''Demi buah tin dan zaitun. Demi (Bukit) Thursina. Dan, demi negeri yang aman ini.'' (Attin ayat 1-3).
Tiga ayat di atas merupakan sumpah Allah SWT. Kalimat atau kata-kata
sumpah Allah juga terdapat pada beberapa surah dan ayat lain dalam
Alquran.
Memahami ayat tersebut, ternyata tidaklah mudah. Berbagai pertanyaan
muncul mengenai sumpah Allah tersebut. Apa keistimewaan buah tin dan
buah zaitun, di mana sesungguhnya keberadaan Thursina, dan di mana
negeri yang aman itu.
Sejumlah ahli tafsir pun berbeda pendapat dalam menafsirkan ketiga
ayat di atas, misalnya Thursina. Hampir semua ahli tafsir menyepakati
bahwa Bukit Thursina adalah bukit saat Musa menerima wahyu dari Allah.
Namun, mereka berbeda pendapat dalam memutuskan letak Bukit Thursina
tersebut. Setidaknya, ada tiga versi tentang Bukit Thursina.
Versi Pertama
Sejumlah ahli tafsir meyakini bahwa Bukit Thursina sebagaimana disebutkan dalam surah Attin berada di wilayah Mesir yang lokasinya berada di Gunung Munajah, di sisi Gunung Musa. Lokasi ini dikaitkan dengan keberadaan Semenanjung Sinai. Pendapat ini didukung oleh Sayyid Quthb dalam tafsirnya Fi Zhilal al-Qur'an. Menurut Quthb, Thursina atau Sinai itu adalah gunung tempat Musa dipanggil berdialog dengan Allah SWT.
Sejumlah ahli tafsir meyakini bahwa Bukit Thursina sebagaimana disebutkan dalam surah Attin berada di wilayah Mesir yang lokasinya berada di Gunung Munajah, di sisi Gunung Musa. Lokasi ini dikaitkan dengan keberadaan Semenanjung Sinai. Pendapat ini didukung oleh Sayyid Quthb dalam tafsirnya Fi Zhilal al-Qur'an. Menurut Quthb, Thursina atau Sinai itu adalah gunung tempat Musa dipanggil berdialog dengan Allah SWT.
Dalam versi ini pula, banyak pihak yang meyakini bahwa daerah Mesir
adalah tempat yang disebutkan sebagai Thursina. Sebab, di daerah ini,
terdapat sebuah patung anak lembu. Peristiwa ini dikaitkan dengan
perbuatan Samiri, salah seorang pengikut Nabi Musa yang berkhianat.
Dalam surah Al-A'raf ayat 148, disebutkan bahwa ''Kaum Musa, setelah
kepergian (Musa ke Gunung Sinai), mereka membuat patung anak sapi yang
bertubuh dan dapat melenguh (bersuara) dari perhiasan (emas). Apakah
mereka tidak mengetahui bahwa (patung) anak sapi itu tidak dapat
berbicara dengan mereka dan tidak dapat (pula) menunjukkan jalan kepada
mereka? Mereka menjadikannya (sebagai sembahan). Mereka adalah
orang-orang yang zalim.''
Ketika kaum Bani Israil keluar dari tanah Mesir, mereka banyak
membawa perhiasan masyarakat Mesir (berupa emas dan perak). Para wanita
Bani Israil telah meminjamnya dari mereka untuk dipakai sebagai hiasan.
Perhiasan tersebut dibawa ketika Allah memerintahkan mereka keluar
dari Mesir. Mereka kemudian melepaskan perhiasan tersebut karena
diharamkan. Setelah Musa pergi ke tempat perjumpaan dengan Rabb-nya,
Samiri mengambil perhiasan itu dan menjadikannya sebagai patung anak
lembu yang bisa mengeluarkan suara melenguh jika angin masuk ke
dalamnya. Mungkin, segenggam tanah yang dia ambil dari jejak utusan
(Jibril) membuat patung anak lembu tersebut dapat melenguh.
Sementara itu, dalam Kitab Perjanjian Lama, disebutkan bahwa ''Ketika
bangsa itu melihat Musa sangat lambat saat turun dari gunung, mereka
lalu berkumpul mengelilingi Harun dan berkata, 'Buatkanlah tuhan yang
dapat berjalan di hadapan kami. Sebab, Musa ini orang yang telah
memimpin kami keluar dari Mesir. Kami tidak tahu apa yang terjadi
dengannya.' Harun kemudian berkata kepada mereka, 'Lepaskan dan
serahkanlah kepadaku anting-anting emas yang ada pada istri, putra, dan
putri kalian.' Seluruh bangsa itu pun menanggalkan anting-anting emas
dan menyerahkannya kepada Harun. Harun menerima perhiasan-perhiasan itu.
Dia lalu melelehkan dan menuangkannya ke patung yang bergambar anak
lembu.
Mereka kemudian berkata, 'Hai Israil, inilah tuhan-tuhanmu yang telah
mengeluarkan kalian dari negeri Mesir.'' (Kitab Keluaran ayat 2-5).
Dalam kisah yang disebutkan pada Kitab Perjanjian Lama, tampak Harun
telah berbuat salah. Sebaliknya, Alquran justru membebaskan Harun dari
perbuatan yang dituduhkan tersebut.
Karena itu, menurut sebagian ahli tafsir, Thursina terletak di Sinai.
Inilah versi pertama. Menurut Sami bin Abdullah al-Maghluts, dalam
bukunya Atlas Sejarah Nabi dan Rasul, pendapat pertama yang mengatakan
Thursina berada di wilayah Mesir sangat lemah. Sebab, perkataan itu
hanya mengandung kekeliruan pemahaman yang diidentikkan dengan kata
'Sinai'.
''Siapa yang bisa memastikan bahwa yang dimaksud Allah SWT dengan
Thursina itu adalah Sinai, Mesir? Sekiranya memang benar demikian,
tentunya Allah SWT tidak mengatakan Siniin jika maksudnya Sinai.
Versi Kedua
Mengutip pendapat Muhammad bin Abdul Mun'im al-Himyari, dalam bukunya Al-Raudh al-Mi'thar fi Khabari al-Aqthar, Syauqi Abu Khalil dalam Atlas Hadis, menyatakan bahwa Thursina adalah bukit yang terletak di barat daya negeri Syam. Di sini, Allah SWT berbicara secara langsung dengan Nabi Musa AS.
Mengutip pendapat Muhammad bin Abdul Mun'im al-Himyari, dalam bukunya Al-Raudh al-Mi'thar fi Khabari al-Aqthar, Syauqi Abu Khalil dalam Atlas Hadis, menyatakan bahwa Thursina adalah bukit yang terletak di barat daya negeri Syam. Di sini, Allah SWT berbicara secara langsung dengan Nabi Musa AS.
Sementara itu, dalam al-Qamus al-Islam, kata 'Thursina' adalah gunung
yang tandus atau gersang. Nama bukit ThurSina disebutkan dalam Alquran
sebagaimana surah Attin ayat 1 dan surah Almu'minun ayat 20. Ar-Razi
dalam tafsirnya menyebutkan, banyak dalil yang menguatkan pendapat bahwa
yang dimaksud Thuur Siniin adalah bukit di Baitul Maqdis.
Di antara pendapat yang disebutkan Ar-Razi adalah mufassir seperti
Qatadah dan al-Kalibi yang menyatakan kata Thuur Siniin (Sinai) adalah
bukit yang berpepohonan dan berbuah-buahan. pakah ini adalah Sinai,
Mesir? ''Kalau memang ya, tentu tak seorang pun yang membantahnya,''
kata Sami.
Menurut Sami, justru yang dimaksud dalam ayat itu adalah Thur Sina,
bukit di Baitul Maqdis dan Balad al-Amin adalah Makkah. Berikut
argumentasinya. Allah berfirman, ''Dan, pohon kayu yang keluar dari
Thursina (pohon zaitun) yang menghasilkan minyak dan menjadi makanan
bagi orang-orang yang makan.'' (Almu'minun ayat 20).
Ayat ini, kata Sami, mengikat dan menghimpun dengan kuat antara
'Thursina' dan hasil bumi serta tumbuh-tumbuhan penghasil minyak bagi
orang yang makan. Sementara itu, lanjutnya, di Sinai (Mesir) tidak ada
pohon zaitun yang mampu menghasilkan buah, apalagi mengeluarkan minyak.
Menurut dia, ayat 20 surah Almu'minun dan ayat 1-3 surah Attin itu
justru merujuk pada tanah suci di Palestina. Di Palestina, jelas Sami,
terdapat banyak pohon zaitun yang terus berproduksi di sepanjang tahun
sehingga penduduk di sekitar Baitul Maqdis menamakannya dengan ''Bukit
Zaitun'' dan Allah SWT telah berseru kepada Musa di tempat yang
diberkahi di sisi bukit.
''Maka, tatkala Musa sampai ke (tempat) api, diserulah Dia (arah)
pinggir lembah yang sebelah kanan(nya) pada tempat yang diberkahi dari
sebatang pohon kayu." (Alqashash ayat 30).
Hal yang sama juga diungkapkan Ustaz Shalahuddin Ibrahim Abu 'Arafah,
seorang ulama asal Palestina. Menurutnya, Bukit Thursina adalah tempat
yang diberkahi. Dan, tempat yang diberkahi itu adalah Palestina
sebagaimana surah Al-Isra ayat 1 yang menceritakan peristiwa Isra dan
Mi'raj Nabi Muhammad SAW.
Keterangan ini makin diperkuat lagi dengan ayat 6 surah Annaziat dan
ayat 21 surah Almaidah. ''Tatkala Tuhannya memanggilnya di lembah suci,
yaitu Lembah Thuwa.'' (Annaziat: 6). ''Hai kaumku, masuklah ke tanah
Suci (Palestina) yang telah ditentukan Allah bagimu.'' (Almaidah: 21).
Lembah suci itu, jelas Sami, hanya ada dua, yaitu Makkah dan
Palestina. ''Karena itu, kita tidak boleh memalingkan maknanya kepada
yang lain tanpa bukti dan keterangan,'' jelasnya.
Merujuk pada hadis Rasulullah SAW yang menyatakan fitnah Dajjal dan Isa bin Maryam bahwa Allah SWT akan memberi wahyu kepada Isa bin Maryam sesudah dia membunuh Dajjal di gerbang Lod di Baitul Maqdis, ''Bawalah hamba-hamba-Ku berlindung ke bukit.''
Para ulama menyepakati bahwa konteks hadis itu adalah Baitul Maqdis,
bukan Sinai, Mesir. Apalagi, terdapat peristiwa Nabi Musa AS menerima
wahyu saat keluar dari Mesir akibat kejaran Firaun. Karena itu, pendapat
ini menegaskan bahwa yang dimaksud Thursina itu sudah berada di luar
Mesir.
Seperti diketahui, Semenanjung Sinai merupakan wilayah yang sangat
luas, yaitu mencapai 9.400 km persegi dengan panjang sekitar 130 km.
Dan, sisi pertamanya adalah Teluk Aqabah dengan panjang 100 km. Di sisi
keduanya adalah Teluk Suez dengan panjang 150 km. Sedangkan, gunung
tertinggi di semenanjung Sinai adalah Gunung Katrina (2.637 m).
Versi Ketiga
Selain kedua versi di atas, terdapat satu lagi tempat yang diduga sebagai Bukit Thursina. Tempat itu adalah bukit sebelah selatan Nablus (Palestina) atau yang dinamakan Jurzayem.
Selain kedua versi di atas, terdapat satu lagi tempat yang diduga sebagai Bukit Thursina. Tempat itu adalah bukit sebelah selatan Nablus (Palestina) atau yang dinamakan Jurzayem.
Pendapat ini merujuk pada Bangsa Kan'an yang membangun Kota Nablus
dan menamakannya Syukaim, yaitu nama yang diubah bangsa Ibrani pertama
menjadi Syukhaim, tempat tersebarnya kaum Yahudi dari sekte Samiri. Dan,
mereka adalah sekte yang meyakini lima kitab dari Perjanjian Lama
serta memercayai bahwa tempat suci Yahudi terletak Bukit Thur, yaitu
sebelah selatan Nablus.
Dari ketiga versi tersebut, tampaknya ada dua pendapat yang sangat
kuat, yaitu Sinai di Mesir dan Baitul Maqdis di Palestina. Manakah Bukit
Thursina yang sesungguhnya? Wa Allahu A'lam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar