Beliau adalah seorang lelaki yang lahir dari perut seorang wanita
perawan nan suci bernama Maryam. Ibunya merupakan anak perempuan dari
seorang lelaki pilihan Allah bernama ‘Imran dari keturunan Bani Israil
(anak-anak Nabi Ya’kub alaihissalam). Keluarga Imran ini merupakan salah
satu keluarga yang dipilih Allah untuk mendapatkan keistimewaan
dari-Nya berupa nikmat kenabian.
Allah Ta’ala berfirman,
إِنَّ اللَّهَ اصْطَفَىٰ آدَمَ وَنُوحًا وَآلَ إِبْرَاهِيمَ وَآلَ
عِمْرَانَ عَلَى الْعَالَمِينَ ذُرِّيَّةً بَعْضُهَا مِن بَعْضٍ ۗ
وَاللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ
“Sesungguhnya Allah telah memilih Adam, Nuh, keluarga Ibrahim dan
keluarga ‘Imran melebihi segala umat (di masa mereka masing-masing).
Sebagiannya merupakan keturunan dari yang lainnya. Dan Allah Maha
mendengar lagi Maha mengetahui.” (Ali ‘Imran: 33-34)
Bagaimana Kelahiran Beliau?
Allah Ta’ala telah mengabarkan kepada kita bahwa Nabi Isa ‘alaihissalam
dilahirkan tanpa proses pernikahan ibunya Maryam dengan seorang lelaki.
Artinya, beliau lahir tanpa ayah. Dan yang demikian itu bukanlah hal
yang mustahil bagi Allah ‘Azza wa Jalla.
Alloh Subhanahu Wata'ala Berfirman;
إِنَّ مَثَلَ عِيسَى عِنْدَ اللَّهِ كَمَثَلِ آدَمَ خَلَقَهُ مِنْ تُرَابٍ
ثُمَّ قَالَ لَهُ كُنْ فَيَكُونُ (59) الْحَقُّ مِنْ رَبِّكَ فَلا تَكُنْ
مِنَ الْمُمْت َرِينَ (60) فَمَنْ حَاجَّكَ فِيهِ مِنْ بَعْدِ مَا جَاءَكَ
مِنَ الْعِلْمِ فَقُلْ تَعَالَوْا نَدْعُ أَبْنَاءَنَا وَأَبْنَاءَكُمْ
وَنِسَاءَنَا وَنِسَاءَكُمْ وَأَنْفُسَنَا وَأَنْفُسَكُمْ ثُمَّ نَبْتَهِلْ
فَنَجْعَلْ لَعْنَةَ اللَّهِ عَلَى الْكَاذِبِينَ (61) إِنَّ هَذَا لَهُوَ
الْقَصَصُ الْحَقُّ وَمَا مِنْ إِلَهٍ إِلا اللَّهُ وَإِنَّ اللَّهَ
لَهُوَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ (62) فَإِنْ تَوَلَّوْا فَإِنَّ اللَّهَ
عَلِيمٌ بِالْمُفْسِدِينَ (63)
Sesungguhnya misal (penciptaan) Isa di sisi Allah adalah seperti
(penciptaan) Adam. Allah menciptakan Adam dari tanah, kemudian Allah
berfirman kepadanya, "Jadilah" (seorang manusia), maka jadilah dia. (Apa
yang telah Kami ceritakan itu), itulah yang benar, yang datang dari
Tuhanmu. Karena itu, janganlah kamu termasuk orang-orang yang ragu-ragu.
Siapa yang membantahmu tentang kisah Isa sesudah datang ilmu (yang
meyakinkan kamu), maka katakanlah (kepadanya), "Marilah kita memanggil
anak-anak kami dan anak-anak kalian, istri-istri kami dan istri-istri
kalian, diri kami dan diri kalian, kemudian marilah kita ber-mubahalah
kepada Allah dan kita minta supaya laknat Allah ditimpakan kepada
orang-orang yang dusta." Sesungguhnya ini adalah kisah yang benar, dan
tak ada Tuhan selain Allah; dan sesungguhnya Allah, Dialah Yang
Mahaperkasa lagi Mahabijaksana. Kemudian jika mereka berpaling (dari
menerima kcbenaran), maka sesungguhnya Allah Maha Mengetahui siapa-siapa
orang-orang yang berbuat kerusakan. (QS-Ali Imron Ayat 59-63)
Allah Swt. berfirman:
{إِنَّ مَثَلَ عِيسَى عِنْدَ اللَّهِ}
Sesungguhnya misal (penciptaan) Isa di sisi Allah. (Ali Imran: 59)
dalam hal kekuasaan Allah, mengingat Allah menciptakannya tanpa melalui seorang ayah.
{كَمَثَلِ آدَمَ}
adalah seperti (penciptaan) Adam. (Ali Imran: 59)
mengingat Allah menciptakannya tanpa melalui seorang ayah dan tanpa ibu, melainkan:
{خَلَقَهُ مِنْ تُرَابٍ ثُمَّ قَالَ لَهُ كُنْ فَيَكُونُ}
Allah menciptakannya dari tanah, kemudian Allah berfirman kepadanya, "Jadilah!" Maka jadilah dia.(Ali Imran: 59)
Tuhan yang menciptakan Adam tanpa melalui ayah dan ibu, jelas lebih
mampu menciptakan Isa. Jika ada jalan untuk mendakwakan Isa sebagai anak
Tuhan, mengingat ia diciptakan tanpa melalui seorang ayah, maka
terlebih lagi terhadap Adam. Akan tetapi, telah dimaklumi secara sepakat
bahwa anggapan seperti itu batil; terlebih lagi jika ditujukan kepada
Isa a.s., maka lebih batil dan lebih jelas rusaknya.
Allah Swt. sengaja melakukan demikian dengan maksud untuk menampakkan
kekuasaan-Nya kepada makhluk-Nya dengan menciptakan Adam tanpa kedua
orang tua, dan menciptakan Hawa dari laki-laki tanpa wanita, serta
menciptakan Isa dari wanita tanpa laki-laki, sebagaimana dia menciptakan
makhluk lainnya dari jenis jantan dan jenis betina (melalui perkawinan
keduanya). Karena itulah dalam surat Maryam Allah Swt. berfirman:
وَلِنَجْعَلَهُ آيَةً لِلنَّاسِ
dan agar dapat Kami menjadikannya suatu tanda bagi manusia. (Maryam: 21)
Ketika Maryam bertanya dengan penuh rasa heran saat mendapat kabar
gembira berupa seorang putra yang akan lahir dari perutnya tanpa
‘sentuhan’ seorang lelaki, Allah menjelaskan dan menegaskan kepadanya
serta kepada kita semua,
كَذَٰلِكِ اللَّهُ يَخْلُقُ مَا يَشَاءُ ۚ إِذَا قَضَىٰ أَمْرًا فَإِنَّمَا يَقُولُ لَهُ كُن فَيَكُونُ
“Demikianlah Allah, yang menciptakan apa yang dikehendaki-Nya. Apabila
Ia sudah berkehendak menetapkan sesuatu, maka Ia hanya cukup mengatakan
kepadanya, “jadilah kamu”, lalu jadilah ia.” (Ali’Imran: 47)
Proses penciptaan beliau adalah dengan ditiupkannya roh ke dalam rahim
ibunya, Maryam. Kemudian Allah katakan kepadanya, “kun” (jadilah),
sebagaimana yang Allah sebutkan pada ayat sebelumnya. Maka, seketika itu
Maryam hamil sebagaimana wanita pada umumnya dan kemudian melahirkan
Nabi Isa sebagai seorang anak manusia.
Sungguh, penciptaan ini merupakan salah satu tanda kekuasaan Allah
subhanahu wa ta’ala sebagaimana yang telah ditegaskan dalam Alquran,
وَجَعَلْنَا ابْنَ مَرْيَمَ وَأُمَّهُ آيَةً وَآوَيْنَاهُمَا إِلَىٰ رَبْوَةٍ ذَاتِ قَرَارٍ وَمَعِينٍ
“Dan telah Kami jadikan (Isa) putra Maryam beserta ibunya sebagai tanda
(kekuasaan kami), dan Kami lindungi mereka di suatu tanah tinggi yang
datar yang banyak terdapat padang-padang rumput dan sumber-sumber air
bersih yang mengalir.” (Al-Mu’minun: 50)
Ayat-ayat yang menerangkan tentang proses kelahiran Nabi Isa
‘alaihissalam di atas merupakan bantahan tehadap tuduhan orang-orang
Yahudi, yang menganggap Maryam ‘alaihassalam telah berzina. Padahal,
Allah telah menegaskan tentang kesucian wanita ini dari perbuatan keji
itu.
Allah Ta’ala berfirman,
وَمَرْيَمَ ابْنَتَ عِمْرَانَ الَّتِي أَحْصَنَتْ فَرْجَهَا فَنَفَخْنَا
فِيهِ مِن رُّوحِنَا وَصَدَّقَتْ بِكَلِمَاتِ رَبِّهَا وَكُتُبِهِ
وَكَانَتْ مِنَ الْقَانِتِينَ
“Dan (ingatlah) Maryam putri ‘Imran yang memelihara kemaluannya (dari
perbuatan keji). Maka Kami tiupkan ke dalam rahimnya sebagian dari roh
(ciptaan) Kami, dan Dia membenarkan kalimat Rabbnya dan kitab-kitab-Nya,
dan dia itu termasuk orang-orang yang taat.” (At-Tahriim: 12)
وَإِذْ قَالَتِ الْمَلَائِكَةُ يَا مَرْيَمُ إِنَّ اللَّهَ اصْطَفَاكِ وَطَهَّرَكِ وَاصْطَفَاكِ عَلَىٰ نِسَاءِ الْعَالَمِينَ
“Dan (ingatlah) ketika Malaikat (Jibril) berkata, “Hai Maryam,
Sesungguhnya Allah telah memilih kamu, menyucikan kamu dan juga
mengistimewakan kamu atas segala wanita di seluruh dunia.” (Ali ‘Imran:
42)
Sedangkan dalam surat ini Allah Swt. berfirman:
{الْحَقُّ مِنْ رَبِّكَ فَلا تَكُنْ مِنَ الْمُمْتَرِينَ}
Itulah yang benar, yang datang dari Tuhanmu. Karena itu, janganlah kamu termasuk orang-orang yang ragu-ragu. (Ali Imran: 60)
Yakni inilah pendapat (kisah) yang benar mengenai Isa yang tidak
diragukan lagi, sedangkan yang lainnya tidak benar, dan tiada sesudah
perkara yang benar melainkan hanya kesesatan belaka.
Selanjutnya Allah Swt. berfirman seraya memerintahkan kepada Rasul-Nya
untuk melakukan mubahalah terhadap orang yang ingkar kepada kebenaran
tentang Isa sesudah adanya keterangan, yaitu:
{فَمَنْ حَاجَّكَ فِيهِ مِنْ بَعْدِ مَا جَاءَكَ مِنَ الْعِلْمِ فَقُلْ
تَعَالَوْا نَدْعُ أَبْنَاءَنَا وَأَبْنَاءَكُمْ وَنِسَاءَنَا
وَنِسَاءَكُمْ وَأَنْفُسَنَا وَأَنْفُسَكُمْ}
Siapa yang membantahmu tentang kisah Isa sesudah datang ilmu (yang
meyakinkan kamu), maka katakanlah (kepadanya), "Marilah kita memanggil
anak-anak kami dan anak-anak kalian, istri-istri kami dan istri-istri
kalian, diri kami dan diri kalian. (Ali Imran: 61)
Maksudnya, kita hadirkan mereka semua untuk mubahalah.
{ثُمَّ نَبْتَهِلْ}
kemudian marilah kita bermubahalah (Ali Imran: 61)
Yakni berbalas laknat.
{فَنَجْعَلْ لَعْنَةَ اللَّهِ عَلَى الْكَاذِبِينَ}
supaya laknat Allah ditimpakan kepada orang-orang yang dusta. (Ali Imran: 61)
Yaitu antara kami dan kalian, siapakah yang berhak dilaknat.
Disebutkan bahwa asbabun nuzul (latar belakang sejarah) turunnya ayat
mubahalah ini dan ayat-ayat yang sebelumnya yang dimulai dari permulaan
surat Ali Imran hingga ayat ini berkenaan dengan delegasi dari Najran.
Bahwa orang-orang Nasrani itu ketika tiba, mereka mengemukakan hujahnya
tentang Isa, dan mereka menduga bahwa Isa adalah anak dan tuhan. Maka
Allah menurunkan awal dari surat Ali Imran ini untuk membantah mereka,
seperti yang disebut oleh Imam Muhammad ibnu Ishaq ibnu Yasar dan
lain-lainnya.
Ibnu Ishaq mengatakan di dalam kitab Sirah-nya yang terkenal dan
mengatakan pula yang lainnya bahwa delegasi orang-orang Nasrani Najran
datang kepada Rasulullah Saw. terdiri atas enam puluh orang, mereka
datang berkendaraan. Di antara mereka ada empat belas orang laki-laki
dari kalangan orang-orang yang terhormat di kalangan mereka yang
merupakan dewan penasihat mereka dalam segala urusan. Mereka adalah
Al-Aqib yang nama julukannya adalah Abdul Masih, As-Sayyid (yakni
Al-Aiham), Abu Harisah ibnu Alqamah (saudara Bakr ibnu Wail), Uwais
ibnul Haris, Zaid, Qais, Yazid dan kedua anaknya, Khuwalid, Amr, Khalid
dan Abdullah, serta Muhsin. Dewan tertinggi di antara mereka ada tiga
orang, yaitu Al-Aqib yang menjabat sebagai amir mereka dan pemutus
perkara serta ahli musyawarah; tiada suatu pendapat pun yang timbul
melainkan dari dia. Orang yang kedua adalah Sayyid. Dia orang yang
paling alim di antara mereka, pemilik kendaraan mereka, dan yang
mempersatukan mereka. Sedangkan orang yang ketiga ialah Abu Harisah ibnu
Alqamah; dia adalah uskup mereka dan pemimpin yang mengajari mereka
kitab Injil. Pada asalnya dia adalah orang Arab, yaitu dari kalangan
Bani Bakr ibnu Wail. Tetapi ia masuk agama Nasrani, lalu orang-orang
Romawi dan raja-rajanya menghormatinya serta memuliakannya. Bahkan
mereka membangun banyak gereja, lalu mengangkatnya sebagai pengurus
gereja tersebut karena mereka mengetahui keteguhan agamanya di kalangan
mereka. Padahal dia telah mengetahui perihal Rasulullah Saw. dan
sifat-sifatnya serta keadaannya melalui apa yang ia ketahui dari
kitab-kitab terdahulu. Akan tetapi, ia tetap berpegang kepada agama
Nasrani karena sayang kepada kedudukan dan penghormatan yang
diperolehnya selama itu dari kalangan pemeluk Nasrani.
Ibnu Ishaq mengatakan, telah menceritakan kepadaku Muhammad ibnu Ja'far
ibnuz Zubair, bahwa mereka tiba di Madinah untuk bersua dengan
Rasulullah Saw. Mereka masuk menemuinya di masjidnya ketika ia sedang
salat Asar. Mereka datang memakai pakaian ciri khas mereka sebagai
pemeluk Nasrani dengan penampilan paling baik dari kalangan kaum lelaki
Banil Haris ibnu Ka'b. Orang yang melihat mereka dari kalangan sahabat
Nabi Saw. pasti mengatakan, "Kami belum pernah melihat delegasi seperti
mereka sesudah mereka." Waktu salat mereka telah tiba, lalu mereka
berdiri di dalam masjid Rasulullah Saw. Tetapi Rasulullah Saw. bersabda,
"Biarkanlah mereka." Lalu mereka salat dengan menghadap ke arah timur.
Berbicaralah dengan Rasulullah Saw. wakil dari mereka yang terdiri atas
Abu Harisah ibnu Alqamah, Al-Aqib Abdul Masih, dan As-Sayyid Al-Aiham.
Mereka bertiga pemeluk Nasrani yang sealiran dengan agama raja mereka.
Orang-orang Nasrani berselisih pendapat di antara sesama mereka.
Sebagian mereka mengatakan bahwa Isa adalah tuhan, sebagian yang lain
mengatakan anak tuhan, dan sebagian yang lainnya lagi mengatakan tuhan
yang ketiga. Mahatinggi Allah dari ucapan mereka dengan ketinggian yang
setinggi-tingginya. Begitu pula orang-orang Nasrani. Mereka mengatakan
bahwa dia adalah tuhan dengan alasan karena dia dapat menghidupkan orang
yang mati, menyembuhkan orang yang buta, penyakit belang dan berbagai
penyakit lainnya, memberitakan masalah-masalah gaib, membuat bentuk
burung dari tanah liat, lalu ia meniupnya sehingga menjadi burung
sungguhan; padahal semuanya itu dengan seizin Allah, dan Allah
menjadikannya demikian sebagai bukti untuk manusia. Orang-orang Nasrani
berhujah sehubungan dengan ucapan mereka yang mengatakan bahwa Isa
adalah putra tuhan, mereka mengatakan bahwa dia tidak punya ayah yang
diketahui dan dapat berbicara dalam buaian dengan pembicaraan yang belum
pernah dilakukan oleh seorang manusia pun sebelumnya. Sedangkan mereka
yang berhujah bahwa Isa adalah tuhan yang ketiga mengatakan bahwa
perkataan Isa sama dengan perkataan tuhan, yaitu kami lakukan, kami
perintahkan, kami ciptakan, dan kami putuskan. Mereka berkata,
"Seandainya dia hanya seorang, niscaya dia tidak mengatakan kecuali aku
lakukan, aku perintahkan, dan aku putuskan serta aku ciptakan. Maka hal
ini menunjukkan tuhan, Isa dan Maryam." Mahatinggi dan Mahasuci Allah
Swt. dari apa yang dikatakan oleh orang-orang yang zalim dan orang-orang
yang ingkar itu dengan ketinggian yang setinggi-tingginya. Untuk
menjawab masing-masing pendapat tersebut, diturunkanlah Al-Qur'an.
Ketika dua pendeta berbicara kepada Rasulullah Saw., maka beliau
bersabda kepada keduanya, "Masuk Islamlah kamu." Keduanya menjawab,
"Kami telah Islam." Nabi Saw. bersabda, "Kamu belum masuk Islam, maka
masuk Islamlah." Keduanya menjawab, "Tidak, kami telah Islam." Nabi Saw.
bersabda, "Kamu berdua dusta, kamu bukan orang Islam karena pengakuanmu
bahwa Allah beranak, menyembah salib, dan makan daging babi." Keduanya
bertanya, "Siapakah bapaknya, hai Muhammad?" Rasulullah Saw. diam, tidak
menjawab keduanya. Maka Allah menurunkan sehubungan dengan peristiwa
tersebut penjelasan mengenai perkataan mereka dan perselisihan yang
terjadi di antara mereka, yaitu pada permulaan surat Ali Imran sampai
dengan delapan puluh ayat lebih darinya.
Selanjutnya Ibnu Ishaq mengemukakan tafsir ayat-ayat tersebut, lalu
melanjutkan kisahnya, bahwa setelah diturunkan berita dari Allah kepada
Rasulullah Saw. dan cara untuk memutuskan perkara yang terjadi antara
dia dan mereka, yaitu Allah menganjurkan kepadanya untuk menantang
mereka bermubahalah jika mereka mengajukan pertanyaan seperti itu
kepadanya. Maka Nabi Saw. mengajak mereka ber-mubahalah. Akhirnya mereka
takut dan berkata, "Hai Abul Qasim (nama julukan Nabi Saw. di kalangan
mereka), berilah waktu bagi kami untuk mempertimbangkan perkara kami
ini, setelah itu kami akan datang kembali kepadamu memutuskan apa yang
telah kami rembukkan bersama orang-orang kami tentang ajakanmu itu."
Mereka pergi meninggalkan Nabi Saw., lalu berembuk dengan Al-Aqib yang
merupakan orang paling berpengaruh di antara mereka. Mereka berkata
kepadanya, "Hai Abdul Masih, bagaimanakah menurut pendapatmu?" Al-Aqib
menjawab, "Demi Allah, hai orang-orang Nasrani, sesungguhnya kalian
telah mengetahui bahwa Muhammad adalah seorang nabi yang diutus.
Sesungguhnya dia telah datang kepada kalian dengan membawa berita
perihal teman kalian (Isa) secara rinci dan benar. Sesungguhnya kalian
telah mengetahui bahwa tidak sekali-kali suatu kaum berani ber-mubahalah
(berbalas laknat) dengan seorang nabi, lalu orang-orang dewasa mereka
masih hidup dan anak-anak mereka masih ada. Sesungguhnya tawaran ini
untuk memberantas kalian, jika kalian mau melakukannya. Sesungguhnya
jika kalian masih ingin tetap berpegang kepada agama kalian dan pendapat
kalian sehubungan dengan teman kalian (Isa), maka pamitlah kepada
lelaki ini (Nabi Saw.), lalu kembalilah ke negeri kalian." Lalu mereka
datang kepada Nabi Saw. dan berkata, "Wahai Abul Qasim, kami telah
sepakat untuk tidak bermubahalah denganmu dan meninggalkan
(membiarkan)mu tetap pada agamamu dan kami tetap pada agama kami. Tetapi
kirimkanlah bersama kami seorang lelaki dari kalangan sahabatmu yang
kamu sukai buat kami, kelak dia akan memutuskan banyak hal di antara
kami yang kami berselisih pendapat mengenainya dalam masalah harta
benda, karena sesungguhnya kalian di kalangan kami mendapat simpati."
Muhammad ibnu Ja'far mengatakan bahwa setelah itu Rasulullah Saw.
bersabda, "Datanglah kalian kepadaku sore hari, maka aku akan
mengirimkan bersama kalian seorang yang kuat lagi dipercaya."
Tersebutlah bahwa Umar ibnul Khattab r.a. sehubungan dengan peristiwa
tersebut mengatakan, "Aku belum pernah menginginkan imarah (jabatan)
sama sekali seperti pada hari itu. Pada hari itu aku berharap semoga
dirikulah yang terpilih untuk menjabatnya. Maka aku berangkat untuk
melakukan salat Lohor ketika waktu hajir (panas matahari mulai terik).
Setelah Rasulullah Saw. salat Lohor dan bersalam, lalu beliau melihat ke
arah kanan dan kirinya, sedangkan aku menonjolkan kepalaku dengan
harapan beliau melihatku. Akan tetapi, pandangan mata beliau masih terus
mencari-cari, dan akhirnya beliau melihat Abu Ubaidah ibnul Jarrah.
Maka beliau memanggilnya, lalu bersabda, 'Berangkatlah bersama mereka
dan jalankanlah peradilan di antara mereka dengan benar dalam hal yang
mereka perselisihkan'."
Umar melanjutkan kisahnya, bahwa pada akhirnya Abu Ubaidah-lah yang terpilih untuk melakukan tugas itu.
Ibnu Murdawaih meriwayatkan melalui jalur Muhammad ibnu Ishaq, dari Asim
ibnu Umar ibnu Qatadah, dari Mahmud ibnu Labid, dari Rafi' ibnu Khadij
yang menceritakan bahwa delegasi Najran datang menghadap Rasulullah Saw.
hingga akhir hadis yang isinya semisal dengan hadis di atas. Hanya
dalam riwayat ini disebutkan bahwa Nabi Saw. bersabda kepada orang-orang
yang terhormat (dari kalangan mereka) yang jumlahnya ada dua belas
orang. Sedangkan kisah hadis lainnya lebih panjang daripada hadis di
atas dengan tambahan-tambahan lainnya.
قَالَ الْبُخَارِيُّ: حَدَّثَنَا عَبَّاسُ بْنُ الْحُسَيْنِ، حَدَّثَنَا
يَحْيَى بْنُ آدَمَ، عَنْ إِسْرَائِيلَ، عَنْ أَبِي إِسْحَاقَ، عَنْ صِلَة
بْنِ زُفَر، عَنْ حُذَيْفَةَ قَالَ: جَاءَ العاقبُ والسيدُ صَاحِبًا
نَجْرَانَ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
يُرِيدَانِ أن يُلَاعِنَاهُ، قَالَ: فَقَالَ أَحَدُهُمَا لِصَاحِبِهِ: لَا
تَفْعَلْ، فَوَاللَّهِ إِنْ كَانَ نَبِيًّا فَلَاعَنَّاهُ لَا نفلحُ نحنُ
وَلَا عَقبنا مِنْ بَعْدِنَا. قَالَا إِنَّا نُعْطِيكَ مَا سَأَلْتَنَا،
وَابْعَثْ مَعَنَا رَجُلًا أَمِينًا، وَلَا تَبْعَثْ مَعَنَا إِلَّا
أَمِينًا. فَقَالَ: "لأبْعَثَنَّ مَعَكُمْ رَجُلا أَمِينًا حَقَّ أمِينٍ"،
فاستشرفَ لَهَا أصحابُ رسول الله صلى الله عليه وسلم، فَقَالَ: "قُمْ يَا
أبَا عُبَيْدَةَ بْنَ الْجَرَّاحِ" فَلَمَّا قَامَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "هَذَا أمِينُ هَذِهِ الأمَّةِ".
Imam Bukhari mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abbas ibnul
Husain, telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu Adam, dari Israil,
dari Abu Ishaq, dari Silah ibnu Zufar, dari Huzaifah r.a. yang
menceritakan hadis berikut, bahwa Al-Aqib dan As-Sayyid —pemimpin
orang-orang Najran— datang menghadap Rasulullah Saw. dengan maksud untuk
melakukan mubahalah dengan Rasulullah Saw. Salah seorang berkata kepada
temannya, "Jangan kamu lakukan. Demi Allah, seandainya dia adalah
seorang nabi, lalu kita melakukan mula'anah (berbalas laknat)
terhadapnya, niscaya kita ini tidak akan beruntung, tidak pula bagi anak
cucu kita sesudah kita." Akhirnya keduanya mengatakan, "Sesungguhnya
kami setuju memberimu apa yang kamu minta dari kami (yakni jizyah).
Tetapi kirimkanlah bersama kami seorang lelaki yang amin (dapat
dipercaya), dan janganlah engkau kirimkan bersama dengan kami melainkan
seorang yang dapat dipercaya." Maka Rasulullah Saw. menjawab: Aku
sungguh-sungguh akan mengirimkan bersama kalian seorang lelaki yang
benar-benar dapat dipercaya.Maka sahabat-sahabat Nabi Saw. mengharapkan
untuk diangkat menjadi orang yang mengemban tugas ini. Lalu Rasulullah
Saw. bersabda:"Berdirilah engkau, hai Abu Ubaidah ibnul Jarrah."Ketika
Abu Ubaidah berdiri, maka Rasulullah Saw. bersabda, "Inilah orang yang
dipercaya dari kalangan umat ini."
Hadis riwayat Imam Bukhari dan Imam Muslim, Imam Turmuzi, Imam Nasai,
dan Ibnu Majah melalui jalur Israil, dari Abu Ishaq, dari Silah, dari
Huzaifah dengan lafaz yang semisal.
Imam Ahmad meriwayatkan pula, begitu pula Imam Nasai dan Imam Ibnu
Majah, melalui hadis Israil, dari Abu Ishaq, dari Silah, dari Ibnu
Mas'ud dengan lafaz yang semisal.
قَالَ الْبُخَارِيُّ: حَدَّثَنَا أَبُو الْوَلِيدِ، حَدَّثَنَا شُعْبَةُ،
عَنْ خَالِدٍ، عَنْ أَبِي قِلابة، عَنْ أَنَسٍ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "لِكُلِّ أُمَّةٍ أمينٌ وَأَمِينُ
هَذِهِ الأمَّة أبُو عُبَيْدَةَ بْنُ الْجَرَّاحِ"
Imam Bukhari mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abul Walid,
telah menceritakan kepada kami Syu'bah, dari Khalid, dari Abu Qilabah,
dari Anas, dari Rasulullah Saw. yang telah bersabda: Setiap umat
memiliki amin (orang yang dipercaya)nya sendiri, dan amin dari umat ini
adalah Abu Ubaidah ibnul Jarrah.
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيلُ بْنُ يَزِيدَ
الرَّقِّي أَبُو يَزِيدَ، حَدَّثَنَا فُرَات، عَنْ عَبْدِ الْكَرِيمِ ابن
مَالِكٍ الجزَري" عَنْ عِكْرِمَةَ، عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ، قَالَ: قَالَ
أَبُو جَهْلٍ: إِنْ رأيتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ يُصَلِّي عِنْدَ الْكَعْبَةِ لَآتِيَنَّهُ حَتَّى أطَأ عَلَى
عُنُقِهِ. قَالَ: فَقَالَ: "لَوْ فعلَ لأخَذته الملائكةُ عِيَانًا، وَلَوْ
أَنَّ الْيَهُودَ تمنَّوا الْمَوْتَ لَمَاتُوا وَرَأَوْا مَقَاعِدَهُمْ
مِنَ النَّارِ، وَلَوْ خَرَجَ الَّذِينَ يُبَاهِلُونَ رَسُولَ اللَّهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لرَجَعوا لَا يَجِدُونَ مَالًا وَلَا
أَهْلًا"
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ismail ibnu Yazid
Ar-Ruqqi Abu Yazid, telah menceritakan kepada kami Qurrah, dari Abdul
Karim ibnu Malik Al-Jazari, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas yang
menceritakan bahwa Abu Jahal pernah mengatakan, "Seandainya aku melihat
Muhammad sedang salat di dekat Ka'bah, aku benar-benar akan
mendatanginya, lalu aku akan menginjak lehernya." Ibnu Abbas melanjutkan
kisahnya, bahwa Rasulullah SAW bersabda: Seandainya dia (Abu Jahal)
melakukannya, niscaya malaikat akan membinasakannya secara
terang-terangan, dan seandainya orang-orang Yahudi itu mengharapkan
kematian dirinya, niscaya mereka benar-benar akan mati, dan niscaya
mereka akan melihat tempat mereka di neraka. Dan seandainya orang-orang
yang berangkat untuk melakukan mubahalah terhadap Rasulullah Saw.
(secara sungguhan), niscaya sepulangnya mereka ke tempat kediamannya
benar-benar tidak menjumpai lagi harta dan keluarganya.
Imam Bukhari, Imam Turmuzi, dan Imam Nasai meriwayatkan hadis ini
melalui Abdur Razzaq, dari Ma'mar, dari Abdul Karim dengan lafaz yang
sama. Imam Turmuzi mengatakan bahwa hadis ini hasan lagi sahih.
Imam Baihaqi di dalam kitab Dalaitun Nubuwwah meriwayatkan kisah
delegasi Najran ini dengan kisah yang panjang sekali. Kami akan
mengetengahkannya, mengingat di dalamnya terkandung banyak faedah;
sekalipun di dalamnya terkandung hal yang aneh, tetapi ada kaitannya
dengan pembahasan kita sekarang ini.
قَالَ الْبَيْهَقِيُّ:حَدَّثَنَا أَبُو عَبْدِ اللَّهِ الْحَافِظُ وَأَبُو
سَعِيدٍ مُحَمَّدُ بْنُ مُوسَى بْنِ الْفَضْلِ، قَالَا حَدَّثَنَا أَبُو
الْعَبَّاسِ مُحَمَّدُ بْنُ يَعْقُوبَ، حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ عَبْدِ
الْجَبَّارِ، حَدَّثَنَا يُونُسُ بْنُ بُكَيْر، عَنْ سَلَمَةَ بْنِ عبدِ
يَسُوع، عَنْ أَبِيهِ، عَنْ جَدِّهِ قَالَ يُونُسُ -وَكَانَ نَصْرَانِيًّا
فَأَسْلَمَ-: إِنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
كَتَبَ إِلَى أَهْلِ نَجْرَانَ قَبْلَ أَنْ يَنْزِلَ عَلَيْهِ طس
سُلَيْمَانَ: "بِاسْم إلَهِ إِبْرَاهِيمَ وإسْحَاقَ ويَعْقُوبَ، مِنْ
مُحَمَّدٍ الَّنِبيِّ رَسُولِ اللهِ إلَى أسْقف نَجْرانَ وأهْلِ نَجْرانَ
سِلْم أَنْتُم، فإنِّي أحْمَدُ إلَيْكُمْ إلَهَ إبْرَاهِيمَ وإِسْحَاقَ
ويَعْقُوبَ. أَمَّا بَعْدُ، فإنِّي أَدْعُوكُم إلَى عِبَادَةِ اللهِ مِنْ
عِبَادَةِ الْعِبَادِ، وأدْعُوكُمْ إلَى وِلايَةِ اللهِ مِنْ وِلايَةِ
الْعِبَادِ، فَإِنْ أَبَيْتُمْ فَالْجِزْيَةُ، فَإِنْ أَبَيْتُمْ
آذَنْتُكُمْ بِحَرْبٍ والسَّلامُ".
فَلَمَّا أَتَى الْأُسْقُفَ الْكِتَابُ فَقَرَأَهُ فَظعَ بِهِ، وذَعَره
ذُعرًا شَدِيدًا، وَبَعَثَ إِلَى رَجُلٍ مِنْ أَهْلِ نَجْرَانَ يُقَالُ
لَهُ: شُرَحْبيل بْنُ وَداعة -وَكَانَ مِنْ هَمْدان وَلَمْ يَكُنْ أَحَدٌ
يُدْعَى إِذَا نَزَلَتْ مُعْضلة قَبْلَه، لَا الْأَيْهَمُ وَلَا السِّيد
وَلَا الْعَاقِبُ-فَدَفَعَ الأسْقُفُ كتابَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِلَى شُرَحْبيل، فَقَرَأَهُ، فَقَالَ الْأَسْقُفُ:
يَا أَبَا مريمَ، مَا رَأْيُكَ ؟ فَقَالَ شُرَحْبِيلُ: قَدْ عَلِمْتَ مَا
وَعَدَ اللَّهُ إِبْرَاهِيمَ فِي ذُرِّيَّةِ إِسْمَاعِيلَ مِنَ
النُّبُوَّةِ، فَمَا يُؤْمنُ أَنْ يَكُونَ هَذَا هُوَ ذَاكَ الرَّجُلُ،
لَيْسَ لِي فِي النُّبُوَّةِ رَأْيٌ، وَلَوْ كَانَ أَمْرٌ مِنْ أُمُورِ
الدُّنْيَا لَأَشَرْتُ عَلَيْكَ فِيهِ بِرَأْيِي، وجَهِدتُ لَكَ، فَقَالَ
لَهُ الْأَسْقُفُ: تَنَحَّ فَاجْلِسْ. فَتَنَحَّى شُرَحْبِيلُ فَجَلَسَ
نَاحِيَةً، فَبَعَثَ الْأَسْقُفُ إِلَى رَجُلٍ مِنْ أَهْلِ نَجْرَانَ،
يُقَالُ لَهُ: عَبْدُ اللَّهِ بْنُ شُرَحْبِيلَ، وَهُوَ مِنْ ذِي أَصْبَحَ
مِنْ حمْير، فَأَقْرَأَهُ الْكِتَابَ، وَسَأَلَهُ عَنِ الرَّأْيِ فِيهِ،
فَقَالَ لَهُ مِثْلَ قَوْلِ شُرَحْبِيلَ، فَقَالَ لَهُ الْأَسْقُفَ:
فَاجْلِسْ، فتَنَحى فَجَلَسَ نَاحِيَةً. وَبَعَثَ الْأَسْقُفُ إِلَى رَجُلٍ
مِنْ أَهْلِ نَجْرَانَ، يُقَالُ لَهُ: جَبَّارُ بْنُ فَيْضٍ، مِنْ بَنِي
الْحَارِثِ بْنِ كَعْبٍ، أَحَدُ بَنِي الْحَمَاسِ، فَأَقْرَأَهُ
الْكِتَابَ، وَسَأَلَهُ عَنِ الرَّأْيِ فِيهِ؟ فَقَالَ لَهُ مِثْلَ قَوْلِ
شُرَحبيل وَعَبْدِ اللَّهِ، فَأَمْرَهُ الْأَسْقُفَ فَتَنَحَّى فَجَلَسَ
نَاحِيَةً.
فَلَمَّا اجْتَمَعَ الرَّأْيُ مِنْهُمْ عَلَى تِلْكَ الْمَقَالَةِ
جَمِيعًا، أَمَرَ الْأَسْقُفُ بِالنَّاقُوسِ فضُرب بِهِ، ورُفعت
النِّيرَانُ وَالْمُسُوحُ فِي الصَّوَامِعِ، وَكَذَلِكَ كَانُوا
يَفْعَلُونَ إِذَا فَزعوا بِالنَّهَارِ، وَإِذَا كَانَ فزعُهم لَيْلًا
ضَرَبُوا بِالنَّاقُوسِ، وَرَفُعِتِ النِّيرَانُ فِي الصَّوَامِعِ،
فَاجْتَمَعُوا حِينَ ضُرِبَ بِالنَّاقُوسِ وَرُفِعَتِ الْمُسُوحُ أَهْلَ
الْوَادِي أَعْلَاهُ وَأَسْفَلَهُ -وطولُ الْوَادِي مَسِيرة يَوْمٍ
لِلرَّاكِبِ السَّرِيعِ، وَفِيهِ ثَلَاثٌ وَسَبْعُونَ قَرْيَةً،
وَعِشْرُونَ وَمِائَةُ أَلْفِ مُقَاتِلٍ. فَقَرَأَ عَلَيْهِمْ كتابَ
رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَسَأَلَهُمْ عَنِ
الرَّأْيِ فِيهِ، فَاجْتَمَعَ رأيُ أَهْلِ الرَّأْيِ مِنْهُمْ عَلَى أَنْ
يَبْعَثُوا شُرَحْبِيلَ بْنَ ودَاعة الْهَمْدَانِيَّ، وَعَبْدَ اللَّهِ ابن
شُرَحبيل الْأَصْبَحِيَّ، وَجَبَّارَ بْنَ فَيْضٍ الْحَارِثِيَّ،
فَيَأْتُونَهُمْ بِخَبَرِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ. فَانْطَلَقَ الْوَفْدُ حَتَّى إِذَا كَانُوا بِالْمَدِينَةِ
وَضَعُوا ثِيَابَ السَّفَرِ عَنْهُمْ، وَلَبِسُوا حُلَلا لَهُمْ
يَجُرُّونَهَا مِنْ حِبَرَةٍ، وَخَوَاتِيمَ الذَّهَبِ، ثُمَّ انْطَلَقُوا
حَتَّى أَتَوْا رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ،
فَسَلَّمُوا عَلَيْهِ، فَلَمْ يَرُدَّ عَلَيْهِمْ وَتَصَدَّوْا لِكَلَامِهِ
نَهَارًا طَوِيلًا فَلَمْ يُكَلِّمْهُمْ وَعَلَيْهِمْ تِلْكَ الْحُلَلُ
وخواتيم الذهب. فانطلقوا يتبعون عثمان ابن عَفَّانَ وَعَبْدَ الرَّحْمَنِ
بْنَ عَوْفٍ، وَكَانَا مَعْرفة لَهُمْ، فَوَجَدُوهُمَا فِي نَاسٍ مِنَ
الْمُهَاجِرِينَ وَالْأَنْصَارِ فِي مَجْلِسٍ، فَقَالُوا: يَا عُثْمَانُ
وَيَا عَبْدَ الرَّحْمَنِ، إِنْ نَبِيَّكُمْ كَتَبَ إِلَيْنَا بِكِتَابٍ،
فَأَقْبَلْنَا مُجِيبِينَ لَهُ، فَأَتَيْنَاهُ فَسَلَّمْنَا عَلَيْهِ
فَلَمْ يَرُدَّ سَلَامَنَا، وَتَصَدَّيْنَا لِكَلَامِهِ نَهَارًا طَوِيلًا
فَأَعْيَانَا أَنْ يُكَلِّمَنَا، فَمَا الرَّأْيُ مِنْكُمَا، أَتَرَوْنَ
أَنْ نَرْجِعَ؟ فَقَالَا لِعَلِيِّ بْنِ أَبِي طَالِبٍ -وَهُوَ
فِيالْقَوْمِ-: مَا تَرَى يَا أَبَا الْحَسَنِ فِي هَؤُلَاءِ الْقَوْمِ؟
فَقَالَ عَليّ لِعُثْمَانَ وَلِعَبْدِ الرَّحْمَنِ: أَرَى أَنْ يَضَعُوا
حُللهم هَذِهِ وَخَوَاتِيمَهُمْ، وَيَلْبَسُوا ثِيَابَ سَفَرِهِمْ ثُمَّ
يَعُودَا إِلَيْهِ. فَفَعَلُوا فَسَلَّمُوا، فَرَدَّ سَلَامَهُمْ، ثُمَّ
قَالَ: "والَّذِي بَعَثَنِي بِالحَقِّ لَقَدْ أَتَوْنِي الْمرَّةَ الأولَى،
وإنَّ إبْلِيسَ لَمَعَهُم" ثُمَّ سَاءَلَهُمْ وَسَاءَلُوهُ، فَلَمْ تَزَلْ
بِهِ وَبِهِمُ الْمَسْأَلَةُ حَتَّى قَالُوا: مَا تَقُولُ فِي عِيسَى،
فَإِنَّا نَرْجِعُ إِلَى قَوْمِنَا وَنَحْنُ نَصَارَى، يَسُرُّنَا إِنْ
كُنْتَ نَبِيًّا أَنْ نَسْمَعَ مَا تَقُولُ فِيهِ ؟ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "مَا عِنْدِي فِيهِ شِيء يَوْمِي
هَذَا، فَأَقِيمُوا حَتَّى أُخْبِرَكُمْ بِمَا يَقُولُ لِي رَبِّي فِي
عيسَى". فَأَصْبَحَ الْغَدُ وَقَدْ أَنْزَلَ اللَّهُ، عَزَّ وَجَلَّ،
هَذِهِ الْآيَةَ: {إِنَّ مَثَلَ عِيسَى عِنْدَ اللَّهِ كَمَثَلِ آدَمَ
[خَلَقَهُ مِنْ تُرَابٍ ثُمَّ قَالَ لَهُ كُنْ فَيَكُونُ. الْحَقُّ مِنْ
رَبِّكَ فَلا تَكُنْ مِنَ الْمُمْتَرِينَ. فَمَنْ حَاجَّكَ فِيهِ مِنْ
بَعْدِ مَا جَاءَكَ مِنَ الْعِلْمِ فَقُلْ تَعَالَوْا نَدْعُ أَبْنَاءَنَا
وَأَبْنَاءَكُمْ وَنِسَاءَنَا وَنِسَاءَكُمْ وَأَنْفُسَنَا وَأَنْفُسَكُمْ
ثُمَّ نَبْتَهِلْ فَنَجْعَلْ لَعْنَةَ اللَّهِ عَلَى] الْكَاذِبِينَ}
فَأَبَوْا أَنْ يُقِرُّوا بِذَلِكَ، فَلَمَّا أَصْبَحَ رَسُولُ اللَّهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْغَدَ بَعْدَ مَا أَخْبَرَهُمُ
الْخَبَرَ، أَقْبَلَ مُشْتَمِلًا عَلَى الْحَسَنِ وَالْحُسَيْنِ فِي خَمِيل
لَهُ وَفَاطِمَةُ تَمْشِي عِنْدَ ظَهْرِهِ لِلْمُلَاعَنَةِ، وَلَهُ
يَوْمَئِذٍ عِدَّةُ نِسْوَةٍ، فَقَالَ شُرَحْبِيلُ لِصَاحِبَيْهِ: قَدْ
عَلِمْتُمَا أَنَّ الْوَادِيَ إِذَا اجْتَمَعَ أَعْلَاهُ وَأَسْفَلُهُ لَمْ
يَرِدُوا وَلَمْ يَصْدُرُوا إِلَّا عَنْ رَأْيِي وَإِنِّي وَاللَّهِ أَرَى
أَمْرًا ثَقِيلًا وَاللَّهِ لَئِنْ كَانَ هَذَا الرَّجُلُ مَلِكًا
مَبْعُوثًا، فَكُنَّا أَوَّلَ الْعَرَبِ طَعَنَ فِي عَيْنَيْهِ وَرَدَّ
عَلَيْهِ أَمْرَهُ، لَا يَذْهَبُ لَنَا مِنْ صَدْرِهِ وَلَا مِنْ صُدُورِ
أَصْحَابِهِ حَتَّى يُصِيبُونَا بِجَائِحَةٍ، وَإِنَّا لَأَدْنَى الْعَرَبِ
مِنْهُمْ جِوَارًا، وَلَئِنْ كَانَ هَذَا الرَّجُلُ نَبِيًّا مُرْسَلًا
فلاعَنَّاه لَا يَبْقَى عَلَى وَجْهِ الْأَرْضِ مِنَّا شَعْر وَلَا ظُفُر
إِلَّا هَلَكَ. فَقَالَ لَهُ صَاحِبَاهُ: يَا أَبَا مَرْيَمَ، فَمَا
الرَّأْيُ؟ فَقَالَ: أَرَى أَنْ أُحَكِّمَهُ، فَإِنِّي أَرَى رَجُلًا لَا
يَحْكُمُ شَطَطًا أَبَدًا. فَقَالَا لَهُ: أَنْتَ وَذَاكَ. قَالَ: فَلَقِيَ
شرحبيلُ رسولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَقَالَ لَهُ:
إِنِّي قَدْ رَأَيْتُ خَيْرًا مِنْ مُلَاعَنَتِكَ. فَقَالَ: "وَمَا هُوَ؟ "
فَقَالَ: حُكْمُكَ الْيَوْمَ إِلَى اللَّيْلِ وَلَيْلَتُكَ إِلَى
الصَّبَاحِ، فَمَهْمَا حَكَّمْتَ فِينَا فَهُوَ جَائِزٌ. فَقَالَ رَسُولُ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "لَعَلَّ وَرَاءكَ أحَدًا
يَثْرِبُ عَلْيكَ؟ " فَقَالَ شُرَحْبِيلُ: سَلْ صَاحِبَيَّ. فَسَأَلَهُمَا
فَقَالَا مَا يَرِدُ الْوَادِي وَلَا يَصْدرُ إِلَّا عَنْ رَأْيِ
شُرَحْبِيلَ: فَرَجع رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
فَلَمْ يُلَاعِنْهُمْ، حَتَّى إِذَا كَانَ الْغَدُ أَتَوْهُ فَكَتَبَ
لَهُمْ هَذَا الْكِتَابَ: "بِسْم اللَّهِ الرحمنِ الرَّحِيم، هَذَا مَا
كَتَبَ مُحَمَّدٌ النَّبِي رَسُولُ اللهِ لِنَجْرَانَ -إنْ كَانَ
عَلَيْهِمْ حُكْمَهُ-فِي كُلِّ ثَمَرَةٍ وَكُلِّ صَفْرَاءَ وَبَيْضَاءَ
وَسَودَاءَ وَرَقِيقٍ فَاضِلٍ عَلَيْهِمْ، وتَرْك ذَلِكَ كُلُّهُ لَهُمْ،
عَلَى أَلْفَي حُلَّةٍ، فِي كُلِّ رَجَبٍ أَلْفُ حُلَّةٍ، وفِي كُلِّ
صَفَرٍ ألْفُ حُلَّةٍ" وَذَكَرَ تَمَامَ الشُّرُوطِ وَبَقِيَّةَ السِّيَاقِ
.
Imam Baihaqi mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Abdullah
Al-Hafiz Abu Sa'id dan Muhammad ibnu Musa ibnul Fadl; keduanya
mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abul Abbas Muhammad ibnu
Ya'qub, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Abdul Jabbar, telah
menceritakan kepada kami Yunus ibnu Bukair, dari Salamah ibnu Abdu
Yusu', dari ayahnya, dari kakeknya, bahwa Yunus —yang tadinya beragama
Nasrani, kemudian masuk Islam— menceritakan bahwa sesungguhnya
Rasulullah Saw. mengirim surat kepada penduduk Najran sebelum diturunkan
kepada beliau surat Ta Sin Sulaiman, yang bunyinya seperti berikut:
Dengan menyebut nama Tuhan Nabi Ibrahim, Nabi Ishaq, dan Nabi Ya'qub,
dari Muhammad, nabi utusan Allah, ditujukan kepada Uskup Najran dan
penduduk Najran. Masuk Islamlah. Sesungguhnya aku menganjurkan kepada
kalian untuk memuji Tuhan Nabi Ibrahim, Nabi Ishaq, dan Nabi Ya'qub.
Amma Ba'du: Sesungguhnya aku mengajak kalian untuk menyembah Allah dan
meninggalkan menyembah sesama makhluk; aku mengajak kalian untuk
membantu (agama) Allah dan tidak membantu (agama buatan) makhluk. Jika
kalian menolak, maka kalian harus membayar jizyah; dan jika kalian
menolak (membayar jizyah), maka aku mempermaklumatkan perang terhadap
kalian. Wassalam. Ketika surat itu sampai ke tangan uskup yang dimaksud,
lalu ia membacanya, maka ia sangat terkejut dan hatinya sangat takut.
Lalu ia mengundang seorang lelaki dari kalangan penduduk Najran yang
dikenal dengan nama Syurahbil ibnu Wida'ah dari Hamdan. Sebelum
peristiwa ini tidak pernah ada seseorang dipanggil untuk memecahkan
perkara yang sulit, baik Aiham, Sayyid, ataupun Al-Aqib. Ketika
Syurahbil datang, uskup menyerahkan surat Rasulullah Saw. itu kepadanya.
Ia membacanya, dan uskup berkata, "Hai Abu Maryam (nama julukan
Syurahbil), bagaimanakah pendapatmu?" Syurahbil menjawab, "Sesungguhnya
engkau mengetahui apa yang telah dijanjikan oleh Allah kepada Ibrahim,
yaitu kenabian yang akan dianugerahkan-Nya kepada keturunan Ismail. Maka
sudah dapat dipastikan bahwa anugerah itu diberikan kepada lelaki ini
(Nabi Saw.), sedangkan aku sehubungan dengan perkara kenabian itu tidak
mempunyai pendapat apa-apa. Tetapi seandainya perkara yang dimaksud
menyangkut urusan duniawi, niscaya aku benar-benar dapat mengemukakan
pendapatku dan aku berupaya semampuku untuk menyelesaikannya buatmu."
Uskup berkata kepadanya, "Minggirlah kamu dan duduklah," lalu Syurahbil
duduk di salah satu tempat. Kemudian uskup menyuruh seseorang untuk
memanggil seorang lelaki penduduk Najran yang dikenal dengan nama
Abdullah ibnu Syurahbil, keturunan Zu Asbah, dari Himyar. Lalu uskup
membacakan surat itu kepadanya dan menanyakan kepadanya bagaimana cara
memutuskan permasalahan itu. Maka Abdullah menjawabnya dengan jawaban
yang sama dengan yang telah dikatakan oleh Syurahbil. Uskup berkata
kepadanya, "Minggirlah kamu dan duduklah," lalu Abdullah minggir dan
duduk di suatu tempat. Kemudian uskup mengirimkan seseorang untuk
mengundang seorang lelaki dari penduduk Najran yang dikenal dengan nama
Jabbar ibnu Faid dari kalangan Banil Haris ibnu Ka'b, salah seorang
Banil Hammas. Lalu uskup membacakan kepadanya surat itu. Setelah selesai
dibaca, ia menanyakan pendapatnya sehubungan dengan permasalahan itu.
Tetapi ternyata lelaki ini pun mengatakan hal yang sama seperti yang
dikatakan oleh Syurahbil dan Abdullah. Maka uskup memerintahkan
kepadanya untuk minggir, lalu ia duduk di suatu tempat. Setelah semua
pendapat dari kalangan mereka sepakat menunjukkan pendapat yang telah
disebutkan di atas, maka uskup memerintahkan agar lonceng dibunyikan,
api dinyalakan, dan semua pelita di dalam gereja dinyalakan. Demikianlah
yang mereka lakukan di siang hari bilamana mereka tertimpa prahara.
Apabila prahara menimpa mereka di malam hari, maka semua lonceng gereja
dibunyikan dan api di dalam semua gereja dinyalakan. Ketika semua
lonceng dibunyikan dan semua pelita dinyalakan, maka berkumpullah semua
penduduk lembah bagian atas dan bagian bawahnya, sedangkan panjang
lembah itu adalah perjalanan satu hari ditempuh oleh orang yang
berkendaraan cepat. Di dalamnya terdapat tujuh puluh tiga kampung, dan
semua pasukannya terdiri atas seratus dua puluh ribu personel. Lalu
uskup membacakan kepada mereka surat Rasulullah Saw. dan menanyakan
tentang pendapat mereka mengenainya. Para dewan penasihat dari kalangan
mereka akhirnya sepakat untuk mengirimkan Syurahbil ibnu Wida'ah
Al-Hamdani, Abdullah ibnu Syurahbil Al-Asbahi, dan Jabbar ibnu Faid
Ai-Harisi untuk menghadap Rasulullah Saw. dan mendatangkan kepada mereka
berita yang dihasilkan oleh misi mereka bertiga nanti. Maka delegasi
itu berangkat. Ketika sampai di Madinah, mereka meletakkan pakaian
perjalanannya, lalu menggantinya dengan pakaian yang panjang hingga
menjurai ke tanah terbuat dari kain sutera dan juga memakai cincin dari
emas, kemudian berangkat menemui Rasulullah Saw. Ketika sampai pada
Rasulullah Saw., mereka mengacungkan salam penghormatan kepadanya,
tetapi beliau tidak menjawab salam mereka. Lalu mereka berupaya untuk
dapat berbicara dengannya sepanjang siang hari, tetapi beliau tidak mau
berbicara dengan mereka yang memakai pakaian sutera dan cincin emas itu.
Kemudian mereka pergi mencari Usman ibnu Affan dan Abdur Rahman ibnu
Auf yang telah mereka kenal sebelumnya, dan mereka menjumpai keduanya
berada di antara kaum Muhajirin dan kaum Ansar di suatu majelis. Mereka
berkata, "Hai Usman dan Abdur Rahman, sesungguhnya Nabi kalian telah
menulis sepucuk surat kepada kami, lalu kami datang memenuhinya. Tetapi
ketika kami datang dan mengucapkan salam penghormatan kepadanya, ia
tidak menjawab salam kami; dan kami berupaya untuk berbicara dengannya
sepanjang siang hari hingga kami merasa letih, ternyata beliau pun tidak
mau berbicara dengan kami. Bagaimanakah pendapat kalian berdua, apakah
kami harus pulang kembali tanpa hasil?" Keduanya berkata kepada Ali ibnu
Abu Talib yang juga berada di antara kaum, "Bagaimanakah menurut
pendapatmu, wahai Abul Hasan, tentang mereka ini?" Ali berkata kepada
Usman dan Abdur Rahman, "Aku berpendapat, hendaknya mereka terlebih
dahulu melepaskan pakaian sutera dan cincin emasnya, lalu mereka memakai
pakaian perjalanannya, setelah itu mereka boleh kembali menemui Nabi
Saw." Mereka melakukan saran tersebut, lalu mereka mengucapkan salam
penghormatan kepada Nabi Saw. Maka kali ini Nabi Saw. baru menjawab
salam mereka. Setelah itu beliau Saw. bersabda: Demi Tuhan yang telah
mengutusku dengan benar, sesungguhnya mereka datang kepadaku pada
permulaannya, sedangkan iblis berada bersama mereka. Kemudian Nabi Saw.
menanyai mereka, dan mereka menanyai Nabi Saw. secara timbal balik,
hingga mereka bertanya kepadanya, "Bagaimanakah pendapatmu tentang Isa?
Agar bila kami kembali kepada kaum kami yang Nasrani, kami gembira
membawa berita dari pendapatmu tentang dia, jika engkau memang seorang
nabi." Nabi Saw. bersabda: Hari ini aku tidak mempunyai pendapat apa pun
tentang dia. Maka tinggallah kalian, nanti aku akan ceritakan kepada
kalian apa yang diberitakan oleh Tuhanku tentang Isa. Maka pada keesokan
harinya telah diturunkan firman-Nya: Sesungguhnya misal (penciptaan)
Isa di sisi Allah adalah seperti (penciptaan) Adam. (Ali Imran: 59)
sampai dengan firman-Nya: ditimpakan kepada orang-orang yang dusta. (Ali
Imran: 61); Tetapi mereka menolak mengakui hal tersebut. Kemudian pada
pagi harinya lagi setelah kemarinnya Rasulullah Saw. menyampaikan berita
tersebut, beliau datang seraya menggendong Hasan dan Husain dengan kain
selimutnya, sedangkan Fatimah berjalan di belakangnya untuk melakukan
mula'anah. Saat itu Nabi Saw. mempunyai beberapa orang istri. Maka
Syurahbil berkata kepada kedua temannya, "Kalian telah mengetahui bahwa
seluruh penduduk lembah kita bagian atas dan bagian bawahnya tidak mau
kembali dan tidak mau berangkat kecuali karena pendapatku. Sesungguhnya
sekarang aku benar-benar menghadapi suatu urusan yang amat berat. Demi
Allah, seandainya lelaki ini (maksudnya Nabi Saw.) benar-benar seorang
utusan, maka kita adalah orang Arab yang mula-mula berani menentangnya
di hadapannya dan menolak perintahnya. Maka tidak sekali-kali kita
berangkat dari hadapannya dan dari hadapan sahabat-sahabatnya, melainkan
kita pasti akan tertimpa malapetaka. Sesungguhnya kita adalah orang
Arab dari kalangan pemeluk Nasrani yang paling dekat bertetangga
dengannya. Sesungguhnya jika lelaki ini adalah seorang nabi yang
dijadikan rasul, lalu kita ber-mula'anah dengannya, niscaya tidak akan
tertinggal sehelai rambut dan sepotong kuku pun dari kita yang ada di
muka bumi ini melainkan pasti binasa." Kedua teman Syurahbil bertanya,
"Lalu bagaimana selanjutnya menurut pendapatmu, hai Abu Maryarn?"
Syurahbil menjawab, "Aku berpendapat, sebaiknya dia aku angkat sebagai
hakim dalam masalah ini, karena sesungguhnya aku melihat lelaki ini
tidak akan berbuat zalim dalam keputusannya untuk selama-lamanya."
Keduanya berkata, "Terserah kepadamu." Syurahbil menghadap Rasulullah
Saw., lalu berkata kepadanya, "Sesungguhnya aku berpendapat bahwa ada
hal yang lebih baik daripada ber-mula'anah denganmu." Nabi Saw.
bertanya, "Apakah itu?" Syurahbil menjawab, "Kami serahkan keputusannya
kepadamu sebagai hakim sejak hari ini sampai malam nanti dan malam
harimu sampai keesokan paginya. Maka keputusan apa saja yang engkau
tetapkan kepada kami, hal itu akan kami terima." Rasulullah Saw.
bertanya, "Barangkali di belakangmu ada seseorang yang nanti akan
mencelamu?" Syurahbil berkata, "Tanyakanlah kepada kedua temanku ini."
Lalu keduanya menjawab, "Seluruh penduduk lembah kami tidak kembali dan
tidak berangkat, melainkan atas dasar pendapat Syurahbil." Maka
Rasulullah Saw. kembali tidak ber-mula'anah dengan mereka. Kemudian pada
keesokan harinya mereka datang kepadanya, lalu Nabi Saw. menulis
sepucuk surat buat mereka yang isinya sebagai berikut Dengan nama Allah
Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. Ini adalah keputusan dari
Muhammad sebagai nabi dan utusan Allah untuk penduduk Najran —jika
mereka ingin berada di bawah kekuasaannya—pada semua hasil buah-buahan,
dan semua yang kuning, yang putih, yang hitam, dan budak yang berlebihan
di kalangan mereka. Semuanya adalah milik mereka, tetapi diwajibkan
bagi mereka membayar dua ribu setel pakaian (setiap tahunnya); pada tiap
bulan Rajab seribu setel pakaian, dan yang seribunya lagi dibayar pada
tiap bulan Safar. Dan persyaratan lainnya serta kelanjutannya.
Kedatangan delegasi mereka terjadi pada tahun sembilan Hijriah, karena
Az-Zuhri pernah mengatakan bahwa penduduk Najran adalah orang yang
mula-mula membayar jizyah kepada Rasulullah Saw. Sedangkan ayat mengenai
jizyah baru diturunkan hanya sesudah kemenangan atas Mekah, yaitu yang
disebutkan di dalam firman-Nya:
قاتِلُوا الَّذِينَ لَا يُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَلا بِالْيَوْمِ الْآخِرِ
Perangilah orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan tidak (pula)
kepada hari kemudian. (At-Taubah: 29), hingga akhir ayat.
قَالَ أَبُو بَكْرِ بْنُ مَرْدَوَيْهِ: حَدَّثَنَا سُلَيْمَانُ بْنُ
أَحْمَدَ، حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ دَاوُدَ المكي، حدثنا بشر بن
مِهْرَانَ، أَخْبَرَنَا مُحَمَّدُ بْنُ دِينَارٍ، عَنْ دَاوُدَ بْنِ أَبِي
هِنْدٍ، عَنِ الشَّعْبِيِّ، عَنْ جَابِرٍ قَالَ: قَدِمَ عَلَى النَّبِيِّ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْعَاقِبُ وَالطَّيِّبُ، فَدَعَاهُمَا
إِلَى الْمُلَاعَنَةِ فَوَاعَدَاهُ عَلَى أَنْ يُلَاعِنَاهُ الْغَدَاةَ.
قَالَ: فَغَدَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ،
فَأَخَذَ بِيَدِ عَلِيٍّ وَفَاطِمَةَ وَالْحَسَنِ وَالْحُسَيْنِ، ثُمَّ
أَرْسَلَ إِلَيْهِمَا فَأَبَيَا أَنْ يَجِيئَا وأقَرَّا بِالْخَرَاجِ،
قَالَ: فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وسلم: "وَالَّذِي
بَعَثَني بالْحَقِّ لَوْ قَالا لَا لأمْطَرَ عَلَيْهِمُ الْوَادِي نَارًا"
قَالَ جَابِرٌ: فِيهِمْ نَزَلَتْ {نَدْعُ أَبْنَاءَنَا وَأَبْنَاءَكُمْ
وَنِسَاءَنَا وَنِسَاءَكُمْ وَأَنْفُسَنَا وَأَنْفُسَكُمْ} قَالَ جَابِرٌ:
{وَأَنْفُسَنَا وَأَنْفُسَكُمْ} رسولُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ وَعَلِيَّ بْنَ أَبِي طَالِبٍ {وَأَبْنَاءَنَا} الْحَسَنَ
وَالْحُسَيْنَ {وَنِسَاءَنَا} فَاطِمَةَ.
Abu Bakar ibnu Murdawaih mengatakan, telah menceritakan kepada kami
Sulaiman ibnu Ahmad, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Daud
Al-Makki, telah menceritakan kepada kami Bisyr ibnu Mihran, telah
menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Dinar, dari Daud ibnu Abu Hindun,
dari Asy-Sya'bi, dari Jabir yang menceritakan bahwa telah datang kepada
Nabi Saw. Al-Aqib dan At-Tayyib. Maka Nabi Saw. mengundang keduanya
untuk melakukan mula'anah, lalu Nabi Saw. berjanji kepada keduanya untuk
melakukannya pada keesokan harinya. Jabir melanjutkan kisahnya, bahwa
pada keesokan harinya Nabi Saw. datang membawa Ali, Fatimah, Al-Hasan,
dan Al-Husain; lalu beliau mengundang keduanya. Tetapi keduanya menolak
dan tidak mau ber-mula'anah dengannya, melainkan hanya bersedia membayar
kharraj (jizyah). Jabir melanjutkan kisahnya, bahwa setelah itu Nabi
Saw. bersabda: Demi Tuhan yang mengutusku dengan benar, seandainya
keduanya mengatakan, "Tidak" (yakni tidak mau membayar jizyah), niscaya
api akan menghujani lembah tempat tinggal mereka. Jabir melanjutkan
kisahnya, bahwa sehubungan dengan mereka diturunkan firman-Nya: Marilah
kita memanggil anak-anak kami dan anak-anak kalian, istri-istri kami dan
istri-istri kalian, diri kami dan diri kalian. (Ali Imran: 61); Menurut
sahabat Jabir r.a., yang dimaksud dengan diri kami ialah Rasulullah
Saw. sendiri dan Ali ibnu Abu Talib. Yang dimaksud dengan anak-anak kami
ialah Al-Hasan dan Al-Husain. Yang dimaksud dengan wanita-wanita kami
ialah Siti Fatimah.
Hal yang sama diriwayatkan oleh Imam Hakim dan di dalam kitab
Mustadrak-nya dari Ali ibnu Isa, dari Ahmad ibnu Muhammad Al-Azhari,
dari Ali ibnu Hujr, dari Ali ibnu Mishar, dari Daud ibnu Abu Hindun
dengan lafaz yang semakna. Kemudian Imam Hakim mengatakan bahwa hadis
ini sahih dengan syarat Muslim, tetapi keduanya (Bukhari dan Muslim)
tidak mengetengahkannya seperti ini.
Hadis ini diriwayatkan pula oleh Abu Daud At-Tayalisi, dari Syu'bah,
dari Al-Mugirah, dari Asy-Sya'bi secara mursal, sanad ini lebih sahih.
Diriwayatkan dari Ibnu Abbas serta Al-Barra hal yang semisal.
Kemudian Allah Swt. berfirman:
إِنَّ هَذَا لَهُوَ الْقَصَصُ الْحَقُّ
Sesungguhnya ini adalah kisah yang benar. (Ali Imran: 62)
Yakni apa yang telah Kami kisahkan kepadamu, Muhammad, tentang Isa
adalah kisah yang benar, yang tidak diragukan lagi kebenarannya dan
sesuai dengan kejadiannya.
{وَمَا مِنْ إِلَهٍ إِلا اللَّه وَإِنَّ اللَّهَ لَهُوَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ. فَإِنْ تَوَلَّوْا}
Dan tak ada Tuhan selain Allah; dan sesungguhnya Allah, Dialah Yang
Mahaperkasa lagi Mahabijaksana. Kemudian jika mereka berpaling. (Ali
Imran: 62-63)
Yaitu berpaling menerima kebenaran kisah ini dan tetap berpegang kepada selainnya.
{فَإِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ بِالْمُفْسِدِينَ}
maka sesungguhnya Allah Maha Mengetahui siapa orang-orang yang berbuat kerusakan. (Ali Imran: 63)
Maksudnya, barang siapa yang berpaling dari kebenaran menuju kepada
kebatilan, maka dialah orang yang merusak, dan Allah Maha Mengetahui
tentang dia; sesungguhnya kelak Allah akan membalas perbuatannya itu
dengan balasan yang seburuk-buruknya. Dia Mahakuasa, tiada sesuatu pun
yang luput dari-Nya, Mahasuci Allah dengan segala pujian-Nya dan kami
berlindung kepada-Nya dari kejatuhan murka dan pembalasan-Nya.
Allah telah menjelaskan kedudukan Nabi Isa ‘alaihissalam yang
sesungguhnya, bahwa beliau adalah salah satu hamba terbaik pilihan Allah
dan juga utusan-Nya yang memiliki kedudukan tinggi dan mulia di
sisi-Nya. Bukan sebagaimana yang diyakini oleh orang-orang Yahudi yang
mengatakan beliau adalah anak zina. Bukan pula orang-orang Nasrani bahwa
beliau adalah Allah atau anak Allah.
Allah Subhanahu wa Ta’ala telah membantah keyakinan buruk mereka ini dalam firman-Nya,
إِنْ هُوَ إِلَّا عَبْدٌ أَنْعَمْنَا عَلَيْهِ وَجَعَلْنَاهُ مَثَلًا لِّبَنِي إِسْرَائِيلَ
“Isa tidak lain hanyalah seorang hamba yang Kami berikan nikmat
kepadanya dan Kami jadikan Dia sebagai tanda bukti (kekuasaan Allah)
untuk Bani lsrail.” (Az-Zukhruf: 59)
إِنَّمَا الْمَسِيحُ عِيسَى ابْنُ مَرْيَمَ رَسُولُ اللَّهِ وَكَلِمَتُهُ أَلْقَاهَا إِلَىٰ مَرْيَمَ وَرُوحٌ مِّنْهُ
“Sesungguhnya Al Masih, Isa putra Maryam itu adalah utusan Allah,
kalimat-Nya yang Ia kirimkan kepada Maryam, dan juga roh dari-Nya.”
(An-Nisaa’: 171)
Dakwah beliau tidak berbeda dengan dakwahnya para Nabi dan Rasul yang
lain, yaitu mengajak manusia untuk beriman dan beribadah hanya kepada
Allah ‘Azza wa Jalla. Hanya saja, Nabi Isa ‘alaihissalam diutus khusus
kepada Bani Israil. Berbeda dengan Nabi kita Muhammad shallallahu
‘alaihi wasallam yang diutus kepada semua makhluk, dari kalangan jin dan
manusia.
وَرَسُولًا إِلَىٰ بَنِي إِسْرَائِيلَ أَنِّي قَدْ جِئْتُكُم بِآيَةٍ مِّن رَّبِّكُمْ
“Dan (Allah jadikan Isa) sebagai Rasul (yang diutus) kepada Bani Israil
(dan berkata kepada mereka), “Sesungguhnya aku telah datang kepadamu
dengan membawa ayat (mukjizat) dari Rabb-mu.” (Ali ‘Imran: 49)
Di antara yang beliau serukan kepada Bani Israil adalah apa yang Allah abadikan dalam kitab-Nya,
وَقَالَ الْمَسِيحُ يَا بَنِي إِسْرَائِيلَ اعْبُدُوا اللَّهَ رَبِّي
وَرَبَّكُمْ ۖ إِنَّهُ مَن يُشْرِكْ بِاللَّهِ فَقَدْ حَرَّمَ اللَّهُ
عَلَيْهِ الْجَنَّةَ وَمَأْوَاهُ النَّارُ ۖ وَمَا لِلظَّالِمِينَ مِنْ
أَنصَارٍ
“Dan (Isa) Al-Masih berkata, “Hai Bani Israil, sembahlah Allah, Rabb-ku
dan juga Rabb kalian. Sesungguhnya orang yang mempersekutukan (sesuatu
dengan) Allah (dalam ibadahnya), maka Allah haramkan surga untuknya, dan
tempat kembalinya ialah neraka. Dan orang-orang zalim itu tidak
memiliki seorang penolong pun (yang akan menolongnya dari siksa api
neraka).”(Al-Maaidah: 72)
إِنَّ اللَّهَ رَبِّي وَرَبُّكُمْ فَاعْبُدُوهُ ۗ هَٰذَا صِرَاطٌ مُّسْتَقِيمٌ
“Sesungguhnya Allah itu Rabb-ku dan juga Rabb kalian, maka beribadahlah kepada-Nya. Inilah jalan yang lurus.”(Ali-‘Imran: 51)
Walau Allah telah menganugerahi banyak mukjizat yang menunjukkan
kenabian beliau, dan membenarkan kerasulan beliau, hanya sebagian saja
yang menyambut dan menerima dakwah beliau. Mereka adalah al-hawariyyun
yang menjadi pengikut dan penolong setia beliau.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُونُوا أَنصَارَ اللَّهِ كَمَا قَالَ
عِيسَى ابْنُ مَرْيَمَ لِلْحَوَارِيِّينَ مَنْ أَنصَارِي إِلَى اللَّهِ ۖ
قَالَ الْحَوَارِيُّونَ نَحْنُ أَنصَارُ اللَّهِ ۖ فَآمَنَت طَّائِفَةٌ
مِّن بَنِي إِسْرَائِيلَ وَكَفَرَت طَّائِفَةٌ
“Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu penolong (agama) Allah
sebagaimana Isa putra Maryam telah berkata kepada pengikut-pengikutnya
yang setia, “Siapakah yang akan menjadi penolong-penolongku (untuk
menegakkan agama) Allah?” Pengikut-pengikut yang setia itu berkata,
“Kamilah penolong-penolong (agama) Allah.” Maka (dengan begitu),
segolongan dari Bani Israil beriman (al-hawariyyun) dan segolongan lain
kafir.”(Ash-Shaff: 14)
Siapakah yang Sebenarnya di Salib?????
Firman Allah Swt.:
{إِنَّا قَتَلْنَا الْمَسِيحَ عِيسَى ابْنَ مَرْيَمَ رَسُولَ اللَّهِ}
Sesungguhnya kami telah membunuh Al-Masih, Isa putra maryam, utusan Allah. (An-Nisa: 157)
Maksudnya, orang yang dirinya mengakui berkedudukan demikian telah kami
bunuh. Ucapan tersebut dikatakan mereka sebagai cemoohan dan ejekan.
Perihalnya sama dengan pengertian yang terkandung di dalam ayat lain
yang mengisahkan perkataan orang-orang musyrik, yaitu melalui
firman-Nya:
{يَا أَيُّهَا الَّذِي نزلَ عَلَيْهِ الذِّكْرُ إِنَّكَ لَمَجْنُونٌ}
Hai orang yang diturunkan Al-Qur’an kepadanya, sesungguhnya kamu benar-benar orang yang gila.(Al-Hijr: 6)
Tersebutlah bahwa di antara kisah mengenai orang-orang Yahudi —semoga
laknat Allah, murka, kemarahan, dan siksa-Nya selalu menimpa mereka—
yaitu: Ketika Allah mengutus Isa anak Maryam a.s. dengan membawa
bukti-bukti yang nyata dan petunjuk, mereka dengki kepadanya karena ia
telah dianugerahi Allah kenabian dan berbagai macam mukjizat yang
cemerlang. Di antara mukjizatnya ialah dapat menyembuhkan orang yang
buta, orang yang terkena penyakit supak, dan menghidupkan kembali orang
yang telah mati dengan seizin Allah. Mukjizat lainnya ialah dia membuat
patung dari tanah liat berbentuk seekor burung, lalu ia meniupnya, maka
jadilah patung itu burung sungguhan dengan seizin Allah Swt., lalu dapat
terbang dengan disaksikan oleh mata kepala orang-orang yang melihatnya.
Banyak pula mukjizat lainnya sebagai kehormatan baginya dari Allah; hal
tersebut dilakukan oleh Allah melalui kedua tangan Isa a.s.
Akan tetapi, sekalipun demikian mereka mendustakannya, menentangnya,
serta berupaya untuk mengganggunya dengan segala kemampuan yang mereka
miliki. Hingga hal tersebut membuat Nabi Allah Isa a.s. tidak dapat
tinggal satu negeri bersama mereka, melainkan banyak mengembara, dan
ibunya pun ikut mengembara bersamanya.
Mereka masih belum puas dengan hal tersebut. Akhirnya mereka datang
kepada Raja Dimasyq (Damascus) di masa itu. Raja Dimasyq adalah seorang
musyrik penyembah bintang, para pemeluk agamanya dikenal dengan sebutan
pemeluk agama Yunani. Akhirnya mereka (orang-orang) Yahudi itu sampai
kepada raja tersebut, lalu melaporkan laporan palsu kepadanya bahwa di
Baitul Maqdis terdapat seorang lelaki yang menghasut khalayak ramai,
menyesatkan mereka, dan menganjurkan mereka agar memberontak kepada
raja.
Mendengar laporan tersebut si raja murka, lalu ia mengirimkan instruksi
kepada gubernurnya yang ada di Baitul Maqdis, memerintahkannya agar
menangkap lelaki yang dimaksud, lalu menyalibnya dan kepalanya diikat
dengan duri agar tidak mengganggu orang-orang lagi.
Ketika surat raja itu sampai kepada si gubernur, ia segera melaksanakan
perintah itu, lalu ia berangkat bersama segolongan orang-orang Yahudi
menuju ke sebuah rumah yang di dalamnya terdapat Nabi Isa a.s. bersama
sejumlah sahabatnya; jumlah mereka kurang lebih ada dua belas atau tiga
belas orang. Menurut pendapat yang lain adalah tujuh belas orang.
Hal tersebut terjadi pada hari Jumat, sesudah waktu Asar, yaitu petang
hari Sabtu. Mereka mengepung rumah tersebut. Ketika Nabi Isa merasakan
bahwa mereka pasti dapat memasuki rumah itu atau ia terpaksa keluar
rumah dan akhirnya bersua dengan mereka, maka ia berkata kepada
sahabat-sahabatnya, "Siapakah di antara kalian yang mau diserupakan
seperti diriku? Kelak dia akan menjadi temanku di surga."
Maka majulah seorang pemuda yang rela berperan sebagai Nabi Isa. Tetapi
Nabi Isa memandang pemuda itu masih terlalu hijau untuk melakukannya.
Maka ia mengulangi permintaannya sebanyak dua kali atau tiga kali.
Tetapi setiap kali ia mengulangi perkataannya, tiada seorang pun yang
berani maju kecuali pemuda itu. Akhirnya Nabi Isa berkata, "Kalau memang
demikian, jadilah kamu seperti diriku." Maka Allah menjadikannya mirip
seperti Nabi Isa a.s. hingga seakan-akan dia memang Nabi Isa sendiri.
Lalu terbukalah salah satu bagian dari atap rumah itu, dan Nabi Isa
tertimpa rasa kantuk yang sangat hingga tertidur, lalu ia diangkat ke
langit dalam keadaan demikian. Seperti yang disebutkan di dalam
firman-Nya:
إِذْ قَالَ اللَّهُ يَا عِيسَى إِنِّي مُتَوَفِّيكَ وَرَافِعُكَ إِلَيَّ
(Ingatlah) ketika Allah berfirman, "Hai Isa, sesungguhnya Aku akan
menidurkanmu dan mengangkatmu kepada-Ku." (Ali Imran: 55), hingga akhir
ayat.
Setelah Nabi Isa diangkat ke langit, para sahabatnya keluar. Ketika
mereka (pasukan yang hendak menangkap Nabi Isa) melihat pemuda itu,
mereka menyangkanya sebagai Nabi Isa, sedangkan hari telah malam,' lalu
mereka menangkapnya dan langsung menyalibnya serta mengalungkan
duri-duri pada kepalanya.
Orang-orang Yahudi menonjolkan dirinya bahwa merekalah yang telah
berupaya menyalib Nabi Isa dan mereka merasa bangga dcngan hal tersebut,
lalu beberapa golongan dari kalangan orang-orang Nasrani —karena
kebodohan dan akalnya yang kurang— mempercayai saja hal tersebut.
Kecuali mereka yang ada bersama Nabi Isa; mereka tidak mempercayainya
karena menyaksikan dengan mata kepala sendiri bahwa Nabi Isa a.s.
diangkat ke langit. Selain dari mereka yang bersama Nabi Isa, semuanya
mempunyai dugaan yang sama dengan orang-orang Yahudi, bahwa orang yang
disalib itu adalah Al-Masih putra Maryam. Sehingga mereka menyebutkan
suatu mitos yang mengatakan bahwa Siti Maryam duduk di bawah orang yang
disalib itu dan menangisinya. Menurut kisah mereka, Al-Masih dapat
berbicara dengannya.
Hal tersebut merupakan ujian Allah kepada hamba-hamba-Nya karena suatu
hikmah yang hanya Dia sendirilah yang mengetahuinya. Allah telah
menjelaskannya dan menerangkannya dengan gamblang di dalam Al-Qur'an
yang Dia turunkan kepada Rasul-Nya yang mulia, didukung dengan berbagai
macam mukjizat dan keterangan-keterangan serta bukti-bukti yang jelas.
Untuk itu Allah Swt. berfirman bahwa Dia Mahabenar dalam Firman-Nya, Dia
Tuhan semesta alam yang mengetahui semua rahasia dan apa yang
terkandung di dalam hati, Dia Maha Mengetahui semua rahasia di langit
dan di bumi, Dia Maha Mengetahui apa yang telah lalu dan apa yang akan
terjadi serta apa yang tidak terjadi berikut dengan akibatnya bilamana
hal itu terjadi:
{وَمَا قَتَلُوهُ وَمَا صَلَبُوهُ وَلَكِنْ شُبِّهَ لَهُمْ}
padahal mereka tidak membunuhnya dan tidak (pula) menyalibnya, tetapi
(yang mereka bunuh ialah) orang yang diserupakan dengan Isa bagi mereka.
(An-Nisa: 157)
Dengan kata lain, mereka hanya melihat yang diserupakan dengan Isa, lalu
mereka menduganya sebagai Isa a.s. Karena itulah disebutkan di dalam
firman-Nya:
وَإِنَّ الَّذِينَ اخْتَلَفُوا فِيهِ لَفِي شَكٍّ مِنْهُ مَا لَهُمْ بِهِ مِنْ عِلْمٍ إِلا اتِّبَاعَ الظَّنِّ
Sesungguhnya orang-orang yang berselisih paham tentang (pembunuhan) Isa
benar-benar dalam keragu-raguan tentang yang dibunuh itu. Mereka tidak
mempunyai keyakinan tentang siapa yang dibunuh itu, kecuali mengikuti
persangkaan belaka. (An-Nisa: 157)
Maksudnya, orang Yahudi yang menduga bahwa dia telah membunuhnya dan
orang Nasrani yang percaya dengan hal itu dari kalangan mereka yang
bodoh, semua berada dalam keraguan akan kejadian itu; mereka bingung dan
panik serta sesat. Karena itulah dalam firman selanjutnya disebutkan:
{وَمَا قَتَلُوهُ يَقِينًا}
mereka tidak (pula) yakin bahwa yang mereka bunuh itu adalah Isa. (An-Nisa: 157)
Dengan kata lain, mereka tidak yakin bahwa yang mereka bunuh itu adalah Isa, melainkan mereka ragu dan menduga-duga saja.
{بَلْ رَفَعَهُ اللَّهُ إِلَيْهِ وَكَانَ اللَّهُ عَزِيزًا حَكِيمًا}
tetapi (yang sebenarnya) Allah telah mengangkat Isa kepada-Nya. Dan adalah Allah Mahaperkasa. (An-Nisa: 158)
Yaitu Zat-Nya Mahaperkasa dengan keperkasaan yang tak terjangkau oleh
siapa pun, dan orang yang dilindungi-Nya tiada yang dapat menyentuhnya.
{حَكِيمًا}
lagi Mahabijaksana. (An-Nisa: 158)
Allah Mahabijaksana dalam semua takdir-Nya dan semua perkara yang
diputuskan-Nya. Semuanya adalah makhluk-Nya, dan hanya Dialah yang
memiliki hikmah yang tak terbatas, hujah yang mematahkan, kekuasaan Yang
Mahabesar, serta semua perencanaan.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu
Sinan, telah menceritakan kepada kami Abu Mu'awiyah, dari Al-A'masy,
dari Al-Minhal ibnu Amr, dari Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas yang
mengatakan bahwa ketika Allah hendak mengangkat Isa ke langit, maka Isa
keluar untuk menemui para sahabatnya dari kalangan Hawariyyin yang
jumlahnya ada dua belas orang. Yang dimaksud ialah Isa keluar dari mata
air yang ada dalam rumah tersebut, sedangkan kepalanya masih meneteskan
air, lalu ia berkata, "Sesungguhnya di antara kalian ada orang yang
kafir kepadaku sebanyak dua belas kali sesudah ia beriman kepadaku."
Ibnu Abbas melanjutkan kisahnya, bahwa Isa berkata pula, "Siapakah di
antara kalian yang mau dijadikan sebagai orang yang serupa denganku,
lalu ia akan dibunuh sebagai gantiku, maka kelak dia akan bersamaku
dalam satu tingkatan (di surga nanti)?" Maka berdirilah seorang pemuda
yang paling muda usianya di antara yang ada, lalu Isa berkata kepadanya,
"Duduklah kamu." Kemudian ia mengulangi lagi kata-katanya kepada
mereka. Pemuda itu berdiri lagi mengajukan dirinya, maka Isa berkata,
"Duduklah kamu." Lalu ia mengulangi lagi kata-katanya itu, maka pemuda
itu juga yang berdiri seraya berkata, "Aku bersedia." Akhirnya Isa
berkata, "Kalau memang demikian, kamulah orangnya.'' Maka Allah
menjadikannya serupa dengan Nabi Isa, sedangkan Nabi Isa sendiri
diangkat ke langit dari salah satu bagian atap rumah tersebut. Ibnu
Abbas melanjutkan kisahnya, bahwa setelah itu orang-orang Yahudi yang
memburunya datang dan langsung menangkap orang yang serupa dengan Isa
itu, lalu mereka membunuh dan menyalibnya. Maka sebagian dari mereka
kafir kepada Isa sebanyak dua belas kali sesudah ia beriman kepadanya,
dan mereka berpecah-belah menjadi tiga golongan. Suatu golongan dari
mereka mengatakan, "Dahulu Allah berada di antara kita, kemudian naik ke
langit.”Mereka yang berkeyakinan demikian adalah sekte Ya'qubiyah.
Segolongan lainnya mengatakan, "Dahulu anak Allah ada bersama kami
selama yang dikehendaki-Nya, kemudian Allah mengangkatnya kepada-Nya."
Mereka yang berkeyakinan demikian dari sekte Nasturiyah. Segolongan lain
mengatakan, "Dahulu hamba dan utusan Allah ada bersama kami selama masa
yang dikehendaki oleh Allah, kemudian Allah mengangkat dia kepada-Nya."
Mereka yang berkeyakinan demikian adalah orang-orang muslim. Kemudian
dua golongan yang kafir itu memerangi golongan yang muslim dan
membunuhnya, maka Islam dalam keadaan terpendam hingga Allah mengutus
Nabi Muhammad Saw.
Sanad asar ini sahih sampai kepada Ibnu Abbas.
Imam Nasai meriwayatkannya melalui Abu Kuraib, dari Abu Mu'awiyah dengan
lafaz yang semisal. Hal yang sama disebutkan oleh ulama Salaf lainnya
yang bukan hanya oleh seorang saja, bahwa Nabi Isa berkata kepada para
sahabatnya,
أَيُّكُمْ يُلْقَى عَلَيْهِ شَبَهِي فيقتلَ مَكَانِي، وَهُوَ رَفِيقِي فِي الْجَنَّةِ؟
"Siapakah di antara kalian yang mau dijadikan orang yang serupa dengan
diriku. lalu ia akan dibunuh sebagai ganti diriku? Maka kelak dia akan
menjadi temanku di dalam surga."
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ibnu Humaid, telah
menceritakan kepada kami Ya'qub Al-Qummi, dari Harun ibnu Antarah, dari
Wahb ibnu Munabbih yang mengatakan bahwa Isa datang ke sebuah rumah
bersama tujuh belas orang dari kalangan kaum Hawariyyin, lalu mereka
mengepungnya. Ketika mereka masuk ke dalam rumah itu, Allah membuat rupa
mereka sama dengan Isa a.s. Lalu mereka yang hendak menangkap Isa
berkata, "Kalian benar-benar telah menyihir kami. Kalian harus
menyerahkan Isa yang sebenarnya kepada kami atau kami terpaksa membunuh
kalian semua." Maka Isa berkata kepada para sahabatnya, "Siapakah di
antara kalian yang mau menukar dirinya dengan surga pada hari ini?" Lalu
ada seorang lelaki dari kalangan mereka menjawab, "Aku!" Lalu ia keluar
kepada mereka dan berkata, "Akulah Isa." Sedangkan Allah telah
menjadikan rupanya mirip seperti Nabi Isa. Lalu mereka langsung
menangkap dan membunuh serta menyalibnya. Karena itulah maka terjadi
kesyubhatan (keraguan) di kalangan mereka, dan mereka menduga bahwa
mereka telah membunuh Isa. Orang-orang Nasrani mempunyai dugaan yang
semisal, bahwa yang disalib itu adalah Isa. Pada hari itu juga Allah
mengangkat Isa.
Akan tetapi, konteks kisah ini aneh sekali (garib jiddan).
Ibnu Jarir mengatakan, telah diriwayatkan dari Wahb hal yang semisal
dengan pendapat di atas, yaitu kisah yang diceritakan kepadaku oleh
Al-Musanna. Disebutkan bahwa telah menceritakan kepada kami Ishaq, telah
menceritakan kepada kami Ismail ibnu Abdul Karim, telah menceritakan
kepadaku Abdus Samad ibnu Ma'qal; ia pernah mendengar Wahb menceritakan
hal berikut. Isa ibnu Maryam ketika diberi tahu oleh Allah akan diangkat
dari dunia ini. maka gelisahlah hatinya karena akan menghadapi kematian
dan berita itu terasa berat baginya. Maka ia mengundang semua
Hawariyyin dan membuat makanan untuk mereka. Dia berkata, "Datanglah
kepadaku malam ini, karena sesungguhnya aku mempunyai suatu keperluan
kepada kalian." Setelah mereka berkumpul pada malam harinya, maka Nabi
Isa menjamu makan malam dan melayani mereka sendirian. Sesudah selesai
dari jamuan itu, Nabi Isa mencucikan tangan mereka dan membersihkannya
serta mengusap tangan mereka dengan kain bajunya. Hal tersebut terasa
amat berat bagi mereka dan mereka tidak menyukai pelayanan itu. Nabi Isa
berkata, "Ingatlah, barang siapa yang malam ini menolak apa yang telah
aku lakukan kepada kalian, dia bukan termasuk golonganku dan aku pun
bukan termasuk golongannya." Akhirnya mereka menerimanya. Seusai
melaksanakan semuanya, Nabi Isa berkata, "Adapun mengenai apa yang telah
aku buat untuk kalian malam ini, yaitu pelayananku dalam menjamu kalian
dan mencucikan tangan kalian dengan kedua tanganku ini, hendaklah hal
tersebut dijadikan sebagai suri teladan bagi kalian dariku. Karena
sesungguhnya kalian telah melihat bahwa diriku adalah orang yang paling
baik di antara kalian, janganlah sebagian dari kalian merasa besar diri
atas sebagian yang lain, dan hendaklah sebagian dari kalian mengabdikan
dirinya untuk kepentingan sebagian yang lain, sebagaimana aku
mengabdikan diriku untuk kalian. Adapun keperluanku malam ini ialah
meminta tolong kepada kalian agar kalian mendoakan kepada Allah buat
diriku dengan doa yang sungguh-sungguh memohon kepada Allah agar Dia
menangguhkan ajalku." Ketika mereka membenahi dirinya untuk berdoa dan
hendak melakukannya secara maksimal, tiba-tiba mereka ditimpa oleh rasa
kantuk yang sangat hingga mereka tidak mampu berdoa. Lalu Nabi Isa a.s.
membangunkan mereka seraya berkata, "Mahasuci Allah, mengapa kalian
tidak dapat bertahan untukku malam ini saja untuk membantuku dalam
berdoa?" Mereka menjawab, "Demi Allah, kami tidak mengetahui apa yang
telah menimpa diri kami. Sesungguhnya kami banyak begadang dan malam ini
kami tidak mampu lagi begadang. Tidak sekali-kali kami hendak berdoa,
melainkan kami selalu dihalang-halangi oleh rasa kantuk itu yang
menghambat kami untuk melakukan doa." Nabi Isa berkata, "Penggembala
pergi dan ternak kambing pun bercerai-berai," lalu ia mengucapkan
kalimat-kalimat yang semisal sebagai ungkapan belasungkawa terhadap
dirinya. Kemudian Isa a.s. berkata, "Sesungguhnya kelak ada seseorang di
antara kalian yang benar-benar kafir kepadaku sebelum ayam jago
berkokok tiga kali, dan sesungguhnya akan ada seseorang di antara kalian
yang rela menjual diriku dengan beberapa dirham, dan sesungguhnya dia
benar-benar memakan hasil jualannya itu." Lalu mereka keluar dan
berpencar, saat itu orang-orang Yahudi sedang mencari-carinya. Lalu
mereka menangkap Syam'un (salah seorang Hawariyyin) dan mereka
mengatakan, "Orang ini termasuk sahabatnya." Tetapi Syam'un mengingkari
tuduhan itu dan mengatakan, "Aku bukanlah sahabatnya." Akhirnya mereka
melepaskannya. Kemudian mereka menangkap yang lainnya, orang yang kedua
itu pun mengingkarinya. Kemudian Nabi Isa mendengar kokok ayam jago,
maka ia menangis dan bersedih hati. Pada pagi harinya salah seorang
Hawariyyin datang kepada orang-orang Yahudi, lalu berkata, "Imbalan
apakah yang akan kalian berikan kepadaku jika aku tunjukkan kalian
kepada Al-Masih?" Mereka memberinya uang sebanyak tiga puluh dirham,
lalu ia menerimanya dan menunjukkan mereka ke tempat Al-Masih berada.
Sebelum itu telah diserupakan kepada mereka Nabi Isa yang palsu. Maka
mereka menangkapnya dan mengikatnya dengan tali, lalu mereka giring
seraya mengatakan kepadanya, "Katanya kamu dapat menghidupkan orang yang
telah mati, dapat mengusir setan, dan menyembuhkan orang gila. Sekarang
apakah kamu dapat menyelamatkan dirimu dari tambang ini?" Mereka
meludahinya dan melemparinya dengan tangkai-tangkai berduri, hingga
sampai di tempat kayu yang mereka maksudkan untuk menyalibnya. Allah
telah mengangkat Nabi Isa yang asli dan mereka menyalib orang yang
diserupakan dengannya. Tujuh hari setelah peristiwa itu ibu Nabi Isa dan
seorang wanita yang telah diobati oleh Isa a.s. hingga wanita itu
sembuh dari penyakit gilanya menangisi orang yang disalib itu. Lalu Isa
a.s. datang kepada mereka berdua dan berkata, "Apakah yang membuat kamu
berdua menangis?" Keduanya menjawab, "Kami menangisimu." Isa berkata,
"Sesungguhnya Allah telah mengangkat diriku kepada-Nya, dan tiada yang
aku peroleh kecuali kebaikan belaka, dan sesungguhnya orang yang disalib
ini adalah orang yang diserupakan denganku di mata mereka. Maka
perintahkanlah kepada kaum Hawariyyin agar mereka menjumpaiku di tempat
anu dan anu." Kemudian di tempat yang dimaksud Nabi Isa dijumpai oleh
sebelas orang, dan ia merasa kehilangan seseorang dari mereka, yaitu
orang yang telah 'menjualnya' dan menunjukkan kepada orang-orang Yahudi
tempat ia berada. Kemudian Isa menanyakan kepada sahabat-sahabatnya
tentang orang tersebut. Maka seseorang dari mereka menjawab bahwa dia
telah menyesali perbuatannya, lalu ia bunuh diri dengan cara gantung
diri. Isa berkata, "Seandainya ia bertobat, niscaya Allah menerima
tobatnya." Kemudian Isa menanyakan kepada mereka tentang seorang pelayan
yang ikut bersama mereka. Mereka menjawab bahwa pelayan tersebut
bernama Yahya. Maka Isa berkata, "Dia ikut bersama kalian, dan sekarang
berangkatlah kalian, sesungguhnya setiap orang itu kelak akan berbicara
dengan bahasa kaumnya, maka berilah mereka peringatan dan serulah
mereka."
Konteks riwayat ini berpredikat garib jiddan (aneh sekali).
Kemudian Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ibnu
Humaid, telah menceritakan kepada kami Salamah, dari Ibnu Ishaq yang
menceritakan bahwa nama raja Bani Israil yang mengirimkan sejumlah
pasukan untuk membunuh Isa a.s. adalah Daud, seseorang dari kalangan
Bani Israil pula. Setelah mereka sepakat untuk membunuh Isa a.s.,
menurut berita yang sampai kepadaku, tiada seorang hamba pun dari
kalangan hamba-hamba Allah yang takut kepada mati seperti takut yang
dialaminya, dan tiada orang yang lebih gelisah darinya dalam menghadapi
hal itu, tiada seorang pun yang berdoa agar dijauhkan dari mati seperti
doa yang dilakukannya. Sehingga menurut apa yang mereka duga, Isa a.s.
berkata dalam doanya, "Ya Allah, jika Engkau menghindarkan kematian ini
dari seseorang makhluk-Mu, maka hindarkanlah ia dariku." Disebutkan
bahwa sesungguhnya kulit Nabi Isa (setelah mendengar berita itu)
benar-benar mengucurkan darah. Lalu Isa dan semua sahabatnya memasuki
tempat persembunyian yang telah mereka sepakati, dan di tempat itulah
akhirnya terjadi peristiwa pembunuhan; jumlah mereka seluruhnya ada tiga
belas orang, termasuk Nabi Isa a.s. sendiri. Setelah Nabi Isa merasa
yakin bahwa semua sahabatnya telah masuk ke dalam tempat tersebut
bersamanya, lalu Nabi Isa mengumpulkan semua sahabatnya yang terdiri
atas kalangan Hawariyyin. Mereka ada dua belas orang, yaitu Firtaus,
Ya'qobus, Weila dan Nakhas saudara Ya'qobus, Andreas, Philips, Ibnu
Yalma, Mateus, Tomas, Ya'qub ibnu Halqiya, Nadawasis, Qatabiya, Yudas
Rakriya Yuta.
Ibnu Humaid mengatakan bahwa Salamah mengatakan dari Ishaq, "Menurut
kisah yang sampai kepadaku, ada seorang lelaki bernama Sarjis hingga
jumlah mereka tiga belas orang selain Isa. Orang-orang Nasrani
mengingkarinya karena Sarjislah yang diserupakan dengan Isa di mata
orang-orang Yahudi."
Ibnu Ishaq mengatakan, "Aku tidak mengetahui apakah Sarjis termasuk
mereka yang dua belas orang itu, ataukah dia termasuk salah seorang dari
mereka yang tiga belas. Karena itulah mereka meragukannya di saat
mereka mengiyakan kepada orang-orang Yahudi tentang tersalibnya Isa.
Mereka (orang-orang Nasrani) tidak mempercayai berita mengenai hal
tersebut yang disampaikan oleh Nabi Muhammad Saw." Jika jumlah mereka
seluruhnya ada tiga belas orang ketika memasuki rumah persembunyian itu,
berarti semuanya ada empat belas orang bersama Isa a.s. Jika jumlah
mereka (Hawariyyin) ada dua belas orang ketika memasuki rumah
persembunyian itu, berarti seluruhnya ada tiga belas orang (bersama Isa
as.).
Ibnu Ishaq mengatakan, telah menceritakan kepadaku seorang lelaki yang
dahulunya beragama Nasrani, kemudian masuk Islam; bahwa Isa ketika
mendapat wahyu dari Allah Swt. yang mengatakan, "Sesungguhnya Aku akan
mengangkatmu kepada-Ku." Maka Isa berkata, "Hai golongan Hawariyyin,
siapakah di antara kalian yang rela menjadi temanku di surga? Syaratnya
adalah dia mau menjadi orang yang diserupakan dengan diriku di mata
kaum, lalu mereka membunuhnya sebagai ganti dariku." Maka Sarjis
menjawab, "Aku bersedia, wahai Ruhullah." Isa a.s. berkata, "Duduklah
kamu di tempatku!" Maka Sarjis duduk di tempatnya, sedangkan ia sendiri
diangkat ke langit. Lalu mereka memasuki rumah itu dan langsung
menangkapnya serta menyalibnya. Sarjislah orang yang disalib dan
diserupakan dengan Isa di mata mereka. Jumlah mereka di saat memasuki
rumah itu bersama Isa telah dimaklumi, karena mereka mengintipnya dan
menghitung jumlahnya. Ketika mereka memasuki rumah itu untuk menangkap
Isa, maka menurut penglihatan mereka, "mereka melihat adanya Isa dan
para sahabatnya, tetapi mereka kehilangan seorang lelaki dari jumlah
keseluruhannya. Hal itulah yang membuat mereka berselisih pendapat
mengenainya. Sejak semula mereka tidak mengenal Isa, yaitu di saat
mereka memberikan hadiah tiga puluh dirham kepada Yudas sebagai imbalan
untuk menunjukkan dan mengenalkan Isa kepada mereka. Yudas berkata
kepada mereka, "Jika kalian memasukinya, aku akan menciumnya, maka Isa
adalah orang yang aku cium itu nantinya." Ketika mereka memasuki rumah
tersebut, Isa telah diangkat ke langit; dan mereka melihat Sarjis yang
diserupakan menjadi Isa a.s., sedang Yudas sendiri tidak meragukan
bahwa Sarjis adalah Isa. Karena itu, ia langsung menciumnya, dan mereka
menangkapnya, lalu menyalibnya. Setelah peristiwa itu Yudas menyesali
perbuatannya, lalu ia menggantung dirinya dengan tali tambang hingga
mati. Dia adalah orang yang terkutuk di kalangan orang-orang Nasrani,
padahal sebelumnya dia termasuk salah seorang sahabat Isa. Sebagian
orang Nasrani menduga bahwa orang yang diserupakan dengan Isa itu adalah
Yudas sendiri, lalu disalib oleh orang-orang Yahudi. Di saat disalib
itu ia mengatakan, "Sesungguhnya aku bukan orang yang kalian cari,
akulah orang yang menunjuki kalian kepadanya."
Ibnu Jarir meriwayatkan dari Mujahid, bahwa mereka menyalib seorang
lelaki yang diserupakan dengan Isa, sedangkan Isa sendiri telah diangkat
oleh Allah Swt. ke langit dalam keadaan hidup.
Tetapi Ibnu Jarir sendiri memilih pendapat yang mengatakan bahwa yang
diserupakan dengan Isa adalah semua sahabatnya yang ada bersamanya.
Firman Allah Swt.:
{وَإِنْ مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ إِلا لَيُؤْمِنَنَّ بِهِ قَبْلَ مَوْتِهِ وَيَوْمَ الْقِيَامَةِ يَكُونُ عَلَيْهِمْ شَهِيدًا}
Tidak ada seorang pun dari Ahli Kitab kecuali akan beriman kepadanya
(Isa) sebelum kematiannya. Dan di hari kiamat nanti Isa itu akan menjadi
saksi terhadap mereka. (An-Nisa: 159)
Ibnu Jarir mengatakan bahwa ulama ahli takwil berselisih pendapat
mengenai makna ayat ini. Sebagian dari mereka mengatakan bahwa
firman-Nya yang mengatakan:
{وَإِنْ مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ إِلا لَيُؤْمِنَنَّ بِهِ} يَعْنِي بِعِيسَى {قَبْلَ مَوْتِهِ}
Tidak ada seorang pun dari Ahli Kitab kecuali akan beriman kepadanya (Isa) sebelum kematiannya. (An-Nisa: 159)
Yakni sebelum kematian Isa. Dengan alasan bahwa semuanya percaya
kepadanya apabila ia diturunkan untuk membunuh Dajjal. Maka semua agama
menjadi satu, agama Islam yang hanif, yaitu agama Nabi Ibrahim a.s.
Pendapat orang-orang yang mengatakan demikian disebutkan oleh Ibnu
Jarir, telah menceritakan kepada kami Basysyar, telah menceritakan
kepada kami Abdur Rahman, dari Sufyan, dari Abu Husain, dari Sa'id ibnu
Jubair, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan firman-Nya:
{وَإِنْ مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ إِلا لَيُؤْمِنَنَّ بِهِ قَبْلَ مَوْتِهِ}
Tidak ada seorang pun dari Ahli Kiiab kecuali akan beriman kepadanya (Isa) sebelum kematiannya. (An-Nisa: 159)
Yakni sebelum Isa ibnu Maryam a.s. meninggal dunia. Al-Aufi telah meriwayatkan hal yang semisal dari Ibnu Abbas.
Abu Malik mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya:
{إِلا لَيُؤْمِنَنَّ بِهِ قَبْلَ مَوْتِهِ}
kecuali akan beriman kepadanya (Isa) sebelum kematiannya. (An-Nisa: 159)
Hal tersebut terjadi setelah Nabi Isa diturunkan; dan sebelum Nabi Isa
a.s. meninggal dunia, maka tiada seorang pun dari Ahli Kitab kecuali
beriman kepadanya.
Ad-Dahhak meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan firman-Nya:
{وَإِنْ مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ إِلا لَيُؤْمِنَنَّ بِهِ قَبْلَ مَوْتِهِ}
Tidak ada seorang pun dari Ahli Kitab kecuali akan beriman kepadanya (Isa) sebelum kematiannya. (An-Nisa: 159)
Yaitu orang-orang Yahudi secara khusus.
Menurut Al-Hasan Al-Basri, makna yang dimaksud ialah An-Najasyi dan
sahabat-sahabatnya; keduanya diriwayatkan oleh Ibnu Abu Hatim.
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepadaku Ya'qub, telah
menceritakan kepada kami Abu Raja, dari Al-Hasan sehubungan dengan
firman-Nya:
{وَإِنْ مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ إِلا لَيُؤْمِنَنَّ بِهِ قَبْلَ مَوْتِهِ}
Tidak ada seorang pun dari Ahli Kitab kecuali akan beriman kepadanya (Isa) sebelum kematiannya.(An-Nisa: 159)
Yakni sebelum isa meninggal dunia. Demi Allah, sesungguhnya dia sekarang
masih hidup di sisi Allah; tetapi bila dia diturunkan, mereka (Ahli
Kitab) semuanya beriman kepadanya.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah
menceritakan kepada kami Ali ibnu Usman Allahiqi, telah menceritakan
kepada kami Juwairiyah ibnu Basyir yang mengatakan bahwa ia pernah
mendengar seorang lelaki berkata kepada Al-Hasan, "Wahai Abu Sa'id,
apakah yang dimaksud dengan firman berikut," yaitu:
{وَإِنْ مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ إِلا لَيُؤْمِنَنَّ بِهِ قَبْلَ مَوْتِهِ}
Tidak ada seorang pun dari Ahli Kitab kecuali akan beriman kepadanya (Isa) sebelum kematiannya. (An-Nisa: 159)
Al-Hasan menjawab, "Makna yang dimaksud ialah sebelum kematian Isa.
Sesungguhnya Allah telah mengangkat Isa kepada-Nya, dan kelak Dia akan
menurunkannya sebelum hari kiamat untuk menempati suatu kedudukan di
mana semua orang yang bertakwa dan semua orang yang durhaka beriman
kepadanya." Hal yang sama dikatakan oleh Qatadah dan Abdur Rahman ibnu
Zaid ibnu Aslam serta lain-lainnya yang bukan hanya seorang. Pendapat
inilah yang benar, seperti yang akan kami jelaskan nanti sesudah
mengemukakan dalil yang akurat, insya Allah. Hanya kepada-Nyalah kita
percaya dan berserah diri.
Ibnu Jarir mengatakan, sebagian ahli takwil yang lain mengatakan bahwa yang dimaksud dengan firman-Nya:
{وَإِنْ مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ إِلا لَيُؤْمِنَنَّ بِهِ}
Tidak ada seorang pun dari Ahli Kitab kecuali akan beriman kepadanya. (An-Nisa: 159)
Maksudnya, beriman kepada Isa sebelum kematian Ahli Kitab yang
bersangkutan, yakni bilamana dia telah menyaksikan perkara yang benar
dan yang batil. Karena sesungguhnya setiap orang yang menghadapi
kematiannya, sebelum itu rohnya masih belum keluar sehingga dijelaskan
kepadanya antara perkara yang hak dan perkara yang batil dalam agamanya.
Ali ibnu Abu Talhah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna
ayat ini, bahwa tidak sekali-kali orang Yahudi meninggal dunia
melainkan terlebih dahulu ia beriman kepada Isa.
Telah menceritakan kepadaku Al-Musanna, telah menceritakan kepada kami
Abu Huzaifah, telah menceritakan kepada kami Syibl, dari Ibnu Abu
Nujaih, dari Mujahid sehubungan dengan Firman-Nya:
{إِلا لَيُؤْمِنَنَّ بِهِ قَبْلَ مَوْتِهِ}
kecuali akan beriman kepadanya (Isa) sebelum kematiannya. (An-Nisa: 159)
Semua Ahli Kitab pasti beriman kepada Isa sebelum ia mati, yakni sebelum
Ahli Kitab yang bersangkutan meninggal dunia. Ibnu Abbas mengatakan,
"Seandainya seorang Ahli Kitab dipenggal kepalanya, maka rohnya masih
belum keluar sebelum ia beriman kepada Isa."
Telah menceritakan kepada kami Ibnu Humaid, telah menceritakan kepada
kami Abu Namilah Yahya ibnu Wadih, telah menceritakan kepada kami Husain
ibnu Waqid, dari Yazid An-Nahwi, dari Ikri-mah, dari Ibnu Abbas yang
mengatakan bahwa tidak sekali-kali seorang Yahudi mati kecuali sebelum
itu ia bersaksi bahwa Isa adalah hamba dan utusan Allah, sekalipun
senjata telah mengenainya.
Telah menceritakan kepadaku Ishaq ibnu Ibrahim dan Habib ibnu Syahid,
telah menceritakan kepada kami Attab ibnu Basyir, dari Khasif, dari
Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan firman-Nya:
وَإِنْ مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ إِلا لَيُؤْمِنَنَّ بِهِ قَبْلَ مَوْتِهِ}
Tidak ada seorang pun dari Ahli Kitab kecuali akan beriman kepadanya (Isa) sebelum kematiannya. (An-Nisa: 159)
Menurut qiraah Ubay, {قَبْلَ مَوْتِهِمْ}makna ayat ialah sebelum
kematian mereka. Tidak ada seorang Yahudi pun mati, melainkan ia pasti
beriman terlebih dahulu kepada Isa. Lalu ditanyakan kepada Ibnu Abbas,
"Bagaimanakah menurutmu jika dia terjatuh dari atas rumahnya?" Ibnu
Abbas menjawab, "Dia pasti mengucapkannya di udara (yakni saat ia
jatuh)." Lalu ada yang bertanya lagi, "Bagaimanakah menurutmu, jika
seseorang dari mereka keburu ditebas batang lehernya?" Ibnu Abbas
menjawab bahwa lisannya pasti berkomat-kamit mengucapkan hal itu.
Hal yang sama diriwayatkan oleh Sufyan As-Sauri, dari Khasif, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan firman-Nya:
{وَإِنْ مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ إِلا لَيُؤْمِنَنَّ بِهِ قَبْلَ مَوْتِهِ}
Tidak ada seorang pun dari Ahli Kitab kecuali akan beriman kepadanya (Isa) sebelum kematiannya. (An-Nisa: 159)
Tidak ada seorang Yahudi pun yang mati kecuali sebelum itu ia beriman
kepada Isa a.s. Bila kepalanya dipenggal pun dia pasti mengucapkannya.
Bila ia terjatuh dari ketinggian, dia pasti mengucapkannya ketika dia
masih di udara dalam keadaan terjatuh.
Hal yang sama diriwayatkan oleh Abu Daud At-Tayalisi, dari Syu'bah, dari
Abu Haam Al-Ganawi, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas. Semua sanad asar ini
sahih sampai kepada Ibnu Abbas. Sahih pula dari Mujahid, Ikrimah, dan
Muhammad ibnu Sirin. Pendapat yang sama dikatakan oleh Ad-Dahhak dan
Juwaibir,
As-Saddi mengatakan bahwa hal ini telah diriwayatkan dari Ibnu Abbas
serta dinukil dari qiraah Ubay ibnu Ka'b dengan bacaan قَبْلَ مَوْتِهِمْ
(bukan قَبْلَ مَوْتِهِ) yang artinya sebelum mereka mati.
Abdur Razzaq meriwayatkan dari Israil, dari Furat Al-Qazzaz, dari Al-Hasan sehubungan dengan makna firman-Nya:
{إِلا لَيُؤْمِنَنَّ بِهِ قَبْلَ مَوْتِهِ}
kecuali akan beriman kepadanya sebelum kematiannya. (An-Nisa: 159)
Tidak ada seorang pun dari kalangan mereka (Ahli Kitab) mati, melainkan
pasti beriman kepada Isa sebelum kematiannya. Tetapi penafsiran ini
dapat diinterpretasikan bahwa yang dimaksud oleh Al-Hasan adalah seperti
makna yang pertama tadi. Dapat pula diinterpretasikan bahwa makna yang
dimaksud adalah seperti yang dikehendaki oleh mereka (yakni pada
pendapat yang kedua).
Ibnu Jarir mengatakan bahwa ulama lainnya mengatakan, makna yang
dimaksud ialah tidak ada seorang Ahli Kitab pun melainkan akan beriman
kepada Nabi Muhammad Saw. sebelum Ahli Kitab yang bersangkutan mati.
Pendapat orang yang mengatakan demikian disebut oleh Ibnu Jarir, telah
menceritakan kepadaku Ibnul Musanna, telah menceritakan kepada kami
Al-Hajaj ibnul Minhal, telah menceritakan kepada kami Hammad, dari
Humaid yang mengatakan bahwa Ikrimah pernah mengatakan, "Tidaklah mati
seorang Nasrani —tidak pula seorang Yahudi— melainkan ia beriman kepada
Nabi Muhammad Saw. sebelum dia mati." Demikianlah makna yang dimaksud
oleh Firman-Nya:
{وَإِنْ مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ إِلا لَيُؤْمِنَنَّ بِهِ قَبْلَ مَوْتِهِ}
Tidak ada seorang pun dari Ahli Kitab kecuali akan beriman kepadanya (Nabi Muhammad) sebelum kematiannya. (An-Nisa: 159)
Kemudian Ibnu Jarir mengatakan bahwa pendapat yang paling sahih di
antara semua pendapat di atas adalah pendapat yang pertama, yaitu
pendapat yang mengatakan bahwa tidak ada seorang pun dari Ahli Kitab
sesudah Isa a.s. diturunkan kecuali ia beriman kepadanya sebelum Isa
a.s. meninggal dunia.
Tidak kita ragukan lagi bahwa apa yang dikatakan oleh Ibnu Jarir ini
merupakan pendapat yang benar, karena maksud dan tujuan dari konteks
ayat-ayat ini ialah menetapkan kebatilan apa yang didakwakan oleh
orang-orang Yahudi tentang terbunuhnya Isa dan penyalibannya, serta
sanggahan terhadap orang-orang yang percaya akan hal tersebut dari
kalangan orang-orang Nasrani yang lemah akalnya.
Maka Allah Swt. memberitahukan bahwa perkara yang sebenarnya tidaklah
seperti dugaan mereka, melainkan orang yang diserupakan di mata mereka
dengan Isa, lalu mereka membunuhnya, sedangkan mereka tidak mengetahui
hal itu dengan jelas. Sesungguhnya Allah telah mengangkat Isa kepada-Nya
dan kini ia masih dalam keadaan hidup, dan kelak di hari sebelum kiamat
terjadi dia akan diturunkan ke bumi, seperti yang disebut oleh banyak
hadis mutawalir yang akan kami jelaskan dalam waktu yang dekat, insya
Allah. Kemudian Al-Masih setelah diturunkan ke bumi, membunuh Dajjal
yang sesat; semua salib ia pecahkan, semua babi dibunuhnya, dan semua
bentuk jizyah ia hilangkan. Yakni dia tidak mau menerimanya dari seorang
pun dari dari kalangan pemeluk agama lain, bahkan tidak ada pilihan
lain kecuali masuk Islam atau pedang. Maka ayat ini menceritakan bahwa
kelak semua Ahli Kitab akan beriman kepadanya saat itu; dan tidak ada
seorang pun dari mereka yang ketinggalan untuk percaya kepadanya. Hal
ini disebutkan melalui firman-Nya:
{وَإِنْ مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ إِلا لَيُؤْمِنَنَّ بِهِ قَبْلَ مَوْتِهِ}
Tidak ada seorang pun dari Ahli Kitab kecuali akan beriman kepadanya (Isa) sebelum kematiannya. (An-Nisa: 159)
Yakni sebelum Isa meninggal dunia, yang menurut dugaan orang-orang
Yahudi dan para pendukungnya dari kalangan orang-orang Nasrani
dikabarkan bahwa dia telah dibunuh dan disalib.
{وَيَوْمَ الْقِيَامَةِ يَكُونُ عَلَيْهِمْ شَهِيدًا}
Dan di hari kiamat nanti Isa itu akan menjadi saksi terhadap mereka. (An-Nisa: 159)
Terhadap amal perbuatan mereka yang disaksikannya sebelum ia diangkat ke langit dan sesudah ia diturunkan ke bumi.
Mengenai orang yang menafsirkan ayat ini dengan pengertian berikut,
bahwa setiap Ahli Kitab tidak mati kecuali terlebih dahulu beriman
kepada Isa atau Muhammad Saw.; memang demikianlah kenyataannya.
Dikatakan demikian karena setiap orang itu di saat menjelang ajalnya
ditampakkan dengan jelas kepadanya hal-hal yang tidak ia ketahui
sebelumnya, lalu ia beriman kepadanya.
Akan tetapi, iman tersebut bukanlah iman yang bermanfaat bagi dirinya
karena dia telah menyaksikan malaikat maut. Seperti yang dinyatakan
dalam ayat lain melalui firman-Nya:
وَلَيْسَتِ التَّوْبَةُ لِلَّذِينَ يَعْمَلُونَ السَّيِّئَاتِ حَتَّى إِذَا حَضَرَ أَحَدَهُمُ الْمَوْتُ قَالَ إِنِّي تُبْتُ الآنَ
Dan tidaklah tobat itu diterima Allah dari orang-orang yang mengerjakan
kejahatan (yang) hingga apabila datang ajal kepada seseorang di antara
mereka, (barulah) ia mengatakan, "Sesungguhnya saya bertobat sekarang."
(An-Nisa: 18), hingga akhir ayat.
Dalam ayat yang lainnya disebutkan melalui firman-Nya:
فَلَمَّا رَأَوْا بَأْسَنَا قَالُوا آمَنَّا بِاللَّهِ وَحْدَهُ
Maka tatkala mereka melihat azab Kami, mereka berkata, "Kami beriman
hanya kepada Allah saja." (Al-Mu-min: 84), hingga ayat berikutnya.
Pengertian ini menunjukkan lemahnya apa yang dijadikan oleh Ibnu Jarir
sebagai hujah untuk membantah pendapat ini. Karena dia mengatakan
seandainya makna yang dimaksud dari ayat ini seperti keterangan di atas,
niscaya setiap orang yang beriman kepada Nabi Muhammad Saw. atau kepada
Isa Al-Masih dari kalangan mereka yang kafir kepada keduanya dinilai
sebagai pemeluk agamanya masing-masing. Dalam keadaan demikian, berarti
harta peninggalannya tidak boleh diwarisi oleh kaum kerabatnya dari
kalangan pemeluk agamanya semula. Karena Nabi Saw. telah memberitakan
bahwa dia telah beriman sebelum maut meregang nyawanya.
Pendapat seperti itu kurang mengena, karena keimanan orang yang dimaksud
bukan dalam keadaan yang dapat memberikan manfaat kepadanya dan hal
tersebut tidak menjadikannya sebagai seorang muslim. Anda telah membaca
pendapat Ibnu Abbas di atas yang mengatakan bahwa seandainya dia
terjatuh dari tempat yang tinggi atau dipancung lehernya dengan pedang
atau diterkam binatang buas, maka sesungguhnya dia pasti akan beriman
kepada Isa. Akan tetapi, iman dalam keadaan demikian tidak bermanfaat
dan tidak dapat mengalihkan pelakunya dari kekafirannya, karena alasan
yang telah kami sebutkan di atas.
Tetapi bagi orang yang merenungkan hal ini dengan baik dan memikirkannya
dengan mendalam, niscaya akan jelas baginya, memang demikianlah
kenyataannya, tetapi tidak mengharuskan bahwa makna ayat adalah seperti
itu. Melainkan makna yang dimaksud dengan ayat ini adalah seperti yang
telah kami sebutkan, yaitu menetapkan keberadaan Nabi Isa dan dia masih
hidup di langit, kelak sebelum hari kiamat dia akan diturunkan untuk
mendustakan orang-orang Yahudi dan orang-orang Nasrani yang berbeda
pendapat mengenainya.
Pendapat mereka saling bertentangan dan jauh dari kebenaran; orang-orang
Yahudi keterlaluan dalam pendapatnya, sedangkan orang-orang Nasrani
berlebih-lebihan. Orang-orang Yahudi melakukan tuduhan-tuduhan yang
sangat berat terhadap Nabi Isa dan ibunya. Sedangkan orang-orang Nasrani
terlalu berlebihan dalam menyanjungnya sehingga mendakwakan kepadanya
hal-hal yang tidak pantas disandangnya; mereka mengangkatnya dari
kedudukan kenabian menjadi tuhan. Mahatinggi Allah Swt. dari apa yang
telah dikatakan oleh kedua golongan tersebut dengan ketinggian yang
setinggi-tingginya, dan Mahasuci Allah dari hal tersebut, tidak ada
Tuhan selain Dia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar