab: "Benar, tidak
ada seorang pun yang akan datang seperti dirimu kecuali engkau akan
mengalami penderitaan dan pengusiran. Seandainya aku hadir di saat itu
niscaya aku akan menolongmu."
Demikianlah, akhirnya Islam pun dikembangkan. Kehendak Alloh SWT
terlaksana dan Alloh SWT telah memilih Nabi yang terakhir di muka bumi
dan orang Muslim yang pertama. Barangkali pembaca akan bertanya: Apa
hakikat dari Islam? Apabila Muhammad saw sebagai Nabi yang terakhir yang
diutus oleh Alloh SWT di muka bumi dan kita mengetahui bahwa para nabi
semuanya sebagai Muslim, maka bagaimana beliau dapat dikatakan
mendahului mereka dalam keislaman dan menjadi orang Muslim yang pertama?
Islam yang dibawa oleh Muhammad saw tidak berbeda dalam esensinya dengan
Islam yang dibawa oleh Nabi Nuh, Nabi Musa, Nabi Isa atau nabi yang
lain, tetapi yang berbeda adalah bentuknya, sedangkan esensinya tetap
seperti semula, yakni berdasarkan tauhid. Islam yang dibawa oleh Nabi
Muhammad saw berbeda dalam bentuknya dengan Islam yang dibawa nabi-nabi
sebelumnya karena sebab yang penting, yakni bahwa Islam ini merupakan
ajaran yang universal dan berisi aspek kemanusiaan yang abadi. Islam
tidak terbatas atas orang-orang Arab tetapi ia berlaku atas semua
golongan. Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw tidak terbatas untuk
kabilah tertentu atau bangsa tertentu atau bumi tertentu atau lingkungan
tertentu atau zaman tertentu, tetapi ia untuk semua manusia. Atau
dengan kata lain, ia merupakan ajakan untuk membangkitkan akal manusia
di mana saja mereka berada tanpa ada batasan tempat atau waktu.
Universalitas ajaran Islam tidak dikenal pada risalah-risalah Ilahi
sebelumnya di mana setiap risalah itu diperuntukkan bagi bangsa tertentu
dan zaman tertentu. Oleh karena itu, mukjizat-mukjizat yang mengagumkan
yang bersifat temporal seringkali mendukung risalah-risalah yang
dahulu. Ketika Islam datang sebagai bentuk ajakan untuk menghidupkan
akal manusia secara bebas, maka di sana tidak ada alasan untuk membawa
mukjizat yang mengagum-kan. Hanya ada satu kata yang dapat dijadikan
pembuka untuk berdakwah dan membuka akal manusia, yaitu kata "iqra"'
(bacalah). Dan hendaklah bacaan ini berdasarkan nama Alloh SWT. Dengan
nama Tuhanmu yang menciptakan. Dia menciptakan manusia dari segumpal
darah. Coba Anda renungkan permulaan pertumbuhan dan puncak pencapaian.
Di sini tersembunyi mukjizat yang hakiki jika Anda berusaha mencari
mukjizat yang hakiki.
Bacalah, dan Tuhanmu Yang Maha Mulia, yang memberikan nikmat penciptaan
dan rezeki serta rahmat dan kelembutan. Dia Maha Mulia yang mengajarkan
manusia apa saja yang tidak diketahuinya. Demikianlah esensi dari Islam,
yaitu ajakan untuk membaca. Ia adalah dakwah yang menunjukkan kedudukan
ilmu. Alloh SWT berfirman:
"Sesungguhnya yang takut kepada Alloh di antara hamba-hamba-Nya hanyalah orang-orangyang berilmu (ulama)." (QS. Fathir: 28)
Takut kepada Alloh SWT tidak akan muncul kecuali berdasarkan ilmu.
Mustahil kebodohan dengan bentuk apa pun akan melahirkan rasa takut.
Oleh karena itu, dalam pandangan Islam ilmu adalah hal yang pokok. Ia
bukan kemewahan dan bukan hanya perhiasan. Kaum Muslim telah mengalami
masa kemuliaan dan kejayaan dan mereka berhasil menguasai bumi ketika
mereka memahami Islam secara benar, tetapi ketika pemahaman ini jauh
dari mereka, maka mereka kembali dalam keadaan yang paling buruk, bahkan
lebih buruk daripada masa jahiliah.
Jadi, ilmu dalam Islam merupakan tujuan yang mulia dan utama dalam
penciptaan alam wujud. Kisah Nabi Adam dan Hawa, sebagaimana diceritakan
oleh Al-Qur'an adalah bukan semata-mata kisah kesalahan memakan pohon
tcrlarang, tetapi ia juga kisah yang memiliki dimensi-dimensi yang dalam
dan aspek-aspek yang beraneka ragam. Ketika Anda menyclami
kedalamannya, maka Anda akan dapat menemukan simbol-simbol dari
makna-makna yang lebih penting.
Dialog internal yang dialami oleh para malaikat tentang rahasia
pemilihan Nabi Adam untuk memakmurkan bumi dan menjadi khalifah di
dalamnya serta pengajaran yang diperoleh Nabi Adam tentang nama-nama
semuanya dan bagaimana beliau mengemukakan nama-nama tersebut kepada
para malaikat, serta ketidaktahuan mereka tentang nama-nama itu,
kemudian usaha Nabi Adam untuk memberitahu mereka tentang apa yang
diketahuinya serta pengetahuan para malaikat tentang rahasia pemilihan
Nabi Adam dan para keturunannya untuk memakmurkan bumi, semua ini
menjadikan tujuan dari penciptaan manusia adalah pencapaian ilmu atau
ma'rifah secara umum. Pandangan tersebut dikuatkan oleh firman Allah
SWT:
"Dan Ahu tidak menciptakan jin dan manusia kecuali untuk menyembah-(Ku)." (QS. adz-Dzariat: 56)
Lalu bagaimana kita memahaminya saat ini dan bagaimana generasi yang
pertama dari kaum Muslim dan dari sahabat-sahabat Rasul saw dan para
pengikutnya dan para tentaranya memahaminya? Saat ini kita memahaminya
dengan pemahamam yang sederhana. Kita mengetahui bahwa kalimat "untuk
menyembah-Ku " berarti ritualitas dalam beribadah dan aspek-aspek
lahiriahnya, seperti mengucapkan kalimat syahadat, salat, puasa, haji,
zakat dan lain-lain. Sehingga orang-orang yang salat diperbolehkan untuk
menyembah Allah SWT di negeri mereka atau di rumah-rumah mereka,
meskipun mereka hidup di bawah pemikiran orang-orang Barat dan membeli
produk-produk yang dibuat mereka serta memanfaatkan ilmu dan kecanggihan
tehnologi orang-orang Barat. Namun mereka sendiri tidak menghasilkan
apa-apa. Mereka tidak dapat memberikan kontribusi kepada kehidupan;
mereka tak ubah-nya seperti bulu yang dimainkan oleh ombak. Sedangkan
pemahaman yang dahulu berkaitan dengan kalimat tersebut sebagai berikut:
"Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia kecuali untuk menyembah-(Ku). " (QS. adz-Dzariat: 56)
Ibnu Abbas membacanya: "Illa liya'rifuun." (Agar mereka mengetahui).
Perhatikanlah bagaimana pentingnya perbedaan antara praktek-praktek
ibadah dengan bentuk-bentuknya dan kedalamannya yang jauh dalam ma'rifah
yang menyebabkan rasa takut kepada Allah SWT. Orang Muslim yang pertama
meyakini bahwa Allah SWT menciptakannya agar ia mengetahui Allah SWT
atau agar ia mengenal Allah SWT. Sehingga ambisi orang Muslim yang
pertama sangat mengagumkan. Mereka pergi untuk membebaskan dunia
semuanya: satu tangan berpegangan dengan Al-Qur'an dan tangan yang lain
memegang pedang untuk menghancurkan belenggu-belenggu yang menyeret
manusia kepada kesesatan.
Kemudian jatuhlah dari Islam hakikat ilmu, sehingga umat Islam tidak
dapat memimpin kehidupan dan mereka justru men-dapatkan kehinaan. Allah
SWT berfirman:
"Allah menyatakan bahwasannya tidak ada Tuhan melainkan Dia, Yang
menegakkan keadilan. Para malaikat dan orang-orang yang berilmu (juga
menyatakan yang demikian itu). Tak ada Tuhan melainkan Dia, Yang Maha
Perkasa lagi Maha Bijaksana. Sesungguhnya agama yang diridhai di sisi
Allah hanyalah Islam." (QS. Ali 'Imran: 18)
Setelah kesaksian kepada Allah swt dan kesaksian kepada malaikat, maka
disebutlah secara langsung kesaksian kepada orang-orang yang berilmu.
Maka, adakah penghormatan terhadap ilmu yang lebih besar daripada
penghormatan ini? Ilmu dalam Islam berbeda dengan ilmu dalam peradaban
Barat. Memang benar bahwa Islam yang bertanggung jawab terhadap
tumbuhnya pandangan ilmiah dan metode eksperimental di mana berdasarkan
metode ini tegaklah peradaban Barat yang kemudian melahirkan berbagai
produksi, pembuatan, dan penemuan. Dan metode eksperimental adalah
metode al-Istiqra, yaitu suatu metode yang mengikuti bagian-bagian
terkecil (parsial) melalui jalan eksperimen yang dapat tunduk terhadap
eksperimen dan melalui jalan memperhatikan hal-hal yang tidak dapat
tunduk terhadap suatu eksperimen, atau melalui jalan matematis murni
yang membutuhkan kepada matematis murni di mana hal itu bertujuan untuk
menyingkap hukum-hukum yang menguasai benda. Sistem ini bidangnya adalah
alam dan alatnya adalah panca indera dan akal. Sistem ini dimanfaatkan
oleh seorang Eropa yang bernama Roger Bikun. Ia mengakui bahwa ia sangat
berhutang kepada kaum Muslim dan peradaban Islam.
Seorang guru yang bernama Bruicll dalam bukunya Abna' al-Insaniah
menceritakan tentang dasar-dasar peradaban Barat di mana ia berkata:
"Roger Bikun mempelajari bahasa Arab dan ilmu-ilmu Arab di sekolah
Oxford kepada guru-gurunya yang berasal dari Arab di Andalus. Dan Roger
Bikun dan Fenessis Bikun tidak dapat menisbatan keutamaan yang mereka
peroleh dalam menciptakan sistem eksperimental kepada diri mereka
sendiri. Roger Bikun hanya seorang duta dari duta-duta ilmu. Oleh karena
itu, ia tidak malu ketika menyatakan bahwa mempelajari bahasa Arab dan
ilmu-ilmu Arab adalah jalan satu-satunya untuk mengetahui kebenaran."
Demikianlah pernyataan pakar-pakar Barat yang jujur. Yang demikian ini
bisa dijadikan sanggahan terhadap orang-orang Barat yang tidak jujur
agar mereka mengetahui bahwa mereka sebenarnya mengambil senjata yang
sebenarnya berasal dari Islam. Dan jika dikatakan bahwa rahasia
kebangkitan Barat saat ini dan keunggulannya atas Timur kembali kepada
pengambilannya terhadap sebab-sebab metode eksperimental, yaitu metode
Islam, maka rahasia kehancuran Barat dan kebingungannya serta
kegelisahannya adalah karena mereka tidak menghubungkan metode tersebut
dengan kebesaran Allah SWT sebagaimana semestinya. Metode
eksperimen-tal—sebagaimana diambil orang-orang Barat—dimulai dari alam
dan berakhir kepadanya sebagai sesuatu tujuan. Jadi, ruang lingkup
pembahasan mereka adalah berkisar kepada materi, dan alat-alat
pembahasan adalah eksperimen dan pengamatan serta istiqra.
Tiada setelah alam kecuali kematian dan kematian adalah rahasia yang
misterius dan melawannya adalah hal yang mustahil. Kita tidak mengetahui
apa yang terjadi setelah kematian; kita tidak mengetahui sesuatu pun
tentang ruh. Tidak ada hubungan antara ilmu dan akhlak; tidak ada
jawaban dari ilmu tentang tujuan kehidupan ini. Kita hanya mempelajari
aspek-aspek lahiriah dan mencapai hukum-hukumnya saja. Demikianlah
pandangan Barat tentang ilmu di mana ia hanya sekadar alat dan sarana
untuk mengatur alam dan berusaha menguasainya. Sedangkan metode ilmiah
dalam Islam menyatakan bahwa gerakan atom dengan gerakan sistem tata
surya di bawah kendali Zat Yang Maha Tahu dan Zat Yang Maha Pencipta.
Ilmu dalam Islam justru membimbing manusia untuk menuju Allah SWT:
"Dan bahwasannya kepada Tuhanmulah kesudahan (segala sesua-tu). "(QS. an-Najm: 42)
Ilmu justru mengantarkan manusia untuk mencapai rasa takut kepada Allah
SWT sebagaimana membimbingnya beribadah kepadanya dan mencintai-Nya:
"Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya hanyalah orang-orang yang berilmu (ulama)." (QS. Fathir: 28)
Islam datang dan mengajak manusia untuk membaca, mengetahui, dan takut
kepada Allah SWT serta hanya beribadah kepadanya. Jika ilmu merupakan
sayap pertama di dalam Islam, maka sayap yang kedua adalah kebebasan.
Rasulullah saw memberitahu dan menyatakan bahwa tidak ada Tuhan selain
Allah SWT dan tidak ada sembahan selain Allah SWT.
Seruan ini mengisyaratkan keruntuhan tuhan-tuhan yang mengusai bumi
semuanya, baik tuhan yang berupa kepentingan-kepentingan pribadi,
kekayaan, raja, penguasa, pemikiran-pemikiran yang mengusai manusia,
warisan para kakek dan nenek, berhala-berhala yang terbuat dari batu dan
kayu, maupun berbagai macam tuhan lain yang bohong. Adalah salah jika
seseorang membayangkan bahwa kalimat "tiada Tuhan selain Allah" hanya
sekadar hiasan mulut seorang Muslim di mana segala sesuatu yang ada di
sekitarnya penuh dengan kebohongan dan tidak membenarkan apa yang
dikatakannya. Kalimat tersebut dalam Islam merupakan per-gulatan besar
bersama kegelapan yang ada pada diri manusia, suatu pergulatan yang
berakhir pada penyerahan diri; pergulatan yang akan berpindah pada
kehidupan yang lebih berat, sehingga kehi-dupan akan berserah diri. Dan
mustahil pergulatan itu akan terjadi kecuali jika terpenuhi suatu
kebebasan: kebebasan akal untuk meragukan dan menolak dan kebebasan yang
berakhir kepada pencapaian batas-batasnya dan kemampuannya serta
kebebasan yang meninggi untuk mencapai keimanan yang dalam dan kokoh.
Itu adalah tanggung jawab yang berarti bahwa ia harus memikul senjata
untuk membebaskan orang lain sebagaimana ia membebaskan dirinya sendiri.
Demikianlah esensi dari Islam, yaitu ilmu yang berdiri di atas
kebebasan dan tanggung jawab yang tumbuh dari kebebasan, dan buah
terAkhirnya adalah tauhid dalam kedalamannya yangjauh.
Jika tauhid dipahami secara benar, maka manusia akan terbebas dari
penyembahan selain Allah SWT: manusia akan bebas terhadap rasa takut
dari kematian, kekhawatiran atas rezeki, manusia akan terbebas dari
sikap bakhil dan ketakutan terhadap hari-hari yang akan datang.
Muhammad bin Abdillah datang nntuk menyerukan bahwa hanya Allah SWT yang
patut disembah dan bahwa semua manusia adalah hamba-hamba-Nya. Dcngan
membebaskan manusia dari menyembah sesama mereka, maka kebcbasan yang
hakiki telah dimulai. Rasulullah saw memberitahu bahwa kematian adalah
perpindahan dari satu rumah ke rumah yang lain. Ia bukan akhiran yang
misteri dari kehidupan yang tidak dapat dipahami, tetapi ia hanya
sekadar perpindahan. Takut kepada kematian tidak akan menyelamatkan dari
kematian itu sendiri, dan cinta kepada kehidupan tidak akan
memanjangkan ajal. Pada setiap ajal ada ketentuannya. Maka keberanian
merupakan unsur dari unsur-unsur pembentukan kepribadian Islam dan
bagian dari bagian-bagian sel yang ada dalam tubuh seorang Muslim.
Rasulullah saw juga menyatakan bahwa rezeki di dunia sudah dijamin dan ditentukan oleh Alloh SWT:
"Dan tidak ada suatu binatang melata pun di bumi melainkan Alloh-lah yang memberi rezekinya. " (QS. Hud: 6)
Jibril mewahyukan kepada Rasul saw bahwa suatu jiwa tidak akan memenuhi
ajalnya sehingga rezekinya disempurnakan. Jika demikian halnya, maka
tidak ada alasan bagi manusia untuk khawatir terhadap rasa lapar dan
gelisah terhadap hari esok. Semua ini terjadi dalam ruang lingkup
mengambil atau melalui jalanjalan menuju sebab. Yakni berusaha untuk
mencapai rezeki yang merupakan kewajiban bagi orang Muslim dan percaya
terhadap kedermawan Alloh SWT yang juga merupakan suatu kewajiban bagi
orang Muslim untuk mempercayainya. Alloh SWT berfirman:
"Dan di langit terdapat (sebab-sebab) rezekimu dan terdapat (pula) apa yang dijanjikan kepadamu. " (QS. adz-Dzariat: 22)
Alloh SWT telah menjamin rezeki di dunia dan memerintahkan manusia untuk
berusaha mencapai rezeki di akhirat. Rezeki di dunia adalah sesuatu
yang sudah dijamin, sehingga manusia tidak perlu melakukan usaha yang
terlalu sengit untuk mencapainya. Cukup baginya untuk berusaha secara
benar dan seimbang. Sedangkan berkenaan dengan rezeki akhirat, Alloh SWT
memerin-tahkan manusia untuk berusaha mencapainya karena ia adalah
rezeki yang Alloh SWT tidak menjaminnya kecuali jika manusia berhasil
melampaui dua jihad: jihad yang besar dan jihad yang kecil. Jihad besar
adalah jihad melawan hawa nafsu dan jihad kecil adalah jihad melawan
musuh di medan perang.
Dengan terbebasnya seorang Muslim dari kerisauan pada kematian, rezeki,
dan rasa takut, maka Islam memberi seorang Muslim senjatanya dan
alat-alatnya dan ia memerintahkannya untuk mulai memerangi
kekuatan-kekuatan kelaliman di muka bumi. Alloh SWT berfirman tentang
umat Islam:
"Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh
kepada yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada
Alloh." (QS. Ali 'Imran: 110)
Perhatikanlah, bagaimana Alloh SWT menyebutkan amal makruf nahi mungkar
sebelum keimanan kepada Alloh SWT. Ini dimaksudkan agar akal manusia
tergugah akan pentingnyajihad di jalan Alloh SWT. Amal makruf dan nahi
mungkar tidak terwujud semata-mata dengan memegang tongkat dan
mencambukannya kepada punggung orang-orang Islam yang tidak salat; ia
juga tidak berupa usaha untuk menahan orang-orang Muslim yang tidak
berpuasa. Masalah itu lebih penting dan lebih besar dari sekadar
memperhatikan hal-hal yang bersifat lahiriah, sedangkan hal-hal yang
bersifat batiniah tidak diperhatikan.
Ayat tersebut berarti, hendaklah seorang Muslim membawa senjata dan
berdakwah di jalan Alloh SWT serta memerangi orang-orang lalim di muka
bumi. Abu Bakar berkata: "Wahai manusia, kalian membaca ayat berikut
ini:"
"Hai orang-orang yang beriman, jagalah dirimu. Tiadalah orang yang sesat
itu akan memberi mudharat kepadamu apabila kamu telah mendapat
petunjuk," (QS. al-Maidah: 105)
Dan aku mendengar Rosululloh saw bersabda: "Sesungguhnya ketika
masyarakat melihat orang yang lalim dan mereka tidak menghentikannya,
maka Alloh SWT akan menimpakan azab kepada mereka semua."
Penafsiran Abu Bakar terhadap ayat tersebut sangat jelas artinya. Yakni
bahwa pelaksanaan ayat tersebut dapat diwujudkan dengan adanyajihad di
jalan Alloh SWT dengan mengangkat senjata sebagai usaha untuk
menghentikan orang-orang yang lalim. Setelah itu, seorang Muslim dapat
mengatakan: "Aku telah melaksanakan tugasku dan tidak akan berdampak
kepadaku orang yang sesat setelah aku memberikan petunjuk."
Demikianlah pemahaman orang-orang Islam yang pertama. Maka bandingkanlah
pemahaman tersebut dengan pemahaman kita saat ini di mana kita telah
kchilangan keberanian, dan rasa takut telah menghinggapi tubuh
orang-orang Islam. Kaum Muslim lebih mengutamakan keselamatan diri
mcrcka daripada memerangi orang-orang yang lalim.
Muhammad bin Abdillah datang dengan membawa risalah Islam yang di
dalamnya terdapat perintah Ilahi untuk rnemerangi orang-orang yang lalim
dan mempertahankan kehormatan orang-orang yang tertindas di muka bumi.
Alloh SWT berfirman:
"Karena itu, hendaklah orang-orang yang menukar kehidupan dunia dengan
kehidupan akhirat berperang di jalan Allah. Barangsiapa yang berperang
di jalan Alloh, lalu gugur atau memperoleh kemenangan, maka kelak akan
Kami berikan kepadanya pahala yang besar. Mengapa kamu tidak mau
berperang dijalan Alloh dan (membela) orang-orang yang lemah baik
laki-laki, wanita-wanita maupun anak-anak yang semuanya berdoa: 'Ya
Tuhan kami, keluarkanlah kami dari negeri ini yang lalim penduduknya dan
berilah kami pelindung dari sisi-Mu, dan berilah kami penolong dari
sisi-Mu. "(QS. an-Nisa': 74-75)
Muhammad bin Abdillah membacakan kepada kaumnya tentang penafsiran Alloh SWT berkenaaan dengan makna kejayaan yang besar:
"Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang mukmin diri dan harta
mereka dengan memberikan surga untuk mereka. Mereka berperang di jalan
Alloh, lalu mereka membunuh atau terbunuh. (Itu telah menjadi) janji
yang benar dari Allah di dalam Taurat, Injil, dan Al-Qur'an. Dan
siapakah yang lebih menepati janjinya (selain) daripada Allah?, maka
bergembiralah dengan jual beli yang telah kamu lakukan itu, dan itulah
kemenangan yang besar." (QS. at-Taubah: 111)
Bacalah ayat tersebut dua kali dan renungkanlah tentang kedermawan Alloh
SWT. Betapa tidak, Dia membeli jiwa orang-orang mukmin dan harta
mereka, padahal jiwa tersebut dan harta tersebut pada hakikatnya adalah
milik-Nya sendiri. Lihatlah bagaimana kemuliaan Alloh SWT di mana Dia
membeli harta milik-Nya yang khusus dengan surga dan bagaimana Alloh SWT
menganjurkan orang-orang Islam untuk berperang, dan Dia memberitahu
mereka bahwa urusan memerangi orang-orang lalim dan orang-orang yang
tersesat bukanlah hal yang baru atas orang-orang Islam.
Alloh SWT telah memerintahkan hal tersebut dalam Injil dan Taurat.
Sebagaimana Nabi Isa diutus dengan pedang, seperti yang disebutkan dalam
lembaran-lembaran atau buku-buku orang-orang Nasrani, maka Nabi Musa
pun diutus dengan membawa pedang. Dan ketika Bani Israil berkata kepada
Nabi Musa, "pergilah engkau bersama Tuhanmu dan berperanglah, dan kami
hanya di sini duduk-duduk saja,", maka kehendak Ilahi menetapkan agar
mereka mendapatkan kesesatan selama empat puluh tahun sebagai akibat
dari perbuatan mereka itu, agar generasi yang lemah dan hina itu hancur
yang mereka justru tidak memenuhi panggilan Alloh SWT dan mereka
membiarkan Nabi Musa bersama Tuhannya berperang, padahal peperangan itu
merupakan tanggung jawab mereka dan tugas mereka yang harus mereka emban
sebagai pengikut Nabi Musa.
Demikianlah esensi dari ajaran Islam sebagaimana yang dibawa oleh
Muhammad bin Abdillah. Yakni ajakan untuk membaca dan menggali ilmu
serta mendapatkan kebebasan dan yang terpenting adalah usaha melawan
kekuatan-kekuatan lalim. Suatu ajakan yang universal yang tidak
dikhususkan untuk kalangan tertentu atau untuk waraa kulit tertentu atau
untuk kaum tertentu atau untuk tempat tertentu; suatu ajakan
kemanusiaan yang komprehensif yang universal yang ingin mengikat ilmu
dan kebebasan dan jihad dengan tujuan yang lebih tinggi, yaitu mencapai
tauhid kepada Alloh SWT dan menyucikan-Nya serta keimanan terhadap hari
kemudian dan kebangkitan manusia semuanya di hadapan Alloh SWT.
Adalah salah jika ada orang yang menganggap bahwa Islam hanya
memperhatikan aspek akhirat dan melupakan aspek duniawi. Menurut Islam
dunia adalah lembar-lembar jawaban yang akan dikoreksi di hari akhir. Ia
adalah ujian dan tempat percobaan bagi manusia agar manusia mengetahui
apakah ia layak untuk menda-patkan kemuliaan dari Alloh SWT yang telah
diberikan kepada Adam. Atau apakah iajustru layak untuk jadi bagian dari
tanah neraka Jahim dan batunya, sebagaimana firman Alloh SWT:
"Yang bahan bakarnya manusia dan batu. " (QS. al-Baqarah: 24)
Rosululloh saw telah menjelaskan hikmah dari penciptaan manusia,
penciptaan kehidupan dan kematian ketika beliau menyampaikan firman
Alloh SWT dalam surah al-Mulk:
"Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amabiya. " (QS. al-Mulk: 2)
Dunia adalah rumah pergulatan. Dan Alloh SWT telah menciptakan kehidupan
dan kematian agar manusia menyadari siapa di antara mereka yang terbai
amalnya. Tentu pengetahuan ini tidak akan menambah kekuasaan Alloh SWT.
Pengetahuan itu justru dibutuhkan oleh manusia. Alloh SWT menciptakan
manusia agar menusia mengetahui, danpengetahuan yang paling penting
adalah pengetahuan atau pengenalan terhadap diri. Dan pada hari kiamat
manusia akan mengenal dirinya secara sempurna dan ia akan mengenal
balasan yang akan diterimanya secara sempurna.
Dan barangkali mukadimah yang kami sarikan dari hari akhir ini
mengharuskan kehidupan di atas bumi dipenuhi dengan kesucian dan
kebersihan, yaitu diliputi dengan kemanusiaan yang sempurna yang di
dalamnya manusia layak untuk hidup. Demikianlah Islam yang dibawa oleh
Muhammad saw. Inilah asasnya dan hakikatnya. Itu adalah pondasi dan
hakikat yang tidak diciptakan oleh Muhammad saw dan tak didahului oleh
rasul-rasul sebelumnya. Hakikat risalah-risalah yang dulu semuanya
adalah tauhid dan mempertahankan kebenaran serta keimanan terhadap hari
akhir dan menyerahkan jiwa dan anggota tubuh hanya kepada Alloh SWT.
Yang baru dalam Islam adalah ilmu, kebebasan dan universalitas ajaran
Islam serta warna keadilan yang sangat kental, sehingga sangat tepat
jika dikatakan bahwa karakter dari Islam adalah keadilan. Barangkali
bagian ini perlu diperhatikan.
Meskipun agama-agama samawi pada esensinya satu, tetapi kehendak Alloh
menuntut turunnya lebih dari agama dan lebih dari satu nabi. Kehendak
tersebut menuntut agar pada setiap agama terdapat karakter yang khusus
yang menggambarkan bentuk yang paling tepat sesuai dengan kebutuhan
utama yang di situ agama itu diturunkan dan sesuai dengan waktu saat
itu. Orang-orang Yahudi misalnya, mereka hidup di tengah-tengah suasana
penyembahan berhala dikalangan orang-orang Mesir kuno. Yahudisme
diturunkan pada Bani Israil yang suka membangkang dan karena itu,
karakter utamanya adalah ketegasan (as-Sharamah) agar mereka tidak
terpengaruh dengan fenomena berhalaisme ala Mesir atau mereka terkena
pengaruh dari tindakan semena-mena Fir'aun. Dengan ketegasan inilah
agama Yahudi selamat dan dapat menjadi risalah penyelamatan dan
pembebasan.
Namun Bani Israil yang memperbudak manusia dan mempunyai hati yang
keras pada saat yang sama mereka keluar dari Fir'aun untuk masuk ke
cengkraman orang-orang Romawi di mana orang-orang Romawi justru lebih
lalim dan lebih kuat dari orang-orang Mesir. Oleh karena itu,
orang-orang Masehi bertanggung jawab untuk melakukan pembebasan baru
tetapi dengan cara yang berbeda sesuai dengan perubahan keadaan. Cara
tersebut adalah menjauhkan penggunaan kekuatan bersenjata karena
kekuatan orang-orang Romawi mengungguli kekuatan saat itu dan menguasai
bumi secara keseluruhan. Maka kemenangan yang mungkin dapat diperoleh
adalah dengan cara menghindari tindak kekerasan dan lebih mengutamakan
pendekatan cinta. Dan pada kali yang lain orang-orang Masehi memperoleh
kemenangan melalui cara kedamaian dan cinta yang disebarkannya atas
imperialisme Romawi dengan segala senjatanya dan kekuasaannya.
Adapun Islam datang sebagai agama yang terakhir dan menyeluruh yang
layak untuk diterapkan di muka bumi, sehingga Alloh SWT mewariskan bumi
dan apa saja yang ada di dalamnya kepada orang-orang yang berhak
mewarisinya. Oleh karena itu, agama yang terakhir ini harus mempunyai
karakter khusus dan karakter itu adalah karakter keadilan.
Ketegasan hanya cocok untuk zaman tertentu dan kelompok tertentu dan
keadaan tertentu, sedangkan cinta adalah contoh yang tertinggi, tetapi
ia tidak dapat menjadi sesuatu tolok ukur untuk dibandingkan dengan
tindakan-tindakan tertentu atau untuk dijadikan alat untuk melakukan
sesuatu. Dan jika ia menjadi tolok ukur bagi orang-orang yang memilki
perasaan yang tinggi atau budaya yang tinggi, maka ia tidak dijadikan
tolok ukur umum dan universal. Adapun keadilan, maka ia menjadi karakter
Islam yang berarti keseimbangan dalam sifat-sifat keutamaan dan
meletakkan segala sesuatu pada tempatnya. Ini adalah tolok ukur yang
menyeluruh dan barometer yang akhir. Dan barangkali kebesaran keadilan
dan pengaruhnya dalam pengaturan alam bersandarkan kepada firman Alloh
SWT:
"Alloh menyatakan bahwasannya tidak ada Tuhan melainkan Dia. Yang
menegakkan keadilan. Para malaikat dan orang-orang yang berilmu (juga
menyatakan yang demikian itu)." (QS. Ali 'Imran: 18)
Apabila Alloh SWT dalam Islam merupakan cermin yang tertinggi, maka
keadilan yang disaksikan oleh Alloh SWT terhadap diri-Nya sendiri harus
menjadi karakter Islam dan kaum Muslim. Keadilan dalam Islam bukan hanya
keadilan ekonomi atau keadilan hukum atau keadilan dalam balasan,
tctapi ia mencakup semuanya. Sebelum semua ini dan sesudahnya, kcadilan
dalam Islam merupakan suatu sistem dalam kehidupan dan metode utama
dalam Islam.
Ketika Anda memalingkan pandangan Anda dalam Islam, maka Anda akan
menemukan keadilan menghiasi seluruh wajah Islam. Di sana terdapat
keadilan antara agama-agama yang dulu, keadilan antara individu dan
masyarakat, keadilan antara dunia dan agama, keadilan antara pria dan
wanita, keadilan untuk orang-orang yang fakir dan orang-orang yang kaya,
keadilan antara para penguasa dan rakyat, bahkan dengan keadilan itu
sendiri bumi dan langit ditegakkan dan Allah SWT menyebut diri-Nya
sebagai al-'Adl (Yang Maha Adil).
Selanjutnya, Islam adalah agama yang sudah lama sebagaimana lamanya kedatangan para nabi. Nabi Nuh as berkata dalam surah Yunus:
"Jika kamu berpaling (dari peringatanku), aku tidak meminta upah sedikit
pun darimu. Upahku tidak lain hanyalah dari Alloh belaka dan aku
disuruh supaya aku termasuk golongan orang-orang yang berserah diri
(kepadanya)." (QS. Yunus: 72)
Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail as berkata dalam surah al-Baqarah saat keduanya membangun Ka'bah:
"Ya Tuhan kami, terimalah dari kami (amalan kami), sesungguhnya
Engkaulah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. Ya Tuhan Kami,
jadikanlah kami berdua orang yang tunduh patuh kepada Engkau dan
tunjukkanlah kepada kami cara-cara dan tempat-tempat ibadat haji hami,
dan terimalah tobat kami. Sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Menerima
taubat lagi Maha Penyayang. " (QS. al-Baqarah: 127-128)
Nabi Ibrahim tidak lupa untuk berwasiat kepada keturunannya dan di
antara mereka adalah Yakub agar mereka mati dalam keadaan Islam. Alloh
SWT berfirman:
"Dan Ibrahim telah mewasiatkan ucapan itu kepada anaknya, Demikian pula
Yakub. (Ibrahim berkata): 'Hai anak-anakku, Sesungguhnya Allah telah
memilih agama ini bagimu, maka janganlah hamu mati kecuali dalam memeluk
agama Islam.'" (QS. al-Baqarah: 132)
Ketika kematian mendekati Yakub, beliau mengumpulkan anak-anaknya di sekelilingnya dan bertanya kepada mereka:
"Apa yang kamu sembah sepeninggalku? Mereka menjawab: 'Kami akan
menyembah Tuhanmu dan Tuhan nenak moyangmu, Ibrahim, Ismail, dan hhaq,
(yaitu) Tuhan Yang Maha Esa dan kami hanya tunduk patuh kepadanya.'"
(QS. al-Baqarah: 133)
Allah SWT memberitahu kita dalam surah Yunus tentang perkataan Nabi Musa kepada kaumnya:
"Hai kaumku, jika kamu beriman kepada Allah, maka bertawakallah
kepada-Nya saja, jika kamu benar-benar orang yang berserah diri." (QS.
Yunus: 84)
Sementara itu, Nabi Sulaiman adalah seorang Muslim sesuai dengan nas
ayat-ayat yang menceritakan tentang kisahnya bersama Ratu Saba' ketika
Ratu tersebut berkata:
"Ya Tuhanku, sesungguhnya aku telah berbuat lalim terhadap diriku dan
aku berserah diri bersama Sulaiman kepada Allah, Tuhan semesta
alam."(QS. an-Naml: 44)
Demikian juga Nabi Yusuf, beliau berdoa kepada Allah SWT dan meminta
kepadanya agar mematikannya sebagai orang Muslim dan memasukannya dalam
kelompok orang-orang yang saleh. Allah SWT berfirman dan bercerita
tentang Yusuf dalam surah Yusuf:
"Ya Tuhanku, sesungguhnya Engkau telah menganugerahkan kepadaku
sebagaian kerajaan dan telah mengajarkan kepadaku sebagian ta'bir mimpi.
(Ya Tuhan) Pencipta langit dan bumi, Engkaulah Pelindungku di dunia dan
di akhirat, wafatkanlah aku dalam keadaan Islam dan gabungkanlah aku
dengan orang-orang yang saleh." (QS.Yusuf: 101)
Sementara itu dalam surah al-Maidah, Allah SWT mewahyukan kepada kaum
Hawariyin agar mereka beriman kepadanya dan kepada rasul-Nya lalu mereka
berkata:
"Kami telah beriman dan saksikanlah (wahai rasul) bahwa Sesungguhnya
kami adalah orang-orang yang patuh (kepada seruanmu)." (QS. al-Maidah:
111)
Jadi, Nabi Nuh, Nabi Ibrahim, Nabi Ismail, Nabi Yakub, Nabi Musa Harun,
Nabi Sulaiman, Nabi Yusuf, Nabi Isa adalah nabi-nabi yang Muslim sesuai
dengan nas ayat-ayat tersebut. Maka seluruh nabi adalah orang-orang
Muslim, lalu bagaimana Nabi Muhammad saw sebagai Nabi yang terakhir
dikatakan sebagai orang Muslim yang pertama?
Allah SWT berfirman dalam surah al-An'am yang ditujukan kepada Nabi yang terakhir:
"Katakanlah: 'Sesungguhnya shalatku, ibadatku, hidupku dan matiku
hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam, tiada sekutu bagi-Nya; dan
demikian itulah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang
pertama-tama menyerahkan diri (kepada Allah).'" (QS. al-An'am: 162-163)
Maka, bagaimana beliau menjadi orang Muslim yang pertama, padahal
penamaan umat beliau dengan sebutan al-Muslimin adalah penamaan yang
sebenarnya sudah dahulu dikenal di kalangan nabi-nabi yang terdahulu dan
kedatangannya ke alam wujud dan penamaan agamanya dengan sebutan
al-Islam sebenarnya berhutang kepada kakeknya yang jauh, yaitu Nabi
Ibrahim. Allah SWT berfirman dalam surah al-Hajj:
"Dan Dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama suatu
kesempitan. (Ikutilah) agama orang tuamu Ibrahim. Dia telah menamai kamu
sekalian orang-orang Muslim dari dahulu. " (QS. al-Hajj: 78)
Tidak ada pertentangan dalam pendahuluan para nabi dengan sebutan
al-Muslimin daripada Rasulullah saw dan kedudukan beliau sebagai orang
Muslim yang pertama. Tentu kata al-Awwal (yang pertama) di sini tidak
dipahami dari sisi waktu atau masa kemunculan, tetapi yang dimaksud
dengan orang Muslim di sini adalah akmalul muslimin (orang yang paling
sempurna di antara orang-orang Muslim). Suatu kali Aisyah pernah ditanya
tentang akhlaknya Rasulullah saw lalu dia menjawab dengan kalimatnya
yang singkat: "Akhlak beliau adalah Al-Qur'an."
Kita mengetahui bahwa Al-Qur'an al-Karim menetapkan akhlak yang mulia
meskipun dalam batasannya yang sederhana dan rendah, dan menyebutkan
keutamaan akhlak dalam tingkatannya yang tinggi. Oleh karena itu, akhlak
seperti apa yang dimiliki oleh Rasulullah saw: apakah beliau memiliki
akhlak yang sifatnya tengah-tengah, atau apakah beliau mendahului dalam
kebaikan, atau apakah beliau termasuk ashabul yamin (orang-orang yang
berasal di sebelah kanan), atau apakah beliau termasuk al-Muqarrabin
(orang-orang yang dekat dengan Allah SWT)?
Rasulullah saw tidak hanya memiliki semua karakter tersebut dan atribut
tersebut, bahkan kedudukan beliau lebih dari itu semua. Beliau berada di
puncak dari segala puncak keutamaan akhlak, sehingga beliau berhak
untuk mendapatkan sebutan dari Allah SWT:
"Dan sungguh pada dirimu terdapat budi pekerti yang agung. " (QS. al-Qalam: 4)
Para Mufasir berbeda pendapat tentang makna dari al-Huluqul 'adzim (budi
pekerti yang agung). Sebagian mereka mengatakan bahwa yang dimaksud
adalah Al-Qur'an. Sebagian yang lain mengatakan itu adalah Islam. Ada
juga yang mengatakan bahwa beliau tidak memiliki sesuatu kecuali
keinginan untuk menuju jalan Allah SWT.
Dalam Al-Qur'an al-Karim terdapat penjelasan tentang derajat beliau yang
tinggi dalam dua ayat yang mulia. Ayat yang pertama adalah firman-Nya:
"Katakanlah: 'Sesungguhnya Shalatku, ibadatku, hidupku dan matiku
hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam, tiada sekutu bagi-Nya; dan
demikian itulah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang
pertama-tama menyerahkan diri (kepada Allah).'" (QS. al-An'am: 162-163)
Beliau adalah orang yang paling utama di antara manusia semuanya; beliau
memiliki keutamaan yang melebihi semua manusia; beliau memiliki rahmat
dan kemuliaan yang tidak dapat ditandingi oleh seseorang pun. Meskipun
beliau datang sebagai Nabi yang terakhir namun justru karena posisi
beliau sebagai Nabi yang terakhir, maka beliau menjadi bata yang
terakhir dalam pembangunan rumah kenabian yang tinggi, sehingga bata
yang terakhir itu harus menjadi puncak pembangunan manusia. Sedangkan
ayat yang kedua adalah firman-Nya:
"Dan Kami tidak mengutusmu kecuali sebagai rahmat bagi alam semesta." (QS. al-Anbiya': 107)
Beliau bukan hanya menjadi rahmat bagi orang-orang Arab saja; beliau
bukan hanya menjadi rahmat bagi orang-orang Quraisy dan beliau bukan
menjadi rahmat bagi zamannya saja, begitu juga beliau tidak menjadi
rahmat bagi jazirah Arab saja, tetapi beliau menjadi rahmat bagi alam
semesta; beliau senantiasa menjadi rahmat bagi alam semesta: dimulai
dari diturunkannya wahyu kepadanya dengan kalimat iqra hingga Allah SWT
mewariskan bumi dan apa saja yang ada di dalamnya kepada orang-orang
yang berhak mewarisinya sampai hari kiamat. Alhasil, beliau adalah
rahmat yang dihadiahkan kepada manusia; beliau adalah rahmat yang tidak
menonjolkan mukjizat yang mengagumkan, tetapi beliau adalah rahmat yang
memulai dakwah dengan mengutamakan fungsi akal atau pembacaan dua kitab:
pertama, pembacaan kitab alam atau Al-Qur'an yang diciptakan atau
kalimat-kalimat Allah SWT yang terdiri dari jutaan bentuk dan kedua
pembacaan Al-Qur'an yang diturunkan melalui malaikat Jibril di mana ia
merupakankalamullah yang abadi. Dan kitab alam dibaca dengan ribuan
cara: dibaca melalui penelusuran dunia:
"Katakanlah: 'Berjalanlah kamu di mnka bumi dan amat-amatilah.'" (QS. an-Naml: 69)
Atau dibaca melalui usaha menyingkap misteri dan penggunaan akal:
"Kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda (kekuasaan) Kami di
segenap penjuru dan pada diri mereka sendiri, sehingga jelaslah bagi
mereka bahwa Al-Qur'an itu adalah benar. " (QS. Fushilat: 53)
Atau dibaca melalui ilmu dan pengamatan:
"Atau siapakah yang telah menjadikan bumi sebagai tempat berdiam, dan
yang telah menjadikan sungai-sungai di celah-celahnya, dan yang
menjadikan gunung-gunung untuk (mengokohkan)nya dan menjadikan suatu
pemisah antara dua laut 1 Apakah di samping Allah ada tuhan (yang lain)?
Bahkan (sebenarnya) kebanyakan dari mereka tidak mengetahui." (QS.
an-Naml: 61)
Jika di sana terdapat ribuan jalan atau cara untuk membaca
kalimat-kalimat Allah SWT dan kitab alam, maka di sana terdapat satu
jalan untuk membacakalamullah yang abadi, yaitu hendaklah Al-Qur'an
dibaca dengan mata hati dan kecermelangan basirah, sehingga Al-Qur'an
menjadi bagian akhlak dari yang membaca sesuai dengan kemampuannya.
Sebelum turunnya Al-Qur'an, dunia diliputi dengan kekurangan, baik
secara materi, ruhani, undang-undang maupun dari dimensi kehidupan yang
biasa melekat pada manusia saat itu. Dan sebelum diutusnya Rasul saw
yang beliau adalah manusia yang sempurna dan paling utama, alam belum
mencapai puncak dari penyerahan diri kepada Allah SWT atau puncak dari
keutamaan akhlak. Ketika Rasulullah saw diutus, maka manusia mengalami
kesempurnaan dan mampu mencapai tingkat kesempurnaannya. Dengan Kitab
yang mulia ini dan Nabi yang pengasih, Allah SWT yang menyempurnakan
agama bagi manusia dan menyempurnakan nikmat-Nya atas mereka,
sebagaimana firman-Nya:
"Pada hari ini telah Ku-sempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah
Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itujadi agama
bagimu. " (QS. al-Maidah: 3)
Namun semua itu tidak terwujud begitu saja, Nabi yang mulia harus
berjuang secara serius dan sungguh-sungguh, sehingga beliau menjadi
manusia yang paling layak untuk mendapatkan pujian pendduduk bumi dan
penduduk langit. Dan Rasulullah saw telah melakukan semua itu. Kita
tidak mengenal seorang nabi yang perasaannya dihina dan dicaci maki
lebih dari apa diterima oleh Muhammad bin Abdillah; kita tidak mengenal
seorang nabi yang memikul berbagai penderitaan, dan memiliki kesabaran
yang mengagumkan di jalan Allah SWT sebagaimana yang ditunjukkan oleh
Nabi kita.
Kemudian, seorang yang diutus oleh Allah SWT sebagai rahmat bagi alam
semesta tidak akan mengajak manusia menuju kebenaran kecuali jika
manusia tersebut dari kalangan orang-orang yang kafir dan membangkang.
Beliau berdakwah bagi orang yang berhak mendapatkan dakwah; beliau siap
memikul tanggung jawab dakwah dengan berbagai tantangan dan cobaannya;
beliau menunjukkan kesabaran yang luar biasa. Setelah itu, beliau datang
kepada Allah SWT dengan hati yang puas dan air mata yang bercucuran dan
dengan suara berbisik berkata: "Ya Allah, jika tidak ada kemurkaan pada
diri-Mu, maka aku tidak akan peduli dengan manusia." Segala sesuatu
akan menjadi mudah jika di sana terdapat ridha Allah SWT.
Setelah turunnya wahyu kepada Rasul saw, beliau memulai tahapan dakwah
dan mengajak manusia untuk menyembah Allah SWT. Dimulailah dakwah secara
rahasia yang berlangsung selama tiga tahun dalam persembunyian.
Mula-mula Ummul Mu'minin, Khadijah binti Khuwailid beriman kepadanya,
lalu beriman juga sahabatnya, Abu Bakar sebagaimana beriman kepadanya
anak pamannya, Ali bin Abi Thalib yang saat itu masih kecil dan hidup di
bawah asuhan Muhammad, dan juga beriman kepadanya Zaid bin Tsabit,
seorang pembantunya. Kemudian Abu Bakar juga ikut berdakwah, sehingga ia
memasukkan dalam dakwah teman-temannya, seperti Usman bin Affan, Thalha
bin Ubaidilah, dan Sa'ad bin Abi Waqas. Juga beriman seorang Masehi,
yaitu Waraqah bin Nofel dan Rasulullah saw melihatnya setelah
kematiannya tanda kesenangan yang itu menunjukkan ketinggian derajatnya
di sisi Allah SWT. Setelah itu, Abu Dzar al-Ghifari juga masuk Islam,
lalu disusul oleh Zubair bin Awam dan Umar bin 'Anbasah serta Sa'id bin
'Ash. Jadi, Islam mulai mengepakkan sayapnya secara rahasia di Mekah.
Kemudian berita tersebarnya akidah yang baru ini sampai kepada
pembesar-pembesar Quraisy, tetapi mereka tidak begitu peduli. Barangkali
mereka membayangkan bahwa Muhammad telah menjadi—karena uzlah yang
dilakukannya di gua Hira—salah seorang juru bicara tentang ketuhanan
sebagaimana pernah dilakukan oleh Umayah bin Shalt dan Qas bin Sa'adah.
Peristiwa penghinaan dari kaum Kafir kepada Gusti Panutan
Demikianlah dakwah secara rahasia berhasil mengembangkan misinya dan
dapat melindungi akidah yang baru. Dan selama perjalanan tiga tahun yang
dibutuhkan tahapan dakwah secara rahasia keimanan telah tertanam dalam
hati kaum Muslim yang pertama. Rasulullah saw telah mendidik mereka dan
telah menanamkan kepada diri mereka sifat-sifat kemuliaan dan telah
menciptakan mereka sebagai benih pertama dari pasukan Islam. Pada suatu
hari Jibril turun dengan membawa firman Allah SWT:
"Dan berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu yang terdekat." (QS. asy-Syu'ara': 214)
Demikianlah, datanglah perintah Ilahi agar Rasulullah saw berdakwah
secara terang-terangan. Lalu berkumpullah di sekeliling Nabi sekelompok
tentara yang besar dan datanglah perintah Ilahi agar beliau menyampaikan
dakwah secara terang-terangan dan mengingatkan keluarga dekatnya.
Ketika Nabi melakukan hal tersebut, maka dakwah memasuki tahapan yang
kedua. Dan tahapan dakwah yang baru ini berakibat pada timbulnya
penekanan terhadap para dai di mana mereka mengalami penindasan, bahkan
mereka didustakan oleh masyarakat serta diboikot.
Orang-orang Quraisy mengetahui bahwa Muhammad berbahaya bagi mereka.
Beliau bukan hanya berbicara tentang ketuhanan, tetapi beliau mengajak
rnanusia untuk mengikuti agama baru, yaitu agama yang mencoba untuk
menyingkirkan berhala-berhala dan patung-patung mereka serta tuhan-tuhan
mereka yang mereka yakini; agama yang mencoba menyingkirkan kedudukan
sosial mereka dan kepentingan-kepentingan ekonomi mereka; agama yang
menyatakan bahwa tiada tuhan lain selain Allah SWT, dan tiada hukum lain
selain hukum-Nya, serta tiada penguasa lain selain Dia. Kedatangan
agama tersebut menyebabkan penduduk kota Mekah membencinya dan
orang-orang yang memegang kekuasaan di dalamnya merasa gelisah.
Setelah pengumuman dakwah secara terang-terangan, dimulailah dan
ditabuhlah gendrang peperangan. Kemudian peperangan yang dahsyat terjadi
antara para pembesar Quraisy dan para pengikut Rasulullah saw. Orang
yang pertama kali menyerang Islam adalah seorang tokoh Mekah yang
bernama Abu Lahab.
Bukhari meriwayatkan bahwa Rasulullah saw menaiki bukit Shafa dan beliau
mulai memanggil-manggil tokoh Quraisy dan para kabilah Mekah. Dan
ketika semua berkumpul, beliau bertanya kepada mereka: "Apakah kalian
percaya jika aku memberitahu kalian bahwa seekor kuda akan datang
menyerang kalian?" Mereka menjawab: "Tentu, kami belum pernah melihatmu
berbohong." Beliau berkata: "Aku seorang yang diutus sebagai pemberi
peringatan terhadap kalian. Di hadapanku terdapat siksaan yang berat
jika kalian menentang." Abu Lahab berkata: "Sungguh celaka engkau,
apakah karena ini engkau mengumpulkan kami."
Dengan penghinaan inilah, peperangan terhadap Islam dimulai. Ketika kaum
Muslim tidak mampu mempertahankan diri mereka, maka mula-mula Allah SWT
membantu mereka dan menolong mereka dengan menurunkan surah yang pendek
yang mengecam tindakan Abu Lahab:
"Binasalah kedua tangan Abu Lahab dan sesungguhnya dia akan binasa.
Tidaklah bermanfaat kepadanya harta bendanya dan apa yang dia usahahan.
Kelak dia akan masuk ke dalam api yang bergejolak. Dan (begitu pula)
isterinya, pembawa kayu bakar. Yang di lehernya ada tali dari sabut. "
(QS. Allahab: 1-5)
Dengan ayat-ayat yang pendek dan tepat tersebut, Abu Lahab memasuki
kancah sejarah dari pintunya yang paling pendek. Gambaran tentang
kejahatan Abu Lahab tertulis selama-lamanya. Abu Lahab adalah seorang
yang menentang dakwah kebenaran karena ia mengkhawatirkan kedudukannya
dan kekayaannya, padahal harta yang dipertahankannya dan dijaganya tidak
memiliki arti sama sekali di sisi Allah SWT karena ia sekarang berada
dan dijebloskan di tengah-tengah neraka yang menyala-nyala, sedangkan
isterinya membawa kayu bakar, sehingga menambah nyala api itu sendiri.
Dan di lehernya terdapat suatu belenggu sebagai simbol keterikatannya
dengan dunia binatang yang tidak berakal. Sebagian besar orang-orang
yang menentang dakwah adalah orang-orang yang berhubungan dengan dunia
binatang yang tidak sadar.
Allah SWT berfirman:
"Atau apakah kamu mengira bahwa kebanyakan mereka itu mendengar atau
memahami. Mereka itu tidak lain, hanyalah seperti binatang ternak,
bahkan mereka lebih sesat jalannya (dari binatang ternak itu). " (QS.
al-Furqan: 44)
Seandainya hari ini kita merenungkan reaksi orang-orang kafir dan orang-orang musyrik, maka kita akan terheran-heran.
Allah SWT berfirman:
"Dan mereka heran karena mereka kedatangan seorang pemberi peringatan
(rasul) dari kalangan mereka; dan orang-orang kafir berkata: 'Ini adalah
seorang ahli sihir yang banyak berdusta. Mengapa ia menjadikan
tuhan-tuhan itu Tuhan yang Satu saja? Sesungguhnya ini benar-benar suatu
hal yang sangat mengherankan'." (QS. Shad: 4-5)
Coba perhatikan bagaimana kebodohan kaum itu di mana mereka menganggap
bahwa pada hakikatnya terdapat multi tuhan dan mereka jutru merasa heran
ketika terdapat hanya satu tuhan atau tuhan yang esa. Mereka justru
merasa heran ketika berhadapan dengan masalah yang fitri dan jelas ini.
Allah SWT berfirman:
"Dan apabila mereka melihat kamu (Muhammad), mereka hanyalah menjadikan
kamu sebagai ejekan (dengan mengatakan): 'Inikah orangnya yang diutus
Allah sebagai rasul? Sesungguhnya hampirlah ia menyesatkan kita dari
sembahan-sembahan kita, seandainya kita tidak sabar (menyembah)nya. "
(QS. al-Furqan: 41-42)
Perhatikanlah betapa nekatnya kaum itu di mana mereka mulai menghina dan
mengejek Rasulullah saw, padahal beliau telah datang di tengah-tengah
mereka untuk menyelamatkan mereka dari api neraka, dan coba perhatikan
bagaimana pandangan mereka terhadap tuhan-tuhan mereka. Mereka
membayangkan bahwa mereka nyaris tersesat jika mereka tidak bersabar
dalam membela tuhan-tuhan tersebut. Demikianlah kesesatan mengejek
kebenaran dan kebodohan menghina ilmu. Mereka justru merasa heran
terhadap kepandaiannya yang dapat menyelamatkannya dari meninggalkan
tuhan-tuhannya yang terbuat dari batu dan kayu, bahkan terkadang mereka
membuat tuhan dari adonan roti di mana mereka menyembahnya kemudian
memakannya. Mereka mengatakan bahwa tuhan-tuhan kami menyelamatkan kami
dari rasa lapar atau mereka mengatakan bahwa kami menyembah mereka agar
mereka dapat mendekatkan kami pada Allah sedekat-dekatnya.
Meskipun demikian, dakwah Nabi terus berlanjut dan tertanam di muka
bumi. Mereka orang-orang musyrik menuduh Nabi sebagai seorang dukun;
mereka menuduhnya juga sebagai seorang gila, bahkan mereka menuduhnya
sebagai seorang penyihir; mereka menuduh bahwa beliau berbohong atas
nama kebenaran dan beliau dibantu oleh kaum yang lain; mereka mengatakan
ini adalah dongengan orang-orang yang dahulu.
Mereka meminta kepada beliau untuk mendatangkan mukjizat dengan bentuk
tertentu; mereka memberitahu bahwa mereka tidak akan beriman kepadanya,
sehingga terdapat suatu mata air yang memancar dari bumi atau terwujud
di depan mereka suatu taman dari pohon kurma dan anggur yang memancar di
tengah-tengahnya sungai, atau langit akan runtuh sebagaimana yang
beliau sampaikan kepada mereka sebagai bentuk azab atau beliau datang
dengan Allah SWT dan para malaikat dan mereka semua menjamin kebenaran
dakwah yang diserukannya, atau beliau memiliki rumah dari emas atau
beliau mampu mendaki langit dan mereka masih belum beriman terhadap
pendakian itu meskipun ia mendaki di hadapan mata mereka dan kembali
dengan selamat, kecuali jika ia menghadirkan kitab kepada mereka yang
dapat mereka baca dari langit.
Nabi tidak peduli dengan usaha mereka untuk menyakiti hati beliau; Nabi
tetap memberitahu mereka dengan penuh kelembutan bahwa apa saja yang
mereka minta itu tidak sesuai dengan Islam. Sebab, Islam hanya menyeru
akal dan berusaha menciptakan kebebasan. Beliau menyampaikan kepada
mereka bahwa beliau hanya sekadar manusia yang diutus oleh Tuhan; beliau
datang kepada mereka untuk mengingatkan mereka akan suatu hari di mana
seorang tua tidak akan menyelamatkan anaknya dan tidak bermanfaat di
dalamnya harta dan anak-anak, dan mereka tidak akan selamat di dalamnya
dari siksaan. Orang-orang yang mempunyai kedudukan atau para tokoh
mereka adalah para tiran-tiran di muka bumi di mana semua itu tidak akan
bermanfaat bagi mereka pada hari kiamat. Siksaan yang bakal mereka
terima tidak dapat mereka hindari dan mereka pun tidak dapat
meringankannya.
Demikianlah Islam—sebagaimana agama-agama sebelumnya— mengumpulkan di
sekelilingnya orang-orang yang berakal dan orang-orang yang fakir serta
orang-orang yang menderita di muka bumi. Berimanlah sekelompok
orang-orang fakir di mana mereka menjadi kelompok sosial yang tertindas
dan tersingkirkan di Mekah. Mereka menjadi makanan empuk
kelompok-kelompok yang lalim.
Islam bukan hanya memberikan solusi ekonomi terhadap tragedi kehidupan
atau masyarakat, tetapi Islam memberikan solusi Ilahi terhadap
keberadaan manusia secara umum; Islam meyakini bahwa manusia bukan hanya
sekadar perut yang harus dikenyangkan dan naluri seksual yang harus
dipuaskan, manusia bukan hanya dilihat dan dinilai dari sisi ini, namun
Islam justru meletakkan manusia pada tempatnya yang hakiki, tanpa
membesar-besarkan atau mengecilkannya. Dalam pandangan Islam, manusia
terdiri dari bangunan fisik dan ruhani, terdiri dari akal dan ambisi dan
terdiri dari celupan dari Allah SWT dalam ruhnya.
Islam tidak mementingkan fisik saja dan meninggalkan ruhani, begitu juga
sebaliknya. Terkadang fisik boleh jadi mendapatkan kebahagiaan dalam
kehidupan, tetapi ruhani justru mengalami penderitaan yang luar biasa.
Karena itu, pemuasan salah satu dimensi dari dimensi manusia tidak akan
membawa manusia kepada kesempurnaan atau kebahagiaan. Maka, Islam datang
untuk membawa suatu solusi yang dapat menyelamatkan manusia dari dalam
dirinya sendiri dan Islam membebankan tugas ini, yakni tugas perubahan
ini kepada Al-Qur'an.
Al-Qur'an menjadi cermin dalam kehidupan di mana ayat-ayatnya diturunkan
kepada Rasul saw, lalu beliau mengajarkannya kepada kaum Muslim.
Kemudian Al-Qur'an berubah menjadi orang-orang yang berjalan di
pasar-pasar dan mengancam singgasana kebencian yang menguasai Mekah,
sehingga orang-orang musyrik justni meningkatkan usaha pengejekan dan
penghinaan terhadap Rasul saw. Oleh karena itu, beliau semakin sedih
lalu Allah SWT menghiburnya. Allah SWT memberitahu beliau bahwa mereka
tidak mendustakannya, tetapi mereka justru melalimi diri mereka sendiri.
Mereka mulai menentang Nabi dan ayat-ayat Allah SWT, padahal Nabi
adalah salah satu dari ayat Allah SWT.
Allah SWT berfirman:
"Sesungguhnya Kami mengetahui bahwasannya apa yang mereka katakan itu
menyedihkan hatimu, (janganlah hamu bersedih hati), karena mereka
sebenarnya bukan mendustakan kamu, akan tetapi orang-orang yang lalim
itu mengingkari ayat-ayat Allah." (QS. al-An'am: 33)
Kemudian kaum musyrik meningkatkan penindasan kepada Rasul saw dan para
pengikutnya. Peperangan dimulai: dari peperangan urat saraf sampai
peperangan fisik. Mereka mulai menyiksa para pengikut Rasul saw, bahkan
membunuhnya. Pada saat itu, musuh-musuh Islam membayangkan bahwa dengan
cara menindas kaum Muslim dan menekan mereka dakwah Islam akan berhenti
dan kaum Muslin akan enggan untuk berdakwah. Mereka menganggap bahwa
kaum Muslim justru memilih untuk menyelamatkan diri mereka. Namun para
tokoh-tokoh Quraisy dan para tokoh-tokoh Mekah dikagetkan ketika melihat
penekanan yang mereka lakukan justru semakin membakar semangat kaum
Muslim untuk berdakwah. Saat itu kaum Muslim merasa yakin bahwa benih
yang telah ditanam Rasulullah saw dalam diri mereka menjadikan mereka
tetap bersemangat untuk menyebarkan risalah Allah SWT di muka bumi,
yaitu suatu risalah yang mengembalikan bumi menuju kematangan
(kesempurnaan) yang telah hilang darinya dan kema-nusiaan yang telah
disia-siakan serta kehormatan yang telah ditumpahkan dan kebebasan yang
telah hilang.
Kaum Muslim yakin bahwa mereka bukan hanya membangun suatu negeri yang
kecil di Mekah, dan mereka bukan hanya memperbaiki masyarakat yang
rusak, yaitu masyarakat jazirah Arab, tetapi mereka mengetahui bahwa
mereka akan membangun suatu manusia yang baru. Mereka akan menciptakan
manusia seutuhnya; mereka akan menghadirkan dunia dalam bentuk yang baru
dan dalam gambar yang baru yang merupakan cermin dari gambar kebesaran
sang Pencipta.
Sebelum kedatangan Islam, orang-orang Arab tidak dikenal. Dibandingkan
dengan peradaban yang dahulu dan modern, orang-orang Arab tidak memiliki
apa-apa. Mereka tidak memberikan kontribusi kepada dunia dalam bentuk
ilmu, seni, atau peninggalan apa pun yang dapat dijadikan sebagai
kebanggaan. Namun ketika Islam turun kepada mereka, mereka menjadi
cermin kejayaan manusia di mana mereka dapat memberikan sumbangan nyata
pada umat manusia. Bahkan orang-orang Barat banyak berhutang kepada
mereka dalam kemajuan yang mereka capai saat ini. Sebaliknya, ketika
mereka berpaling dari Islam di mana Islam hanya menjadi lembaran
cerita-cerita dan kertas-kertas yang tidak berguna, maka saat itulah
orang-orang Barat dapat menguasai kaum Muslim karena mereka justru
mendapatkan ilmu dari Kaum Muslim itu sendiri. Mereka justru mencapai
kemajuan ketika kaum Muslim meninggalkan agama mereka. Jadi, ketika kaum
Muslim memahami Islam secara benar dan berusaha untuk memnghidupkan
ajaran-ajarannya niscaya mereka akan mencapai puncak keilmuan.
Pada awal-awal masa tersebarnya Islam, kaum Muslim menyadari bahwa
mereka menghadapi peperangan yang tidak akan berhenti. Selama kehidupan
ada, maka pertentangan pun tetap ada. Oleh karena itu, ketika mereka
mendapatkan penganiayaan dan siksaan, maka keimanan mereka justru
semakin meningkat, dan setiap penganiayaan yang dilakukan oleh kaum
Quraisy, maka mereka tetap bertahan untuk mempertahankan kebenaran.
Sebagai contoh, Amar bin Yasir mengalami penderitaan dan penganiayaan.
Ia adalah salah seorang budak yang menjadi korban dari sistem ekonomi
yang berlaku saat itu, yaitu ekonomi yang berdasarkan kepada sistem
perbudakan. Seorang yang beriman tersebut disiksa di Mekah di mana ia
tidak memperoleh kebebasannya yang hakiki kecuali setelah ia memeluk
Islam. Mereka mengeluarkannya ke gurun dan menyiksanya beserta ibunya.
Bahkan siksaan semakin meningkat atas ibunya agar ia kembali menjadi
musyrik. Ketika ia tetap mempertahankan keimanannya dan dengan tegas
menolak ajakan untuk menentang Islam, maka Abu Jahal menikamnya dengan
belati yang ada di dua tangannya. Ia pun meninggal. Dan Islam
mengorbankan syahidnya yang pertama. Wanita mulia itu bernama Sumayah,
ibu dari Amar bin Yasir.
Banyak kalangan orang-orang bodoh mengatakan tentang persetujuan Islam
terhadap sistem perbudakan, atau Islam mendiamkan sistem perbudakan.
Mereka lupa bahwa Islam dibangun berdasarkan suatu prinsip yang ingin
membebaskan perbudakan dengan segala bentuknya; Islam ingin mengeluarkan
manusia dari kepemilikan sesama manusia menuju kepemilikan kepada Allah
SWT.
Jika Islam tidak turun dengan nas-nas yang terperinci yang mengharamkan
sistem perbudakan, maka dasar-dasarnya secara umum dan prinsip-prinsip
utamanya menghentikan—baik dalam tindakan maupun ucapan—sumber-sumber
sistem ini. Allah SWT sebagai pemilik syariat mengetahui bahwa sistem
perbudakan adalah sistem ekonomi yang sementara yang akan berubah dengan
perubahan waktu, dan karena Islam tidak turun pada waktu yang terdapat
perbudakan saja, tetapi ia turun secara umum dan menyeluruh untuk setiap
zaman, maka Islam sengaja melewati bentuk-bentuk yang temporal ini dari
bentuk-bentuk eksploitasi menuju unsur yang pertama atau dasar pertama
yang menimbulkan bentuk-bentuk eksploitasi tersebut, sehingga Islam
mengharamkannya. Dengan cara demikian, Islam mengharamkan sistem
perbudakan secara bertahap, seperti proses pengharaman khamer. Jadi,
keseriusan Islam sangat menonjol dalam usaha menghapus dan mengharamkan
perbudakan.
Jika dikatakan kepada kita bahwa Islam membolehkan para tentaranya untuk
memperbudak para tawanan perang, maka kita akan mengatakan bahwa Islam
menerapkan sistem ini sebagai bentuk pembalasan terhadap perlakuan yang
sama di mana musuh-musuh Islam menjadikan kaum Muslim sebagai
budak-budak mereka ketika mereka menawannya. Oleh karena itu, secara
alami orang-orang Islam pun menawan mereka sebagai budak-budak. Jika
Islam tidak melakukan yang demikian, maka boleh jadi Islam akan
dimain-mainkan dan ada kesempatan besar bagi orang-orang musyrik untuk
memperdaya Islam.
Demikianlah bahwa dakwah Islam mengalami berbagai macam hambatan dan
penindasan. Dan ketika orang-orang yang tersiksa mengadu kepada
Rasulullah saw atas penindasan yang mereka terima, maka Rasulullah saw
memberitahu mereka dengan pembicaraan yang jelas bahwa para dai di jalan
Allah SWT harus mengorbankan kesenangan mereka, kedamaian mereka, dan
darah mereka sebagai harga yang pantas untuk tersebarnya dakwah Islam.
Kebebasan bukan diperoleh dengan cuma-cuma. Sejarah kehidupan
menceritakan kepada kita bahwa ia dipenuhi dengan gumpalan darah yang
harus dibayar oleh masyarakat untuk memerangi musuh-musuhnya dari luar
dan dari dalam. Jika ini dialami setiap orang yang menuntut kebebasan
pada zaman dan tempat tertentu, maka bagaimana dengan orang-orang yang
menuntut kebebasan manusia secara keseluruhan.
Seorang Muslim hendaklah sadar bahwa dengan mengumumkan dakwahnya, maka
ia pasti akan menerima pengusiran, penindasan, penjara, pengepungan dan
pembunuhan. Ini adalah harga yang pantas yang harus dibayar ketika
berdakwah di jalan Allah SWT; inilah harga kebebasan. Bahkan terkadang
kaum yang batil pun membayamya dengan senang hati, maka bagaimana
mungkin orang-orang yang bersama kebenaran ragu untuk melakukannya.
Pada hakikatnya, manusia cinta kepada keabadian. Secara naluri manusia
merasa takut pada azab dan kematian. Dan barangkali yang membedakan
orang-orang Islam yang hakiki dengan yang lainnya adalah bahwa mereka
terbebas dari rasa ketakutan dan cinta keabadian. Ini adalah tolok ukur
yang pasti untuk membedakan antara seorang Muslim yang hakiki dan
seorang Muslim yang hanya namanya atau Muslim warisan atau hanya klaim
semata.
Seorang Muslim yang hakiki menyadari bahwa ajal di tangan Allah SWT,
rezeki adajuga di tangan-Nya, begitu juga keamanan semua ada di
tangan-Nya. Dengan keimanan seperti ini, ia memulai pergulatannya untuk
menyebarkan dakwah. Ia siap untuk menerima penyiksaan dan penderitaan di
jalan Allah SWT; ia pun siap meneteskan darahnya sebagai harga yang
pantas yang diberikannya dalam rangka memperoleh kebebasan. Ini semua
dilakukanya dengan begitu sederhana dan tidak ada rasa takut karena
Islam membebaskannya dari rasa ketakutan. Dahulu para pembangkang
menggergaji orang-orang yang menyeru di jalan Allah SWT dengan
menggergaji saat mereka dalam keadaan hidup-hidup.
Khabab bin Irit pergi menemui Rasulullah saw dan meminta tolong kepada
beliau dari penyiksaan orang-orang Quraisy, sambil berkata: "Tidakkah
engkau menolong kami, wahai Rasulullah? Tidakkah engkau berdoa kepada
kami, ya Rasulullah?" Rasulullah saw menjawab: "Sungguh sebelum kalian
terdapat orang-orang yang berdakwah di jalan Allah SWT lalu mereka
dimasukkan dalam suatu galian tanah lalu mereka digergaji di mana tubuh
mereka dipisah menjadi dua, namun mereka tetap mempertahankan agamanya.
Demi Allah, sungguh Allah SWT akan menolong masalah ini tetapi kalian
terlalu tergesa-gesa."
Dengan kalimat-kalimat yang penuh kesabaran dan keberanian ini,
Rasulullah saw ingin memahamkan kepada orang tersebut bahwa termasuk
dari kesempurnaan iman adalah membayar harga kebebasan. Jelas sekali
bahwa Islam tidak memberikan keuntungan bagi orang yang memeluknya.
Orang-orang Islam yang pertama tidak bertanya dan mengatakan: "Apa yang
kita peroleh dari agama ini?" Sebaliknya, mereka bertanya: "Apa yang
kita bayar untuk Islam?" Jawabannya adalah: "Segala sesuatu dimulai dari
suapan-suapan roti sampai darah yang tertumpah." Jadi, kaum Muslim yang
pertama telah membayar ongkos kebebasan. Mereka merasakan kedamaian
yang luar biasa untuk mempertahankan agama Allah SWT; mereka mendapatkan
kepercayaan yang tinggi tentang kemenangan kebenaran yang datang kepada
mereka; mereka justru memberitahu orang-orang musyrik bahwa mereka akan
dapat mengalahkan raja-raja Kisra dan Kaisar. Dengan dakwah yang mereka
lakukan, mereka akan menjadi pemimpin-pemimpin di muka bumi. Kaum
musyrik justru memanfaatkan kepercayaan ini untuk mengejek mereka dan
menertawakan mereka.
Ketika Aswad Ibnu Matlab dan orang-orang yang bersamanya melihat
sahabat-sahabat Nabi, maka mereka mengejek dan mengatakan: "Telah datang
kepada kalian pemimpin-pemimpin bumi yang esok akan mengalahkan
raja-raja Kisra dan Kaisar, kemudian mereka bersiul dan bertepuk
tangan." Namun kaum mukmin tidak peduli dengan ejekan tersebut.
Demikianlah bahwa ejekan demi ejekan terus menyertai dakwah kaum Muslim.
Kemudian kaum Quraisy mengadakan pertemuan yang bersejarah untuk
menyatukan pandangan dalam rangka menyerang Rasulullah saw. Kaum musyrik
menuduhnya bahwa beliau adalah seorang ahli sihir, dan pada kali yang
lain mereka menuduhnya bahwa beliau adalah dukun, dan pada kali yang
lain lagi mereka menuduhnya bahwa beliau adalah penyair, bahkan pada
kali yang lain mereka menuduhnya bahwa beliau adalah seorang yang gila.
Kemudian mereka semua sepakat untuk menuduh bahwa beliau adalah seorang
penyihir.
Walid bin Mughirah yang terkenal sebagai orang yang terpandang di
kalangan mereka menuduh Rasulullah saw sebagai penyihir yang dapat
memisahkan antara sesama saudara dan antara seseorang dengan isterinya.
Kemudian mereka membikin kelompok-kelompok yang mengingatkan para
pendatang di Mekah bahwa Muhammad adalah seorang penyihir. Meskipun
demikian, dakwah Islam tetap berlangsung. Ia tetap tersebar dengan pelan
namun pasti dan kalimat-kalimat yang diutarakan Nabi justru
mengingatkan perjanjian yang pernah dilakukan oleh manusia, yaitu
perjanjian saat Allah SWT menyaksikannya ketika mereka masih di alam
atom di punggung Adam:
"Bukankah aku Tuhan kalian? Mereka menjawab: 'Benar.'" (QS. al-A'raf: 172)
Bertambahlah jumlah kaum Muslim hingga kaum Quraisy merasakan ketakutan.
Mereka mulai melihat bahwa penggunaan cara-cara kekerasan tidak selalu
berhasil. Kemudian mereka memilih untuk menggunakan cara baru, yaitu
bagaimana seandainya mereka menggunakan perdamaian dan perundingan.
Orang-orang Quraisy mengutus 'Utbah bin Rabi'ah, seorang lelaki yang
terkenal dengan kecerdasan dan kebijaksanaan sebagai juru runding.
'Utbah berkata kepada Rasul saw: "Wahai anak saudaraku, kami mengetahui
kedudukanmu di sisi kami dari sisi nasab. Engkau datang kepada kaummu
dengan suatu hal yang besar di mana engkau memisahkan kelompok-kelompok
mereka. Maka dengarkanlah aku karena aku ingin berbicara tentang
beberapa hal. Barangkali engkau akan menerima sebagiannya." Rasul saw
berkata: "Silakan berbicara wahai 'Utbah." 'Utbah berkata: "Jika engkau
menginginkan harta niscaya kami akan mengumpulkan harta bagimu, sehingga
engkau akan menjadi orang yang paling kaya di antara kami, dan jika
engkau menginginkan kehormatan, maka kami akan memberi kehormatan itu
bagimu dan jika engkau menginginkan kekuasaan, maka kami akan
menyerahkan kekuasaan padamu dan jika engkau terkena penyakit yang
engkau tidak mampu menolaknya dari dirimu, maka kami akan mencarikan
tabib bagimu dan kami akan mengeluarkan harta kami sehingga engkau
sembuh."
Demikianlah 'Utbah mengakhiri pembicarannya. Kemudian ia menunggu reaksi Nabi. Lalu Rasulullah saw berkata:
"Dengan nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Haa miim.
Diturunkan dari Tuhan Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyanyang. Kitab yang
dijelaskan ayat-ayatnya, yakni bacaan dalam bahasa Arab, untuk kaum
yang mengetahui. Yang membawa berita gembira dan yang membawa
peringatan, tetapi kebanyakan mereka berpaling (darinya);, maka mereka
tidak (mau) mendengarkan. Mereka berkata: 'Hati kami berada dalam
tutupan (yang menutupi) apa yang kamu seru kami kepadanya dan di telinga
kami ada sumbatan dan antara kami dan kamu ada dinding, maka bekerjalah
kamu; Sesungguhnya kami bekerja (pula).' Katakanlah: 'Bahwasannya aku
hanyalah seorang manusia seperti kamu, diwahyukan kepadaku bahwasannya
Tuhan kamu adalah Tuhan Yang Maha Esa, maka tetaplah pada jalan yang
lurus menuju kepadanya dan mohonlah ampun kepadanya. Dan kecelakaan
besarlah bagi orang-orang yang mempersekutukan-(Nya), (yaitu)
orang-orangyang tidak menunaikan zakat dan mereka kafir akan adanya
(hehidupan) akhirat. Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan
mengerjakan amal yang saleh mereka mendapat pahala yang tiada
putus-putusnya.' Katakanlah: 'Sesungguhnya patutkah kamu kafir kepada
yang menciptakan bumi dalam dua masa dan kamu adakan sekutu-sekutu
bagi-Nya? (Yang bersifat) demikian itulah Tuhan semesta alam. Dan dia
menciptakan di bumi itu gunung-gunung yang kokoh di atasnya. Dia
memberkahinya dan Dia menentukan padanya kadar makanan-makanan
(penghuni)nya dalam empat masa. (Penjelasan itu sebagai jawaban) bagi
orang-orang yang bertanya. Kemudian dia menuju kepada penciptaan langit
dan langit itu masih merupakan asap, lalu Dia berkata kepadanya dan
kepada bumi: 'Datanglah kamu keduanya menurut perintah-Ku dengan suka
hati atau terpaksa.' Keduanya menjawab: 'Kami datang dengan suka hati.'
Maha Dia menjadikannya tujuh langit dalam dua masa dan Dia mewahyukan
pada tiap-tiap langit urusannya. Dan Kami hiasi langit yang dekat dengan
bintang-bintang yang cemerlang dan Kami memeliharanya dengan
sebaik-baiknya. Demikianlah ketentuan Yang Maha Perhasa lagi Maha
Mengetahui. Jika mereka berpaling, maka katakanlah: 'Aku telah
memperingatkan kamu dengan petir, seperti petir yang menimpa kaum 'Ad
dan kaum Tsamud." (QS. Fushilat: 1-13)
Rasulullah saw telah menjawab tawaran 'Utbah di mana beliau memilih
untuk menghadapi tawaran dan iming-iming tersebut dengan membaca
sebagian dari surah Fhusilat yang merupakan salah satu surah Al-Qur'an
yang diturunkan oleh Allah SWT melalui malaikat Jibril. 'Utbah bangkit
dari tempatnya ketika Rasulullah saw sampai pada firman-Nya:
"Jika mereka berpaling, maka katakanlah: 'Aku telah memperingatkan kamu
dengan petir, seperti petir yang menimpa kaum "Ad dan kaum Tsamud. "
(QS. Fushilat: 13)
'Utbah berdiri dalam keadaan takut dan segera menuju kaum Quraisy.
Bayang-bayang azab dunia terngiang di telinganya. Dan ketika ia sampai
ke orang Quraisy, ia mengusulkan agar orang-orang Quraisy membiarkan apa
saja yang dilakukan Muhammad. Gagallah perundingan dengan seorang
Muslim yang pertama, yaitu Rasulullah saw. Gagalnya perundingan tersebut
sebagai bentuk pemberitahuan tentang kembalinya tindak kekerasan dan
penyiksaan terhadap sahabat-sahabat Rasul saw.
Awal hijrah kaum Muslimin
Kemudian kaum musyrik semakin meningkatkan penindasan terhadap kaum
Muslim. Rasulullah saw sangat menderita melihat hal yang dirasakan para
sahabatnya. Ketika kaum Muslim membayar harga yang paling mahal sebagai
konsekuensi dari akidah yang mereka anut dan mereka dengan sabar memikul
penderitaan di jalan Allah SWT, maka Rasulullah saw mengisyaratkan
mereka untuk berhijrah. Beliau memberikan izin untuk berhijrah bagi
orang yang ingin hijrah.
Kemudian Dimulailah gelombang hijrah. Itu terjadi pada lima tahun dari
turunnya wahyu setelah dua tahun diumumkannya dakwah. Maka berhijrahlah
ke Habasyah enam belas orang Muslim. Mereka keluar secara rahasia dan
mereka menuju ke laut. Mereka berlayar meskipun orang-orang yang tinggal
di gurun sebenarnya tidak ingin berlayar karena mereka takut dari laut
dan mereka yakin bahwa manusia yang berlayar di laut akan menjadi ulat
di atas kayu-kayu yang berenang.
Selanjutnya, gelombang hijrah yang kedua pun dimulai. Kali ini diikuti
oleh delapan puluh tiga orang laki-laki dan sembilan belas perempuan.
Kemudian orang-orang Quraisy berusaha untuk mengirim beberapa orang dan
tetap berusaha menyiksa dan menyakiti orang-orang yang berhijrah. Mereka
mengutus ke Najasyi, Raja Habasyah, orang-orang yang dapat
mempengaruhinya untuk menentang orang-orang yang berhijrah. Mereka
menuduh kaum Muslim meninggalkan agama nenek moyang mereka di Mekah dan
mereka juga tidak menganut agama Najasyi, yaitu agama Kristen. Kemudian
orang-orang Quraisy tidak lupa mengirim hadiah kepada Najasyi sebagai
bentuk suapan kepadanya. Tampaknya Najasyi seorang yang berakal lalu ia
mengutus seseorang kepada kaum muhajirin dan bertanya kepada mereka
tentang agama baru yang mereka anut. Kemudian kaum muhajirin
menceritakan kepadanya tentang Islam.
Najasyi bertanya tentang Isa lalu mereka menjawab: "Ia adalah hamba
Allah SWT dan rasul-Nya dan ruh-Nya serta kalimat-Nya yang diletakkan
kepada Maryam, wanita yang perawan yang suci." Kemudian Najasyi
mengambil satu kayu kecil dari bumi dan mengatakan: "Penjelasan tentang
Isa yang kalian katakan tidak lebih dari kayu kecil ini. Pergilah kalian
dan kalian akan aman." Najasyi mengembalikan hadiah kaum Quraisy dan
mengatakan: "Allah tidak mengambil suap dariku sehingga aku tidak
mungkin mengambilnya dari kalian."
Demikianlah kaum muhajirin tinggal di negeri yang damai, yaitu Habasyah
negeri yang dipimpin oleh seorang laki-laki yang diberi kematangan
berpikir di mana ia cenderung mengimani karakter al-Masih sebagai
seorang manusia. Dan salah satu keajaiban kekuasaan Ilahi adalah bahwa
masyarakat Islam yang berhijrah tersebut tidak mengalami kelemahan dalam
akidahnya, namun mereka justru merasakan kekuatan.
Hamzah dan Umar masuk Islam
Allah SWT memperkuat dakwah Islam dengan masuknya dua lelaki besar dalam
Islam, yaitu Hamzah, paman Nabi dan Umar bin Khatab. Kedua orang itu
mempunyai kepribadian yang tangguh di Mekah di mana masing-masing dari
mereka terkenal di tengah-tengah kaumnya. Allah SWT berkehendak untuk
memberi Islam dua orang lelaki yang tangguh di Mekah dan Allah SWT telah
meletakkan rahmat yang terpancar dalam hati mereka. Hamzah masuk Islam
karena dorongan emosi, fanatisme, dan rahmat terhadaporang-orang yang
tidak memberikan pembelaan kepada Muhammad saw.
Salah seorang perempuan berkata kepada Hamzah: "Seandainya engkau
melihat apa yang diperoleh oleh anak dari saudaramu, Muhammad dari Abil
Hakam bin Hisyam (Abu Jahal). Sungguh Abu Jahal telah mencelanya dan
menyakitinya, sedangkan Muhammad hanya terdiam dan tidak mengatakan
apa-apa." Mendengar pengaduan itu, darah mendidih berkobar dalam
urat-urat Hamzah. Dengan kemarahan yang sangat, Hamzah mencari-cari Abu
Jahal lalu ia melihatnya sedang duduk-duduk di tengah-tengah kaumnya.
Hamzah mengangkat tangannya lalu memukulkannya ke kepala Abu Jahal
sambil berteriak: "Apakah engkau akan mengejek Muhammad, padahal aku
berada di atas agamanya."
Demikianlah permulaan keislaman Hamzah. Hamzah adalah seorang yang mulia
di mana perasaannya berkobar ketika ia melihat anak saudaranya disiksa
dan dianiaya dan dia tidak mendapati seorang pun yang membelanya.
Beginilah sebab-sebab pertama dari keislaman Hamzah, namun sebab yang
paling dalam dan yang paling menentukan adalah rahmat Allah SWT yang
telah dianugerahkan kepadanya, meskipun Hamzah tidak mengetahuinya,
yaitu rahmat yang mendorongnya untuk tidak membiarkan seseorang pun
menyakiti lelaki yang berdakwah di jalan Allah SWT hanya karena ia
seorang yang lemah dan tidak mempunyai penolong. Jadi, Hamzah adalah
penolongnya.
Sedangkan Umar bin Khatab terkenal dengan ketangguhan sikap dan
kekerasan perilaku. Seringkali kaum Muslim mendapat siksaan darinya
ketika ia masih menganut jahiliah. Dan salah seorang yang mendapatkan
siksaan ciarinya adalah Amir bin Rabi'ah dan isterinya. Amir beserta
istcrinya menetapkan untuk berhijrah ke Habasyah. Umar bin Khatab
menemuinya lalu ia mendapati isteri Amir dan tidak mencmukan suaminya.
Umar melihat wanita itu sedang bersiap-siap untuk berhijrah lalu Umar
berkata (saat itu sumber rahmat telah memancar pada dirinya): "Apakah
engkau akan pergi wahai Ummu Abdillah?" Dengan nada jengkel, wanita itu
berkata: "Benar, demi Allah kami akan keluar dan menuju tanah Allah SWT.
Engkau telah menyiksa kami dan telah memaksa kami untuk berhijrah. Kami
akan pergi sehingga Allah SWT akan memberikan kelapangan kepada kami."
Umar berkata: "Mudah-mudahan Allah SWTmenemanimu."
Wanita itu melihat tanda-tanda kelembutan dan kesedihan pada wajah Umar.
Dan ketika suaminya kembali, ia menceritakan kepadanya bahwa ia sangat
berharap kepada keislaman Umar. Lalu suaminya menjawab: "Ia tidak
mungkin masuk Islam sampai keledai Umar masuk Islam." Ia mengatkan
demikian karena ia melihat betapa bengisnya dan kejamnya Umar. Namun
perasaan lembut wanita itu lebih kuat daripada pandangan pikiran lelaki
itu dan keputusannya yang terlalu cepat kepada Umar.
Belum lama mereka berhijrah sehingga Umar masuk Islam. Orang-orang
muhajirin mengeluarkan penutup sumur rahmat dalam dirinya. Dan
barangkali Umar merasa kebingungan lalu ia menetapkan untuk membunuh
Rasul saw. Dengan menghunuskan pedangnya, ia pergi menuju Rasul saw.
Kemudian ia bertemu dengan orang-orang yang memergokinya dalam keadaan
kebingungan, lalu mereka bertanya kepadanya, hendak kemana ia akan
pergi? Umar menjawab: "Aku hendak ke Muhammad aku akan membunuhnya
sehingga orang-orang Arab merasa tenteram." Dengan nada mengejek,
seseorang berkata: "Tidakkah engkau memulai dari keluargamu sebelum
engkau membunuh Muhammad." Dengan nada jengkel, Umar berkata: "Apa yang
terjadi pada keluargaku?" Lelaki itu menjawab: "Saudara perempuanmu dan
suaminya telah masuk Islam, sedangkan engkau tidak mengetahuinya." Umar
segera mencari saudara perempuannya dan suaminya di mana saat itu
keduanya sedang membaca Al-Qur'an.
Ketika melihat Umar, mereka menyembunyikan Al-Qur'an. Umar bertanya:
"Sepertinya aku mendengar suara bisikan dari luar." Tetapi saudara
perempuannya mengatakan: "Tidak." Kemudian suaminya ikut campur dan Umar
pun tampak marah kepadanya. Wanita itu bangkit untuk membela suaminya
lalu Umar memukulnya sehingga darah segar mengucur darinya. Darah itu
justru membangkitkan sumber rahmat dari diri Umar. Akhirnya, Umar
mengambil air wudhu agar mereka mengizinkan untuk membaca Al-Qur'an.
Umar pun membacanya. Belum lama Umar membacanya sehingga ia pergi
menemui Rasul saw.
Tanpa ragu, Umar memilih untuk masuk Islam. Dan pedang yang dibawanya
itu menjadi pedang yang paling kuat yang dengannya ia mempertahankan
agama Muhammad saw. Kemudian ia mengetuk pintu untuk menemui Rasul saw
di mana saat itu beliau bersama sahabatnya. Dari celah-celah pintu,
sahabat Nabi melihat Umar bin Khatab sedang menghunuskan pedang.
Kemudian sahabat itu kembali kepada Nabi dengan membawa berita yang
sangat mengejutkan ini. Ia menduga bahwa Umar datang dengan maksud
jahat.
Rasulullah saw bangkit dan memerintahkan para sahabatnya agar membiarkan
Umar. Rasulullah saw membukakan pintu Kemudian ia menyambut Umar bin
Khatab dan bertanya kepadanya apa yang diinginkannya. Umar menjawab
bahwa ia datang untuk mengucapkan dan bersaksi bahwa tiada Tuhan selain
Allah dan Muhammad adalah utusan-Nya.
Orang-orang Quraisy mulai merasa bahaya akan mereka temui setelah
keislaman Umar dan Hamzah. Para tokoh-tokoh Mekah dan orang-orang yang
dihormati telah masuk Islam. Sebelum Umar masuk Islam, kaum Muslim
bertawaf di Ka'bah secara rahasia dan dengan malu-malu, namun ketika
Umar masuk Islam ia menampakkan keislamannya dan ia menantang orang yang
mencegahnya untuk bertawaf, bahkan banyak orang-orang memberikan jalan
padanya saat tawaf. Mekah mengetahui bahwa ia menghadapi suatu dakwah
yang akan dapat mengubah jazirah Arab.
Rasa ketakutan mulai menghantui para pemuka Quraisy dan mereka
menetapkan metode baru untuk menghadapi kaum Muslim. Mereka yang
sebelumnya menggunakan metode penghinaan dan pengejekan kini mulai
mencoba untuk memblokade kaum Muslim secara ekonomi dan kemanusiaan.
Kaum musyrik mengadakan perkumpulan dan pertemuan untuk memboikot kaum
Muslim. Mereka mengadakan pertemuan itu di Ka'bah, sebagai penghormatan
kepadanya. Orang-orang musyrik menghormati Ka'bah meskipun mereka
memenuhinya dengan berbagai macam patung yang mereka sembah dalam rangka
mendekatkan mereka kepada Allah. Pasal kesepakatan itu menetapkan,
hendaklah penduduk Mekah tidak menjual barang apapun kepada kaum Muslim
dan hendaklah mereka tidak menikah dengan kaum Muslim. Dengan ketetapan
yang kejam tersebut, mereka ingin menghancurkan kaum Muslim dan membunuh
perekonomian mereka. Rasulullah saw dan orang-orang yang beriman
kepadanya terpaksa berlindung di dusun Bani Hasyim. Mereka dilindungi
oleh keturunan Bani Muthalib, baik mereka orang-orang kafir maupun
orang-orang beriman kecuali musuh Allah SWT, Abu Jahal di rnana ia
bersama orang-orang Quraisy menentang kaummnya.
Kemudian Dimulailah blokade ekonomi terhadap kaum Muslim di mana tidak
ada makanan dan minuman yang datang kepada mereka, sehingga penderitaan
yang sulit kini dialami oleh sahabat-sahabat Nabi. Ketika kafllah
perdagangan datang ke Mekah dan salah seorang dari sahabat Nabi menemui
mereka di pasar untuk membeli makanan untuk keluarganya, maka Abu Lahab
berdiri dan berkata kepada para penjual, wahai para pedagang,
mahalkanlah dagangan kalian terhadap sahabat-sahabat Muhammad, sehingga
mereka tidak mampu membelinya dan aku menjamin kerugian yang kalian
alami, bahkan aku akan membeli apa saja yang ingin mereka beli dari
kalian.
Mendengar hal tersebut, para pedagang pun menjual barang dagangannya
dengan harga yang tidak wajar, sehingga seorang Muslim kembali ke rumah
keluarganya tanpa membawa sedikit pun makanan. Kemudian padagang itu
pergi ke Abu Lahab dan memin-ta kepadanya agar membeli barang yang ingin
dibeli orang Muslim. Demikianlah peperangan tersebut terus terjadi
sehingga kaum Muslim merasakan penderitaan yang sangat luar biasa di
mana mereka dalam keadaan kelaparan dan kekurangan pakaian yang layak.
Peperangan ekonomi ini terjadi selama tiga tahun penuh. Saking
menderitanya para sahabat sampai-sampai Sa'ad bin Abi Waqas pernah
keluar pada suatu hari untuk memenuhi hajatnya, lalu ia mendengar suara
gemerincing di bawah air kencing. Tiba-tiba ia menemukan sepotong kulit
unta yang kering lalu ia mengambilnya dan membasuhnya. Kemudian ia
membakarnya dan mencucinya dengan air sampai bersih lalu ia
menjadikannya makanan selama tiga hari.
Selama tiga tahun tersebut wahyu tetap turun kepada Rasul saw dan
seakan-akan ia melupakan bencana yang keras ini. Allah SWT ingin
mendidik para pengikut agama-Nya agar mereka mampu memikul segala
penderitaan.
Meskipun kaum Muslim mendapatkan berbagai ujian selama tiga tahun
tersebut, tetapi aktifitas dakwah Islam tidak pernah padam dan tidak
pernah surut. Kaum Muslim bertemu orang-orang selain mereka pada musim
haji lalu mereka berbicara kepada orang-orang tersebut tentang
keberadaan Allah SWT dan mereka meminta kepada para pengujung itu untuk
mencari rahmat Allah SWT dan ampunan-Nya. Keteguhan kaum Muslim dan
keberanian mereka telah memikat banyak orang sehingga mereka masuk
Islam. Bahkan orang-orang musyrik mulai bertanya kepada diri mereka dan
mempertanyakan kebenaran apa tindakan mereka. Lalu kecemburuan kepada
kebenaran mulai menyerang hati.
Kemudian Selesailah peperangan ekonomi terhadap kaum Muslim di mana kaum
musyrik melihat itu tidak berdampak terlalu besar bagi kaum Muslim.
Meskipun kaum Muslim menerima penderitaan dan kerugian namun jumlah
mereka tetap bertambah dan keimanan mereka semakin kuat serta
kepercaayaan kepada Allah SWT pun semakin meningkat. Lalu datanglah
tahun kesedihan kepada Nabi. Belum lama Rasulullah saw merasakan dan
menghirup udara segar setelah tiga tahun masa blokade dan beliau ingin
memulai kehidupan barunya dan dakwahnya, sehingga beliau dikagetkan
dengan kematian isteri tercintanya Ummul Mukminin Khadijah dan kematian
pamannya yang tercita Abu Thalib.
Abu Thalib adalah seorang yang besar yang memiliki kewibawaan di
tengah-tengah kaum Quraisy, sehingga usaha kaum Quraisy untuk menyakiti
Nabi menjadi terbatas ketika mereka berhadapan dengan "tembok
perlindungan" Abu Thalib kepada kemenakannya. Sedangkan Khadijah
merupakan tempat perlindungan dan kedamaian bagi Nabi. Ia adalah hati
yang sangat penyayang yang banyak menghibur Nabi saat beliau berdakwah.
Khadiijah adalah sebaik-baik teman dan sebaik-baik isteri. Begitu juga,
bagi Khadijah Rasulullah saw adalah sebaik-baik teman, sebaik-baik
suami, sebaik-baik pembantu, dan sebaik-baik sahabat.
Rasulullah saw sangat sedih ketika kehilangan dua orang yang sangat
berpengaruh dalam kehidupannya itu, bahkan para sejarawan menamakan
tahun tersebut dengan tahun kesedihan. Sebaliknya, orangorang musyrik
justru bergembira dengan kesedihan Rasul saw itu. Mereka menganggap
bahwa Rasul saw tidak lagi memiliki seorang tua yang mampu melindunginya
dan tidak lagi memiliki seorang isteri yang dapat meringankan beban
penderitaannya.
Setelah kematian dua orang tcrsebut, penindasan dan penganiayaan kaum
Quraisy kepada Nabi semakin meningkat dan orang-orang musyrik memilih
waktu yang tepat untuk menyembelih binatang di Mekah lalu mereka membawa
usus-usus atau jeroan dari unta dan mereka melemparkannya dan
meletakkannya di atas punggung Nabi saat beliau sujud. Kemudian berita
memilukan itu sampai kepada putri tercintanya, Fatimah az-Zahrah,
sehingga ia segera datang dan berusaha membela ayahnya dan membersihkan
kotoran yang ada di pundak ayahnya itu. Demikianlah kemuliaan Siti
Fatimah az-Zahra yang senantiasa melindungi ayahnya.
Betapa sedihnya Nabi saw ketika beliau melihat bahwa keadaan beliau
sampai pada batas di mana anak perempuan beliau pun turut membelanya.
Namun beliau tetap bersabar dalam berdakwah di jalan Allah SWT. Pada
suatu hari beliau berpikir untuk pergi ke Tha'if di mana di sana dihuni
oleh kaum Tha'if. Barangkali beliau berkata dalam dirinya: jika di sini
aku mendapati hati-hati yang telah membeku dan telah berhubungan mesra
dengan kebatilan ialu mengapa aku tidak pergi ke Tsaqif. Barangkali
Allah SWT akan membukakan pintu dakwah di sana. Mungkin di sana masih
terdapat hati yang akan terbuka guna menerima kebenaran.
Saat itu kaum musyrik memberlakukan blokade umum atas dakwah yang
dipimpin oleh Rasulullah saw sehingga tekanan kepada beliau semakin
meningkat sampai pada batas di mana pergerakan dakwah tidak dapat
bergerak satu langkah pun. Keadaan demikian ini sangat menggelisahkan
Nabi. Beliau ingin untuk melepaskan belenggu yang mengikatnya. Lalu
beliau memutuskan untuk pergi ke Tha'if. Jarak antara Mekah dan Tha'if
lebih dari tujuh puluh kilo meter. Nabi menempuh perjalanan itu dengan
jalan kaki, pergi dan pulang.
Kita tidak mengetahui pemikiran-pemikiran apa yang terlintas dalam benak
Rasulullah saw saat beliau pergi dan menemui kabilah yang kafir kepada
Allah SWT ini. Yang kita ketahui adalah bahwa beliau pergi ke sana
dengan membawa rahmat dunia dan akhirat. Tetapi mereka justru membalas
sikap baik Rasulullah saw itu dengan tindakan jahiliyah. Mereka bersikap
buruk kepada beliau dan mendustakannya. Rasulullah saw tinggal di sana
selama sepuluh hari. Beliau mondar-mandir dari satu rumah ke rumah yang
lain dan dari pasar ke pasar yang lain dan dari satu jalan ke jalan yang
lain. Tak seorang pun yang mendengar kedatangan beliau di sana; tak
seorang pun yang mau mendengar dakwah beliau dan tak seorang pun yang
mau beriman kepada ajakannya. Bahkan masyarakat di situ semakin
menjadijadi dalam menyerang Rasulullah saw dan mengejeknya.
Pada hari yang terakhir yang mana beliau telah menetapkan untuk kembali
ke Mekah. Rasulullah saw berdiri di Tha'if dan mengharap kepada
masyarakat di sana agar merahasiakan kunjungannya kepada mereka sehingga
pencelaan yang beliau terima di Mekah terhadap agama yang dibawanya
tidak semakin menjadi-jadi. Tetapi penduduk Tha'if menolak permohonan
yang terakhir ini. Mereka tidak cukup melakukan hal itu tetapi mereka
melakukan perbuatan terburuk yang dilakukan manusia terhadap sesama
manusia. Mereka menahan keluarga orang-orang yang bodoh dan orang-orang
biasa untuk membentuk dua barisan dan memerintahkan mereka untuk
melempari Rasulullah saw dengan batu dan mengejeknya. Nabi keluar dari
Tha'if dan beliau mendapatkan lemparan bertubi-tubi dari keluarga Tha'if
bahkan beliau merasakan kepedihan saat kakinya terkena lemparan batu
itu sehingga darah suci mengucur dari kaki beliau.
Kemudian Rasulullah saw diusir sehingga beliau sampai di suatu kebun
yang dimiliki oleh dua orang dari orang-orang kaya Tha'if. Di sana
beliau duduk di bawah naungan pohon anggur. Dua orang pemilik kebun itu
merasa kasihan melihat keadaan orang yang terusir dan terluka itu.
Mereka membawa kepadanya setangkai anggur dengan seorang pembantu.
Pembantu mereka adalah seorang Nasrani yang bernama Adas. Si pembantu
meletakkan setangkai anggur itu depan Rasul saw lalu beliau mengulurkan
tangannya kepadanya sambil berkata: "Bismillahirahmanirrahim (Dengan
nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang). Adas berkata kepada
Nabi, perkataan ini tidak begitu dikenal oleh penduduk negeri ini. Nabi
berkata: "Anda dari daerah mana?" Adas menjawab: "Aku adalah seorang
Nasrani dari Nainawa." Nabi berkata: "Apakah engkau dari desa lelaki
saleh Yunus bin Mata?" "Bagaimana engkau tahu tentang Yunus?, sambung
lelaki itu. Nabi berkata: "Itu adalah saudaraku. Ia adalah seorang Nabi
aku pun seorang Nabi."
Mendengar jawaban Rasul saw, Adas segera merobohkan tubuhnya di depan
kedua kaki Rasul saw lalu ia menciuminya sambil menangis. Akhirnya,
pembantu Nasrani itu masuk Islam sehingga ia menambah barisan kaum
Muslim. Ia adalah seorang yang menjadi Muslim ketika Rasulullah saw
berhijrah ke Tha'if. Inilah harga yang harus dibayar Rasulullah saw
sclania dua minggu saat beliau berada di Tha'if, dan kemudian bcliau
terkena cobaan dengan mengucurnya darah dari kaki beliau akibat lemparan
batu penghuni Tha'if.
Kemudian Rasulullah saw kembali ke Mekah beliau kembali dalam keadaan
ditolak oleh penduduk Tha'if dan kini beliau kembali menerima penolakan
itu di Mekah. Meskipun demikian, beliau merasakan kesedihan yang
mendalam melihat sikap kaumnya. Namun ketika kebencian semakin deras
mengalir kepada beliau, hati beliau justru semakin bersemangat dan
semakin dipenuhi dengan rahmat kemudian datanglah kepada Nabi masa di
mana tampak di dalamnya Islam asing, dan tampak di dalamnya Nabi seorang
diri, tanpa penolong.
Peristiwa Isro' dan Mi'roj
Pada saat demikian ini ketika manusia mulai meninggalkan Rasulullah saw
lalu langit turut campur dan terjadilah peristiwa besar dan mukjizat
terbesar pada diri Nabi, yaitu Isra' dan Mi'raj. Ia adalah mukjizat yang
tidak berhubungan dengan dakwah Islam; ia tidak datang untuk memperkuat
dakwah ini atau menetapkannya tetapi ia datang semata-mata untuk
memperkuat keteguhan Nabi dan sebagai penghormatan kepadanya.
Seakan-akan Allah SWT ingin berkata kepada Nabi, jika saja penduduk bumi
tidak memujimu, maka penduduk langit mengenal kedudukanmu dan
memberikan pujian yang layak kepadamu dan jika manusia menolak dakwahmu
dan menolak keberadaanmu, maka sesungguhnya Allah SWT memilihmu dan
memuliakanmu.
Untuk melihat tanda-tanda kebesaran-Nya, munculnya mukjizat Isra' dan
Mi'raj dalam sejarah para nabi sebagai mukjizat satu-satunya yang tiada
tandingannya dibandingkan dengan kisah nabi yang lain. Kita mengetahui
bahwa di deretan para nabi ada nabi-nabi yang dinamakan oleh Allah SWT
sebagai para kekasih-Nya dan sebagai para pendamping-Nya, seperti Nabi
Ibrahim. Kita juga melihat bahwa di antara para nabi ada seseorang yang
diajak bicara oleh Allah SWT tanpa perantara, seperti Nabi Musa. Kita
juga melihat di antara para nabi ada yang didukung oleh Allah SWT dengan
ruhul kudus, seperti Nabi Isa. Tetapi untuk pertama kalinya kita berada
di hadapan seorang nabi yang diajak dan dipanggil oleh Allah SWT untuk
menuju ke sisi-Nya.
Beliau naik bersama Jibril dengan jasadnya dan ruhaninya sehingga Jibril
berdiri di suatu tempat dan Nabi maju sendirian. Itu adalah tingkat
dari tingkat kehormatan di mana pena terasa keluh untuk mengungkapkannya
dan sejarawan tidak dapat menulis apa yang terjadi saat itu. Kita telah
melihat dalam kisah para nabi seorang nabi yang meminta kepada Tuhannya
agar memperlihatkan kepadanya bagaimana Dia menghidupkan orang-orang
yang mati. Allah SWT bertanya kepadanya, apakah ia belum beriman akan
hal itu? Ibrahim menjawab: Bahwa ia beriman tetapi ia ingin menenangkan
hatinya.
Kita juga melihat dalam kisah para nabi seorang nabi yang cintanya kepada Allah SWT memancar dalam kalbunya sehingga ia meminta:
"Ya Tuhanku, nampakkanlah (diri Engkau) kepadaku agar aku dapat melihat kepada Engkau". (QS. al-A'raf: 143)
Namun Allah SWT menjawab kepada Musa tentang kemustahilan melihat Allah
SWT atas manusia. Nabi Musa memahami bahwa makhluk manapun tidak akan
mampu menahan beban penampakan dari Zat sang Pencipta.
Adapun Muhammad bin Abdillah ia tidak bertanya kepada Tuhannya dan
meminta kepadanya untuk diberi mukjizat atau kejadian yang luar biasa;
ia tidak meminta kepada Tuhannya agar dapat melihat Zat-Nya dan ia tidak
berusaha mencari ketenangan dalam hatinya. Cintanya kepada Allah SWT
termasuk bentuk cinta yang sulit untuk dipahami atau diselami
kedalamannya oleh para tokoh pecinta dan cintanya tersebut bukan
termasuk bentuk yang menimbulkan berbagai pertanyaan. Cinta beliau
melampaui tingkat permintaan menuju ketingkat penyerahan dan kepuasan
atau ridha. Segala sesuatu yang menggelisahkan Nabi adalah ridha Allah
SWT.
Rasulullah saw berkata saat beliau dalam keadaan ditolak dan diusir dan
terluka akibat perbuatan kaum Tha'if: "Jika Engkau tidak murka kepadaku,
maka aku tidak peduli dengan mereka."
Lihatlah tingkat cinta yang tinggi itu: bagaimana tingkat tersebut
menyebabkan beliau merasa rendah diri sehingga beliau berkata, "jika
Engkau tidak murka kepadaku ..." Seakan-akan beliau tidak menginginkan
selain ridha Allah SWT dan yang beliau khawatirkan adalah kemarahan
Allah SWT.
Sungguh adab yang diterapkan Rasulullah saw kepada Tuhannya adalah adab
yang paling layak dan paling tinggi yang sesuai dengan kedudukan beliau
sebagai orang Muslim yang paling sempurna.
Demikianlah mukjizat Isra' dan Mi'raj. Mukjizatyang tujuannya adalah
menghormati kepribadian Rasulullah saw; mukjizat yang membangkitkan
peranan akal dan hati secara bersama. Para nabi tanpa terkecuali
didukung oleh bcrbagai macam mukjizat yang terjadi di muka bumi bahkan
para nabi yang diangkat ke langit seperti Nabi Idris dan Nabi Isa, maka
pengangkatan mereka sebagai bentuk menyelamatkan mereka dari usaha
pembunuhan atau penyaliban. Mukjizat mereka saat mereka diangkat ke
langit adalah bentuk akhir dari aktifitas mereka di muka bumi.
Ini adalah kali pertama ketika kita mendapati suatu mukjizat yang tempat
utamanya di langit; suatu mukjizat yang terwujud bersama seorang Nabi
yang diangkat ke langit dengan jasadnya dan ruhaninya saat beliau masih
hidup. Di sana Allah SWT memperlihatkan kepadanya tanda-tanda
kekuasaan-Nya. Kemudian beliau kembali ke bumi di mana beliau akan
mendapatkan berbagai macam tantangan dan cobaan yang biasa diterima oleh
penduduk bumi. Muhammad bin Abdillah adalah manusia yang pertama
melewati planet bumi dan beliau menembus bulan dan matahari dan
bintang-bintang. Kita menyaksikan di zaman kita manusia pertama atau
astronot pertama yang mampu menembus ruang angkasa. Ruang angkasa itu
baru dapat ditembus oleh manusia setelah empat belas abad dari turunnya
risalah Muhammad saw, namun sejak empat belas abad yang lalu Nabi Islam
telah dapat menembus ruang angkasa itu, bahkan beliau mencapai Sidratul
Muntaha dan puncak al-Muntaha.
Beliau sampai pada batas yang di situlah alam makhluk diakhiri dan
beliau menembus alam gaib. Bukankah surga bagian dari alam gaib? Beliau
sampai di surga. Allah SWT menamakannya dengan Jannatul Ma'wah. Beliau
sampai pada batas terputusnya ilmu manusia dan tiada yang mengetahui
hakikat ilmu tersebut kecuali Allah SWT. Mukjizat Isra' bukanlah
mukjizat Mi'raj, meskipun kedua-duanya terjadi di satu malam. Peristiwa
Isra' dan Mi'raj dikutip oleh dua surah yang berbeda dalam Al-Qur'an
al-Karim. Allah SWT berfirman tentang mukjizat Isra':
"Maha Suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam
dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsha yang telah Kami berkahi
sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda
(kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha Mendengar lagi Maha
Mengetahui." (QS. al-Isra': 1)
Sedangkan berkaitan dengan mukjizat Mi'raj, Allah SWT berfirman:
"Dan sesungguhnya Muhammad telah melihat Jibril itu (dalam rupanya yang
asli) pada waktu yang lain, (yaitu) di Sidratil Muntaha. Di dekatnya ada
surga tempat tinggal. (Muhammad melihat Jibril) ketika Sidratil Muntaha
diliputi oleh sesuatu yang meliputinya. Penglihatannya (Muhammad) tidak
berpaling dari yang dilihatnya itu dan tidak (pula) melampauiya.
Sesungguhnya dia telah melihat sebagian tanda-tanda (kekuasaan) Tuhannya
yang paling besar." (QS. an-Najm: 13-18)
Pada malam Isra' dan Mi'raj, Nabi Muhammad berkeliling di sekitar Ka'bah
dan berdoa kepada Allah SWT. Beliau dalam keadaan pucat wajahnya dan
kedua air matanya mengucur; beliau tidak bertawaf bersama seseorang pun;
beliau tawaf sendirian lalu orang-orang kafir dan orang-orang musyrik
memandang beliau dengan pandangan kebencian saat beliau bertawaf dan
berdoa. Allah SWT melihat hamba-Nya yang khusuk itu lalu Allah SWT
menurunkan perintah-Nya kepada Ruhul Amin yaitu malaikat Jibril agar
menemani hamba-Nya dari Masjidil Haram menuju Masjidil Aqsha Kemudian
membawanya naik ke langit agar dia dapat melihat tanda-tanda kebesaran
Tuhannya.
Di suatu rumah yang mulia dan sederhana dari rumah-rumah yang ada di
Mekah, Nabi saw sedang tidur dan datanglah waktu pertengahan malam.
Jibril turun dan memasuki rumah sang Rasul saw. Jibril as berdiri di
sisi kepala sang Nabi dan ia melihat kepadanya dengan pandangan cinta.
Pandangan Jibril itu membangunkan Rasul saw kemudian beliau membuka
kedua matanya dan bangkit dari tempat tidurnya.
Jibril berkata kepada Nabi saw, salam kepadamu wahai Nabi yang mulia.
Allah SWT ingin agar engkau melihat sebagian tanda-tanda kebesaran-Nya
di alam. Kemudian Jibril berjalan bersama Nabi saw. Mereka keluar dari
rumah dan beliau menyaksikan Buraq yaitu makhluk yang menyerupai burung
dan mempunyai sayap seperti burung garuda; makhluk yang terbuat dari
kilat. Karena itu, ia dinamakan dengan Buraq. Kilat adalah listrik dan
listrik adalah cahaya. Cahaya adalah makhluk yang tercepat yang kita
kenal di bumi. Kilauan cahaya pada satu detik saja mencapai 186 ribu
mil. Kita tidak akan terlibat terlalu jauh tentang kendaraan luar
angkasa yang digunakan dalam perjalanan itu; kita tidak akan bertanya
bagaimana Nabi saw menembus alam ruang angkasa tanpa ada latihan
sebelumnya dan berapa lama waktu yang beliau gunakan untuk pulang pergi;
kami juga tidak akan bertanya tentang kecepatan Buraq; kami tidak heran
dengan usaha penembusan luar angkasa ini; kita tidak akan bertanya
tentang semua itu karena kita mempunyai satu jawaban dari semuanya:
Allah SWT berkehendak agar hal itu terjadi dan untuk itu Allah SWT
mengatakan kun jadilah, maka jadilah.
Para ulama beselisih pendapat tentang apakah Isra' dan Mi'raj terjadi
dengan ruh saja atau dengan ruhani dan jasad sekaligus. Ahli hakikat
mengatakan bahwa itu terjadi dengan ruh dan jasad. Tentu perselisihan
itu berakibat pada perselisihan akal dan terjerumus dalam perangkap
kaifa(bagaimana) dan bertanya tentang kekuasaan Allah SWT dan usaha
untuk menundukkan masalah ini terhadap sebab-sebab yang biasa atau
hukum-hukum kita yang alami atau logika kemanusiaan. Allah Maha Suci dan
Maha Tinggi dari semua itu. Apakah seseorang akan bertanya, bagaimana
Rasulullah saw naik berserta ruh dan fisiknya ke puncak segala puncak di
langit kemudian beliau kembali sebelum tempat tidurnya dingin? Mukjizat
apa yang terjadi di sini yang melebihi mukjizat berubahnya air mani
menjadi manusia dan berubahnya benih menjadi pohon atau mukjizat air
yang menghidupkan tanah, atau ia mampu memuaskan kehausan si dahaga atau
mukjizat cinta yang mengikat dua hati yang belum pernah mengenal?
Sementara itu, Buraq menundukkan badannya kepada Nabi saw kemudian Nabi
saw menungganginya bersama Jibril dan Buraq pergi bagaikan anak panah
dari cahaya di atas gunung Mekah dan pasir-pasir menuju ke utara. Jibril
mengisyaratkan agar menuju arah gunung Saina' lalu Buraq itu berhenti.
Jibril berkata di tempat yang diberkati ini, Allah SWT berdialog dengan
Musa as. Kemudian Buraq kembali pergi ke Baitul Maqdis, Nabi saw turun
dari pesawat ini yang berjalan lebih cepat dari cahaya dan jutaan kali
lebih cepat darinya dan ia tidak berubah dari cahaya.
Nabi berjalan bersama Jibril dan memasuki Baitul Maqdis. Beliau memasuki
masjid dan beliau mendapati semua nabi sedang menunggunya di sana.
Allah SWT membangkitkan gambar para nabi-Nya dari kematian dan
mengumpulkan mereka di Mesjid Aqsha. Para malaikat memberinya suatu
bejana yang di dalamnya terdapat susu dan bejana yang lain yang di
dalamnya terdapat khamer. Lalu beliau memilih susu dan meminumnya.
Dikatakan pada beliau, sesungguhnya engkau telah memilih fltrah dan
umatmu akan memilih fitrah.
Para nabi mengitari Rasul saw dan datanglah waktu salat. Para nabi
bertanya di antara sesama mereka, siapa di antara mereka yang menjadi
imam salat, apakah itu Adam, Nuh, Ibrahim, Musa atau Isa? Jibril berkata
kepada Muhammad saw, sesungguhnya Allah SWT memerintahkanmu untuk salat
bersama para nabi. Rasulullah saw berdiri dan salat bersama para nabi.
Mereka semua adalah orang-orang Muslim dan beliau adalah orang-orang
Muslim yang pertama. Secara logis bahwa beliau layak menjadi imam dari
para nabi sebagaimana kitabnya dijadikan kitab yang terbaik daripada
kitab-kitab yang mendahuluinya. Beliau membacakan Al-Qur'an kepada
mereka dan beliau menangis saat membacanya. Kekhusukan beliau saat
membacanya membuat para nabi pun menangis. Dan ketika para nabi sujud di
belakang imam mereka, pohon-pohon dan bintang-bintang pun turut
bersujud.
Selesailah waktu salat dan para nabi membubarkan diri. Setiap nabi
kembali ke langit yang mereka tinggal di dalamnya. Nabi keluar dari
masjid bersama Jibril dan mereka kembali menunggang Buraq seperti panah
dari cahaya. Buraq semakin meninggi dan ia melewati langit pertama lalu
beliau menyaksikan Nabi Adam. Kemudian ada panggilan dari Allah SWT:
"Hendaklah hamba-Ku semakin meninggi dan menjauh." Kemudian hamba Allah
SWT Muhammad bin Abdillah semakin terbang menjauh ia melampaui langit
demi langit. Beliau melampaui tempat materi dan mulai menjangkau tempat
ruhani dan melewatinya. Beliau bersiap berdiri di haribaan Ilahi; beliau
semakin tinggi dan jauh di tingkat dan dipuncak ruhani dalam kecepatan
yang tidak kurang dari kecepatan kilat.
Beliau melampaui kedudukan Nabi Adam di langit pertama dan melampaui
kedudukan Nabi Yahya dan Nabi Isa di langit kedua. Lalu Tuhan pemilik
kemuliaan memanggil, "hendaklah hamba-Ku lebih tinggi lagi." Kemudian
hamba Allah SWT dan Nabi-Nya yang mulia mencapai tingkat yang lebih
tinggi lagi. Beliau melampaui langit yang ketiga, keempat, kelima,
keenam, dan ketujuh. Beliau melampaui alam materi semuanya dan melampaui
alam ruhani. Akhirnya, beliau sampai ke Sidratul Muntaha. Beliau sampai
di tempat yang suci yang Allah SWT menamakannya dengan sebutan Sidratul
Muntaha dan di sana Nabi melihat dan menyaksikan Jannatul Ma'wa. Beliau
menyaksikan yang kita tidak mampu mengetahuinya dan memahaminya bahkan
membayangkannya:
"(Muhammad melihat Jibril) ketika Sidratil Muntaha diliputi oleh sesuatu
yang meliputinya. Penglihatannya (Muhammad) tidak berpaling dari yang
dilihatnya itu dan tidnk (pula) melampauinya." (QS. an-Najm: 16-17)
Sungguh terjadilah pada tempat itu apa yang terjadi dengannya. Dengan
kebesaran yang misteri ini, Allah SWT memberitahu kita bahwa terjadilah
hal penting di sana meskipun hakikat hal tersebut tersembunyi dari kita.
Sesuatu yang Allah SWT sembunyikan dari kita tersebut disaksikan oleh
Rasul saw. Itu adalah mukjizat yang khusus baginya; itu adalah tingkat
cinta yang tidak tersingkap tabirnya karena ketinggiannya yang tidak
mampu ditangkap oleh pengetahuan manusia biasa.
Kemudian Tuhan pemilik surga dan neraka memanggil, "hendaklah hamba-Ku
lebih tinggi lagi." Hamba Allah SWT Muhammad bin Abdillah menaik ke
tempat yang tinggi. Kali ini beliau melihat Jibril yang berada di
belakangnya lalu beliau mendapatinya dalam keadaan bertasbih kepada
Allah SWT. Jibril tidak berada dalam wujud manusia seperti yang Nabi
saksikan ketika berada di dunia. Jibril as kembali ke dalam wujud
malaikatnya. Nabi melihat Jibril dan ia merupakan tanda kebesaran Allah
SWT yang Allah SWT janjikan untuk diperlihatkan kepadanya:
Penglihatannya (Muhammad) tidak berpaling dari yang dilihatnya itu dan tidak (pula) melampauinya." (QS. an-Najm: 17)
Pemandangan itu terjadi dengan hati dan mata serta panca indera yang
dikenal dan yang tidak dikenal. Pemandangan itu benar-benar jelas. Di
sana bukan mimpi, bukan khayalan, dan bukan gambaran. Rasul saw melihat
semua itu dengan jasadnya dan ruhaninya:
"Penglihatannya (Muhammad) tidak berpaling dari yang dilihatnya itu dan tidak (pula) melampauinya." (QS. an-Najm: 17)
Kemudian Rasulullah saw menuju ke tempat yang tinggi dan lebih tinggi
lagi. Beliau semakin naik ke tingkat yang makin tinggi sampai beliau
berdiri di hadapan Tuhan Pencipta langit dan bumi dan Penebar kasih
sayang di dunia dan di akhirat. Orang Muslim yang paling sempurna itu
bersujud di hadapan Tuhan Sang Pencipta sambil berkata: "Sungguh
penghormatan dan keberkatan serta shalawat yang baik tertuju hanya
kepada Allah SWT." Allah SWT membalasnya: "Salam kepadamu wahai Nabi dan
rahmat Allah SWT serta berkat-Nya juga tercurah kepadamu." Para
malaikat pun ketika mendengar ucapan itu bertasbih dan mengatakan:
"Salam kepada kita dan kepada hamba-hamba Allah SWT yang saleh."
Ungkapan-ungkapan tersebut merupakan permulaan tahiyat (penghormatan)
yang diucapkan orang-orang Muslim saat mereka melaksanakan salat pada
setiap hari. Salat telah diwajibkan atas kaum Muslim pada kesempatan
yang besar ini. Hal populer di kalangan umumnya kaum Muslim adalah,
bahwa Allah SWT mewajibkan atas Nabi mula-mula lima puluh salat sehari.
Kemudian Nabi turun dari langit lalu beliau menemui Nabi Musa.
Selanjutnya Nabi Musa bertanya kepadanya tentang jumlah salat yang
diwajibkan Allah SWT kepada umatnya. Nabi menceritakan bahwa Allah SWT
telah menentukan lima puluh kali salat. Nabi Musa berkata sungguh umatmu
tidak akan kuat untuk melakukan salat itu, maka kembalilah kepada
Tuhanmu dan mohonlah kepadanya agar Dia meringankan bagi umatmu. Lalu
Nabi kembali kepada Tuhan-Nya sehingga Allah SWT meringankan salat
hingga sepuluh kali. Setelah itu, Nabi kembali bertemu dengan Nabi Musa.
Lagi-lagi Nabi Musa memperingatkannya. Kemudian Nabi kembali lagi
kepada Allah SWT sehingga sampai diturunkan salat dari lima puluh kali
menjadi lima kali sehari. Namun salat yang lima kali itu pahalanya sama
dengan salat yang lima puluh kali.
Menurut hemat kami, kisah tersebut tidak memiliki sandaran dalam
kitab-kitab ulama yang benar-benar teliti. Kami kira, kisah itu tersebut
merupakan rekayasa orang-orang Yahudi di mana mereka masuk Islam dan
mereka memenuhi kitab-kitab dengan dongeng-dongeng khurafat dan mereka
menisbatkannya kepada Rasul. Prasangka tersebut didukung oleh pemilihan
Musa sebagai seorang Nabi yang mengusulkan kepada Rasul saw agar meminta
keringanan atas umatnya sehingga terkesan Nabi Musa menjadi seseorang
yang lebih mengetahui sesuatu yang tidak diketahui oleh Nabi Muhammad.
Kami sendiri cenderung untuk menolak kisah tersebut dengan keyakinan
bahwa pertemuan Nabi dengan Allah SWT menimbulkan rasa kebesaran dan
kewibawaan yang luar biasa sehingga ketika Nabi telah pergi, maka sangat
berat baginya untuk kembali lagi.
Nabi menyaksikan dan melihat hal-hal yang tidak mampu diungkap oleh
lisan dan tidak mampu ditulis dengan pena. Beliau berada di suatu
keadaan yang tidak dapat dipahami oleh manusia biasa. Al-Qur'an al-Karim
sengaja tidak mcnyebutkan apa saja yang dilihat oleh Nabi karena itu
mernpakan rahasia antara Nabi dan Tuhannya dan mukjizat yang khusus yang
diperuntukkan baginya sebagai bentuk penghormatan kcpadanya. Jadi
Al-Qur'an sengaja tidak menyebutkan itu semua untuk menegaskan bahwa
beliau melihat tanda dari tanda-tanda kebesaran Tuhannya.
Kami tidak mengetahui apa yang dilihat oleh Nabi. Hal yang dapat kami
bayangkan adalah, bahwa Nabi bersujud dengan khusuk di hadapan Tuhannya
dan beliau menangis karena gembira. Kesedihan hatinya telah hilang
selamanya. Setelah Nabi melihat rahasia dan setelah penghormatan yang
besar ini, beliau kembali menemani Buraq dan pergi bersama Jibril untuk
kembali ke bumi. Beliau kembali dan mendapati tempat tidurnya masih
dingin. Bagaimana beliau pergi dan kembali sementara tempat tidumya
belum dingin? Berapa lama waktu yang diperlukannya saat melakukan
perjalanan tersebut? Hanya Allah SWT semata yang mengetahui. Yang kita
ketahui adalah, bahwa Rasulullah saw kembali ke tempat tidurnya setelah
Isra' dan Mi'raj dan hatinya dipenuhi dengan kegembiraan serta dadanya
dipenuhi dengan ketenangan dan kepuasan serta kefanaan dalam cinta
kepada Allah SWT.
Kemudian datanglah waktu pagi. Nabi menceritakan perjalanan dan
pengalaman tersebut kepada sahabat-sahabatnya dan orang-orang Musyrik
sehingga berimanlah orang-orang yang beriman padanya dan mendustakan
kepadanya orang-orang yang mendustakannya. Namun beliau tidak peduli
dengan semua itu. Nabi terus melangsungkan perjuangannya dengan penuh
kesabaran.
Peristiwa Hijrah nya Rosululloh
Akhirnya, datanglah suatu masa di mana Nabi saw mengetahui bahwa dakwah
Islam di Mekah telah mengalami penekanan yang luar biasa sehingga
keadaan sangat tidak mendukung bagi kaum Muslim. Rasulullah saw bergerak
dengan dakwahnya. Lalu Allah SWT mewahyukan kepadanya agar ia
berhijrah. Kemudian Allah memerintahkan Nabi berhijrah di jalan Allah
SWT setelah tiga belas tahun beliau di Mekah. Islam ingin membangun
negaranya dan ingin menghilangkan pengepungan dan serangan kaum musyrik.
Mula-mula terjadilah perubahan sedikit dalam keadaan kaum Muslim.
Rasulullah saw keluar dalam musim haji untuk menunjukkan dirinya pada
kabilah-kabilah Arab sebagaimana yang beliau lakukan pada setiap musim.
Beliau berada di tempat yang bernama 'Aqabah, lalu beliau bertemu dengan
jamaah dari Khazraj. Rasulullah saw berkata kepada mereka, "siapa
kalian?" Mereka menjawab: "Kami berasal dari kelompok Khazraj." Beliau
berkata. "apakah kalian termasuk pembantu kaum Yahudi?" Mereka menjawab,
"benar." Beliau berkata, "maukah kalian duduk bersama aku karena aku
ingin sedikit berbicara dengan kalian." Mereka menjawab: "Boleh."
Kemudian mereka duduk bersama Nabi lalu beliau mengajak mereka untuk
mengikuti agama Allah SWT.
Rasulullah saw sedikit menceritakan Islam kepada mereka dan membacakan
Al-Qur'an. Enam orang mendengarkan apa yang disampaikan oleh Nabi saw.
Setelah beliau selesai dari pembicaraannya, mereka membenarkannya dan
beriman kepadanya. Kemudian mereka menceritakan kepada Nabi saw bahwa
mereka meninggalkan kaumnya karena kaum mereka terlibat peperangan dan
kebencian. Mudah-mudahan Allah SWT mengumpulkan mereka dengan kedatangan
Nabi saw yang mulia ini. Mereka memberitahu Nabi saw bahwa mereka akan
menceritakan kepada kaumnya apa yang mereka dengar dari Nabi saw dan
akan mengajak mereka untuk memenuhi dakwah Nabi.
Keenam lelaki itu kembali ke kota Madinah yang berubah namanya menjadi
Madinah Munawarah yang sebelumnya ia bernama Yatsrib di zaman jahiliah.
Allah SWT berkehendak untuk meneranginya dengan Islam. Para lelaki itu
kembali ke Madinah dan mereka membawa Islam di hati mereka sehingga
banyak orang yang masuk Islam.
Kemudian datanglah musim haji dan keluarlah dari Madinah dua belas orang
lelaki dari orang-orang yang beriman yang di antara mereka terdapat
enam orang yang Rasulullah saw telah berdakwah kepada mereka pada musim
yang dulu dan Nabi saw menemui mereka di 'Aqabah. Kemudian Nabi
melakukan baiat pada mereka agar mereka mempertahankan keimanan dan
membela dakwah kebenaran serta kemanusiaan.
Kaum lelaki itu kembali ke Madinah disertai salah seorang yang
terpercaya dari tokoh Islam yaitu Mus'ab bin Umair di mana ia menjadi
utusan Rasulullah saw di Madinah dan ia mengajari manusia tentang agama
mereka dan membacakan kepada mereka Al-Qur'an dan menyerukan kebenaran
kepada manusia sehingga tersebarlah Islam di Madinah. Penduduk Madinah
mulai bertanya-tanya, mengapa saudara-saudara kita kaum Muslim Mekah
ditindas? Mengapa Rasul saw keluar untuk berdakwah dan menebarkan rahmat
tetapi beliau justru mendapatkan angin kebencian? Sampai kapan kita
akan membiarkan Rasulullah saw teraniaya dan terusir di Mekah?
Demikianlah, pergilah tujuh puluh orang ke Mekah, tujuh puluh orang dari
penduduk Madinah Munawarah. Mereka pergi ke 'Aqabah dalam keadaan
sendirian dan berkelompok-kelompok. Islam telah menghasilkan buah
pertamanya dalam hati mereka sehingga hati mereka dipenuhi cinta kepada
Allah SWT dan Rasul-Nya serta kaum Muslim. Penderitaan yang dialami kaum
Muslim mempengaruhi jiwa mereka dan mencegah mereka dari mendapatkan
kenikmatan tidur dan nikmatnya memakan dan nikmatnya kehidupan.
Orang-orang yang baik itu datang dan berbaiat kepada Rasul saw untuk
membela beliau menolongnya dan melindunginya serta siap untuk mati di
jalannya. Mereka datang setelah hati mereka diliputi oleh Islam dan
mereka memberikan segala sesuatu untuk dakwah yang baru; mereka datang
sebagai pecinta-pecinta kebenaran.
Kitab-kitab hadis yang suci meriwayatkan apa yang terjadi pada baiat
'Aqabah al-Kubra. Dalam kitab tersebut dikatakan bahwa Abbas Ibnu Abdul
Muthalib datang bersama Nabi dan saat itu ia masih berada dalam agama
kaumnya. Ia ingin menyelesaikan urusan anak pamannya. Ketika ia duduk
dan berbicara, ia mengatakan suatu pernyataan yang mengisyaratkan bahwa
Muhammad saw mendapatkan kemuliaan dari kaumnya dan kekuatan di
negerinya tetapi ia enggan dan memilih untuk bergabung bersama kalian
wahai penduduk Madinah. Jika kalian memenuhi janjinya dan melindunginya,
maka ambillah ia, namun jika kalian khawatir jika suatu saat nanti akan
mengkhianatinya, maka mulai dari sekarang biarkanlah ia di negerinya.
Kata-kata Abbas tersebut berasal dari fanatisme kesukuan dan ikatan
darah keluarga namun penduduk Madinah tidak begitu peduli dengan kalimat
Abbas itu karena ia bukan termasuk dari agama mereka dan ia tidak
mengetahui tingkat cinta kepada Rasul saw yang mereka capai. Abbas bin
Abdul Muthalib menunggu jawaban dari penduduk Madinah. Lalu mereka
berkata kepadanya, "Kami telah mendengar apa yang engkau katakan, maka
berbicaralah ya Rasulullah, ambilah untuk dirimu dan Tuhanmu apa saja
yang engkau sukai."
Kita ingin mengamati jawaban sekelompok orang yang mukmin dari penduduk
Madinah ini sehingga Rasulullah saw berbicara. Jawaban yang dicari oleh
Abbas bin Abu Muthalib tersembunyi dalam pernyataan Nabi. Demikianlah
setelah Rasulullah saw mengucapkan kalimatnya, maka tidak keluar
pemyataan apa pun. Cukup hanya Nabi yang berbicara dan mereka hanya
menaatinya. Mereka meminta kepada beliau agar mengambil pada dirinya dan
Tuhannya apa saja yang beliau sukai; mereka merasa tidak memiliki
apa-apa dan tidak memiliki keputusan. Nabi berbicara lalu beliau membaca
Al-Qur'an dan mengajak ke jalan Allah SWT. Kemudian beliau bebicara
tentang Islam dan beliau membaiat mereka agar membantu beliau sehingga
mereka pun membaiat kepadanya. Demikianlah terjadinya baiat 'Aqabah
al-Kubra.
Orang-orang yang terpilih oleh Allah SWT itu mengetahui bahwa sebentar
lagi mereka akan diajak untuk mengangkat senjata: mereka diajak untuk
mendapatkan kematian di bawah naungan pedang. Mereka menenangkan
Rasulullah saw bahwa beliau akan mendapati orang-orang yang sudah
terlatih dalam peperangan karena mereka mewarisi dari kakek-kakek
mereka.
Salah seorang dari tujuh puluh orang itu menyebutkan masalah yang
penting. Abul Haitsyam berkata: "sesungguhnya di antara orang-orang
Madinah dan Yahudi terdapat suatu tali ikatan, maka mereka boleh jadi
akan memutuskannya lalu, apakah sikap yang harus kita ambil jika mereka
lakukan hal itu dan memusuhi orang-orang Yahudi," kemudian Allah SWT
menolong Nabi dan memenangkan atas kaumnya, lalu ia kembali kepada
mereka dan meninggalkan mereka di bawah kasih sayang orang-orang Yahudi.
Perhatikanlah bahwa pertanyaan tersebut berkisar pada kecintaan kepada
Nabi dan keinginan agar Nabi tetap bersama mereka selama perjalanan hari
dan bulan. Masalah yang dituntut oleh Abbas bin Abdul Muthalib secara
jelas adalah masalah perlindungan mereka kepada Nabi, di mana hal
tersebut tidak lagi diperdebatkan oleh orang-orang yang terpilih dari
penduduk Madinah. Namun masalah yang mereka inginkan adalah masalah
perlindungan Nabi dan keberadaan Nabi bersama mereka di Madinah.
Nabi tersenyum dan beliau mengatakan kalimat-kalimat yang justru
menekankan bahwa ikatan akidah lebih kuat daripada ikatan darah. Beliau
berkata: "Tetapi darah adalah darah dan kehancuran adalah kehancuran.
Aku dari kalian dan kalian dariku aku akan memerangi orang-orang yang
kalian perangi dan aku akan berdamai dengan orang-orang yang kalian
berdamai dengan mereka."
Akhirnya, penduduk Madinah pergi dan kembali ke negeri mereka. Kemudian
berita tentang baiat ini sampai ketelinga orang-orang Mekah dan para
tokoh musyrik, lalu mereka justru menambah penekanan kepada Rasulullah
saw dan kaum Muslim.
Para preman Mekah berkumpul di Darul Nadwah. Mereka menetapkan akan
mengambil sesuatu keputusan penting berkaitan dengan Nabi. Salah seorang
dari mereka mengusulkan agar beliau dibelenggu dengan besi lalu dibuang
di penjara sehingga beliau mati kelaparan. Sebagian lagi mengusulkan
agar beliau dibuang dari Mekah dan diusir. Abu Jahal mengusulkan agar
mereka mengambil dari setiap keluarga dari keluarga-keluarga Quraisy
seorang pemuda yang kuat, kemudian setiap dari mereka diberi pedang yang
terhunus dan hendaklah mereka memukulkan pedang itu ke tubuh Nabi. Jika
mereka berhasil membunuhnya niscaya semua kabilah bertanggung jawab
terhadap darah sang Nabi dan Bani Hasyim tidak akan mampu menuntut dan
memerangi orang Arab semuanya dan mereka akan menerima diat sebagai
tebusan dari pembunuhan itu. Demikianlah persekongkolan itu digelar dan
mereka sepakat untuk melaksanakan hal itu. Namun Al-Qur'an al-Karim
menyingkap persekongkolan yang dilakukan orang-orang kafir itu dalam
firman-Nya:
"Dan (ingatlah), ketika orang-orang kafir memikirkan tipu daya
terhadapmu untuk menangkap dan memenjarakanmu atau membunuhmu, atau
mengusirmu. Mereka memikirkan tipu daya itu. Dan Allah sebaik-baih
Pembalas tipu daya." (QS. al-Anfal: 30)
Allah SWT mewahyukan kepada Nabi-Nya agar ia berhijrah. Lalu Nabi mulai
menyiapkan sarana-sarana untuk hijrahnya. Beliau menyembunyikan urusan
tersebut bahkan beliau tidak memberitahu sahabat yang akan menemaninya.
Rasulullah saw menyewa seorang penunjuk jalan yang pengalaman yang
mengenal padang gurun seperti mengenal garis-garis tangannya. Yang
mengherankan penunjuk jalan itu adalah seorang musyrik. Demikianlah Nabi
memita bantuan kepada orang yang ahli tanpa memperhatikan keyakinannya.
Kemudian datanglah malam pelaksanaan kejahatan itu. Rasulullah saw
memerintahkan Ali bin Abi Thalib untuk tidur di tempat tidumya di malam
tersebut. Datanglah pertengahan malam dan Rasulullah saw pun keluar dari
rumahnya. Para pemuda Mekah mengepung rumah. Mereka menghunuskan
pedangnya. Nabi menggenggam tanah lalu beliau melemparkannya ke arah
kaum sehingga mereka pun merasa kantuk sehingga Nabi saw dapat menembus
kepungan mereka. Beliau keluar dari Mekah dan berhijrah.
Dengan langkah yang diberkati ini, kaum Muslim menanggali tahun-tahun
mereka. Tahun dalam Islam adalah tahun Hijiriah, sedangkan kaum Masehi
menanggali tahun mereka dengan kelahiran Isa dan ini disebut dengan
tahun Masehi. Adapun tahun-tahun Islam, maka ia ditanggali pertama
kalinya saat Rasulullah saw keluar berhijrah di jalan Allah SWT. Hijrah
Rasul bukan hanya lari dari penindasan tetapi lari dari kebekuan; hijrah
tersebut bukan keluar dari keamanan tetapi keluar dari bahaya. Islam di
Mekah hanya dapat mempertahankan dirinya tetapi ketika ia keluar ke
Madinah ia mempertahankan dirinya ketika menyerang. Dan selama beberapa
tahun masa yang dihabiskan di Mekah, tak seorang dari kaum Muslim yang
mengangkat senjata. Ketika mereka keluar ke Madinah, mereka mulai
membawa senjata dan mulai menyalakan obor peperangan. Islam mulai
membawa senjata sebagaimana luka akan sembuh dengan syarat jika diobati.
Nabi saw mengetahui bahwa Islam tidak akan menghabiskan usianya hanya
untuk melawan serangan pada dirinya; Islam ingin tersebar; Islam ingin
mendirikan negaranya yang pertama yaitu suatu negara yang belum pernah
dikenal di muka bumi negara seperti itu. Negara yang mencapai keadilan,
kasih sayang, dan idealisme yang begitu luar biasa di mana hukum Allah
SWT ditegakkan dan kehormatan manusia benar-benar dijaga.
Inilah kedalaman hijrah yang mengesankan yaitu pendirian negara Islam
setelah sebelumnya membangun individu masyarakat Muslim. Setelah Rasul
saw membangun masyarakat Muslim dan membangun masjid, maka beliau
membangun suatu negara Islam. Selanjutnya, sayap-sayap dakwah mengepak.
Kami kira pembaca tidak akan bertanya, apa gunanya pembangunan masjid
ditingkatkan sementara Islam masih mengalami penindasan di muka bumi.
Kami kira pembaca lebih pintar daripada orang yang tidak mengetahui
bahwa masjid yang dibangun Rasulullah saw di Madinah bukan tempat
peristirahatan dari keletihan, tetapi masjid merupakan pusat dari
kepemimpinan pergerakan Islam dan kepemimpinan menuju peperangan Islam.
Manusia mandi di masjid dengan cahaya Allah SWT setelah itu mereka mandi
di kancah peperangan dengan darah mereka. Pertanyaannya adalah,
siapakah di antara mereka yang akan terbunuh di jalan Allah SWT sebelum
saudaranya? Demikianlah perlombaan dalam perbaikan terjadi di antara
mereka. Dengan cara demikianlah Islam tersebar.
Sementara itu, Nabi berlindung di suatu gua; di gunung yang bernama
Tsur. Beliau masuk ke gua itu bersama sahabatnya Abu Bakar. Dan
orang-orang musyrik pergi menyusul beliau dengan membawa pedang mereka.
Lalu mereka sampai ke gunung itu. Abu Bakar berkata kepada Rasul saw
dengan keadaan gelisah, "seandainya salah seorang mereka melihat di
bawah kakinya niscaya mereka akan melihat kita."
Dengan tenang, Rasulullah saw menepis kegelisahan Abu Bakar dan berkata:
"Wahai Abu Bakar apa yang kamu kira dengan dua orang yang ada di tempat
yang sepi sementara Allah SWT menjadi ketiga di antara mereka?" Sebelum
Rasulullah saw mengakhiri kalimatnya, terdapat laba-laba yang selesai
dari menenun rumahnya di atas pintu gua. Kitab-kitab sejarah mengatakan
bahwa kaum musyrik mengikuti jejak sang Nabi sehingga mereka sampai di
gunung Tsur lalu di situlah mereka mengalami kebingungan. Mereka mendaki
gunung dan mendaki gua itu. Lalu mereka melihat di atas pintu gua itu
terdapat tenunan laba-laba. Mereka mengatakan, seandainya seseorang
masuk di dalamnya niscaya tidak akan terdapat tenunan laba-laba di atas
pintunya. Beliau tinggal di gua itu selama tiga malam.
Demikianlah keimanan tenunan laba-laba yang lembut dimenangkan atas
ketajaman pedang kaum musyrik sehingga Nabi bersama sahabatnya pun
selamat. Kini, kedua orang itu menuju Madinah. Dan Madinah pun menyambut
mereka. Ketika Rasulullah saw dan sahabatnya memasuki Madinah,
mula-mula masyarakat tidak mengenal siapa di antara mereka yang menjadi
Rasul karena saking baiknya sikap Rasul terhadap sahabatnya. Akhirnya,
Nabi menerangi kota Madinah. Beliau membangun masjid dan mendirikan
negaranya serta memerangi musuh-musuhnya dan tersebarlah Islam dan Mekah
pun ditaklukkan dan Baitul Haram disucikan.
Beliau menanamkan dalam akal dan hati suatu cahaya yang tidak akan
pernah padam. Kemudian berlangsunglah sepuluh tahun yang dilewatinya di
Madinah di mana beliau tidak menggunakannya untuk berleha-leha. Demikian
juga selama masa tiga belas tahun yang beliau lalui di Mekah, beliau
pun tidak mendapatkan istirahat yang cukup. Semua kehidupan beliau hanya
untuk Allah SWT dan hanya untuk Islam. Beban berat yang dipikul oleh
punggung beliau yang mulia lebih berat dari beban yang dipikul oleh
gunung. Meskipun beliau seorang diri, tetapi beliau mampu memikul amanat
yang pernah Allah SWT tawarkan kepada langit dan bumi serta gunung
namun mereka pun enggan untuk memikulnya. karena mereka menyadari bahwa
mereka tidak akan mampu memikulnya. Lalu datanglah beliau dan beliau pun
mampu memikul amanat itu dan melaksanakannya secara sempurna. Yaitu
amanat untuk menyampaikan agama Allah SWT; amanat untuk menyucikan akal
manusia dari polusi khayalisme dan khurafatisme: amanat yang mewarnai
kehidupan dengan hanya sujud kepada Allah SWT.
Kemudian mengalirlah dalam memori Nabi saw suatu arus dari gambar-gambar
hidup: bagaimana saat beliau memasuki Madinah. Lewatlah di hadapan akal
beberapa memori dan nostalgia: bagaimana wahyu yang turun kepadanya
dengan membawa risalah di gua Hira, kemudian berubahlah pandangan dan
bertiuplah angin kebencian kepadanya, bahkan angin itu membawa
pasir-pasir tuduhan-tuduhan yang dilemparkan ke wajah suci beliau.
Beliau berdiri sambil tersenyum dan hatinya dipenuhi dengan kesedihan di
hadapan gelombang gurun dan kesendirian serta badai kesengsaraan.
"Wahai manusia, tiada Tuhan selain Allah SWT. Demikianlah kalimat yang
beliau katakan. Meskipun kalimat itu tampak sederhana namun ia mampu
membangkitkan dunia. Dan bergeraklah patung-patung yang begitu banyak
yang memenuhi kehidupan dan mereka membekali dirinya dengan kegelapan
dan kebencian yang dialamatkan kepada sang Nabi. Para pembesar. para
penguasa, uang, emas, serta kebencian dan kedengkian setan yang klasik
dan banyaknya orang-orang munafik, semua ini menjadi musuh nyata sang
Nabi pada saat beliau mengatakan "tiada Tuhan selain Allah SWT." Nabi
mengingat kembali Waraqah bin Nofel ketika menceritakan kepadanya apa
yang terjadi dan apa yang dialami beliau di gua Hira. Tidakkah ia
mengatakan kepadanya bahwa kaumnya akan mengusirnya?
Hari-hari hijrah sangat panjang dan berat. Matahari sangat dekat dengan
kepala dan rasa panas sangat mencekik tenggorokan dan rasa pusing-pusing
pun semakin meningkat. Setelah hijrah, Nabi memasuki Madinah. Beliau
disambut oleh kaum Anshar dengan sambutan luar biasa. Beliau datang
sendirian lalu mereka menolongnya; beliau datang dalam keadaan takut
lalu mereka mengamankannya; beliau datang dalam keadaan lapar lalu
mereka memberinya makanan; beliau datang dalam keadaan terusir lalu
mereka memberikan perlindungan.
Bangunan Islam mulai ditancapkan di Madinah. Beliau mulai membangun
negaranya setelah beliau membangun sumber daya manusia Islam yang
tangguh. Yang pertama kali dibangunnya adalah sumber daya Islam, setelah
itu beliau baru membangun negara. Tidak ada nilai yang berarti dari
satu sistem yang hanya berdasarkan prinsip-prinsip besar yang tidak
lebih dari sekadar tinta di atas kertas. Penerapan prinsip-prinsip
adalah tolok ukur final dari nilai apa pun yang diberlakukan di dunia.
Dan Islam telah berhasil menerapkan pada masa-masa pertamanya suatu
sistem yang belum pernah dikenal dalam kehidupan manusia suatu sistem
seperti itu. Yaitu sitem yang menunjukkan keadilan, persaudaraan, dan
kasih sayang yang mengagumkan. Hal yang pertama kali dilakukan
Rasulullah saw adalah membangun masjid di mana di situlah unta yang
ditungganinya berhenti. Mesjid itu tampak sederhana. Tikarnya terdiri
dari pasir-pasir dan batu-batu. Tiangnya terbuat dari batang-batang
kurma. Barangkali ketika turun hujan, maka tanahnya akan menjadi lumpur
karena mendapat siraman air hujan. Mungkin ketika angin bertiup dengan
kecang, maka ia akan mencabut sebagian dari atapnya.
Di bangunan yang sederhana ini, Rasulullah saw mendidik generasi Islam
yang tangguh yang dapat menghancurkan orang-orang yang lalim dan para
penguasa yang bejat dan mereka mampu mengembalikan kebenaran ke
singgasananya yang terusir dan terampas. Mereka mampu menyebarkan Islam
di muka bumi. Mesjid itu tampak kecil dan sederhana sekali tetapi ia
dipenuhi dengan kebesaran; masjid itu tidak menunjukkan kemewahan sama
sekali. Di dalamnya Al-Qur'an dibaca lalu orang-orang yang mendengarnya
menganggap bahwa mereka benar dan mendapatkan perintah harian untuk
menerapkan dan melaksanakan apa-apa yang mereka dengar.
Al-Qur'an dibaca di masjid bukan seperti nyanyian yang orang-orang duduk
akan merasa terpengaruh dengan keindahan nyanyian dan suara pembaca.
Dan masjid di dalam Islam bukanlah tempat satu-satunya untuk ibadah.
Menurut kaum Muslim semua burni adalah masjid namun masjid adalah simbol
peradaban yang beriman kepada Allah SWT dan hari akhir, sebagaimana ia
menyuarakan ilmu, kebebasan dan persaudaraan.
Semua Nabi berbicara tentang persaudaraan dan mengajak kepadanya dengan
ribuan kata-kata. Sedangkan Rasulullah saw telah mewujudkan persaudaraan
itu secara praktis, yakni ketika karakter masyarakat saat itu
mencerminkan Al-Qur'an. Nabi mulai mempersaudarakan kaum muhajirin dan
Anshar di mana sahabat Anshar Sa'ad bin Rabi', seorang kaya dari Madinah
dipersaudarakan dengan Abdul Rahman bin 'Auf, seorang yang berhijrah
dari Mekah. Sa'ad berkata kepada Abdul Rahman: "Sesungguhnya, tanpa
bermaksud sombong, aku memang memiliki harta yang banyak daripada kamu.
Aku telah membagi hartaku menjadi dua bagian dan sebagiannya aku
peruntukkan bagimu. Lalu aku mempunyai dua orang wanita, maka lihatlah
siapa di antara mereka yang mampu memikatmu sehingga aku menceraikannya
lalu engkau dapat menikahinya." Abdul Rahman bin 'Auf menjawab:
"Mudah-mudahan Allah SWT memberkatimu, keluargamu, dan hartamu. Di
manakah pasar yang engkau berdagang di dalamnya?"
Abdul Rahman bin 'Auf keluar menuju ke pasar untuk berkerja. Ia kembali
dan membawa sesuatu yang dapat dimakannya. Ia menolak dengan lembut
sikap baik Sa'ad dan kedermawanannya. Ia bersandar pada keimanan kepada
Allah SWT dan lebih memilih untuk bekerja dan membanting tulang. Tidak
berlalu hari demi hari kecuali ia tetap bekerja sehingga ia mampu untuk
membekali dirinya dan melaksanakan pernikahan.
Demikianlah masyarakat Islam terbentuk dan menampakkan identitasnya
berdasarkan cinta, kebebasan, musyawarah, dan jihad. Pekerjaan menurut
Islam bukan suatu penderitaan untuk mendapatkan roti atau potongan
daging sebagaimana dikatakan peradaban kita masa kini, tetapi pekerjaan
dalam Islam melebihi ruang lingkup materi ini dan menuju puncak yang
lebih tinggi:
"Dan katakanlah: 'Bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasul-Nya serta
orang-orang muhmin akan melihat pekerjaanmu itu. " (QS. at-Taubah: 105)
Kesadaran bahwa apa yang kita kerjakan akan dilihat oleh Allah SWT
menjadikan perkerjaan itu mendapat cita rasa yang lain. Yaitu suatu rasa
yang melampaui nikmatnya memakan roti dan daging. Setelah bekerja,
datanglah cinta. Cinta dalam Islam bukan hanya perasaan yang menetap
dalam hati dan tidak diwujudkan oleh suatu perbuatan; cinta dalam Islam
merupakan langkah harian yang akan mengubah bentuk kehidupan di sekitar
manusia menuju yang lebih tinggi dan mulia.
Kisah peperangan di Zaman Rosululloh
Seorang Muslim mencintai Tuhannya Pencipta alam semesta dan mencintai
Rasulullah saw dan mencintai kaum Muslim dan orang-orang yang berdamai
dengan orang-orang Muslim, meskipun keyakinan mereka berbeda dengannya.
Bahkan seorang Muslim mencintai makhluk secara keseluruhan: ia mencintai
anak-anak, hewan, bunga, pasir dan gunung bahkan benda-benda mati pun
mendapat cinta dari seorang Muslim. Seorang Muslim jika dia benar-benar
seorang Muslim akan merasakan cinta yang dialami oleh Nabi Daud terhadap
alam dan lingkungan di sekitarnya. Ini adalah perasaan sufi yang
tinggi. Seorang Muslim akan mewarisi cinta yang sebenarnya seperti yang
diwarisi Nabi Isa terhadap lingkungan yang baik yang ada di sekitarnya
di mana ketika Nabi Isa melihat tubuh anjing yang mati, maka Nabi Isa
tidak melihat selain keputihan giginya.
Demikianlah cinta yang tersebar dalam kehidupan kaum Muslim di mana
cinta itu pun tertuju kepada binatang dan benda-benda mati. Cinta
demikian ini tidak akan terwujud dengan suatu keputusan dan tidak
ditetapkan dengan suatu undang-undang, tetapi cinta itu datang biasanya
akibat dari kepuasaan akal dan hati dengan adanya kepemimpinan besar
yang hati cenderung kepadanya dan akal mengambil darinya. Dan yang
dimaksud dengan kepemimpinan besar tersebut adalah keberadaan sang Nabi.
Beliau adalah cermin terbesar dari tingkat cinta yang tertinggi. Beliau
adalah seorang yang paling banyak berbuat demi Islam dan paling banyak
sedikit mengharapkan balasan darinya. Meskipun beliau seorang pemimpin
namun beliau hidup dalam kesederhanaan. Beliau adalah seorang tentara
yang paling sederhana. Tempat tidurnya bersih tetapi kasar, dan rumahnya
tidak menampakkan kesibukan yang di dalamnya memasak berbagai macam
hidangan. Beliau justru menyiapkan hidangan yang sangat sederhana.
Makanan utama beliau adalah roti kering yang dicampur dengan minyak.
Keinginan besar beliau adalah tersebarnya dakwah Islam.
Kaum Muslim menyadari bahwa kesempurnaan Islam tidak akan terwujud
kecuali ketika cinta Allah SWT dan Rasul- Nya lebih didahulukan daripada
cinta diri sendiri, cinta kepada wanita, cinta kepada anak,
kepentingan, kekuasaan, kehidupan, dan apa saja yang tidak ada
hubungannya dengan Allah SWT dan Rasul-Nya. Demikianlah kaum Muslim
sangat mencintai pemimpin mereka lebih dari kehidupan pribadi mereka. Di
samping pekerjaan dan cinta tersebut, didirikanlah pemerintahan Islam
yang berdasarkan kaidah-kaidah kebebasan, musyawarah dan jihad.
Kebebasan dalam Islam bukan sekadar perhiasan yang dilekatkan kepada
tubuh Islam tetapi ia merupakan tenunan dari sel-sel yang hidup itu.
Allah SWT telah membebaskan kaum Muslim dari penyembahan selain
dari-Nya. Dengan demikian, runtuhlah semua belenggu yang hinggap di atas
akal, hati, dan masyarakat. Seorang Muslim memiliki—dalam Islam—suatu
kebebasan yang diberikan kepadanya agar ia melihat sesuatu dengan
akalnya dan mendebat segala sesuatu dengan akalnya. Dan hendaklah ia
merasa puas dengan sesuatu yang dapat menenteramkan hatinya. Kebebasan
dalam Islam bukan kebebasan mutlak yang menjurus kepada anarkisme dan
diskriminasi tetapi kebebasan dalam Islam adalah kebebasan yang
bertanggung jawab.
Dalam ruang lingkup nas-nas yang pasti yang terdapat dalam Al-Qur'an
atau sunah tidak ada kebebasan di hadapan orang Muslim selain kebebasan
untuk berlomba-lomba untuk menerapkan apa yang mereka pahami. Selain
itu, seorang bebas sampai tidak terbatas, dan pintu ijtihad tetap
terbuka sampai tidak ada batasnya, karena pintu ijtihad adalah akal dan
menutup pintu ijtihad yakni menutup akal dan itu berarti akan membawa
kematian baginya. Islam tidak menerima orang-orang yang mati akalnya
atau menga-lami kemunduran; Islam pada hakikatnya memperlakukan manusia
dari sisi akal dan hati.
"Adalah untukmu, sedang kamu menginginkan bahwa yang tidak mempunyai
kekuatan senjatalah yang untukmu, dan Allah meng-hendaki untuk
membenarkan yang benar dengan ayat-ayat-Nya dan memusnahkan orang-orang
kafir." (QS. al-Anfal: 7)
Orang-orang Islam karena kekafiran mereka dan kebutuhan mereka serta
situasi ekonomi yang memburuk, mereka ingin bertemu dengan pasukan yang
tidak bersenjata; mereka ingin bertemu dengan kafilah yang kaya, bukan
pasukan yang bersenjata; mereka membutuhkan harta untuk menyebarkan
dakwah. Namun Allah SWT menginginkan mereka dengan keadaan seperti itu
agar mereka berhadapan dengan pasukan kafir dan agar mereka mampu
memutus tali kekuatan orang-orang kafir sehingga kebenaran akan menang.
Keluarlah orang-orang Muslim dalam peperangan Badar dengan membayangkan
bahwa mereka akan mendapatkan keuntungan dan kesenangan dengan banyak
mengambil ganimah. Namun Allah SWT menginginkan terjadinya peperangan
yang berat, di mana itu berakibat pada jatuhnya tokoh-tokoh kaum kafir
Mekah sebagai korban darinya dan agar Madinah dapat menahan penderitaan
dan kefakiran yang dialaminya. Seharusnya pengikut Islam tidak
membayangkan untuk mengambil keuntungan tetapi ia justru harus memberi
kepadanya.
Nabi mengetahui sebagai pemimpin pasukan ia harus mengingatkan
pasukannya bahwa mereka akan menemui kesulitan dan penderitaan, dan
bukan masalah sepele seperti yang mereka bayangkan. Nabi bermusyawarah
dengan sahabat-sahabat. Beliau berbincang-bincang dengan Abu Bakar
Shidiq, Umar bin Khattab, dan Miqdad bin Amr. Lalu mereka semua sepakat
untuk terus melakukan peperangan apa pun hasilnya dan apa pun
pengorbanan yang harus dilakukan.
Kemudian Rasulullah saw berkata: "Wahai para sahabat, tunjukkanlah diri
kalian." Rasulullah saw mengisyaratkan kepada kaum Anshar. Rasulullah
saw khawatir jika mereka memahami bahwa baiat yang terjadi di antara
mereka yang berisi agar mereka melindungi beliau jika beliau diserang di
Madinah saja, dan memang pasal-pasal dari baiat itu mendukung hal itu.
Tidakkah mereka mengatakan kepada beliau: "Ya Rasulullah, kami tidak
akan bertanggung jawab kepadamu sehingga engkau sampai di negeri kami.
Jika engkau sampai di negeri kami, maka kami akan bertanggung jawab
untuk melindungimu."
Mayoritas pasukan terdiri dari orang-prang Anshar, maka Rasulullah saw
ingin mengetahui keputusan mayoritas tentara sebelum dimulainya
peperangan. Kaum Anshar mengetahui bahwa Rasul saw ingin mengetahui
pendapat kaum Anshar. Oleh karena itu, Sa'ad bin 'Auf berkata: "Demi
Allah, seakan-akan engkau menginginkan kami ya Rasulullah." Nabi
menjawab, "benar." Kemudian kaum Anshar menyatakan apa yang mereka
rasakan.
Mendengar pernyataan kaum Anshar itu hilanglah kekhawatiran dan
ketakutan Nabi, bahkan beliau bergembira dan wajahnya berseri-seri.
Rasulullah saw telah mendidik mereka berdasarkan Islam dan Islam tidak
mengenal pasal-pasal perjanjian namun ia justru tenggelam dalam
esensinya dan kedalamannya yang jauh. Kaum Anshar meyakinkan Nabi bahwa
mereka benar-benar beriman kepadanya, mencintainya dan akan mendengarkan
apa saja yang beliau katakan serta akan benar-benar menaati beliau.
Sa'ad bin Mu'ad berkata: "Ya Rasulullah, lakukanlah apa yang engkau
inginkan dan kami akan bersamamu. Demi Zat yang mengutusmu dengan
kebenaran, seandainya engkau membelah lautan lalu engkau menyelam di
dalamnya niscaya kami akan menyelam bersamamu dan tidak ada seseorang
pun di antara kami yang akan meninggalkanmu." Demikianlah keteguhan kaum
Anshar. Kalimat tersebut menetapkan peperangan paling penting dan
paling berbahaya dalam sejarah Islam.
Perasaan kaum Anshar dan Muhajirin dalam pasukan Rasul saw sangat
berbeda dengan perasaan Nabi Musa ketika mereka mengatakan kepadanya,
"pergilah engkau wahai Musa bersama Tuhanmu dan berperanglah,
sesungguhnya kami di sini hanya duduk-duduk saja." Namun kaum Muslim
menyatakan bahwa seandainya Rasul saw memerintahkan mereka untuk melalui
lautan dengan berjalan kaki di atas ombaknya niscaya mereka akan
melakukan hal itu walaupun berakibat pada tenggelamnya mereka dan
kematian mereka dan tak seorang pun yang akan menentang perintah Rasul
saw tersebut.
Akhirnya, kaum Muslim bersiap-siap untuk memasuki kancah peperangan lalu
mereka membuat kemah-kemah yang di situ ditentukan tempat
peristirahatan dan pergerakan tentara Islam. Tempat itu ditentukan oleh
Rasul saw. Allah SWT membiarkan Rasul-Nya melakukan kesalahan dalam
memilih tempat sehingga itu akan dapat menjadi pelajaran bagi kaum
Muslim dalam kaidah umum dari kaidah-kaidah peperangan yaitu sikap
pemimpin pasukan untuk mengambil suatu kebijakan yang penting yang
berdasarkan pengalaman. Kemudian datanglah Habab bin Mundzir kepada
Rasulullah saw dan bertanya kepadanya, "apakah tempat yang kita jadikan
sebagai pusat pergerakan tentara kita merupakan pilihan dari Allah SWT
dan Rasul-Nya hingga kita tidak dapat mendahuluinya dan mengakhirinya
yakni kita tidak dapat memberikan pendapat kita ataukah itu hanya
masalah yang bersifat tehnik yakni itu terserah pada pendapat kita dan
sesuai kebijakan saat perang dan ia merupakan tipu daya semata?"
Rasulullah saw berkata: "Tetapi itu adalah pendapat pribadi, peperangan,
dan tipu daya." Habab berkata: "Ya Rasulullah ini adalah tempat yang
tidak tepat." Sahabat yang sarat pengalaman ini memilih tempat di mana
pasukan Madinah dapat minum darinya sedangkan pasukan Mekah tidak dapat
mengambil darinya. Kemudian berpindahlah pasukan Muslim menuju tempat
yang telah ditentukan oleh pengalaman militer.
Sampailah pasukan Mekah di mana jumlah mereka mendekati seribu tentara
dan mereka akan berhadapan dengan tiga ratus tujuh belas pasukan Muslim.
Pasukan Quraisy berada di tempat yang jauh dari lembah.
Pasukan kafir terdiri dalam perang Badar dari pemuka-pemuka Quraisy dan
pahlawan-pahlawan mereka, sedangkan pasukan Muslim terdiri dari
keluarga-keluarga, ipar-ipar dan keluarga dekat dari pasukan kafir.
Allah SWT telah menentukan agar seorang anak bertemu dengan ayahnya,
saudara bertemu dengan sesama saudara dan sesama ipar bertemu di medan
peperangan. Mereka semua dipisahkan dengan suatu prinsip di mana mereka
ditentukan oleh pedang. Akhirnya, peperangan Badar pun terjadi dan
kaidah utama adalah kaidah persaudaraan sesama Muslim. Dan ketika
pasukan Muslim berpegang teguh di atas dasar Islam, maka pasukan kafir
mulai terpecah belah namun keadaan tersebut mereka sembunyikan.
Lalu 'Utbah bin Rabi'ah berbicara di tengah-tengah pasukan Mekah dan
mengajak mereka untuk menarik kembali dari peperangan. 'Utbah memberikan
pernyataan sesuai dengan tuntutan akal sehat, "wahai orang-orang
Quraisy demi Allah, jika kalian harus memerangi Muhammad, maka kalian
akan menyesal karena kita berhadapan dengan saudara-saudara kita
sendiri. Boleh jadi kita akan membunuh anak paman kita, atau salah
seorang dari kerabat kita. Mengapa kalian tidak membiarkannya saja?"
Kalimat yang rasional tersebut cukup menggoncangkan pasukan Mekah.
Sebagian tentara merasa puas dengan pernyataan tersebut karena mereka
melihat bahwa tidak ada gunanya peperangan itu. Namun kebohohan justru
memadamkan kalimat yang rasional itu. Abu Jahal menuduh bahwa yang
mengucapkan kata-kata adalah orang yang penakut. Kemudian Abu Jahal
lebih memilih pendapatnya untuk menetapkan terus memerangi kaum Muslim.
Pemimpin pasukan kafir yaitu Abu Jahal mengetahui bahwa Muhammad tidak
pernah berbohong. Kitab-kitab sejarah menceritakan bahwa Akhnas bin
Syuraif menyendiri dalam perang Badar bersama Abu Jahal sebelum
terjadinya peperangan tersebut dan bertanya kepadanya, "wahai Abul
Hakam, tidakkah engkau melihat bahwa Muhammad pernah berbohong? Abul
Hakam menjawab: "Bagaimana mungkin ia berbohong atas Allah, sedangkan
kami telah menamainya al-Amin (orang yang dapat dipercaya)." Peperangan
tersebut bukan sebagai usaha untuk mendustakan Rasul saw tetapi itu
hanya semata-mata untuk menjaga kepentingan-kepentingan sesaat dan
keadaan ekonomi. Demikianlah orang-orang kafir mempertahankan nilai yang
paling rendah yang ada di muka bumi yang juga dipertahankan oleh
binatang, sementara kaum Muslim justru mempertahankan nilai yang paling
tinggi di bumi dan di langit yang ikut serta di dalamnya para malaikat.
Kemudian datanglah waktu malam menyelimuti dua kubu. Tiga ratus tentara
yang mukmin sudah bersiap-siap dan mendekati seribu tentara musyrik.
Orang-orang musyrik datang dengan menunggangi tunggangan mereka dan
tampak mereka memiliki persenjataan yang lengkap, sedangkan setiap orang
Muslim datang di atas satu kendaraan. Pakaian yang dipakai orang-orang
musyrik tampak masih baru dan pedang-pedang mereka tampak mengkilat
serta baju besi yang mereka gunakan sangat unggul dan kuat. Alhasil,
mereka memiliki persiapan yang sangat mengagumkan sedangkan pakaian yang
dipakai orang-orang Muslim tampak sudah usang dan pedang-pedang kuno
pun mereka gunakan dan baju besi yang mereka gunakan tampak tidak
sempurna. Nabi melihat keadaan pasukannya lalu hati beliau tampak sedih
melihat pasukan tersebut. Beliau berdoa kepada Tuhannya: "Ya Allah,
Sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang lapar, maka kenyangkanlah
mereka. Ya Allah, sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang tanpa alas
kaki, maka tolonglah mereka. Ya Allah, Sesungguhnya mereka adalah
orang-orang yang tidak berpakaian, maka berilah mereka pakaian."
Kemudian rasa kantuk menghinggapi mata kedua pasukan lalu mereka
beristirahat di tengah-tengah malam. Jatuhlah hujan kecil yang membuat
tempat itu basah sehingga kelembaban mengitari kaum Muslim. Hujan
tersebut membasuh tanah perjalanan dan menghilangkan debu-debu kepayahan
serta menyucikan hati dan membangkitkan kepercayaan atas kemenangan
dari Allah SWT.
Allah SWT berfirman:
"(Ingatlah), ketika Allah menjadikan kamu mengantuk sebagai suatu
penenteram dari-Nya, dan Allah menurunkan hujan dari langit untuk
menyucikan kamu dengan hujan itu dan menghilangkan dari kamu
gangguan-gangguan setan dan untuk menguatkan hatimu dan memperteguh
dengannya telapak kaki(mu)." (QS. al-Anfal: 11)
Datanglah waktu pagi di Badar lalu kaum Quraisy mulai menyerang, lalu
Nabi memerintahkan pasukan Muslim untuk bertahan. Rasulullah saw
bersabda: "Jika musuh mengepung kalian, maka usirlah mereka dengan panah
dan janganlah kalian menyerang mereka sehingga kalian diperintahkan."
Demikianlah ketetapan militer yang sangat jitu yang berarti hendaklah
kaum Muslim membentengi mereka di tempat-tempat mereka agar orang-orang
musyrik mendapatkan kerugian dari serangan yang mereka lakukan. Kita
mengetahui dari ilmu militer saat ini bahwa seorang yang menyerang
memerlukan tiga atau tiga kali lipat dari jumlah yang biasa dilakukan
sehingga serangannya betul-betul efektif; kita mengetahui bahwa jumlah
pasukan musyrik tiga kali lipat dibandingkan dengan tentara Muslim. Kaum
musyrik dilihat dari segi jumlah sangat memadai untuk memenangkan
peperangan, dan persenjataan mereka lebih lengkap dari persenjataan kaum
Muslim. Jumlah hewan yang mereka miliki pun sama dengan jumlah mereka,
sedangkan tiap tiga orang Muslim berperang di atas satu tunggangan.
Keadaan saat itu sangat menguntungkan kaum musyrik. Tanda-tanda
kemenangan tampak menyertai bendera kaum musyrik, tetapi kemenangan
peperangan bukan karena kebesaran jumlah pasukan dan persenjataan yang
lengkap. Terkadang peperangan justru dimenangkan oleh unsur spiritual
yang tidak kelihatan. Spiritualitas tentara dan keimanannya tentang
persoalan yang dipertahankannya serta keinginannya untuk mendapatkan dua
kebaikan: kemenangan atau kematian dan hasratnya yang tinggi untuk
meneguk madu syahadah, semua itu dapat mengubah seorang tentara menjadi
makhluk yang tidak terkalahkan. Boleh jadi ia akan merasakan kematian
tetapi jauh dari kekalahan. Demikianlah keadaan pasukan Muslim.
Sementara itu debu-debu berterbangan di atas kepala pasukan yang
bertempur dan kaum Muslim mencurahkan tenaga yang keras dalam peperangan
itu. Ketika dua pasukan saling bertemu dan bertempur, Nabi saw melihat
mereka, lalu Nabi saw menyaksikan pasukannya terjepit. Pasukan yang
berjumlah sedikit dengan persenjataan yang tidak lengkap itu kini
ditekan oleh orang kafir. Dalam keadaan demikian, Nabi saw meminta
pertolongan kepada Tuhannya: 'Ya Allah, kirimkanlah bantuan dan
pertolongan-Mu. Ya Allah, wujudkanlah janji-Mu kepadaku. Ya Allah, jika
kelompok ini dihancurkan, maka Engkau tidak akan disembah setelahnya di
muka bumi." Renungkanlah, bagaimana kesedihan Nabi saat terjadi
peperangan itu. Oleh karena itu, kita dapat memahami mengapa Nabi saw
meminta agar pasukannya dimenangkan.
Pemimpin pasukan tertinggi Muhammad bin Abdillah keluar berperang di
jalan Allah SWT dan saat ini kematian sedang mengitari kaum Muslim, lalu
apa yang dipikirkan oleh Nabi saw pada keadaan yang sulit tersebut?
Pemikiran Nabi saw melebihi hal yang sekarang dan menuju pada hal yang
akan datang, dan yang menjadi fokus Nabi adalah penyembahan Allah SWT di
muka bumi: "Ya Allah, jika kelompok ini dihancurkan, maka Engkau tidak
akan disembah setelahnya di muka bumi."
Nabi tidak terlalu mengkhawatirkan kehancuran kaum Muslim karena Nabi
justru mengkhawatirkan sesuatu yang lebih besar dari itu. Yang beliau
khawatirkan adalah penyembahan kepada Allah SWT akan berhenti di muka
bumi. Oleh karena itu, Nabi meminta tolong kepada Tuhannya dan
mengingatkan kembali kepada Tuhannya dan Allah SWT lebih tahu dari hal
itu. Kemudian turunlah bala tentara malaikat yang dipimpin oleh Jibril.
Allah SWT berfirman:
"(Ingatlah), ketika kamu memohon pertolongan kepada Tuhanmu, lalu
diperkenankankan-Nya bagimu: 'Sesungguhnya Aku akan mendatangkan bala
bantuan kepada kamu dengan seribu malaikat yang datang berturut-turut.'
Dan Allah tidak menjadikannya (mengirim bantuan itu), melainkan sebagai
kabar gembira dan agar hatimu menjadi tenteram karenanya. Dan kemenangan
itu hanyalah dari sisi Allah. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha
Bijaksana." (QS. al-Anfal: 9-10)
Setelah itu Nabi saw menghampiri sahabat Abu Bakar dan berkata:
"Sampaikan berita gembira wahai Abu Bakar, sesungguhnya telah datang
kepadamu bantuan dari Allah SWT."
Turunnya para malaikat merupakan cara untuk meneguhkan kaum Muslim dan
berita gembira kepada mereka. Mukjizat itu bukan terletak pada
penyertaan para malaikat dalam peperangan, namun melalui nas-nas
ditegaskan bahwa peranan malaikat tidak lebih dari sekadar membawa
berita gembira dan memberikan dukungan moril serta memenuhi hati dengan
ketenangan. Kami kira bahwa Allah SWT ingin agar para malaikat
menyaksikan manusia-manusia malaikat yang mempertahankan akidah tauhid.
Demikianlah Allah SWT mewahyukan kepada malaikat bahwa Dia bersama
mereka. Oleh karena itu, hendaklah orang-orang yang beriman merasa
tenang dan kebenaran akan tertancap pada hati mereka sedangkan
orang-orang kafir pasti akan merasakan ketakutan.
Allah SWT berfirman:
"(Ingatlah), ketika Tuhanmu mewahyukan kepada para malaikat:
'Sesungguhnya Aku bersama kamu, maka teguhkanlah (pendirian) orang-orang
yang telah beriman.' Kelak akan Aku jatuhkan rasa ketakutan ke dalam
hati orang-orang kafir, maka penggallah kepala mereka dan pancunglah
tiap-tiap ujung jari mereka. (Ketentuan) yang demikian itu adalah karena
sesungguhnya mereka menentang Allah dan Rasul-Nya; dan barangsiapa
menentang Allah dan Rasul-Nya, maka sesungguhnya Allah amat keras
siksaan-Nya. Itulah (hukum dunia yang ditimpakan atasmu), maka
rasakanlah hukuman itu. Sesungguhnya bagi orang-orang yang kafir itu ada
(lagi) azab neraka." (QS. al-Anfal: 12-14)
Lalu orang-orang kafir pun mengalami kekalahan. Setelah peperangan itu,
terbunuhlah tujuh puluh kafir dan tujuh puluh tawanan dari mereka dan
sebagian pasukan melarikan diri. Runtuhlah tokoh-tokoh kebencian dan
kelaliman di peperangan tersebut. Hancurlahlah Abu Jahal, pemimpin
pasukan, dan pahlawan-pahlawan Mekah kini terkapar.
Rasulullah saw berdiri di depan bangkai-bangkai orang-orang kafir dan
berkata: "Wahai Utbah bin Rabi'ah, wahai Syaibah bin Rabi'ah, wahai
Umayah bin Khalf, wahai Abu Jahal bin Hisam, apakah kalian menemukan apa
yang dijanjikan oleh tuhan kalian kepada kalian. Sungguh aku telah
menemukan apa yang dijanjikan Tuhanku." Orang-orang Muslim berkata: "Ya
Rasulullah, apakah engkau memanggil kaum yang sudah mati?" Rasulullah
berkata: "Kalian tidak mengetahui apa yang aku katakan kepada mereka,
tetapi mereka tidak mampu menjawab perkataanku." Rasulullah saw tinggal
tiga malam di Badar kemudian beliau kembali ke Madinah. Di depan beliau
terdapat tawanan-tawanan perang dan ganimah.
Kaum Muslim sangat menanggung beban berat dengan banyaknya tawanan
perang. Mula-mula Rasulullah saw bermusyawarah dengan sahabat Abu Bakar
dan Umar. Abu Bakar berkata: "Ya Rasulullah, mereka adalah keturunan
dari saudara-saudara dan keluarga, dan aku melihat lebih baik engkau
mengambil fidyah (tebusan) dari mereka sehingga apa yang engkau ambil
tersebut merupakan kekuatan bagi kita terhadap orang-orang kafir, dan
mudah-mudahan Allah SWT memberi petunjuk kepada mereka sehingga mereka
menjadi tulang punggung kita."
Kemudian Rasulullah saw menoleh kepada Umar bin Khattab sambil berkata,
"bagaimana pendapatmu wahai Ibnul Khattab?" Lelaki itu berkata: "Demi
Allah, aku tidak sependapat dengan apa yang dikatakan Abu Bakar tetapi
aku berpendapat, seandainya aku mampu untuk bertemu dengan salah seorang
kerabatku, maka aku akan memukul lehernya, dan seandainya Ali mampu
bertemu dengan keluarganya, maka ia pun akan memukul lehernya begitu
Hamzah sehingga Allah SWT mengetahui bahwa tidak ada di hati kita
kelembutan kepada kaum musyrik."
Pasukan Madinah dan pasukan Mekah terdiri dari keluarga-keluarga yang
terikat hubungan kekerabatan, namun kehendak Allah SWT menetapkan
terjadinya peperangan sesama keluarga: antara anak dan orang tuanya.
Umar menginginkan agar keadaan demikian terus berlanjut sehingga
orang-orang musyrik mengetahui bahwa Islam tidak ingin berdamai.
Kemudian Selesailah urusan itu dan terjadi peperangan di jalan Allah SWT
dan mengangkat senjata dan berperang adalah suatu kewajiban yang tiada
keraguan di dalamnya. Nabi saw menoleh kepada kaum Muslim dan mendapati
sebagian besar mereka cenderung kepada pendapat Abu Bakar. Nabi saw
mengikuti pendapat mayoritas saat itu. Pendapat mayoritas salah dan
hanya Umar yang benar.
Ini adalah peperangan pertama yang dilalui oleh Islam. Hendaklah kaum
Muslim harus meninggalkan dorongan kemanusiaan mereka, yakni orang-orang
kafir harus dibunuh agar musuh-musuh Allah SWT mengetahui bahwa Islam
telah memilih darah. Allah SWT telah mendukung Umar bin Khattab dalam
Al-Qur'an sehingga Nabi saw dan Abu Bakar menangis ketika keduanya
menyadari kesalahan mereka pada hari berikutnya, lalu Umar memergoki
mereka dalam keadaan menangis dan ia bertanya, "apa yang menyebabkan
Rasulullah saw dan temannya di gua menangis?" Kemudian Rasulullah saw
membaca Al-Qur'an:
"Tidak patut bagi seorang Nabi mempunyai tawanan sebelum ia dapat
melumpuhkan musuhnya di muka bumi. Kamu menghendaki harta benda duniawi
sedangkan Allah menghendaki (pahala) akhirat (untukmu). Dan Allah Maha
Perkasa lagi Maha Bijaksana. Kalau sekiranya tidak ada ketetapan yang
telah terdahulu dari Allah, niscaya kamu ditimpa siksaan yang besar
karena tebusan yang hamu ambil." (QS. al-Anfal: 67-68)
Kedua ayat itu mengatakan bahwa ini bukan saatnya melindungi para
tawanan dan berusaha untuk menebus mereka. Waktu Demikian belum saatnya.
Nabi tidak berhak memiliki tawanan kecuali jika ia telah melakukan
banyak peperangan dan banyak berjihad dan telah banyak membunuh dan
dakwahnya telah mapan.
Kedua ayat tersebut menyingkap tujuan di balik penebusan tawanan:"Kamu
menghendaki harta benda duniawi sedangkan Allah menghendaki (pahala)
akhirat (untukmu)."
Demikianlah pemikiran yang mempertimbangkan keadaan-keadaan aktual yang
sulit. Itu adalah pemikiran yang bersifat taktik sebagaimana yang kita
ungkapkan dalam istilah modern dan bukan pemikiran yang bersifat
strategis. Kemudian para tawanan tersebut bukan tawanan biasa tetapi
menurut istilah modern mereka adalah penjahat-penjahat perang. Oleh
karena itu, nyawa mereka harus ditumpahkan saat mereka dapat ditangkap,
meskipun mereka memiliki kekayaan yang banyak atau kedudukan yang
tinggi. Islam tidak mengakui kekayaan atau kedudukan, yang diakuinya
adalah keimanan, sedangkan pertimbangan-pertimbangan duniawi lainnya
tidak dihiraukan oleh Islam.
Nas Al-Qur'an memperingatkan orang-orang yang menang bahwa kesalahan
mereka bisa berakibat pada datangnya siksaan yang bakal mereka terima
tetapi Allah SWT mengampuni mereka dan menurunkan rahmat-Nya:"Kalau
sekiranya tidak ada ketetapan yang telah terdahulu dari Allah, niscaya
kamu ditimpa siksaan yang besar karena tebusan yang kamu ambil."
Siksaan tersebut memang lebih dekat daripada pohon yang dekat ini,
kemudian Allah SWT mengampuni mereka dan Allah SWT mengampuni
sahabat-sahabat yang terjun di perang Badar, baik dosa yang lalu maupun
dosa mereka yang akan datang. Demikianlah Al-Qur'an ingin mendidik kaum
Muslim agar mereka tidak banyak mempertimbangkan urusan manusiawi saat
berperang. Jadi, Islam memulai peperangannya yaitu peperangan yang hanya
ditujukan kepada Allah SWT dan hendaklah peperangan tersebut
dihilangkan dari pertimbangan-pertimbangan yang sulit sehingga
sahabat-sahabat Nabi mengetahui bahwa kecenderungan kepada kesenangan
duniawi akan berakibat pada kekalahan mereka.
Dalam peperangan Uhud jumlah kaum musyrik tiga ribu sedangkan jumlah
kaum Muslim tiga ratus pasukan setelah pemimpin orang-orang munafik
Abdullah bin Saba' mengundurkan diri pasukan. Kaum Muslim diletakkan di
gunung dan Rasulullah saw membuat rencana yang jitu untuk memenangkan
pertempuran di mana beliau membagi pasukan pemanah di puncak gunung
untuk melindungi punggung kaum Muslim dan melinduingi mereka dari
serangan dari arah belakang. Rasulullah saw memberi pengertian kepada
pasukan panah itu agar mereka tetap di tempatnya baik kaum Muslim menang
maupun kalah. Yakni bahwa pasukan pemanah tidak boleh turun dari gunung
dan meski berusaha untuk melindungi kaum Muslim. Rasulullah saw berkata
kepada mereka. "lindungilah punggung-punggung kami. Jika kalian melihat
kami sedang bertempur, maka kalian tidak usah turun darinya dan tidak
usah menolong kami, dan jika kalian melihat kami memperoleh kemenangan
dan mengambil ganimah, maka kalian tidak boleh ikut serta bersama kami."
Setelah membuat keputusan tersebut, Rasulullah saw kembali ke pasukan
yang lain, lalu beliau membikin suatu rencana untuk menyerang. Dan
Dimulailah peperangan kemudian pasukan Islam mendorong pasukan musyrik
laksana angin yang kencang yang memporak-porandakan ribuan kaum musyrik.
Pada tahapan pertama pasukan Islam tampak menguasai medan dan berhasil
menyapu kaum musyrik sehingga pasukan Mekah tampak berputus asa meskipun
mereka unggul secara bilangan dan meskipun mereka memiliki kuatan
persenjataan yang lengkap, pasukan Mekah justru dikagetkan dengan
ketangguhan pasukan Muslim yang dapat memukul mundur mereka hingga
mereka membayangkan balwa mereka tidak dapat memenangkan peperangan atau
dapat bertahan di hadapan pasukan Muslim.
Debu-debu peperangan mulai berterbangan yang menyertai tanda-tanda
kekalahan pasukan Mekah. Sementara itu, para pemanah yang diletakkan
Rasulullah saw di suatu tempat yang strategis berpikir untuk memperoleh
ganimah. Pasukan Mekah telah kalah dan mereka telah melarikan diri dari
pasukan Muslim, maka bagaimana seandainya para pemanah turun dari tempat
mereka untuk mengumpulkan harta rampasan dan ganimah. Rasulullah saw
telah mengingatkan mereka agar jangan meninggalkan tempat mereka, apa
pun yang terjadi tetapi pasukan pemanah itu justru berkhianat dan
menentang perintah Nabi saw setelah mereka membayangkan bahwa peperangan
telah selesai dan keuntungan akan diperoleh pasukan Madinah yang
beriman.
Pasukan pemanah mengira bahwa Allah SWT akan menutupi kesalahan mereka
dan akan melindungi mereka sehingga mereka berhasil mengambil harta
rampasan dan ganimah. Sungguh keikhlasan telah tercabut dari hati
sebagian pasukan. Belum lama hal tersebut berlangsung sehingga
terjadilah perubahan yang drastis pada peperangan. Pemimpin pasukan
berkuda musyirik dalam peperangan Uhud yaitu Khalid bin Walid yang
kemudian ia menjadi tokoh Muslim adalah orang yang sangat jenius dalam
peperangan. Begitu ia melihat pasukan pemanah lari dari tempat mereka,
maka ia melihat celah yang terbuka di tengah-tengah kaum Muslim,
sehingga ia segera memutarkan kudanya dan disertai pasukan yang
mengikutinya. Kemudian ia menyerang kaum Muslim dari belakang. Serangan
yang dilakukan Khalid itu sangat cepat dan sangat mengejutkan.
Orang-orang musyrik mengambil kesempatan emas. Mereka yang tadinya lari,
kini mereka menarik diri dan justru menyerang kembali.
Pasukan Muslim dikepung dari dua arah oleh pasukan berkuda: satu dari
belakang dan yang lain dari depan. Kemudian berjatuhanlah korban-korban
dari pasukan Muhammad bin Abdillah. Banyak di antara mereka yang mati
sebagai syahid saat mempertahankan dan melindungi Rasulullah saw, bahkan
sang Nabi pun hidungnya terluka dan giginya pun runtuh dan kepala
beliau yang mulia terluka sehingga beliau mengucurkan darah.
Kemudian tersebarlah isu bahwa Muhammad saw telah meninggal. Ketika
mendengar itu, kaum Muslim sangat terpukul dan sangat sedih sehingga
kaum Muslim pun terpecah-pecah. Sebagian mereka kembali ke Mekah dan
sekelompok yang lain ke atas gunung dan mereka tetap menjaga Nabi saw
yang mulia. Ketika mendengar kematian Nabi, Anas bin Nadhir berkata
kepada kaumnya: "Bangkitlah kalian dan matilah seperti kematiannya. Apa
yang kalian lakukan setelah kalian hidup sesudahnya."
Pasukan Muslim tetap bertahan dan melakukan peperangan, lalu tekanan
kaum musyrik semakin berat kepada Nabi saw dan para sahabatnya. Kemudian
terjadilah kejadian yang paling sulit dalam sejarah umat Islam. Nabi
saw berteriak saat melihat kaum musyrik menekannya dan berusaha
membunuhnya: "Barangsiapa yang dapat mengusir mereka dariku, maka
baginya surga."
Mendengar perkataan itu, kaum Muslim segera mengitari Nabi saw dan
melindungi beliau sehingga banyak dari mereka berguguran sebagai syahid.
Bahkan sahabat-sahabat Abu Juanah melindungi Nabi saw sampai-sampai
punggungnya dipenuhi dengan anak-anak panah. Ia bagaikan baju besi yang
dipakai kepada Nabi saw dan ia tetap kokoh melindungi sang Nabi saw.
Kemudian berubahlah keadaan karena keteguhan dan keberanian yang
diperlihatkan oleh kaum Muslim. Pasukan Mekah merasa puas dan mereka
memilih untuk menarik diri. Saat itu orang-orang Quraisy tidak lebih
sedikit penderitaannya daripada orang-orang Muslim.
Setelah peperangan yang dahsyat itu, kaum musyrik menarik diri setelah
mereka berhasil membunuh beberapa orang Muslim, bahkan mereka berhasil
melukai pemimpin pasukan yaitu sang Nabi saw. Semua itu terjadi karena
satu kesalahan yaitu kesalahan terletak pada penentangan dan
pembangkangan para pemanah terhadap perintah sang Rasul saw dan usaha
mereka untuk meninggalkan tempat mereka.
Ketika sebagian kelompok dari sahabat kehilangan pengorbanan dan
kehilangan sikap ikhlas dalam hati mereka, maka kesalahan tersebut harus
dibayar oleh tentara yang paling berani dan mulia di antara mereka
yaitu sang Nabi saw. Langit tidak ikut campur untuk menyelamatkan
pasukan Islam itu. Kesalahan kaum Muslim itu harus dibayar oleh Rasul
saw di mana wajah beliau pun terluka bahkan keluar darah yang cukup
deras dari luka beliau sehingga setiap kali dituangkan air di atas luka
itu, maka darah pun semakin deras mengucur. Darah itu tidak berhenti
kecuali setelah dibakarkan potongan tembikar lalu dilekatkan di atasnya.
Luka beliau bukan hanya bersifat materi tetapi luka spiritual beliau dan
ruhani beliau pun semakin bertambah. Ini beliau rasakan ketika
mendengar bahwa pamannya Hamzah gugur sebagai syahid dan tidak cukup
dengan itu, bahkan istri Abu Sofyan yaitu Hindun membelah perutnya dan
mengeluarkan jantungnya serta mengunyahnya dengan mulutnya. Semua itu
semakin menambah kesedihan sang Nabi.
Kaum Quraisy menguasi pasukan Muslim dan mereka memberlakukan dan
menekan kaum Muslim secara aniaya. Seandainya bukan karena rahmat Allah
SWT niscaya kaum Muslim akan mengalami kekalahan yang telak. Kemudian
turunlah dalam Al-Qur'an al-Karim ayat-ayat yang mendidik kaum Muslim
agar mereka benar-benar ikhlas dan memahamkan mereka bahwa kekalahan
mereka sebagai akibat dari adanya pasukan di antara mereka yang
menginginkan dunia meskipun di antara mereka ada sebagian yang
menginginkan akhirat. Jika terjadi demikian, maka tidak adajalan untuk
memperoleh kemenangan. Ini bukanlah hal yang diinginkan oleh pasukan
Muslim, yang diharapkan adalah hendaklah semua pasukan tertuju untuk
mencapai ridha Allah SWT dan hanya mengharapkan akhirat. Jika demikian
halnya, maka Allah SWT akan memberi mereka dunia dan akhirat.
Allah SWT berfirman dan menceritakan peperangan Uhud dalam surah Ali 'Imran:
"Di antaramu ada orang yang menghendahi dunia dan di antara kamu ada
orangyang menghendaki akhirat. Kemudian Allah memalingkan kamu dari
mereka untuk menguji kamu; dan sesungguhnya Allah telah memaafkan kamu.
Dan Allah mempunyai karunia (yang dilimpahkan) atas orang-orang yang
beriman." (QS. Ali 'Imran:: 152)
Allah SWT memaafkan hal itu. Orang-orang Muslim kini menghitung jumlah
korban mereka dan mengobati orang-orang yang terluka. Rasulullah saw
bertanya tentang pamannya Hamzah, dan ketika beliau mendapatinya di
tengah-tengah sahabat yang gugur, dan orang-orang kafir telah merusak
jasadnya, maka beliau berkata dalam keadaan menangis: "Tidak akan ada
orang yang akan tertimpa sepertimu selama-lamanya."
Kemudian Nabi saw berdiri dan memuji Allah SWT lalu beliau memerintahkan
untuk mengembalikan orang-orang yang terbunuh dari kaum Muslim ke
tempat asal mereka di mana mereka terbunuh. Saat itu keluarga mereka
telah membawanya ke kuburan kemudian Nabi saw mengumpulkan kedua orang
laki-laki dari pahlawan-pahlawan Uhud dalam satu pakaian dan beliau
bertanya siapa di antara keduanya yang paling banyak mengambil manfaat
dari Al-Qur'an. Jika diisyaratkan kepada salah satunya, maka beliau akan
mendahulukannya untuk dimasukan dalam liang lahad.
Rasulullah saw juga memerintahkan agar mereka dikebumikan dengan darah
mereka dan beliau pun tidak mensalati mereka, serta tidak memandikan
mereka. Allah SWT ingin memperlihatkan bagaimana mereka dibangkitkan
pada hari kiamat lalu beliau bersabda: "Tiada seorang pun yang terluka
di jalan Allah SWT kecuali Allah SWT membangkitkannya di hari kiamat
dalam keadaan di mana Iukanya akan mengucur darah. Warna itu adalah
warna darah dan baunya seperti minyak misik."
Bukanlah penderitaan yang dalam yang merupakan pelajaran yang harus
dimengerti kaum Muslim dari peperangan Uhud sebagai akibat dari
pembangkangan mereka dari perintah Rasul saw dan ketidaktaatan mereka
kepadanya, tetapi wahyu juga menurunkan berbagai pelajaran yang lain
yang dapat dimanfaatkan. Pelajaran yang terpenting setelah pelajaran
kesetiaan adalah penjelasan tentang central utama yang di situ kaum
Muslim berkumpul. Pribadi Rasulullah saw bukanlah markas yang di situ
kaum Muslim berkumpul yang ketika pribadi Rasulullah saw yang mulia
pergi karena satu dan lain hal, maka orang-orang Muslim akan pergi dan
meninggalkan beliau. Tidak seharusnya pribadi Rasul saw menjadi markas
atau central tetapi yang menjadi central dari semuanya adalah pemikiran
beliau. Itulah yang paling penting.
Demikianlah bahwa Al-Qur'an al-Karim mencela orang-orang yang meletakkan
senjatanya ketika tersebar isu terbunuhnya Nabi saw. Islam tidak akan
mencapai puncaknya ketika kaum Muslim berkumpul di sisi Rasulullah saw
saat beliau masih hidup namun ketika beliau terbunuh atau mati, maka
mereka murtad di mana mereka membuang senjatanya dan pergi mengurusi
diri mereka sendiri. Orang-orang Islam adalah orang-orang yang mengikuti
prinsip bukan mengikuti pribadi. Muhammad bin Abdillah memang seorang
pemimpin manusia dan Imam para rasul dan penutup para nabi, dan sebagai
makhluk Allah SWT yang paling mulia, namun ini semua tidak membenarkan
bahwa seorang Muslim diperbolehkan untuk meletakkan senjatanya ketika
Rasul saw wahfat atau terbunuh. Hendaklah seorang Muslim memanggul
senjatanya dan tidak membuang dari tangannya kecuali dalam dua keadaan:
pertama ketika ia telah memperoleh kemenangan dan kedua ketika ia telah
mati.
Nas Al-Qur'an menjelaskan secara gamblang hubungan kaum Muslim dengan
akidah Islam, bukan dengan pribadi sang Rasul saw. Allah SWT berfirman:
"Muhammad itu tidak lain hanyalah seorang Rasul, sungguh telah berlalu
sebelumnya beberapa orang rasul. Apakahjika dia wafat atau dibunuh kamu
berbalik ke belakang (tnurtad)? Barangsiapa yang berbalik ke belakang,
maha ia tidak dapat mendatangkan mudarat kepada Allah sedikit pun; dan
Allah akan memberi balasan kepada orang-orangyang bersyukur." (QS. Ali
'Imran: 144)
Demikianlah bahwa peperangan Uhud telah membawa dampak yang luar biasa
terhadap kaum Muslim, utamanya terhadap Nabi saw. Orang-orang yang
terbunuh di perang Uhud adalah sahabat-sahabat yang paling mulia dan
paling banyak imannya. Mereka adalah pilihan dari orang-orang Muslim
yang pertama; mereka memikul beban dakwah di saat-saat yang sulit bahkan
mereka harus berhadapan dan memusuhi kerabat mereka dan teman-teman
mereka; mereka menjadi terasing saat menyatakan keislaman mereka sebelum
hijrah dan sesudahnya; mereka telah menginfakkan harta; mereka berjuang
di jalan Allah SWT; mereka telah bersabar dalam menanggung berbagai
macam penderitaan, dan ketika datang saat yang paling berbahaya dan
pasukan Islam telah terkepung di mana jiwa Rasul saw telah terancam,
mereka justru mencurahkan darah mereka bagaikan lautan yang
menenggelamkan orang-orang kafir dan mereka mampu melindungi sang Rasul
saw dan mengubah jalan peperangan serta menyelamatkan akidah tauhid.
Peperangan Uhud bukanlah pengorbanan pertama yang dilakukan oleh kaum
Muslim dan bukanlah merupakan peperangan yang terakhir. Ia adalah satu
peperangan di antara cukup banyak peperangan yang dilalui oleh Islam
untuk menyebarkan kalimat Allah SWT di muka bumi dan membimbing
hamba-hamba-Nya. Begitu juga pengorbanan Rasul saw, dan peperangan Uhud
bukanlah pengorbanan yang pertama terhadap Islam dan bukan juga yang
terakhir. Rasulullah saw telah hidup setelah diutusnya kepada manusia di
mana beliau telah memberikan semuanya untuk kehidupan dan untuk dakwah;
beliau tidak memiliki dirinya sendiri; beliau tidak memboroskan
waktunya dengan sia-sia bahkan beliau beristirahat sedikit saja. Semua
kehidupan beliau diberikan kepada dakwah dan untuk Islam. Beliau
menjalani berbagai macam peperangan dan beliau memikul berbagai macam
penderitaan dan belum lama beliau lari dari suatu problem kecuali beliau
berhadapan dengan problem yang baru dan lain; belum lama beliau
menyelesaikan suatu krisis kecuali beliau menghadapi krisis yang lain.
Demikianlah kehidupan sang Nabi saw di mana beliau selalu memberikan
kontribusi dan sumbangannya demi kepentingan agama Allah SWT.
Silakan Anda mengamati kehidupan sang Rasul saw dari sudut manapun yang
Anda inginkan niscaya Anda tidak akan menemukan sudut dari sudut-suduut
kehidupan beliau kecuali dimulai dan dipenuhi dengan pergulatan yang
hebat.
Rasulullah saw telah melalui pergulatan militer dalam berbagai macam
pertempuran yang silih berganti yang beliau lakukan. Beliau memulai
pergulatan politiknya yang terwujud dalam perundingan-perundingan dan
surat-surat yang beliau kirimkan kepada penguasa dan para raja di
berbagai negara agar mereka memeluk Islam, bahkan beliau melakukan
pergulatannya dalam masalah pribadi di rumah tangga. Rumah tangga beliau
pun tidak kosong dari pergulatan. Beliau adalah pejuang sejati dalam
setiap waktu. Kalau kita mengenal Nabi Ibrahim sebagai seorang musafir
di jalan Allah SWT, maka Muhammad bin Abdillah adalah seorang pejuang di
jalan Allah SWT. Belum lama peperangan Uhud berakhir sehingga
pengaruh-pengaruh buruknya berbekas pada kaum Muslim. Orang-orang Arab
Badui mulai berani bersikap kurang ajar kepada mereka, demikianjuga
orang-orang Yahudi, apalagi orang-orang munafik dan tidak ketinggalan
orang-orang Quraisy pun mulai menyudutkan kaum Muslim.
Kemudian datanglah utusan dari kabilah Arab kepada Rasul saw dan mereka
mengatakan kepada beliau bahwa mereka mendengar tentang Islam dan mereka
ingin memeluknya, maka hendaklah beliau mengutus kepada mereka beberapa
dai dan mubalig untuk mengajari mereka tentang dasar-dasar agama. Nabi
saw mengutus bersama mereka sekelompok para dai yang dipimpin oleh
'Ashim bin Tsabit. Temyata orang-orang itu berkhianat atas para
sahabat-sahabat yang berdakwah itu dan mereka pun dibunuh. Bahkan tiga
di antara mereka ditawan dan dijual di Mekah. Dijualnya mereka di Mekah
berarti mereka diserahkan pada kelompok orang-orang Quraisy yang telah
lama menunggu untuk menangkap kaum Muslim. Kaum Quraisy Mekah membunuh
tiga tawanan kaum Muslim itu. Orang-orang Muslim sangat sedih mendengar
dai-dai Allah SWT itu terbunuh dengan cara yang begitu tragis.
Ketika datang kepada Nabi saw orang-orang yang minta pada beliau agar
dikirim utusan dari kalangan mubaligh untuk menyebarkan Islam untuk para
kabilah kaum Najd, maka Nabi kali ini betul-betul mempertimbangkan
antara kepentingan menyebarkan Islam dan perlindungan terhadap
kehormatan manusia. Lalu beliau memilih untuk kepentingan dakwah Islam.
Beliau menyadari bahwa beliau mengutus para sahabatnya dalam bahaya;
beliau memberitahu mereka bahwa mereka akan menghadapi suatu keadaan
yang misterius yang tiada mengetahuinya kecuali Allah SWT. Namun bahaya
tersebut sudah menjadi bagian dari cita rasa kehidupan yang selalu
meliputi dakwah Islam.
Ketika Nabi saw mengutarakan kekhawatirannya terhadap para sahabatnya
yang bakal diutusnya di tengah kabilah itu, orang-orang yang meminta
beliau untuk mengutus para sahabatnya menyakinkan beliau bahwa mereka
akan melindungi sahabat beliau. Kemudian Nabi saw memerintahkan tujuh
puluh orang pilihan dari sahabatnya untuk pergi dan berjihad di jalan
Allah SWT serta mengajak manusia untuk mengikuti Islam. Lalu pergilah
para sahabat yang kemudian dikenal dengan sebutan al-Qurra' (yaitu
orang-orang yang pandai membaca Al-Qur'an dan menghapalnya). Mereka
adalah para dai yang terbaik yang diutus Nabi di mana pada siang hari
mereka memikul kayu bakar dan pada malam hari mereka sibuk dalam keadaan
sholat.
Ketika datang perintah Rasulullah saw kepada mereka untuk pergi dan
berdakwah mereka pun pergi dalam keadaan gembira karena mereka diajak
untuk berjihad di jalan Allah SWT. Mereka melangkahkan kaki dengan
mantap di tanah orang-orang munafik dan para penghianat sehingga mereka
sampai di suatu sumur yang bemama sumur Ma'unah. Kemudian mereka
mengutus salah seorang di antara mereka untuk menemui pemimpin
orang-orang kafir di negeri itu. Mubalig dari sahabat Rasulullah saw itu
menyampaikan surat Nabi yang dibawanya di mana beliau mengharapkan agar
masyarakat di situ masuk Islam, tetapi ia dikagetkan dengan adanya
pisau yang menembus punggungnya. Mubaligh itu berteriak saat ia
tersungkur: "sungguh aku beruntung demi Tuhan pemelihara Ka'bah."
Kemudian pemimpin orang-orang kafir itu mengangkat senjata dan
mengumpulkan para kabilah untuk memerangi para mubaligh di jalan Allah
SWT itu sehingga sahabat-sahabat terbaik yang berdakwah di jalan Allah
SWT itu pun gugur di sumur Ma'unah. Jasad-jasad mereka menjadi makanan
dari burung nasar dan burung-burung yang lain. Dari tujuh puluh orang
yang dikirim itu hanya seorang yang selamat yang kembali kepada Nabi
saw. Ia menceritakan apa yang dialami oleh fuqaha-fuqaha Muslimin di
mana mereka dikhianati. Ketika mendengar berita tentang tragedi itu,
Nabi sangat terpukul dan sedih. Kemudian beliau mengangkat kepalanya dan
berkata kepada sahabat-sahabatnya: "Sungguh sahabat-sahabat kalian
telah terbunuh dan mereka telah meminta kepada Tuhan mereka. Mereka
mengatakan, Tuhan kami, berikanlah kami ujian sesuai dengan kehendak-Mu
dan ridha-Mu. Apa saja yang menjadi kepuasan-Mu kami pun akan merasakan
kepuasan."
Sungguh penderitaan yang dialami oleh Islam sangat berat, terutama yang
menimpa para sahabat yang gugur sebagai syahid di sumur Ma'unah. Nabi
saw sangat sedih mendengar sikap orang-orang Arab dan orang-orang kafir
terhadap Islam. Mereka telah mengejek dan merendahkan kaum mukmin sampai
pada batas ini. Kemudian beliau menetapkan akan kembali mengangkat
kewibawaan Islam dengan tindak kekerasan.
Dalam keadaan seperti ini, bergeraklah orang-orang Yahudi untuk membunuh
Rasulullah saw. Pada suatu hari beliau pergi ke Bani Nadhir untuk
menyelesaikan suatu urusan. Kemudian mula-mula mereka menampakkan
persetujuan atas apa yang diucapkan beliau. Mereka mendudukkan Nabi di
bawah naungan benteng-benteng mereka, lalu mereka bersekongkol untuk
melenyapkan beliau; mereka menetapkan untuk melemparkan batu yang berat
dari atas benteng itu saat beliau duduk dan tidak membayangkan akan
terjadinya kejahatan yang direncanakan padanya. Namun Allah SWT
mengilhami Rasul-Nya akan datangnya bahaya kepada beliau, lalu beliau
bangun sebelum pelaksanaan tipu daya itu. Lalu beliau segera pergi
menuju rumahnya. Beliau berpikir saat beliau kembali ke rumahnya dengan
membawa penderitaan yang baru. Pembangkangan dan pengkhianatan tersebut
tidak akan dapat berhenti kecuali setelah Islam menunjukkan taringnya.
Islam ingin mengembalikan kewibawaannya dengan cara mengangkat senjata.
Rasul saw mengutus utusan ke Bani Nadhir dan memerintahkan mereka untuk
keluar dari Madinah, bahkan Rasul saw memberi waktu kepada mereka hanya
sepuluh hari. Kemudian orang-orang munafik yang ada di Madinah bersatu
bersama orang-orang Yahudi dan mereka sepakat untuk memerangi Islam.
Namun ketika berhadapan dengan Islam, orang-orang Yahudi menelan
kekalahan. Kemudian turunlah surah al-Hasyr yang menyebutkan pengusiran
orang-orang Yahudi dan menyingkap kedok orang-orang munafik. Setelah
kemenangan yang meyakinkan ini, Rasul saw keluar bersama sahabatnya
untuk membalas kejadian yang menimpa sahabat-sahabatnya yang dikenal
dengan al-Qurra' itu.
Rasul saw ingin mengembalikan kewibawaan Islam. Kemudian pasukan Rasul
saw itu mampu membuat para pengkhianat dari orang-orang Arab ketakutan.
Hanya sekadar mendengar nama pasukan Muslim, maka serigala-serigala
gurun yang dulu bengis itu pun ketakutan laksana tikus-tikus yang panik
yang bersembunyi di bawah lobang-lobang gunung. Orang-orang Quraisy
mendengar kegiatan pasukan Islam. Pasukan Quraisy menarik diri saat
mereka mendekati Dahran, sementara pasukan Muslim berada di Badar.
Mereka menunggu pertemuan yang disepakati di Uhud. Orang-orang Muslim
menyala-kan api selama delapan hari sebagai bentuk tantangan dan
menunggu kedatangan kaum kafir sehingga ketika mereka (kaum kafir) telah
pergi, maka citra kaum Muslim pun terangkat setelah mereka menerima
kepahitan dalam peperangan Uhud.
Kaum Muslim menoleh ke arah utara jazirah Arab setelah menetapkan
kewibawaan mereka di selatan. Kabilah di sekitar Daumatul Jandal dekat
dengan Syam merampok di tengah jalan dan merampas kafilah yang berlalu
di situ, bahkan kenekatan mereka sampai pada batas di mana mereka
berpikir untuk menyerbu Madinah. Oleh karena itu, Rasulullah saw keluar
bersama seribu orang Muslim yang mereka bersembunyi di waktu siang dan
berjalan di waktu malam, sehingga setelah lima belas malam beliau sampai
ke tempat yang dekat dengan tempat tinggal musuh-musuh mereka lalu
mereka menggerebek tempat itu. Pasukan kafir itu dikagetkan dengan
kedatangan kaum Muslim yang begitu cepat.
Kita akan mengetahui bahwa alat komunikasi yang dimiliki oleh Rasulullah
saw sangat unggul sebagaimana alat pertahanan beliau pun sangat unggul.
Serangan mendadak yang dilakukan oleh pasukan Rasulullah saw
menunjukkan bahwa mereka memiliki pertahanan yang luar biasa. Sistem
pertahanan yang luar biasa sebagaimana kedatangan pasukan yang secara
tiba-tiba itu menunjukkan kemampuan pasukan Islam untuk menyusup.
Peristiwa fitnah masa Peperangan
Demikianlah, terjadilah hari-hari pertempuran militer. Belum lama Nabi
saw meletakkan baju besinya, dan beliau kembali membangun pribadi kaum
Muslim sehingga beliau terpaksa kembali memakai baju besinya dan kembali
berperang. Ketika musuh-musuh Islam yang berada di sekelilingnya
melihat bahwa kemampuan militer mereka tidak dapat menandingi kemampuan
kaum Muslim, maka mereka sengaja melakukan cara-cara baru untuk
memerangi Islam. Yaitu peperangan psikologis atau peperangan urat syaraf
dengan cara menyebarkan berbagai macam isu atau apa yang dinamakan
Al-Qur'an al-Karim dengan peristiwa al-Ifik (kebohongan). Setelah
peperangan Bani Musthaliq yaitu peperangan yang membawa kemenangan yang
cepat bagi kaum Muslim, terjadilah kesalahpahaman dan pertengkaran di
antara sahabat-sahabat yang biasa mengambil air di mana salah seorang
mereka berteriak: "wahai kaum Muhajirin," dan yang lain berteriak:
"Wahai kaum Anshar."
Peristiwa yang sangat sepele itu dimanfaatkan oleh pemimpin kaum munafik
yaitu Abdullah bin Ubai. Abdullah bin Ubai memprovokasi orang-orang
Anshar untuk menyerang kaum Muhajirin. Ia ingin membangkitkan luka-luka
jahiliah yang lama yang telah dibuang dan telah dikubur oleh Islam,
Salah satu yang dikatakan oleh Ibnu Ubai adalah, "sungguh mereka telah
menyaingi kita dan mengambil kebaikan dari dan seandainya kita telah
kembali ke Madinah niscaya orang-orang yang mulai akan dapat mengusir
orang-orang yang hina di dalamnya."
Zaid bin Arqam menyampaikan kalimat si munafik itu kepada Nabi saw, di
mana kalimat itu berisi provokasi terhadap orang-orang Anshar untuk
menyerang kaum Muhajirin. Ubai menginginkan agar mereka berpecah belah
dan agar kesatuan mereka runtuh. Si Munafik itu segera datang kepada
Rasul saw dan menafikan apa yang dikatakannya. Orang-orang Muslim secara
lahiriah membenarkan perkataan si munafik itu dan mereka justru menuduh
Zaid bin Arqam salah mendengar. Tetapi hakikat peristiwa itu tidak
tersembunyi dari Nabi saw sehingga peristiwa itu sangat menyedihkan
beliau. Lalu beliau mengeluarkan perintah agar para sahabat pergi ke
suatu tempat yang tidak biasanya mereka lalui. Kemudian beliau pergi
bersama sahabat di hari itu sampai waktu malam menyelimuti mereka. Dan
kini, mereka memasuki waktu pagi. Kepergian yang singkat dan tiba-tiba
itu mampu menepis kebohongan yang dirancang oleh si Munafik, Abdullah
bin Ubai. Yaitu kebohongan yang bertujuan untuk membakar persatuan kaum
Muslim ketika ia berusaha untuk menyalakan api di tengah-tengah rumah
sang Nabi saw.
Ketika Nabi masih memiliki kekuatan yang menakutkan bagi yang mencoba
melawannya, maka mereka pun melakukan berbagai penipuan dan, makar. Dan
salah satu yang menjadi obyek tipu daya itu adalah istri beliau, yaitu
Aisyah. Alkisah, Aisyah pada suatu hari pergi untuk memenuhi hajatnya
lalu dilehernya terdapat anting-anting. Setelah ia memenuhi hajatnya,
anting-anting itu terjatuh dari lehernya dan ia tidak mengetahui. Ketika
Aisyah kembali dari kafilah yang telah siap-siap untuk pergi, ia
kembali mencari kalungnya sampai ia menemukannya. Sementara itu
orang-orang yang membawanya dalam tandu (haudaj) mengira Aisyah sudah
berada di dalamnya. Mereka tidak ragu dalam hal itu karena memang berat
badan Aisyah sangat ringan.
Pasukan Nabi berjalan dan membawa tandu, sedangkan Aisyah tidak ada di
dalamnya. Aisyah kembali dan tidak mendapati pasukan di mana mereka
telah pergi. Aisyah merasa heran atas kepergian pasukan yang begitu
cepat. Aisyah merasa takut saat ia berdiri sendirian di padang gurun.
Aisyah berusaha bersikap baik, ia duduk di tempatnya di mana di situlah
untanya duduk juga. Aisyah melipat-lipat pakaiannya sambil berkata dalam
dirinya: Mereka akan mengetahui bahwa aku tidak ada dan karena itu
mereka akan kembali mencariku dan akan menemukan aku.
Sementara itu, Sofwan bin Mu'athal juga tertinggal karena ia melakukan
keperluannya. Ia berjalan dari arah yang jauh lalu ia melihat bayangan
orang yang tidak begitu jelas. Sofwan mendekat dan tiba-tiba ia
mengetahui bahwa ia sedang berdiri di hadapan Aisyah. Ia melihat Aisyah
sebelum diwajibkannya perintah memakai hijab (jilbab) atas istri-istri
Nabi. Ketika melihatnya, Sofwan berkata: "Sesungguhnya kita milik Allah
SWT dan kepadanya kita akan kembali,... istri Rasulullah Aisyah tidak
menjawab.
Sofwan mundur dan mendekatkan untanya kepadanya sambil berkata: "Silakan
Anda menaikinya." Aisyah pun menaikinya. Kemudian Sofwan membawanya
pergi dan mencari pasukan yang telah meninggalkannya. Sementara itu,
pasukan Nabi sedang beristirahat. Para sahabat mengira bahwa Aisyah
masih berada dalam tandu. Tiba-tiba mereka terkejut ketika Aisyah datang
kepada mereka bersama Sofwan yang menuntun untanya.
Tokoh munafik Abdullah bin Ubai segera memanfaatkan kesempatan emas ini.
Ia membuat kisah bohong yang terkesan menuduh istri Nabi melakukan
pengkhianatan. Abdullah bin Ubai pandai memilih beberapa sahabat yang
dikenalinya sebagai orang-orang yang mudah percaya dan cenderung
membenarkan hal-hal yang bersifat lahiriah, atau ia mengetahui bahwa di
antara mereka dan Aisyah terdapat kedengkian sehingga mereka suka jika
tersebar kebohongan yang berkenaan dengan Aisyah.
Demikianlah pemimpin munafik itu berhasil menjerat beberapa sahabat
dalam tali kebohongannya, di antaranya Hasan bin Sabit. Musthah, dan
seorang wanita yang dipanggil Hamnah binti Jahasv. yaitu saudara
perempuan Zainab binti Jahasy istri Rasulullah saw. Ketiga orang itu
tertipu dengan kebohongan tersebut lalu mereka menyebarkannya sehingga
orang-orang yang terjerat dalam kebohongan itu mengatakan apa saja yang
mereka inginkan. Akhirnya. pasukan pun berguncang dengan isu itu.
Sementara itu, Aisvah tidak mengetahui sedikit pun tentang hal tersebut.
Isu tersebut bertujuan untuk menjatuhkan Islam dan melukai perasaan
RasuhiHah saw dan itu termasuk peperangan menentang Rasulullah saw dan
ajaran yang dibawanya. Begitu juga ia bertujuan menunjukkan bahwa kaum
Muslim tidak konsekuen dengan akidah yang mereka yakini dan secara tidak
langsung ia juga menyerang kesucian rumah tangga Aisyah.
Pasukan kembali ke Mekah dan Aisyah jatuh sakit, namun ia tidak
mengetahui isu-isu yang dikatakan tentang dirinya. Kemudian Rasulullah
saw mendengar hal itu sebagaimana ayahnya Abu Bakar dan ibunya pun
mendengarnya, namun tak seorang pun di antara. mereka yang memberitahu
Aisyah. Begitu juga Rasul saw tidak menceritakan peristiwa itu di
hadapan Aisyah. Namun sikap beliau berubah di mana beliau tidak lagi
menunjukkan perhatiannya seperti biasanya saat Aisyah sakit. Ketika
beliau menemui Aisyah dan saat itu ibunya ada di situ, beliau berkata:
"Bagaimana keadaanmu?" Beliau tidak lebih dari mengucapkan kata-kata
itu. Ketika Aisyah melihat perubahan sikap Rasul saw, ia mulai marah.
Pada suatu hari ia berkata pada Nabi: "Seandainya engkau mengizinkan
aku, niscaya aku akan pindah ke tempat ibuku." Beliau menjawab: "Itu
tidak ada masalah."
Aisyah pun pindah ke tempat ibunya dan ia tidak mengetahui sama sekali
apa yang sebenarnya terjadi padanya. Setelah melalui lebih dari dua
puluh malam, Aisyah sembuh dari sakitnya dan ia pun belum mengetahui
hal-hal yang dikatakan tentang dirinya. Umul mu'minin Aisyah
menceritakan bagaimana ia mengetahui isu bohong tersebut dan bagaimana
Allah SWT membebaskannya dari isu itu, ia berkata:
"Kami adalah kaum Arab di mana kami tidak mengambil di rumah kami
tanggung jawab ini yang biasa di ambil oleh orang-orang Ajam. Kami
membencinya. Kami keluar untuk menikmati keluasan kota. Sementara itu
para wanita keluar pada setiap malam untuk memenuhi hajat mereka. Pada
suatu malam, aku keluar bersama Ummu Musthah untuk memenuhi sebagian
keperluanku. Lalu ia berkata: "Tidakkah kau sudah mendengar suatu berita
wahai putri Abu Bakar?" Aku bertanya, "berita apa itu?" Lalu ia
memberitahukan padaku apa-apa yang dikatakan oleh para penyebar
kebohongan. Aku berkata: "Apa ini memang benar?" Ia menjawab: "Demi
Allah, ini benar-benar terjadi." Aisyah berkata: "Demi Allah, aku tidak
mampu memenuhi hajatku." lalu aku pulang. Demi Allah, aku tetap menangis
sampai-sampai aku mengira bahwa tangisanku akan merusak jantungku dan
aku berkata kepada ibuku, mudah-mudahan Allah SWT mengampunimu, banyak
orang berbicara tentangku namun engkau tidak menceritakan sedikit pun
kepadaku. Ia berkata: "Wahai anakku, sabarlah demi Allah jarang sekali
wanita yang baik yang dicintai oleh seorang lelaki yang jika ia memiliki
istri-istri yang lain (madunya) kecuali wanita itu akan diterpa oleh
berbagai isu."
Aisyah berkata: "Rasulullah saw berdiri dan menyampaikan pembicaraannya
pada mereka dan aku tidak mengetahui hal itu." Beliau memuji Allah SWT
kemudian berkata: "Wahai manusia, bagaimana keadaan kaum lelaki yang
menyakiti aku melalui keluar gaku dan mereka mengatakan sesuatu yang
tidak benar. Demi Allah, aku tidak mengenal mereka kecuali dalam
kebaikan. Lalu mereka mengatakan hal itu pada seorang lelaki yang aku
tidak mengenalnya kecuali dalam kebaikan di mana ia tidak memasuki suatu
rumah dari rumah-rumahku kecuali ia bersamaku."
Kemudian Rasulullah saw memanggil Ali bin Abi Thalib dan Usamah bin Zaid
dan bermusyawarah dengan keduanya. Usamah hanya melontarkan pujian dan
berkata: "Ya Rasulullah aku tidak mengenal istrimu kecuali dalam
kebaikan dan berita ini hanya kebohongan dan kebatilan," sedangkan Ali
berkata: 'Ya Rasulullah masih banyak wanita yang lain yang dapat kau
percaya." Kemudian Rasulullah saw memanggil Burairah dan bertanya
kepadanya, lalu Ali berdiri kepadanya dan memukulnya dengan keras sambil
berkata: "Jujurlah kepada Rasulullah saw," lalu wanita itu berkata:
"Demi Allah, aku tidak mengetahui kecuali kebaikan. Aku tidak pemah
mencela Aisyah kecuali pada suatu waktu aku sedang membikin adonan roti
lalu aku memerintahkannya untuk menjaganya namun Aisyah tertidur dan
datanglah kambing lalu adonan itu dimakan olehnya."
Aisyah berkata: "Kemudian datanglah kepadaku Rasulullah saw dan saat tu
aku bersama kedua orang tuaku dan seorang wanita dari kaum Anshar. Aku
menangis dan wanita itu pun turut menangis. Rasulullah saw duduk lalu
memuji Allah SWT dan berkata: "Wahai Aisyah, sungguh kamu telah
mendengar sendiri apa yang dikatakan orang-orang tentang dirimu, maka
bertakwalah kepada Allah SWT dan jika engkau telah melakukan keburukan
seperti yang diucapkan orang-orang itu, maka bertaubatlah kepada Allah
SWT karena sesungguhnya Allah SWT menerima taubat dari hamba-hamba-Nya."
Aisyah berkata, "demi Allah, itu tidak lain hanya kebohongan yang
dialamatkan kepadaku sehingga membuat air mataku kering. Aku sama sekali
tidak seperti yang mereka katakan," lalu aku menunggu kedua orang tuaku
untuk mengatakan tentang diriku namun mereka justru terdiam. Aisyah
berkata, "demi Allah aku merasa sebagai seorang yang hina yang tidak
layak diturunkan Al-Qur'an dari Allah SWT berkenaan denganku, tetapi aku
hanya berharap agar Nabi saw melihat kebohongan yang dialamatkan
kepadaku itu sehingga ia memastikan terbebasnya aku darinya."
Aisyah berkata: "Ketika aku tidak melihat kedua orang tuaku berbicara
aku berkata kepada mereka tidakkah kalian menjawab apa yang dikatakan
Rasuullah saw?" Mereka berkata: "Demi Allah kami tidak mengetahui apa
yang harus kami jawab." Aku mengetahui bahwa aku bebas dari tuduhan itu.
Tiba-tiba Rasulullah saw mengusap keringat dari wajahnya sambil
berkata: "Bergembiralah wahai Aisyah karena sesungguhnya Allah SWT telah
menurunkan ayat yang membebaskan kamu dari tuduhan itu," lalu aku
berkata: "Segala puji bagi Allah SWT." Kemudian beliau keluar menemui
para sahabat dan membacakan kepada mereka ayat berikut ini:
"Sesungguhnya orang-orang yang membawa berita bohong itu adalah dari
golongan kamu juga. Janganlah kamu kira bahwa berita bohong itu buruk
bagi kamu. Tiap-tiap seseorang dari mereka mendapat balasan dari dosa
yang dikerjakannya. Dan siapa di antara mereka yang mengambil bagian
yang terbesar dalam penyiaran berita bohong itu, maka baginya azab yang
besar. " (QS. an-Nur: 11)
Jibril turun kepada Nabi saw untuk menyampaikan terbebasnya Aisyah dari
segala tuduhan yang ditujukan kepadanya. Dan gagallah peperangan
psikologis menentang kaum Muslim dan rumah tangga Rasulullah saw, dan
kelompok-kelompok kafir meyakini bahwa mereka harus menggunakan cara
baru lagi untuk menentang Islam. Kemudian Rasulullah saw kembali
memasuki pergulatan menentang peperangan fisik. Peperang Khandaq
termasuk contoh peperangan fisik yang dilakukan oleh Rasulullah saw.
Orang-orang Yahudi menyerahkan urasan mereka kepada kaum musyrik, dan
Dimulailah rangkaian persekongkolan dan sumpah di antara tokoh-tokoh
Yahudi dan pemimpin-pemimpin kaum musyrik, bahkan pendeta-pendeta Yahudi
berfatwa bahwa agama Quraisy yang disimbolkan dengan penyembahan
berhala lebih baik daripada agama Muhammad yang penyembahan hanya layak
ditujukan kepada Tuhan Yang Esa sebagaimana tradisi jahiliah lebih baik
daripada ajaran Al-Qur'an.
Politik kaum Yahudi berhasil menyatukan kelompok-kelompok orang kafir
dan mengerahkannya untuk menentang kaum Muslim. Kemudian mereka akan
menyerang Madinah dengan jumlah kekuatan sepuluh ribu tentara. Akhirnya,
berita itu sampai ke Nabi saw. Beliau tidak heran ketika mendengar
orang-orang Yahudi bersatu—padahal mereka mempunyai azas agama yang
menyeru kepada tauhid—bersama kaum musyrik menentang agama tauhid. Nabi
saw mengetahui bahwa perjanjian telah lama membelenggu orang-orang
Yahudi sehingga hati mereka menjadi keras dan hari telah menjauhkan
antara mereka dan sumber yang jernih yang dipancarkan oleh Musa.
Akhirnya, mereka menjadi buah yang rusak yang kulitnya bergambar tauhid
namun isinya bergambar kepahitan syirik. Dan yang lebih penting dari itu
adalah kesamaan kepentingan kaum Yahudi dan kaum musyrik.
Politik Rosululloh
Nabi saw menyadari bahwa beliau sekarang menghadapi ancaman dan pasukan
yang besar. Pertempuran secara terbuka tidak memberi keuntungan bagi
Muslimin. Beliau mulai berpikir bagaimana cara mempertahankan Madinah
tanpa harus keluar darinya. Kali ini taktik militernya berubah di mana
sebelum itu beliau keluar dari Madinah dan menjauhinya serta menyerang
kelompok-kelompok yang berencana menyerbu Madinah. Kali ini bentuk
ancaman berbeda dan tentu pikiran Nabi pun berubah karena mengikuti
perbedaan ancaman itu.
Kemudian beliau mengadakan pertemuan militer bersama para tentaranya.
Beliau ingin mendengar berbagai usulan tentang bagaimana cara
mempertahankan Madinah. Lalu Salman al-Farisi mengusulkan agar Nabi
menggali suatu parit yang dalam di sekeliling Madinah yaitu parit yang
seperti bendungan alami yang dapat menahan laju banjir yang ingin maju,
suatu parit yang pasukan berkuda tidak akan mampu melewatinya dan kaum
Muslim dapat mempertahankan diri dari belakangnya. Mula-mula usulan itu
terkesan agak mustahil diwujudkan namun pada akhirnya Nabi menyetujui
usulan Salman itu. Melalui sensifitas militernya yang mengagumkan,
beliau mengetahui bahwa situasi cukup genting dan karenanya ia menuntut
usaha keras untuk dapat melaluinya. Nabi saw memerintahkan para sahabat
untuk menggali parit di sekitar Madinah. Pekerjaan itu sangat berat dan
saat itu musim dingin di mana udara sangat dingin. Di samping itu, kaum
Muslim sedang mengalami krisis ekonomi yang mengancam Madinah, meskipun
demikian, penggalian parti tetap dilaksanakan, bahkan Rasulullah saw
terjun langsung untuk membuat galian dan memikul tanah.
Kaum Muslim dengan semangat yang luar biasa dapat menyelesaikan
penggalian parit itu meskipun kehidupan sangat keras dan mereka
merasakan kelaparan karena kekurangan harta. Namun semangat pasukan
Islam tetap meninggi. Mereka percaya akan datangnya kemenangan dan
pertolongan dari Allah SWT.
Allah SWT berfirman:
"Dan tatkala orang-orang mukmin melihat golongan-golongan yang bersekutu
itu, mereka berkata: 'lnilah yang dijanjikan Allah dan Rasul-Nya kepada
kita.' Dan benarlah Allah dan Rasul-Nya. Dan yang demikian itu tidaklah
menambah kepada mereka kecuali iman dan ketundukan." (QS. al-Ahzab: 22)
Pasukan Quraisy mulai mendekati Madinah dan tiba-tiba Madinah berubah
menjadi jazirah cinta di tengah-tengah lautan kebencian, lautan itu
mulai menghantam jazirah dan berusaha menenggelamkannya dari dalam.
Kemudian bertebaranlah panah-panah kaum Muslim untuk menghalau pasukan
kafir yang cukup banyak. Pasukankafir mulai berputar-putar di sekeliling
parit dalam keadaan bingung: apa gerangan yang telah dilakukan pasukan
Islam, bagaimana mereka dapat menggali parit ini?
Kuda-kuda musuh berusaha melalui parit itu namun pasukan Muslim segera
menyerangnya. Demikianlah peperangan Ahzab terus berlangsung. Pada
hakikatnya ia adalah peperangan urat syaraf. Pasukan musuh mengepung
Madinah selama tiga minggu di mana serangan demi serangan terus
dilakukan sepanjang siang dan mata mereka tetap terjaga sepanjang malam.
Bahkan saking dahsyatnya pertempuran itu sehingga kaum Muslim tidak
mengetahui apakah pasukan musuh berhasil menduduki Madinah atau tidak,
dan apakah para musuh berhasil menembus lubang yang mereka bangun? Allah
SWT menggambarkan keadaan peperangan Ahzab dalam firman-Nya:
"(Yaitu) ketiha mereka datang kepadamu dari atas dan dari bawahmu, dan
ketiha tidak tetap lagi penglihatan(mu) dan hatimu naik menyesak sampai
ke tenggorokan dan kamu menyangka terhadap Allah dengan bermacam-macam
persangkaan. Di situlah diuji orang-orang mukmin dan digoncangkan
hatinya dengan goncangan yang dahysat." (QS. al-Ahzab: 10-11)
Keadaan semakin buruk di mana orang-orang Yahudi membatalkan perjanjian
mereka dengan kaum Muslim dan mereka bergabung dengan al-Ahzab.
Demikianlah Bani Quraizhah membatalkan perjanjiannya dan mereka lupa
terhadap pengkhianatan bani Nadhir dan pembalasan Nabi saw terhadap
mereka. Setiap hari keadaan semakin buruk.
Kaum Muslim benar-benar mengalami ujian yang berat di mana pikiran
mereka benar-benar kacau. Ketika keadaan mencapai puncaknya kaum Muslim
bertanya kepada Rasul saw, "apa yang harus mereka katakan?" Rasulullah
saw memberitahu agar mereka mengatakan: "Ya Allah, kalahkanlah mereka
dan tolonglah kami untuk mengatasi mereka."
Doa tersebut keluar dari mulut-mulut kaum yang telah melaksanakan
kewajiban mereka dan telah membuat mukjizat mereka dalam menghalau
serangan. Jadi, mereka tidak memiliki apa-apa selain doa dan Allah
SWT-lah Yang Maha Mendengar permintaan hamba-Nya dan Dia yang
mengabulkannya. Dia mengetahui orang yang melaksanakan kewajibannya dan
akan mengabulkan orang yang berdoa.
Akhirnya, kaum Muslim benar-benar mendapatkan rahmat Allah SWT. Kemudian
perjalanan pertempuran bergerak dengan cara yang tidak bisa dipahami.
Para penyerang menyadari bahwa mereka sebenamya telah kalah di mana
mereka telah menyerang selama tiga pekan namun serangan tersebut tidak
memberikan hasil apa pun. Mereka telah mencurahkan berbagai upaya namun
tanpa memberikan hasil yang diharapkan dan boleh jadi mereka akan tetap
begini selama tiga tahun.
Kemudian datanglah suatu malam di mana kaum Muslim belum pernah melihat
malam segelap itu dan angin sekencang itu, bahkan saking kerasnya angin
sampai-sampai suaranya laksana halilintar. Bahkan saking gelapnya malam
itu sehingga tak seorang pun di antara umat Islam yang mampu melihat
jari-jari tangannya atau berdiri dari tempatnya karena saking dinginnya
cuaca. Kemudian Nabi saw datang menemui Hudaifah bin Yaman. Beliau tidak
mampu melihatnya meskipun beliau berdiri di sebelahnya. Nabi saw
bertanya: "Siapa ini?" Hudaifah menjawab: "Aku adalah Hudaifah." Nabi
saw berkata: "Oh, kamu Hudaifah." Hudaifah tetap tinggal di tempatnya
karena ia khawatir jika ia berdiri ia akan tidak mampu karena saking
dinginnya dan akan menabrak Rasul saw. Rasul saw berkata kepada
Hudaifah, "Aku kehilangan berita penting tentang keadaan kaum yang
menyerang kita."
Hudaifah sebagai mata-mata dari pasukan Islam merasakan ketakutan di
mana ia tidak mampu menahan cuaca yang begitu dingin, lalu bagaimana ia
dapat berdiri dan keluar dari Madinah menuju ke tempat pasukan musuh dan
menyusup di tengah barisan mereka lalu kembali kepada Nabi saw dengan
membawa berita tentang mereka. Hudaifah bangkit dari tempatnya ketika
Nabi saw selesai dari pembicaraannya. Nabi saw memberikan doa kebaikan
kepadanya. Hudaifah pun pergi dan kehangatan keimanannya mengalahkan
kegelapan malam dan kedinginan cuaca. Ia keluar dari Madinah dan
menyusup di tengah-tengah pasukan musuh. Nabi saw memerintahkannya untuk
tidak melakukan tindakan apa pun selain mendapatkan berita dan kembali.
Inilah tugas utamanya. Hudaifah sampai di tengah-tengah musuh. Mereka
berusaha menyalakan api namun angin segera mematikannya sebelum menyala
dan di dekat api itu terdapat seorang lelaki yang berdiri sambil
mengulurkan tangannya ke arah api dengan maksud untuk menghangatkannya.
Lelaki itu adalah pemimpin kaum musyrik yaitu Abu Sofyan.
Melihat itu, Hudaifah segera memasang anak panah pada busur yang
dibawanya dan ia ingin memanahnya. Seandainya ia berhasil membunuhnya,
maka kaum Muslim dapat merasa tenang dengannya, namun ia ingat pesan
Rasulullah saw kepadanya agar ia tidak melakukan tindakan apa pun.
Kemudian ia kembali meletakkan anak panahnya dan menyembunyikannya.
Abu Sofyan berkata: "Wahai orang-orang Quraisy situasi saat ini tidak
menguntungkan bagi kalian, maka pergilah kalian karena aku pun akan
pergi." Abu Sofyan melompat ke atas untanya lalu mendudukinya dan
memukulnya sehingga unta itu bangkit.
Hudaifah kembali menemui Rasulullah saw dengan membawa berita mundumya
pasukan Ahzab dan gagalnya serangan mereka. Ketika mendengar peristiwa
penarikan mundur pasukan musuh, Rasulullah saw berkata: "Sekarang kita
akan menyerang mereka dan mereka tidak akan menyerang kita." Belum lama
pasukan Ahzab kembali ke negerinya dengan tangan hampa sehingga beliau
keluar dari Madinah bersama pasukannya menuju ke kaum Yahudi Bani
Quraizhah. Orang-orang Yahudi itu telah mengkhianati peijanjian mereka
bersama Nabi saw. Mereka menipu Islam di saat-saat genting. Oleh karena
itu, mereka harus membayar biaya pengkhianatan mereka sekarang.
Nabi saw memerintahkan agar para sahabat tidak melaksanakan salat Ashar
kecuali di Bani Quraizhah. Kaum Muslim memahami bahwa perintah tersebut
berarti mereka akan menerobos benteng kaum Yahudi sebelum matahari
tenggelam.
Orang-orang Yahudi menelan kekalahan pahit lalu mereka datang kepada
Sa'ad bin Mu'ad agar ia memutuskan perkara mereka. Sa'ad adalah pemimpin
kaum Aus dan kaum Aus adalah sekutu orang-orang Yahudi Quraizhah di
masa jahiliah. Kaum Yahudi mengharap bahwa mereka dapat memanfaatkan
hubungan yang terjalin selama ini sebagaimana kaum Aus membayangkan
bahwa tokoh mereka akan memberikan keringanan terhadap sekutu-sekutu
mereka. Sa'ad ketika itu terluka dan ia sedang dirawat di kemahnya
karena terkcna panah kauni Ahzab. Sebagian kaunmya membujuknya agar ia
bersikap baik terhadap orang-orang Yahudi, sekutu-sekutu mereka, dan
orang-orang Yahudi membujuknya agar ia bersikap lembut terhadap mereka.
Kemudian Sa'ad mengatakan pernyataannya yang terkenal: "Telah tiba
waktunya bagi Sa'ad untuk memutuskan hukum sesuai dengan kehendak Allah
tanpa peduli dengan celaan para pencela." Sa'ad memutuskan agar kaum
lelaki dibunuh dan keturunannya ditawan serta harta-harta mereka
dibagi-bagikan. Nabi pun menyetujui keputusan tegas Sa'ad itu. Beliau
berkata kepadanya: "Sungguh engkau telah memutuskan kepada mereka dengan
keputusan Allah SWT dari tujuh langit."
Sa'ad mengetahui bahwa perantaraan, permohonan, harapan, dan menjaga
berbagai pertimbangan lazim selayaknya berada di suatu genggaman, dan
masa depan Islam berada di genggaman yang lain. Yahudi Bani Quraizhah
adalah penyebab berkecamuknya peperangan Ahzab dan sumpah mereka dan
berbagai tipu daya mereka berusaha untuk memblokade Islam dan
menghancurkannya. Oleh karena itu, kini telah tiba saatnya untuk
mencabut pohon-pohon beracun dari akarnya tanpa memperdulikan kasih
sayang.
Demikianlah kaum Yahudi dibersihkan dari Madinah. Nabi saw kembali
melanjutkan pergulatannya. Puncak dari perjuangan politiknya adalah
perjanjian yang beliau lakukan bersama orang-orang Quraisy. Nabi saw
berjalan untuk melaksanakan umrah dan mengunjungi Baitul Haram. Beliau
keluar bersama seribu empat ratus kaum lelaki yang bertujuan untuk
berziarah ke Baitul Haram guna melaksanakan umrah. Ketika mereka sampai
di Hudaibiyah pinggiran kota Mekah, tiba-tiba unta yang ditunggangi Nabi
duduk dan ia tidak mau melangkah menuju Mekah. Melihat itu para sahabat
berkata: "Oh unta itu malas." Nabi saw berkata: "Tidak Demikian namun
ia ditahan oleh Zat yang menahan laju gajah menuju Mekah. Sungguh jika
hari ini orang Quraisy membuat suatu rencana dan mereka meminta agar aku
menyambung tali silaturahmi niscaya aku akan menyetujuinya."
Nabi saw memerintahkan para sahabat agar tetap tinggal di Hudaibiyah.
Kaum Muslim beristirahat di sana dengan harapan mereka dapat memasuki
Mekah di waktu pagi. Peristiwa itu bertepatan dengan bulan Haram. Mekah
telah menetapkan agar tak seorang pun dari kaum Muslim dapat
memasukinya. Semua kaum Quraisy telah keluar untuk memerangi kaum
Muslim. Mereka mengutus utusan-utusan kepada Nabi saw lalu beliau
memberitahu mereka bahwa beliau tidak datang untuk berperang namun
beliau ingin melakukan urnrah sebagai bentuk pujian dan syukur kepada
Allah SWT dan mengagumkan kemuliaan rumah-Nya yang suci. Mekah
menetapkan untuk melakukan perjanjian bersama kaum Muslim di mana mereka
menginginkan agar jangan sampai kaum Muslim memasuki Baitul Haram pada
tahun ini kecuali setelah mereka kembali pada tahun depan.
Datanglah juru runding kaum Quraisy lalu Rasul saw menyambutnya dan
mendengarkan ia menyampaikan syarat-syarat perjanjian yang intinya
pelaksanaan perdamaian dan penarikan mundur pasukan Muslim. Nabi saw
menyetujui semua syarat-syarat perjanjian meskipun tampak bahwa
perjanjian tersebut tidak menguntungkan kaum Muslim di mana itu dianggap
sebagai titik kemunduran politik dan militer kaum Muslim, dan yang
menambah kebingungan kaum Muslim adalah bahwa Rasul saw tidak melibatkan
seseorang pun dari kalangan sahabatnya untuk bermusyawarah dalam hal
ini. Tidak biasanya beliau bersikap demikian. Para sahabat menyaksikan
beliau pergi menemui kaum musyrik dan bersikap sangat lembut kepada
mereka, dan beliau tidak kembali kecuali membawa berita persetujuan
dengan perjanjian yang di prakarsai orang-orang musyrik, dan beliau pun
membubuhkan tanda tangan di atasnya.
Para sahabat bergerak untuk menentang Rasulullah saw. Mereka bertanya
kepada beliau, "bukankah engkau utusan Allah SWT? Bukankah kita kaum
Muslim? Bukankah musuh-musuh kita kaum musyrik?" Nabi saw hanya
mengiyakan pertanyaan-pertanyaan tersebut. Umar bin Khatab kembali
bertanya: "Mengapa kita harus menerima penghinaan dalam agama kita?"
Umar ingin mengungkapkan sesuai dengan bahasa kita saat ini, "mengapa
kita harus mundur kalau kita berada di atas kebenaran? Mengapa kita
menerima syarat-syarat perjanjian yang justru menguntungkan kaum
musyrik? Apakah kita takut terhadap mereka?"
Mendengar berbagai protes yang disampaikan para sahabatnya, Rasul saw
justru menyampaikan jawaban yang unik bagi mereka di mana beliau
berkata: "Aku adalah hamba Allah SWT dan Rasul-Nya dan aku tidak mungkin
menentang perintah-Nya dan Dia tidak mungkin akan menyia-nyiakan aku."
Makna dari kalimat beliau adalah, "taatilah apa yang telah aku lakukan
tanpa perlu memperdebatkannya dan hendaklah kalian sedikit bersabar."
Perjalanan hari menetapkan bahwa perjanjian yang menimbulkan pro dan
kontra di tengah-tengah sahabat itu justru membawa kemenangan politik
paling gemilang yang pernah dicapai oleh umat Islam. Kemenangan tersebut
diperoleh sebagai hasil dari kebijaksanaan sang Nabi saw yang
mengalahkan kelihaian politik kaum Quraisy. Kaum Quraisy telah
memfokuskan semua kelihaian-nya agar kaum Muslim kembali ke tempat
mereka tanpa memasuki Masjidil Haram pada tahun ini, namun hikmah Nabi
saw justru mampu mencapai pengelihatan yang tidak dapat dijangkau oleh
kaum itu yang berkenaan dengan masa depan. Jika saat ini perjanjian
tersebut tampak membawa kekalahan bagi kaum Muslim, maka setelah
berlangsung beberapa bulan ia justru mendatangkan kemenangan yang
spektakuler.
Suhail bin Amr adalah wakil dari delegasi kaum Quraisy dan Ali bin Abi
Thalib adalah juru tulis dalam perjanjian itu dari pihak Nabi saw.
Rasulullah saw berkata kepada Ali: "Tulislah dengan nama Allah Yang Maha
Pengasih lagi Maha Penyayang." Utusan Quraisy berkata, aku tidak
mengenal ini. Tapi tulislah dengan nama-Mu, ya Allah. Rasulullah saw
berkata kepada Ali: "Dengan nama-Mu, ya Allah." Sikap keras kepala
utusan Quraisy itu tidak berarti sama sekali karena tidak ada perbedaan
yang mencolok antara dengan namamu Allah dan dengan nama Allah Yang Maha
Pengasih lagi Maha Penyayang selain niat si pembicara.
Nabi saw berkata kepada Ali: "Ini adalah perundingan antara Muhammad saw
utusan Allah dan Suhail bin Amr." Mendengar itu dengan nada menentang
Suhail bin Amr berkata: "Seandainya aku bersaksi bahwa engkau adalah
utusan Allah niscaya aku tidak akan memerangimu, tetapi tulislah namamu
dan nama ayahmu." Nabi berkata kepada Ali tulislah: "Inilah kesepakatan
antara Muhammad bin Abdillah dan Suhail bin Amr."
Tampaknya itu adalah kemunduran yang kedua dan dengan pandangan yang
sekilas tampak menjatuhkan kaum Muslim tetapi Nabi saw ingin mewujudkan
suatu tujuan yang penting yaitu tujuan yang belum terungkap saat itu.
Alhasil, semuanya terjadi dengan ilham dari Allah SWT. Ali kembali
menulis bahwa Muhammad bin Abdillah dan Suhail bin Amr sama-sama sepakat
untuk menghentikan peperangan selama sepuluh tahun di mana hendaklah
masing-masing mereka memberikan keamanan terhadap sesama mereka. Namun
jika terdapat di antara orangorang Quraisy seseorang yang masuk Islam
lalu ia datang kepada Muhammad saw tanpa izin walinya hendaklah kaum
Muslim mengembalikannya kepada kaum Quraisy. Sebaliknya, jika ada orang
yang murtad dari sahabat Muhammad saw, maka tidak ada keharusan bagi
orang Quraisy untuk mengembalikannya kepada Nabi.
Syarat tersebut sangat menyakitkan kaum Muslim. Tampak bahwa orang-orang
Quraisy memaksakan kehendaknya dalam syarat-syarat perjanjian yang
tidak adil itu. Ali melanjutkan tulisannya, hendaklah Nabi saw pulang
dari Mekah pada tahun ini dan tidak memasukinya dan jika pada tahun
depan orang-orang Quraisy keluar darinya, maka beliau dapat memasukinya
untuk melaksanakan umrah selama tiga hari dan setelah itu beliau harus
meninggalkannya. Persyaratan tersebut sangat merugikan kaum Muslim dan
terkesan membingungkan.
Di tengah-tengah perjanjian tersebut terjadi suatu peristiwa yang
menambah penderitaan dan kebingungan Muslimin di mana anak dari juru
runding Quraisy meminta perlindungan kepada kaum Muslim. Ia masuk Islam
dan ingin bergabung dengan kelompok Islam namun ayahnya, Suhail segera
bangkit menyusulnya bahkan memukulnya dan mengembalikannya kepada
kaumnya. Orang Mukalaf itu segera berteriak dan meminta pertolongan
kepada kaum Muslim agar mereka menyelamatkannya dari kejahatan kaum
Quraisy sehingga mereka tidak mengubah agamanya. Rasulullah saw
berbicara kepadanya dan meminta kepadanya untuk bersabar dan tegar dalam
menanggung penderitaan karena Allah SWT akan menjadikannya dan
orang-orang yang sepertinya suatu jalan keluar dan kelapangan. Nabi
memahamkannya bahwa beliau telah mengadakan suatu peijanjian dengan kaum
Quraisy dan bahwa kaum Muslim tidak mungkin melanggar perjanjian
mereka.
Akhirnya, anak Muslim itu dikembalikan ke Mekah dalam keadaan tersiksa.
Kemudian Selesailah penandatanganan perjanjian antara pihak kaum Muslim
dan pihak kaum musyrik. Setelah penandatanganan perjanjian itu,
Rasulullah saw memerintahkan para sahabatnya agar mereka memotong hewan
kurban dan mencukur rambut mereka (tahalul) dari umrah mereka dan
kembali ke Madinah. Namun tak seorang pun bangkit menyambut perintah
tersebut, lalu beliau mengulangi perintahnya ketiga kali. Di
tengah-tengah kaum Muslim yang tampak membisu karena ketegangan dan
kesedihan, beliau menyembelih unta dan memanggil tukang cukurnya untuk
mencukur rambutnya dan beliau tidak berbicara dengan seorang pun. Ketika
para sahabat mengetahui bahwa Nabi saw tampak marah dan telah
mendahului mereka dengan tahalul dari umrahnya, maka mereka bangkit
untuk menyembelih kurban dan memotong rambut mereka.
Perjalanan hari menunjukkan bahwa perundingan tersebut tidak seperti
yang dibayangkan oleh kaum Muslim. Ia justru membawa kemenangan dan
bukan kekalahan. Persatuan kaum kafir di jazirah Arab mulai runtuh sejak
mereka menandatangani perjanjian itu. Kaum Quraisy di anggap sebagai
pimpinan kaum kafir dan pembawa bendera penentangan terhadap Islam, maka
ketika tersebar berita perjanjian mereka bersama kaum Muslim, maka
padamlah fitnah-fitnah kaum munafik yang bekerja untuk mereka dan
bercerai-berAllah kabilah-kabilah penyembah patung di penjuru jazirah.
Saat aktivitas kaum Quraisy terhenti, maka kaum Muslim mengalami
peningkatan aktivitas di mana mereka berhasil menarik orang-orang yang
masih memiliki kemampuan untuk melihat kebenaran. Sejak dua tahun dari
masa penandatanganan perjanjian itu jumlah penganut Islam semakin
bertambah lebih dari jumlah sebelumnya. Bukti dari itu adalah, bahwa
saat Rasul saw keluar ke Hudaibiyah beliau ditemani dengan seribu empat
ratus Muslim namun ketika beliau keluar pada tahun penaklukan kota Mekah
beliau disertai dengan sepuluh ribu Muslim. Penaklukan kota Mekah
terjadi setelah dua tahun dari perundingan tersebut. Penambahan jumlah
kaum Muslim yang luar biasa ini adalah dikarenakan hikmah sang Nabi saw
dan kejauhan pandangannya. Nabi saw keluar sebagai pemenang dalam
pergulatan politiknya, dan syarat-syarat yang tadinya merugikan kaum
Muslim kini telah berubah menjadi syarat-syarat yang merugikan kaum
Quraisy. Barangsiapa murtad dari kaum Muslim dan pergi ke kaum Quraisy,
maka hendaklah mereka melindunginya karena Allah SWT telah memampukan
Islam darinya, dan barangsiapa yang masuk Islam dari kaum kafir dan
pergi ke kaum Muslim, maka hendaklah mereka mengembalikannya ke kaum
Quraisy di mana ia tinggal di dalamnya sebagai mata-mata dari pihak
Islam atau ia dapat lari dari kaum Quraisy untuk menyatukan kelompok
yang bertikai dan ia dapat hidup laksana duri di tengah-tengah kaum
Quraisy.
Belum lama waktu berjalan sehingga kaum Quraisy mengutus utusannya
kepada Nabi saw dan mengharap kepada beliau agar melindungi orang
Quraisy yang masuk Islam daripada membiarkan mereka sebagai panah yang
terbang menuju kaum Quraisy. Demikianlah kaum Quraisy justru membatalkan
syarat yang telah mereka diktekan dan Nabi saw pun menerimanya dengan
puas. Perundingan itu justru menguatkan barisan Nabi savv.
Demikianlah Nabi saw terus menjalani mata rantai pergulatan yang tiada
henti-hentinya di mana kehidupan beliau yang pribadi sekali pun tidak
sunyi dari penderitaan. Nabi saw menikahi sembilan orang istri.
Perkawinan beliau dengan sembilan istri tersebut merupakan keistimewaan
pribadi yang hanya beliau miliki karena berhubungan dengan sebab-sebab
dakwah Islam. Yaitu suatu dakwah yang membolehkan para pengikutnya untuk
menikahi empat orang istri dengan syarat jika yang bersangkutan mampu
menciptakan keadilan di antara mereka, dan ia menganjurkan untuk hanya
puas dengan satu istri jika seorang Muslim khawatir tidak dapat berbuat
adil.
Kaum orentalis dan musuh-musuh Islam mencoba untuk menghina Nabi dan
memojokkannya, dan salah satu cela yang mereka manfaatkan adalah
perkawinan beliau dengan sembilan wanita. Kita mengetahui bahwa
pernikahan-pernikahan beliau terlaksana dengan sebab-sebab politik atau
kemanusiaan yang berhubungan dengan dakwah Islam. Dan yang terkenal dari
sejarah Nabi saw adalah bahwa beliau menikah dengan Sayidah Khadijah
saat beliau berusia dua puluh lima tahun dan Khadijah berusia empat
puluh tahun. Semasa hidup Khadijah beliau tidak menikahi istri yang lain
sampai Khadijah mencapai usia enam puluh lima tahun. Saat Khadijah
meninggal, Nabi berusia di atas lima puluh tahun. Beliau menikahi
Khadijah sebelum beliau diutus untuk menyebarkan Islam. Beliau tetap
setia bersama Khadijah sampai ia meninggal dan beliau diangkat menjadi
Nabi. Namun beban kenabian dan beratnya jihad, kasih sayangnya kepada
manusia, pengorbanannya terhadap Islam dan perintah Allah SWT semua itu
memaksanya untuk menikah lebih dari satu orang istri sampai mencapai
sembilan orang istri.
Perkawinan beliau dengan Aisyah yang saat itu masih belia merupakan
usaha untuk menjalin ikatan dengan Abu Bakar, ayah dari Aisyah dan
perkawinan beliau dengan Hafshah meskipun ia sedikit kurang cantik
merupakan usaha beliau untuk menjalin ikatan dengan Umar, ayahnya.
Beliau juga menikah dengan Ummu Salamah, janda dari pemimpin pasukannya
yang mati syahid di jalan Allah SWT dan wanita itu merasakan penderitaan
bersama beliau saat hijrah di Habasyah dan hijrah ke Madinah. Ketika
suaminya meninggal dan ia sendirian menghadapi berbagai persoalan
kehidupan, maka Nabi saw segera merangkulnya di rumah kenabian.
Perkavvinan beliau dengan Sawadah sebagai bentuk penghormatan terhadap
keislaman wanita itu dan kemuliannya dari kaum lelaki serta
kesendiriannya dalam menjalani kehidupan. Sementara itu, pernikahan
beliau dengan Zainab bin Jahasy merupakan ujian berat bagi beliau di
mana perintah pernikahan itu datang dari Allah SWT untuk mengharamkan
suatu tradisi yang terkenal di kalangan jahiliah yaitu tradisi adopsi.
Zainab termasuk kerabat Rasul. Jadi ia termasuk dari kalangan bani
Hasyim. Ia merasa bangga dengan nasab yang dimilikinya yang karenanya ia
menolak ketika ditawari untuk menikah dengan Zaid bin Harisah, seorang
budak Nabi yang telah beliau bebaskan, bahkan nasabnya telah beliau
nisbatkan kepada dirinya dan beliau telah mengadopsinya sehingga ia
dipanggil dengan sebutan Zaid bin Muhammad. Namun Zainab akhirnya
menyetujui pendapat Nabi dan perintah Allah SWT sehingga ia menikah
dengan Zaid:
"Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak pula bagi
perempuan yang mukimin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetaphan
suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan yang lain tentang urusan
mereka. Dan barangsiapa mendurhahai Allah dan Rasul-Nya, maka sungguh
dia telah sesat dengan kesesatan yang nyata. " (QS. al-Ahzab: 36)
Sejak semula tampak jelas bahwa pernikahan tersebut akan segera
berakhir. Zainab tidak menyukai Zaid dan Zaid pun bukan tipe lelaki yang
mampu menahan kehidupan bersama seorang wanita yang hatinya jauh
darinya. Zaid datang kepada Nabi saw guna mengadu kepada beliau dan
meminta izin untuk menceraikan istrinya. Allah SWT mewahyukan kepada
Rasul-Nya agar membiarkan Zaid menceraikan istrinya, lalu hendaklah
beliau menikahinya. Nabi saw merasakan kesulitan yang luar biasa dan
beliau berbicara kepada Zaid agar ia terus melangsungkan kehidupannya
dan bersabar. Nabi saw membayangkan apa yang dikatakan manusia kepadanya
bahwa ia menikahi istri dari anaknya tetapi apa yang dikhawatirkan oleh
Nabi saw justru merupakan sesuatu yang ingin dihapus oleh Allah SWT.
Zaid bukanlah anaknya dan dalam Islam tidak ada sistem adopsi. Oleh
karena itu, Zaid dapat mencerai istrinya lalu Nabi dapat menikahi Zainab
untuk menetapkan apa yang diinginkan oleh Islam. Rasulullah saw mampu
bersabar dan menahan diri saat mendengar berbagai ocehan yang akan
dikatakan oleh manusia kepadanya. Ini bukanlah pengorbanan pertama dan
terakhir yang beliau persembahkan untuk Islam. Berkenaan dengan itu,
Allah SWT berfirman:
"Dan (ingatlah), ketika kamu berkata kepada orang yang Allah telah
melimpahkan nikmat kepadanya dan kamu (juga) telah memberi nikmat
kepadanya: 'Tahanlah terus istrimu dan bertakwalah kepada Allah,' sedang
kamu menyembunyikan di dalam hatimu apa yang Allah akan menyatakannya,
dan kamu takut kepada manusia, sedang Allah-lah yang lebih berrhak kamu
takuti. Maka tatkala Zaid telah mengakhiri keperluan terhadap istrinya
(menceraikannya), Kami nikahkan kamu dengan dia supaya tidak ada
heberatan bagi orang-orang mukmin untuk (menikahi) istri-istri anak-anak
angkat mereka, apabila anak-anak angkat itu telah menyelesaikan
keperluannya dari istrinya. Dan adalah ketetapan Allah itu pasti
terjadi. " (QS. al-Ahzab: 37)
Pemikahan beliau dipenuhi dengan unsur politik dan usaha untuk
menyebarkan kebaikan dan rahmat serta penghormatan nilai-nilai yang
tinggi dan menggabungkannya di rumah kenabian. Sementara itu, Ummu
Habibah binti Abu Sofyan bin Harb, pemimpin Quraisy dalam memerangi
Islam, berhijrah bersama suaminya ke Habasyah.
Ia berhadapan dengan keterasingan dan kekhawatiran dalam membela agama
Allah SWT. Kemudian suaminya mati meninggalkannya sendirian dalam
menjalani kehidupan. Sikapnya yang mulia demi menegakkan ajaran Islam
dan hanya menentang ayahnya merupakan nilai lebih yang menyebabkan
Rasulullah saw tertarik untuk menggabungkannya di rumah kenabian.
Pada suatu hari, Abu Sofyan menemuinya saat ia telah menjadi istri
Rasulullah saw. Abu Sofyan ingin duduk di atas tempat tidur Nabi lalu
Ummu Habibah berusaha menjauhkan tempt tidur itu dari ayahnya. Melihat
sikap anaknya itu, ayahnya bertanya kepadanya: "Apakah engkau mulai
membenciku?" Dengan penuh keberaniaan ia menjawab: "Ini adalah tempat
tidur Rasulullah saw dan engkau adalah seorang musyrik, maka engkau
tidak boleh menyentuhnya."
Adapun Shofiyah binti Huyay adalah anak seorang raja Yahudi. Sedangkan
Juwairiyah binti Haris, ayahnya seorang pemimpin kabilah Bani Musthaliq.
Bani Musthaliq menelan kekalahan saat berhadapan dengan kaum muslim
lalu kedua anak perempuan raja dan pemimpin kabilah itu jatuh menjadi
tawanan. Pemikahan Nabi dengan kedua wanita itu terkesan dipaksa oleh
orang-orang yang kalah itu dan sebagai ajakan agar kaum Muslim
memperlakukan mereka dengan baik. Mula-mula kaum Muslim menolak untuk
bersikap lembut terhadap ipar-ipar Nabi, namun Nabi dengan kelembutan
sikapnya ingin menyingkap aspek kemanusiaan dalam peperangannya dan
beliau mengisyaratkan kepada kaum Muslim agar mereka menunjukkan
persaudaraan sesama manusia. Peperangan itu sendiri bukan sebagai tujuan
namun ia sebagai usaha mempertahankan Islam dan aspek tertinggi dari
Islam adalah rahmat dan cinta.
Jadi Nabi saw menikahi wanita-wanita dari orang-orang yang kalah itu
dengan maksud agar kebebasan dan kemuliaan kembali kepada keluarga
mereka dan mereka dapat masuk Islam secara puas dan sukarela. Kemudian
beliau menikah dengan Maryam al-Qibtiyah. Muqauqis telah memberikannya
kepada Nabi sebagai budak di mana itu merupakan simbol tali kasih yang
diisyaratkan oleh Al-Qur'an antara Islam dan Masehi dan sebagai bentuk
hukum bagi kaum Muslim dengan dihalalkannya pernikahan dengan
wanita-wanita ahlul kitab.
Maryam memberikan anak kepada Nabi saw yang bernama Ibrahim, nama dari
kakeknya, bapak para nabi. Namun Ibrahim tidak hidup lama. Ia meninggal
saat masih menyusu. Kematiannya merupakan ujian bagi Nabi dan sebagai
isyarat dari Ilahi bahwa pewaris-pewaris Rasul dari kaum pria adalah
para pengikut Al-Qur'an dan para pembawa Islam, bukan anak-anak dari
sulbinya.
Salah jika ada orang yang membayangkan bahwa Rasul saw mempunyai banyak
waktu untuk mencari kesenangan meskipun halal. Kesenangan diperbolehkan
bagi orang lain namun beliau lebih memilih untuk merasakan penderitaan
berjihad, menegakkan hukum, dan kesabaran. Salah jika ada orang yang
membayangkan bahwa Rasul saw hidup di rumahnya dengan keadaan ekonomi
yang lebih baik daripada orang yang termiskin dari kalangan Muslim di
zamannya.
Kehidupan beliau di rumahnya penuh dengan kezuhudan yang luar biasa
sehingga sebagian istrinya mengeluhkan keadaan tersebut. Di antara
mereka ada yang berasal dari keluarga yang kaya seperti keluarga Abu
Bakar atau keluarga Umar bahkan sebagian istrinya bersatu untuk meminta
kepada beliau agar beliau menambah nafkah mereka sehingga Nabi
meninggalkan istri-istrinya, lalu tersebarlah isu yang menyatakan bahwa
beliau telah menceraikan semua istrinya. Kemudian turunlah ayat Takhyir
(yaitu ayat yang memberikan pilihan kepada istri-istri Nabi untuk tetap
menjadi istri beliau atau diceraikannya). Turunlah Al-Qur'an al-Karim
memberikan pilihan pada istri-istri Nabi antara menjalani kehidupan di
rumah kenabian dengan penuh kesederhanaan atau menerima perceraian.
Allah SWT berfirman:
"Hai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu: 'Jika kamu sekalian
mengingini kehidupan dunia dan perhiasannya, maka marilah supaya
kuberikan kepadamu mut'ah dan aku ceraikan kamu dengan cara yang baik.
Dan jika kamu sekalian menghendaki (keridhaan) Allah dan Rasul-Nya serta
(kesenangan) di negeri akhirat, maka Sesungguhnya Allah menyediakan
siapa yang berbuat baik di antaramu pahala yang besar. " (QS. al-Ahzab:
28-29)
Selesailah fitnah. Demikianlah pergulatan di rumah Rasul saw. Akhirnya,
istri-istri beliau memilih kehidupan zuhud dan bersabar serta akhirat
daripada kehidupan dunia. Permintaan istri-istri nabi tidak melebihi
hal-hal yang bersifat mubah, namun Rasul saw merupakan teladan bagi
seluruh umat, karena itu beliau harus menjadi teladan bagi umat sehingga
beliau dapat menjadi cermin tertinggi yang layak diemban oleh seorang
yang memegang tampuk kepemimpinan Muslimin. Allah SWT telah membalas
pengorbanan istri-istri Nabi saw dalam bentuk mengangkat kedudukan
mereka dan menjadikan mereka sebagai ibu dari kaum mukmin. Allah SWT
berfirman:
"Nabi itu (hendaknya) lebih utama bagi orang-orang mukmin dari diri
mereka sendiri dan istri-istrinya adalah ibu-ibu mereka." (QS. al-Ahzab:
6)
Dan, sebagai penegasan terhadap keibuan spiritual ini, Islam mewajibkan
hijab yang teliti kepada mereka, yaitu suatu hijab yang tidak
diberlakukan seperti itu kepada Muslimah-Muslimah lain. Nabi saw
melanjutkan dakwahnya. Beliau mengirim surat ke raja-raja dan para
penguasa di mana beliau ingin menunjukkan universalitas ajaran Islam.
Nabi saw mengajak Kaisar Romawi untuk mengikuti Islam, lalu beliau
mengirim utusan ke Amir Damaskus mengajaknya untuk memeluk Islam, dan
beliau mengutus utusan ke Amir Basrah bagian dari wilayah Romawi dan
mengajaknya untuk mengikuti Islam, dan beliau juga mengirim surat ke
penguasa Qibti dan mengajaknya untuk masuk Islam, dan beliau juga
menulis surat ke Kisra, Raja Persia dan mengajaknya untuk mengikuti
Islam. Beliau juga mengirim utusan ke Amir Bahrain dan mengajaknya untuk
mengikuti Islam.
Masa Akhir Perjuangan Rosululloh
Lalu berbagai reaksi disampaikan berkenaan dengan surat-surat Nabi itu.
Di antara mereka ada yang berusaha menyampaikan kepada pembawa surat
bahwa ia masuk Islam dan mengembalikannya dengan hadiah, dan di antara
mereka ada yang merobek-robek surat itu dan di antara mereka ada yang
membalas surat itu dengan jawaban yang baik, dan di antara mereka ada
yang menerima kebenaran. Demikianlah hari berlalu dalam pergulatan yang
tidak pernah padam, suatu pergulatan yang dipimpin oleh Nabi sehingga
beliau menaklukkan Mekah dan menyucikan jazirah Arab. Akhirnya, manusia
masuk dalam agama Allah SWT dalam keadaan berbondong-bodong, dan Allah
SWT menyempurnakan agama bagi kaum Muslim dan Nabi saw melaksanakan haji
wada' (haji yang terakhir) dan turunlah kepada beliau wahyu di Arafah
sebagaimana firman-Nya:
"Pada hari ini telah Ku-sempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah
Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itujadi agama
bagimu. " (QS. al-Maidah: 3)
Ayat tersebut dibacakan kepada Abu Bakar sehingga ia menangis. Allah SWT
merasa bahwa telah tiba waktunya untuk mengakhiri misi Rasul-Nya.
Aisyah berkata kepada anak-anak yang berteriak dan bermain-main di luar
rumah: "Diamlah kalian karena Rasulullah saw sedang sakit." Anak-anak
itu pun terdiam dan mereka merasakan ketakutan yang luar biasa. Pada
hari-hari terakhir, Rasulullah saw tidak lagi bercanda dengan mereka
sebagaimana yang biasa beliau lakukan.
Mereka memperhatikan bahwa kepucatan yang aneh menyelimuti Nabi saw yang
biasanya wajah beliau dipenuhi dengan senyuman hingga wajahnya laksana
lempengan emas. Nabi saw yang terakhir masuk dalam rumahnya dan hampir
saja beliau tidak kuat menahan langkah kedua kakinya. Beliau memasuki
rumahnya dan bersandar kepada tangan Fadl bin Abbas dan Ali bin Abu
Thalib. Beliau merasakan keletihan dan kesakitan. Kemudian Aisyah
menidurkan beliau di atas ranjangnya yang kasar dan Aisyah meletakkan
tangannya di atas kening beliau. Kepala beliau tampak panas karena
saking hebatnya demam. Aisyah berkata dalam keadaan kedua matanya
mengucurkan air mata, "demi ayah dan ibuku, ya Rasulullah apakah engkau
merasakan sakit?" Nabi saw tersenyum untuk menenangkan Aisyah lalu
beliau tertidur. Kemudian mengalirlah dalam memori Nabi saw berbagai
gambar hidup: Jibril turun kepada beliau dengan membawa wahyu di gua
Hira. Beliau telah melewati waktu yang diberkati selama dua puluh tiga
tahun, yang sekarang tampak seperti mimpi. Bahkan empat puluh tahun yang
mendahuluinya tampak seperti gambar yang hanya dilukis sesaat.
Segala sesuatu menjadi mudah bagi Allah SWT dan Rasulullah saw telah
berhasil melalui berbagai penderitaan dengan penuh kesabaran, bahkan
beliau tidak pernah mengeluh sekali pun. Beliau mengajarkan akidah
kepada para pengikutnya dengan penuh kemantapan. Akhirnya, Islam menjadi
mulia dan benderanya semakin berkibar. Kemudian beliau bangun karena
melihat tangisan yang tersembunyi dari Aisyah. Beliau membuka kedua
matanya dan melihat wajah Aisyah sambil beliau sendiri berusaha melawan
rasa pusing, demam, dan sakit yang dirasakannya. Beliau kembali
tersenyum untuk menenangkan Aisyah dan beliau kembali memejamkan matanya
dan tidak sadarkan diri. Apa gerangan yang menyebabkan Aisyah menangis?
Tidakkah Allah SWT memahkotai jihad Nabi saw yang berat dengan
penaklukan Mekah dan penyucian Baitul Haram?
Berbagai gambar hidup dan aktual melayang-layang dalam memori Nabi saw.
Beliau mengingat bagaimana tindakan orang Quraisy ketika membantalkan
perjanjian Hudaibiyah dan mereka memerangi Khaza'ah yang saat itu
bersekutu dengan kaum Muslim dan akhirnya mereka membunuh semua sekutu
kaum Muslim di Baitul Haram. Kemudian beliau berjalan bersama pasukan
yang berjumlah sepuluh ribu di mana semua pasukan telah siap, dan
tentara Muslim turun dari gunung Mekah laksana air bah yang tidak
berhenti sedikit pun. Telah lewatlah masa para pembawa tombak, panah,
dan pedang; telah lewatiah masa di mana Rasulullah saw memimpim pasukan
yang di dalamnya terdapat kaum Muhajirin dan Anshar. Di tengah-tengah
pasukan besar tersebut yang berhasil menaklukkan Mekah, Nabi saw
menunggangi untanya dan beliau menundukkan kepalanya dengan penuh rendah
diri di hadapan Allah SWT sampai-sampai kepalanya hampir menyentuh
punggung unta yang dinaiki. Pintu Mekah terbuka untuk pasukan ini.
Para pemimpin Mekah dan pengikut-pengikut mereka menyerahkan diri.
Kalimat Allah SWT semakin meninggi di dalamnya. Nabi saw memasuki Baitul
Haram lalu beliau berkeliling di sekitar Ka'bah. Beliau menghancurkan
berbagai patung yang berbaris di sekitarnya, lalu beliau memukulnya
dengan kampaknya. Kemudian patung-patung itu berjatuhan dan hancur.
Setelah beliau membersihkan masjid dari berbagai patung dan
mengembalikannya sebagaimana yang diciptakan oleh Allah SWT sebagai
rumah tauhid yang mutlak, beliau menoleh kepada orang Quraisy dan
memaafkan mereka dan mengajak mereka untuk kembali ke jalan Allah SWT.
Kemudian tibalah waktu salat, lalu Bilal naik di atas punggung Ka'bah
dan mengumandangkan Azan. Penduduk Mekah mende-ngarkan panggilan baru
ini di mana gemanya berputar-putar di antara gunung:
"Allah Maha Besar. Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah. Aku
bersaksi bahwa Muhammad utusan Allah. Marilah melaksanakan salat.
Marilah menuju keberuntungan. Allah Maha Besar. Tiada Tuhan selain
Allah."
Akhirnya, rumah itu dikembalikan kehormatannya dan kemuliannya. Kemudian
lagi-lagi arus berbagai gambar terlintas dalam memorinya: itulah
peperangan Hunain dengan kekalahannya, kemenangannya, dan ganimahnya;
Itulah Nabi saw yang memberikan ganimah terhadap orang-orang yang
bergabung dengan Islam hanya dua hari dari penduduk Mekah, dan mencegah
untuk memberi ganimah Hunaian kepada kaum Anshar yang telah memberikan
segalanya untuk Islam. Salah seorang di antara mereka berkata: "Demi
Allah, Rasulullah saw telah menemui kaumnya." Sa'ad bin 'Ubadah berjalan
ke arah Rasulullah saw dan memberitahunya bahwa kaum Anshar sedang
marah. Rasul saw bertanya: "Mengapa marah?" Sa'ad menjawab: "Mereka
protes saat engkau membagikan ganimah ini pada kaummu dan pada seluruh
orang Arab namun mereka tidak mendapatkan apa-apa." Rasulullah saw
bertanya kepada Sa'ad bin Ubadah: "Kamu sendiri bagaimana pendapatmu
wahai Sa'ad?" Sa'ad berkata: "Aku tidak lain kecuali seseorang dari
kaumku." Rasulullah saw berkata: "Kumpulkanlah kepadaku kaummu untuk
masalah yang penting ini dan jika kalian telah berkumpul, maka
beritahulah aku."
Sa'ad mengumpulkan seluruh kaum Anshar lalu ia memberitahu Rasul saw
bahwa ia telah mengumpulkan mereka. Rasulullah saw keluar menemui mereka
dan berdiri di hadapan mereka sambil memuji Allah SWT dan kemudian
berkata: "Wahai orang-orang Anshar, tidakkah aku datang kepada kalian
saat kalian dalam keadaan sesat lalu Allah SWT memberikan petunjuk
kepada kalian, dan kalian menjadi orang-orang yang fakir lalu Allah SWT
memampukan kalian, dan kalian dalam keadaan bermusuhan lalu Allah SWT
menyatukan hati kalian?" Mereka menjawab: "Benar." Rasulullah saw
berkata: "Mengapa kalian tidak menjawab wahai kaum Anshar?" Mereka
berkata: "Apa yang kita akan katakan wahai Rasulullah dan dengan apa
kita akan menjawabnya. Sungguh segala karunia hanya milik Allah SWT dan
Rasul-Nya."
Rasulullah saw berkata: "Demi Allah, seandainya kalian mau niscaya
kalian akan mengatakan dan benar apa yang kalian katakan: Engkau datang
kepada kami sebagai seorang yang terusir, maka kami melingdungimu dan
engkau datang dalam keadaan miskin lalu kami menghiburmu dan engkau
datang dalam keadaaan ketakutan lalu kami mengamankanmu dan engkau
datang dalam keadaan teraniaya lalu kami menolongmu." Mereka berkata:
"Segala puji dan karunia bagi Allah SWT dan Rasul-Nya." Rasulullah saw
berkata: "Wahai kaum Anshar, apakah kalian akan marah terhadap harta
yang telah aku berikan kepada suatu kaum dengan harapan agar keimanan
meresap dalam hati mereka dan kalian justru melupakan karunia yang telah
Allah SWT berikan kepada kalian dalam bentuk nikmat Islam. Tidakkah
kalian wahai kaum Anshar merasa puas ketika manusia pergi untuk
melakukan perjalanan di musim dingin sedangkan kalian pergi dengan
Rasulullah saw. Maka demi Zat yang jiwaku di tangan-Nya, seandainya
manusia melalui suatu jalan dan kaum Anshar melalui jalan yang lain
niscaya aku akan melalui jalan kaum Anshar. Ya Allah, rahmatilah kaum
Anshar dan anak-anak kaum Anshar dan cucu kaum Anshar."
Mendengar doa itu, kaum tersebut menanggis sehingga jenggot mereka
terbasahi dengan air mata dan mereka berkata: "Kami rela dengan Allah
SWT sebagai Tuhan dan sangat puas dengan pembagian Rasulullah saw."
Kemudian Nabi saw pun meninggalkan mereka dan mereka pergi dalam keadaan
puas. Orang-orang Anshar memahami bahwa Muslim yang hakiki di dunia
adalah seorang yang datang di dunia untuk memberi, bukan untuk
mengambil. Nabi saw terbangun dan beliau mendapati dirinya sendirian di
kamar. Suhu tubuh beliau meningkat karena demam, lalu beliau memanggil
Aisyah dan meminta kepadanya untuk membawa air yang dapat digunakannya
untuk mendinginkan tubuhnya. Aisyah mulai menuangkan air kepada
Rasulullah saw sampai demam beliau berangsur-angsur sedikit menurun.
Tampak bahwa waktu berlalu cukup lambat dan berat. Sakit Rasulullah saw
semakin meningkat.
Beliau mulai merasa bahwa tidak mampu lagi untuk salat bersama para
sahabat, lalu beliau memerintahkan Abu Bakar untuk salat bersama mereka.
Pada saat Nabi mengalami antara keadaan terjaga dan tidur, beliau
selalu berpikir apa gerangan yang belum disampaikannya kepada manusia.
Beliau telah menyampaikan segala sesuatu dan telah mengajari mereka
segala sesuatu serta telah meninggalkan sebuah Kitab yang siapa pun
berpegangan dengannya ia tidak akan sesat.
Rasul saw mulai mengantuk dan berbagai nostalgia terlintas di kepalanya.
Beliau melihat dirinya di haji Wada'. Selesailah perjanjian yang
diberikan kepada kaum musyrik dan mereka telah dilarang untuk memasuki
Masjidil Haram dan sekarang Nabi saw keluar sebagai pemimpin haji dan
mengajari kaum Muslim cara manasiknya. Rasulullah saw memperhatikan
ribuan orang-orang yang bertauhid saat mereka menuju Baitul Haram dalam
keadaan memenuhi panggilan Tuhan dan tunduk kepadanya. Mereka
menghidupkan memori kakek mereka, Ibrahim Khalilullah.
Nabi saw berdiri dan berpidato di tengah-tengah keramaian itu. Nabi saw
mulai merasakan bahwa kehidupannya di dunia sebentar lagi akan berakhir.
Beliau mengetahui bahwa kafilah ini akan pergi sendirian dalam
menjalani kehidupan. Beliau kembali menanamkan nilai-nilai Islam dan
wasiat dakwah di jalan Allah SWT. Setelah berjuang selama dua puluh tiga
tahun menegakkan agama Allah SWT, beliau bertanya kepada mereka:
"Apakah aku telah menyampaikan amanat Tuhan?" Lalu manusia yang hadir
saat itu menyatakan bahwa beliau benar-benar telah menyampaikan dakwah.
Beliau memanggil Mu'ad bin Jabal dan mengajarinya bagaimana berdakwah
kepada manusia di jalan Allah SWT dan bagaimana mengenalkan agama kepada
mereka.
Kemudian beliau berwasiat kepadaa Mu'ad saat ia menunggangi kendaraannya
sedangkan Rasulullah saw beijalan di sebelah untanya: "Sesungguhnya
orang yang paling utama di sisiku adalah orang-orang yang bertakwa,
siapa pun mereka dan di mana pun mereka." Nabi saw adalah rahmat bagi
semua manusia dan sebagal cermin yang tertinggi dari cermin persaudaraan
dan kepatuhan. Beliau menegakkan Al-Qur'an di tengah-tengah umat Islam
namun beliau menolak segala bentuk penampilan yang biasa melekat pada
seorang penguasa atau raja atau pemimpin apa pun. Beliau berkata kepada
para sahabatnya: "Aku hanya seorang hamba Allah SWT dan Rasul-Nya."
Beliau keluar menemui sekelompok sahabatnya lalu sebagai bentuk
penghormatan kepada beliau mereka berdiri. Kemudian beliau memerintahkan
kepada mereka agar tidak berdiri. Ketika beliau keluar untuk menemui
sahabat-sahabatnya dan murid-muridnya, maka beliau duduk bersama mereka
di tempat terakhir yang ditemukannya. Beliau sangat bersahabat dan ramah
dengan para sahabatnya, bahkan beliau bercanda dengan anak-anak mereka
dan mendudukkan mereka di ruangannya. Beliau memenuhi panggilan orang
dewasa maupun anak-anak. Beliau membesuk orang-orang yang sakit meskipun
berada di tempat yang jauh. Beliau menerima alasan orang yang mempunyai
uzur. Beliau mendahului orang yang ditemuinya dengan salam bahkan
beliau mendahului berjabat tangan dengan para sahabatnya.
Ketika seseorang datang untuk menemuinya saat beliau salat, maka beliau
mempersingkat salatnya dan menanyakan keperluan orang itu. Setelah
menyelesaikan keperluan manusia, beliau kembali menyelesaikan shalatnya.
Beliau selalu menebar senyum kepada kawan dan lawan dan memiliki
kepribadian yang paling baik. Ketika beliau berada di rumahnya, beliau
melayani keluarganya. Beliau mencuci bajunya. Beliau memperbaiki
sandalnya dan memberi minum unta. Beliau makan bersama pembantu. Beliau
memenuhi kebutuhan orang yang lemah, orang yang sedih, dan orang yang
miskin. Bahkan kebaikan beliau dan kasih sayangnya sampai pada tingkat
di mana beliau membiarkan cucunya menaiki punggungnya saat beliau sedang
shalat.
Kasih sayang beliau tidak hanya terbatas kepada manusia bahkan juga
tertuju pada binatang dan pohon. Beliau memberi makan binatang dengan
tangannya sendiri bahkan beliau pernah merawat anjing yang sakit. Beliau
memerintahkan pasukan Islam saat berperang demi menegakkan keadilan
Islam agar mereka tidak membunuh anak kecil, orang tua, kaum wanita dan
hendaklah mereka tidak mencabut pohon dan tidak pula merobohkan rumah.
Apa yang dibawa oleh Nabi saw bukan hanya suatu undang-undang yang
mengatur hubungan antara manusia dan manusia yang lain, dan apa yang
dibawa oleh Nabi saw bukan hanya berisi suatu sistem untuk meningkatkan
kualitas kehidupan dan kemajuannya, ini semua adalah hal relatif namun
beliau datang dengan membawa peradaban yang abadi yang mengatur hubungan
antara manusia dan alam, dan mengembalikan keserasian di alam wujud
sehingga semua berjalan secara seimbang dan mencapai kesempurnaan menuju
Allah SWT.
Meskipun pada titik terakhir dari kehidupannya, beliau masih sibuk
mengurusi masa depan dakwah dan beliau sangat cemas terhadap masa depan
agama dan sangat peduli dengan problema kaum Muslim. Beliau khawatir
suatu saat Islam hanya tinggal namanya namun hakikatnya telah lenyap.
Namun sebelum beliau meninggal, Allah SWT telah memperlihatkan kepada
beliau sesuatu yang membuat hati beliau menjadi tenang. Dan di hari
Senin dari bulan Rabiul Awal yang mulia, beliau kembali kepada Tuhannya
dalam keadaan ridha dan diridhai.
Salam kepadamu ya Rasulullah dan kepada keluarga serta sahabat yang setia bersam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar